BAB II
TINJAUAN TEORI
DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595). Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk didalam copd adalah emfisema paru- paru dan Bronchitis Kronis. Nama lain dari copd adalah “Chronic obstructive airway disease ” dan “ChronicObstructive Lung Diseases (COLD)”
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595). Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk didalam copd adalah emfisema paru- paru dan Bronchitis Kronis. Nama lain dari copd adalah “Chronic obstructive airway disease ” dan “ChronicObstructive Lung Diseases (COLD)”
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Anatomi fisiologi Paru-paru merupakan sebuah
alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung (gelembung hawa
= alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan
endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2 pada lapisan
inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan C02 dikeluarkan
dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah
(paru-paru kiri dan kanan). Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :
Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Puimo dekstra
superior, Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo
sinester lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari
belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment. Paru-paru kiri mempunyai 10
segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus superior, dan 5 (lima) buah
segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu;5 (lima) buah
segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada lobus medialis, dan 3
(tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Diantara lobulus satu dengan yang
lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah
bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di
dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini
disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang
diameternya antara 0,2-0,3 mm. Letak paru-paru. Pada rongga dada datarannya
menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum. Pada ba-gian tengah iiu
tcrdapal lampuk paiu-paru alau hilus Pada mediastinum depan terletak jantung.
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2
(dua):
Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru
yang langsung membungkus paru-paru.
Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada
sebelah luar.
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut
kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga
paru-paru dapat berkembang kempis dan, juga terdapat sedikit cairan (eskudat)
yang berguna untuk rneminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan
antara paru-paru dan dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak.
Pembuluh darah pada paru, Sirkulasi pulmonar berasal dari
ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3 dan tebal ventrikel kiri, Perbedaan ini
menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil
dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri.
Selain aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke
paru-paru dad aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah
"kaya oksigen" (oxyge-nated) dibandingkan dengan darah pulmonal yang
relatif kekurangan oksigen. Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium
kiri. Arteri pulmonalis membawa darah yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel
kanan ke paru-paru. Cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial sampai
ke alveoli halus. Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan
jaringan kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah
dan udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler. Dari epitel alveoli, akhirnya
kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan sejajar dengan cabang
tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri (darah
mengandung 02), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh
vena bronkialis dan ada yang mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian
paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.
Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam
menampung udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut
:
Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi
paru-paru pada inspirasi sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat
tergantung pada beberapa hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk
seseorang,
Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan
setelah ekspirasi maksimal Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat
menampung udara sebanyak ± 5 liter.
Waktu ekspirasi, di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter
udara. Pada waktu kita bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600
cm3 (2 1/2 liter), Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa:
16-18 x/menit, Anak-anak kira-kira : 24x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit,
Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari
suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.
Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk
menghembuskan napas dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari
salah satu rangsangan baik yang berasal dari luar bahan-bahan kimia yang
merangsang selaput lendir di jalan pernapasan. Bersin. Pengeluaran napas dengan
tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara keluar
dari hidung dan mulut.
KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru
obstruksi kronik adalah sebagai berikut:
Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir
setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu
tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu :
Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus,
haemophilus influenzae.
Alergi
Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll.
Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan
patologik yang mengenai beberapa alat tubuh, yaitu :
Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup
maupun myocardium. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya
tahannya sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
Infeksi sinus paranasalis dan Rongga
mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus.
Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi),
menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus sehingga infeksi
bakteri mudah terjadi.
Rokok, yang dapat menimbulkan
kelumpuhan bulu getar selaput lender bronchus sehingga drainase lendir
terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri.
Patofisiologi
Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya virus, seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut. Dokter akan mendiagnosa bronchitis kronis jika klien mengalami batuk atau produksi sputum selama beberapa hari + 3 bulan dalam 1 tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut. Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun non-infeksi (terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme.
Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya virus, seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut. Dokter akan mendiagnosa bronchitis kronis jika klien mengalami batuk atau produksi sputum selama beberapa hari + 3 bulan dalam 1 tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut. Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun non-infeksi (terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme.
Klien dengan bronchitis kronis akan
mengalami :
Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar
mukus pada bronchi besar, yang mana akan meningkatkan produksi mukus.
Mukus lebih kental
Kerusakan fungsi cilliary sehingga
menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena itu, “mucocilliary defence”
dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang
infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan
hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat. Dinding bronchial meradang
dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran
udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang banyak akan
menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.
Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi
biasanya seluruh saluran nafas akan terkena. Mukus yang kental dan pembesaran
bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas
mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru.
Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal
timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan
ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2. Klien terlihat cyanosis. Sebagai
kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit).
Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya
karena infeksi pulmonary. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV
dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi,
hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF
Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu
perubahan anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran
udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding
alveolus. Sesuai dengan definisi tersebut, maka jika ditemukan kelainan berupa
pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka
keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai
“overinflation”.
Patogenesis
Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu :
Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu :
Hilangnya elastisitas paru. Protease (enzim paru) merubah
atau merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan serabut
elastin. Akibat hal tersebut, kantung alveolar kehilangan elastisitasnya dan
jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar.
Hyperinflation Paru Pembesaran alveoli mencegah paru-paru
untuk kembali kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi.
Terbentuknya Bullae Dinding alveolar membengkak dan
berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat
dilihat pada pemeriksaan X ray.
Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap Ketika
klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan
menyebabkan kollapsnya jalan nafas.
Tipe emfisema
Terdapat tiga tipe dari emfisema :
Emfisema Centriolobular Merupakan tipe
yang sering muncul, menghasilkan kerusakan bronchiolus, biasanya pada region paru
atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi biasanya kantung alveolar
tetap bersisa.
Emfisema Panlobular (Panacinar) Merusak
ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya termasuk pada paru bagian bawah.
Bentuk ini bersama disebut centriacinar emfisema, timbul sangat sering pada
seorang perokok.
Emfisema Paraseptal Merusak alveoli
pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi dari blebs sepanjang perifer
paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax spontan.
Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi enzim
alpha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi
pulmoner, seringkali timbul Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul.
Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar, yang mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan elastisitas recoil. Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada “dead space” atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok.
Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar, yang mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan elastisitas recoil. Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada “dead space” atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok.
Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh
hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis
rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran
napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.
Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik
yan mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan
obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari
saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang
berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.
ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini belum diketahui.
Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita
antara lain:
Merokok sigaret yang berlangsung lama
Polusi udara
Infeksi peru berulang
Umur
Jenis kelamin
Ras
Defisiensi alfa-1 antitripsin
Defisiensi anti oksidan
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap
terjadinya PPOK adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang
paling dominan.
PATOFISIOLOGI/PATHWAY
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua
yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang.
Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat
berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang,
yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan
tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat
hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga
disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi
paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas
akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda
dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi
bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi
awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi,
pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan
udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas
dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan
kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi
paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan
mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).
TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua
tipe pokok:
Mempunyai gambaran klinik dominant
kearah bronchitis kronis (blue bloater).
Mempunyai gambaran klinik kearah
emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagai
berikut:
Kelemahan badan
Batuk
Sesak napas
Sesak napas saat aktivitas dan napas
berbunyi
Mengi atau wheeze
Ekspirasi yang memanjang
Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
Penggunaan otot bantu pernapasan
Suara napas melemah
Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
Edema kaki, asites dan jari tabuh.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai
berikut:
Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara
radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Tubular shadows atau farm lines
terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks
paru. Bayangan
tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk
kelainan foto dada yaitu:
Gambaran defisiensi arteri, terjadi
overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat
pada emfisema panlobular dan pink puffer.
Corakan paru yang bertambah.
Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1,
KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory
flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan
diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan
hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk
difusi berkurang.
Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun,
timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga
menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan
jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.
Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung.
Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal
pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1
dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
Laboratorium darah lengkap
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak
hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
Memperbaiki kemampuan penderita dalam
melaksanakan aktivitas harian.
Mengurangi laju progresivitas penyakit
apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut
adalah sebagai berikut:
Meniadakan faktor etiologi/presipitasi,
misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
Membersihkan sekresi bronkus dengan
pertolongan berbagai cara.
Memberantas infeksi dengan antimikroba.
Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian
antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil
uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat
bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi
(bronkospasme) masih controversial.
Pengobatan simtomatik.
Penanganan terhadap
komplikasi-komplikasi yang timbul.
Pengobatan oksigen, bagi yang
memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran
secret bronkus.
Latihan pernapasan, untuk melatih
penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.
Latihan dengan beban oalh raga
tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi
udara
Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4x0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4x0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
Terapi oksigen diberikan jika terdapata kegagalan pernapasan
karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
Fisioterapi membantu pasien untuk
mengelurakan sputum dengan baik.
Bronkodilator, untuk mengatasi
obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan anti
kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium
bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 -
0,56 IV secara perlahan.
