Asuhan Keperawatan atresia Ani


A.    Defenisi
Atresia ani/anus imperforata adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996)
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001).
Atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan
Atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
B.     Etiologi
Ø  Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui
Ø  Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
Ø  Gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik
Ø  Kelainan bawaan
Ø  Merupakan (kegagalan perkembangan) anomaly gastrointestinal (sistem pencernaan) dan genitourinary (sistem perkemihan)
Ø  Kelainan kloaka pada saat embrionik
Ø  Pada atresia anus, diduga ada keterlibatan kelainan genetik pada kromosom 21

C.    Patofis
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.
D.    Bentuk – bentuk kelainan Atresia Ani
Ø  Lubang anus sempit atau salah letak di depan tempat semestinya
Ø  Terdapat selaput pada saat pembukaan anus sehingga mengganggu proses pengeluaran feses
Ø  Rektum (saluran akhir usus besar) tidak terhubung dengan lubang anus
Ø  Rektum terhubung dengan saluran kemih (kencing) atau sistem reproduksi melalui fistula (lubang), dan tidak terdapat pembukaan anus

E.     Manifestasi klinis
ü  Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
ü  Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
ü  Bila ada fistula pada perineum (mekoneum +) kemungkinan letak rendah
ü  Kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal (Suriadi,2001).
ü  Bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulit abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996)
ü  Bayi muntah–muntah pada usia 24–48 jam setelah lahir.

F.     Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :
*      Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna.
*      Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalam keluar tinja.

G.    Gejala yang di timbulkan
*      Ketika lubang anus sempit, bayi kesulitan BAB menyebabkan konstipasi dan ketidaknyamanan.
*      Jika terdapat selaput pada akhiran jalan keluar anus, bayi tidak bisa BAB.
*      Ketika rektum tidak berhubungan dengan anus tetapi terdapat fistula, feses akan keluar melalui fistula tersebut sebagai pengganti anus. Hal ini dapat menyebabkan infeksi.\
*       Jika rektum tidak berhubungan dengan anus dan tidak terdapat fistula sehingga feses tidak dapat dikeluarkan dari tubuh dan bayi tidak dapat BAB.

H.    Komplikasi
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. 
Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis)

I.       Pemeriksaan Penunjang
ü  Pemeriksaan radiologis
ü  Sinar X terhadap abdomen
ü  Ultrasound terhadap abdomen
ü  CT Scan
ü  Pyelografi intra vena
ü  Pemeriksaan fisik rectum
ü  Rontgenogram abdomen dan pelvis

J.      Penatalaksanaan
-          Penatalaksanaan medis :
*    Kolostomi (pembuatan lubang anus di bagian perut)
*    Dilatasi Anal (pelebaran lubang anus)
*    Eksisi membran anal (pelepasan selaput anus)
*    Anoplasty (perbaikan organ anus)

-          Penatalaksanaan Non Medis
*   Toilet Training
*   Dimulai pada usia 2-3 tahun.
*   Menggunakan strategi yang sama dengan anak normal.
*   Bowel Management
*   Menjaga kebersihan kantung kolostomi, meliputi enema/irigasi kolon satu kali sehari untuk membersihkan kolon.
*   Diet makanan termasuk pengaturan asupan laktasi (ASI)


-          Penanganan secara preventif antara lain:
*   Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani.
*   Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
*   Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.

K.    Rehabilitasi dan Pengobatan
ü Melakukan pemeriksaan colok dubur
ü Melakukan pemeriksaan radiologik
ü Melakukan tindakan kolostomi neonatus
ü Dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau spekulum
ü Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
ü Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa neonatus
ü Melakukan pembedahan rekonstruktif
ü Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)
ü Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-2 bulan)
ü Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
ü Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi "abdominal pull-through"

L.     Diagnosa yang mungkin muncul
Ø Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik) berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus (Suriadi,2001).
Ø Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (Doenges,1996).
Ø Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges,1993).
Ø Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia (Doenges,1993).
Ø Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi.(Suriadi,2001;159)
Ø Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges,1996).
Ø Resiko tinggi terhadap konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan masukan diit (Doenges,1993).
Ø Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi (Doenges,1996).

Tidak ada komentar: