ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TYPHUS ABDOMINALIS


A.                  Definisi
Thypus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasa mengenai saluran pencernaan. Gejala yang biasa ditimbulkan adalah demam yang tinggi lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran (FKUI, 1985).
Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dengan masa tunas 6–14 hari. Sedangkan typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan enteritis akut.
Thypus Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Rampengan,1990

B.   Etiologi
1.      Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
- antigen O (somatic, terdiri dar izat komplek liopolisakarida)
- antigen H (flagella)
- antigen V1 dan protein membrane hialin.
2.      Salmonella parathypi A
3.      salmonella parathypi B
4.      Salmonella parathypi C
5.      Faces dan Urin dari penderita thypus

C.   Patofisiologi
Infeksi masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil di usus halus melalui pembuluh limfe masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limfa sehingga membesar dan disertai nyeri. Basil masuk kembali ke dalam darah (bakterimia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus à menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Jika kondisi tubuh dijaga tetap baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan seperti ini, kuman typhus akan mati dan penderita berangsur-angsur sembuh.

D.   Penatalaksanaan
1.    Pengobatan
a.    Kloramfenikol
b.    Kotrimoksasol
c.    Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi dengan Ampisilin 100 mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.

2.    Perawatan
a.   Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
b.   Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan2 posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.

3.    Diet
a.   Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus.
b.   Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman kepada klien.

E.                  Pengkajian
a.    Identitas
b.    Keluhan utama
Perasaan tidak enak badan, pusing, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi).
RSS
c.  Data Subyektif
§  Pasien mengeluh mual muntah, kepala pusing, badan lemas, nafsu makan berkurang.
§  Pasien mengeluh ngilu, nyeri otot.

b. Data Obyektif
§             Lidah kotor, BB menurun, porsi makan tidak habis, ggn sensasi pengecapan.
§             Gelisah, terdapat penurunan kesadaran, delirium.
§             Immobilisasi.
§             Pembesaran hepar (hepatomegali).
§             Diare, kadang disertai konstipasi.
§             S: hypertermia (> 37,50C), bradikardia relatif.

c. Pemeriksaan fisik
·         Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410 C, muka kemerahan.
·         Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
·         Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
·         Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
·         Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
·          Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
·         Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
·          Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

F.                   Diagnosa Keperawatan
1.                  Hipertermi b.d proses inflamasi
2.                  Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat
3.                  Nyeri akut b.d agen cidera biologis
4.                  Resiko tinggi kurang cairan b/d pemasukan cairan kurang, kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare.

G.                 Intervensi
Hipertermi b.d proses inflamasi
Intervensi:
1.      Identifikasi penyebab atau faktor yang dapat menimbulkan hipertermi
2.      Observasi cairan masuk dan keluar, hitung keseimbangan cairan
3.      Beri cairan sesuai kebutuhan bila tidak ada kontraindikasi
4.      Beri kompres air hangat
5.      Anjurkan klien untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan saat suhu tubuh naik
6.      Kolaborasi: pemberian antipiretik, pemberian antibiotik, pemeriksaan penunjang / hasil laboratorium.

Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat
Intervensi:
1.      Kaji pola makan klien
2.      Observasi mual dan muntah
3.      Identifikasi faktor pencetus mual, muntah, dan nyeri abdomen
4.      Kaji makanan yang disukai dan tidak disukai klien
5.      Sajikaan makanan dalam kedaan hangat dan menarik
6.      Beri posisi semi fowler saat makan
7.      Bantu klien untuk makan, catat masukan makanan.

Nyeri akut b.d agen cidera biologis
Intervensi:
1.      Kaji karakteristik nyeri dan skala nyeri
2.      Kaji faktor yang dapat menurunkan/menaikkan nyeri
3.      Ajarkan dan bantu klien melakukan relaksasi dan distraksi
4.      Beri posisi yang nyaman
5.      Ciptakan lingkungan yang tenang


Resiko tinggi kurang cairan b/d pemasukan cairan kurang, kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare.
Intervensi :
1.      Awasi masukan dan keluaran, bandingkan dengan BB harian. Catat kehilangan melalui usus, contoh muntah dan diare.
2.      Kaji tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
3.      Awasi nilai laboratorium: HB, HT, Na, albumin.
4.      Berikan cairan II seperti glukosa dan Ringer laktat.


DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. 1992. Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks Keluarga. Departemen Kesehatan: Jakarta.
Wahidiyat, Iskandar. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Bagian Kesehatan Anak FKUI: Jakarta.
NIC & NOC