Terapi jangka panjang di lakukan :
Antibiotik untuk kemoterapi preventif
jangka panjang, ampisilin 4x0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi
akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
Latihan fisik untuk meningkatkan
toleransi aktivitas fisik
Mukolitik dan ekspektoran
Terapi oksigen jangka panjang bagi
pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui
kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi
agar terhindar dari depresi.
Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah :
Ø Fisioterapi
Ø Rehabilitasi psikis
Ø Rehabilitasi pekerjaan (Mansjoer 2001
: 481-482)]
KOMPLIKASI COPD
Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai
penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen
<85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia).
Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines,
tachipnea.
Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan
produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit
paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis
kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek
obat atau asidosis respiratory.
Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan
dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam
kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.
Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PPOK
Dari seluruh dampak di atas, maka
diperlukan suatu asuhan keperawatan yang komprehensif baik bio, psiko, sosial
dan melalui proses perawatan yaitu mulai dari pengkajian sampai evaluasi.
Pengkajian
Pengkajian mencakup informasi tentang
gejala-gejala terakhir dan manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini
beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat kesehatan dari
proses penyakit:
Sudah berapa lama pasien mengalami
kesulitan pernapasan?
Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?
Berapa jauh batasan pasien terhadap
toleransi aktivitas?
Kapan pasien mengeluh paling letih dan
sesak napas?
Apakah kebiasaan makan dan tidur
terpengaruh?
Riwayat merokok?
Obat yang dipakai setiap hari?
Obat yang dipakai pada serangan akut?
Apa yang diketahui pasien tentang
kondisi dan penyakitnya?
Data tambahan yang dikumpulkan melalui
observasi dan pemeriksaan sebagai berikut:
Frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
Apakah pernapasan sama tanpa upaya?
Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen
selama inspirasi?
Apakah ada penggunaan otot-otot
aksesori pernapasan selama pernapasan?
Barrel chest?
Apakah tampak sianosis?
Apakah ada batuk?
Apakah ada edema perifer?
Apakah vena leher tampak membesar?
Apa warna, jumlah dan konsistensi
sputum pasien?
Bagaimana status sensorium pasien?
Apakah terdapat peningkatan stupor?
Kegelisahan?
Hasil pemeriksaan diagnosis seperti :
Chest X-Ray :
dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma,
peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema),
peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode
remisi (asthma)
Pemeriksaan Fungsi Paru :
dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan
abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal
: bronchodilator.
TLC :
meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma,
menurun pada emfisema.
Kapasitas Inspirasi :
menurun pada emfisema
FEV1/FVC :
ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan
kapasitas vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.
ABGs :
menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun
dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi
seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori
ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).
Bronchogram :
dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi,
kollaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus
(bronchitis)
Darah Komplit :
peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan
eosinofil (asthma).
Kimia Darah :
alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk
kemungkinan kurang pada emfisema primer.
Sputum Kultur :
untuk menentukan adanya infeksi,
mengidentifikasi patogen,
pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.
pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.
ECG :
deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi
(asthma berat), atrial disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF
panjang, tinggi (bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal (emfisema)
Exercise ECG, Stress Test :
menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi
keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.
Palpasi:
Palpasi pengurangan pengembangan dada?
Adakah fremitus taktil menurun?
Perkusi:
Adakah hiperesonansi pada perkusi?
Diafragma bergerak hanya sedikit?
Auskultasi:
Adakah suara wheezing yang nyaring?
Adakah suara ronkhi?
Vokal fremitus nomal atau menurun?
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien
mencakup berikut ini:
Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak
efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
Risiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Ganggua pola tidur berhubungan dengan
ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
Kurang perawatan diri berhubungan
dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi
ventilasi dan oksigenasi.
Ansietas berhubungan dengan ancaman
terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak
terpenuhi.
Koping individu tidak efektif
berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas
rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.
Masalah kolaboratif/Potensial
komplikasi yang dapat terjadi termasuk:
Gagal/insufisiensi pernapasan
Hipoksemia
Atelektasis
Pneumonia
Pneumotoraks
Hipertensi paru
Gagal jantung kanan
Intervensi Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan:
Pencapaian bersihan jalan napas klien
Intervensi keperawatan:
Beri pasien 6 sampai 8 gelas
cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan
teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
Bantu dalam pemberian tindakan
nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB
Lakukan drainage postural dengan
perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.
Instruksikan pasien untuk menghindari
iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
Ajarkan tentang tanda-tanda dini
infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum,
perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak
didada, keletihan.
Beriakn antibiotik sesuai yang
diharuskan.
Berikan dorongan pada pasien untuk
melakukan imunisasi terhadap influenzae dan streptococcus pneumoniae.
Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
Tujuan:
Perbaikan pola pernapasan klien
Intervensi:
Ajarkan klien latihan bernapas
diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
Berikan dorongan untuk menyelingi
aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat keputusan tentang
perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
Berikan dorongan penggunaan latihan
otot-otot pernapasan jika diharuskan.
Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
Tujuan:
Perbaikan dalam pertukaran gas
Intervensi keperawatan:
Deteksi bronkospasme saat auskultasi .
Pantau klien terhadap dispnea dan
hipoksia.
Beriakn obat-obatan bronkodialtor dan
kortikosteroid dengan tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya.
Berikan terapi aerosol sebelum waktu
makan, untuk membantu mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru mengalami
perbaikan.
Pantau pemberian oksigen.
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
Tujuan:
Memperlihatkan kemajuan pada tingkat
yang lebih tinggi dari aktivitas yang mungkin.
Intervensi keperawatan:
Kaji respon individu terhadap
aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan.
Ukur tanda-tanda vital segera setelah
aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda
vital.
Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur
dengan menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan
lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
Kaji tingkat fungsi pasien yang
terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
Sarankan konsultasi dengan ahli terapi
fisik untuk menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.
Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan
sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.
Tingkatkan aktivitas secara bertahap;
klien yang sedang atau tirah baring lama mulai melakukan rentang gerak
sedikitnya 2 kali sehari.
Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas
dengan mendorong klien melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih
singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan.
Secara bertahap tingkatkan toleransi
latihan dengan meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap hari
sebanyak 3 kali sehari.
Risiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi
sputum dan anoreksia, mual muntah.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Intervensi keperawatan:
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan
saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi
berat badan dan ukuran tubuh.
Auskultasi bunyi usus
Berikan perawatan oral sering, buang
sekret.
Dorong periode istirahat I jam sebelum
dan sesudah makan.
Pesankan diet lunak, porsi kecil
sering, tidak perlu dikunyah lama.
Hindari makanan yang diperkirakan dapat
menghasilkan gas.
Timbang berat badan tiap hari sesuai
indikasi.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan
ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
Tujuan:
Kebutuhan tidur terpenuhi
Intervensi keperawatan:
Bantu klien latihan relaksasi ditempat
tidur.
Lakukan pengusapan punggung saat hendak
tidur dan anjurkan keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.
Atur posisi yang nyaman menjelang
tidur, biasanya posisi high fowler.
Lakukan penjadwalan waktu tidur yang
sesuai dengan kebiasaan pasien.
Berikan makanan ringan menjelang tidur
jika klien bersedia.
Kurang perawatan diri berhubungan
dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi
ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan:
Kemandirian dalam aktivitas perawatan
diri
Intervensi:
Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan
aktivitas seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.
Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam
jarak dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea
berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.
Ajarkan tentang postural drainage bila
memungkinkan.
Ansietas berhubungan dengan ancaman
terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak
terpenuhi.
Tujuan:
Klien tidak terjadi kecemasan
Intervensi keperawatan:
Bantu klien untuk menceritakan
kecemasan dan ketakutannya pada perawat.
Jangan tinggalkan pasien sendirian
selama mengalami sesak.
Jelaskan kepada keluarga pentingnya
mendampingi klien saat mengalami sesak.
Koping individu tidak efektif
berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas
rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
Tujuan:
Pencapaian tingkat koping yang optimal.
Intervensi keperawatan:
Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat
yang ditujukan pada pasien.
Dorong aktivitas sampai tingkat
toleransi gejala
Ajarkan teknik relaksasi atau berikan
rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila
tersedia.
Tingkatkan harga diri klien.
Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan
yang sangat menumpuk.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.
Tujuan:
Klien meningkat pengetahuannya.
Intervensi keperawatan:
Bantu pasien mengerti tentang tujuan
jangka panjang dan jangka pendek; ajarkan pasien tentang penyakit dan
perawatannya.
Diskusikan keperluan untuk berhenti
merokok. Berikan informasi tentang sumber-sumber
kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Grainger, Allison : Diagnostic Raddiology An Anglo American
Textbook of Imaging, second edition, Churchil Livingstone, page :122.
Horrison : Principle of Internal Medicine, 15th edition,
McGraw-Hill, page : 1491-1493.
G.Simon : Diagnostik Rontgen, cetakan ke-2, Erlangga, 1981,
hal :310-312.
Meschan : Analysis of Rontgen Signs in General Radiology,
Volume II, page : 954,990-993.
Danu Santoso Halim,Dr.SpP : Ilmu
Penyakit Paru, Jakarta 1998, hal :169-192.