POPULASI DAN SAMPEL DALAM RISET KEPERAWATAN



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dahlan (2009) mengatakan idealnya, cara untuk menjawab suatu pertanyaan penelitian adalah dengan melakukan penelitian pada semua anggota populasi (total sampling), namun hampir dalam sebagian besar keadaan, hal itu tidak mungkin dilakukan sehingga kita hanya meneliti sebagian saja dari populasi yaitu meneliti sampel. Tentu saja lebih praktis dan lebih murah biayanya untuk mengumpulkan data dari sampel daripada mengumpulkan data dari keseluruhan populasi namun hal ini beresiko karena ada kemungkinan sampel tersebut tidak adekuat dalam mencerminkan perilaku, sifat, gejala, atau kepercayaan populasi (Polit & Beck, 2013). Oleh karena itu adalah penting untuk menentukan metode pengambilan sampel yang tepat dengan memperhatikan apakah sampel yang dipilih cukup representatif.
Besar sampel dapat ditentukan dengan mengelaborasi pertanyaan penelitian, yaitu mengidentifikasi pertanyaan penelitian berdasarkan parameter tertentu yang akan menuntun kita untuk menentukan jenis pertanyaan penelitian. Parameter tersebut antara lain desain khusus-non desain khusus, deskriptif-analitis, kategorik-numerik, berpasangan-tidak berpasangan (Dahlan, 2009).
Dalam makalah ini akan dibahas tentang populasi, dan berbagai jenis cara pengambilan data (teknik sampling) yang biasa dilakukan oleh peneliti dalam berbagai studi riset yang dilakukan, dengan memperhatikan berbagai parameter dan kemungkinan tercapainya hasil penelitian melalui teknik sampling tersebut.

1.2  Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1.2.1    Mengidentifikasi pengertian populasi dan sampel.
1.2.2    Mengidentifikasi perkiraan besar sampel dan menjelaskan cara penentuan besar sampel yang akan digunakan baik dalam penelitian kuantitatif, maupun dalam penelitian kualitatif.
1.2.3    Menjelaskan berbagai jenis desain sampel yang dapat digunakan untuk menentukan siapa saja yang menjadi subjek penelitian dalam suatu populasi tertentu.
1.2.4    Mengeksplorasiperkiraan besar sampel dan teknik sampling yang digunakan melalui contoh pengaplikasian menggunakan jurnal penelitian yang dipilih.

1.3  Manfaat
Adapun penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1.3.1        Profesi keperawatan
Sebagai sumber studi kepustakaan tentang populasi dan sampel serta teknik sampling sehingga dapat menambah pemahaman dan mendukung penelitian keperawatan.

1.3.2        Institusi pendidikan keperawatan
Sebagai sumber kepustakaan tentang populasi dan sampel dalam institusi keperawatan sehingga dapat menambah pemahaman mahasiswa dan mengaplikasikan dalam penelitian keperawatan.
1.3.3        Mahasiswa keperawatan
Sebagai sumber kepustakaan dalam  menentukan populasi dan sampel dalam melakukan penelitian.

























BAB 2
TELAAH PUSTAKA

2.1    Definisi
Populasi adalah kumpulan individu yang akan digunakan untuk melakukan generalisasi suatu penelitian. Anggota populasi yang dilakukan pengukuran disebut dengan unit elementer atau elemen dari populasi (Ariawan, 1998). Misalnya, peneliti ingin melakukan survei prevalensi penyakit demam berdarah pada remaja di wilayah Denpasar. Maka populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja yang ada di wilayah Denpasar dan unit elementernya adalah setiap remaja yang tinggal di wilayah Denpasar.

Ada 2 tujuan besar yang ada dalam suatu penelitian yaitu estimasi nilai tertentu pada populasi dan pengujian hipotesis. Estimasi nilai tertentu pada populasi contohnya adalah peneliti ingin mengetahui cakupan imunisasi, prevalensi penyakit campak dan lain sebagainya. Pada tujuan kelompok pertama (estimasi nilai tertentu pada populasi) peneliti hanya ingin menggambarkan nilai-nilai (rata-rata, total, rasio) yang ada di populasi. Sedangkan tujuan pada kelompok kedua (pengujian hipotesis), peneliti ingin membandingkan satu kelompok populasi dengan populasi lainnya (Ariawan, 1998).

Terdapat dua istilah dalam populasi, yaitu populasi target (target population) dan populasi terjangkau (acessible population). Populasi target adalah populasi tempat hasil penelitian diharapkan akan diterapkan. Populasi target dalam penelitian klinis dibatasi oleh karakteristik klinis dan demografis. Populasi terjangkau adalah populasi yang dapat dijangkau peneliti yang dipilih dari populasi target. Pemilihan populasi terjangkau biasanya tidak dilakukan dnegan sistematika tertentu, melainkan dengan alasan praktis (Sastroasmoro & Ismael, 2014).

Salah satu contohnya adalah peneliti ingin mengetahui sifat dan hasil pengobatan kanker payudara yang ada pada wanita di Indonesia. Terdapat beberapa puluh ribu pasien kanker payudara yang ada di Indonesia. Mereka inilah yang disebut dengan populasi target. Namun peneliti tidak mungkin untuk meneliti seluruhnya karena berbagai keterbatasan sehingga hanya memperoleh pasien di RSCM Jakarta. Pasien RSCM pun dari waktu ke waktu sangat banyak, sehingga peneliti hanya dapat menjangkau pasien dalam kurun waktu tertentu saja, misalnya tahun 2001-2002. Kelompok pasien yang dapat dijangkau ini disebut dengan populasi terjangkau atau populasi sumber. Populasi terjangkau selain dibatasi oleh karakteristik demografis dan klinis, juga dibatasi oleh tempat dan waktu.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai/karakteristiknya kita ukur dan yang nantinya kita pakai untuk menduga karakteristik dari populasi (Sabri & Hastono, 2006). Contoh: kita ingin mengetahui kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil di Kabupaten Tangerang. Populasi kita adalah keselurhan ibu hamil di Kabupaten Tangerang . kita tidak mungkin mengukur Hb seluruh ibu hamil tersebut. Untuk itu kita ambil saja sebagian dari ibu hamil (sampel) yang mewakili keseluruhan (populasi) ibu hamil di kabupaten Tangerang. Kadar Hb ibu yang menjadi sampel tersebut kita ukur, hasilnya nanti dapat dipakai untuk menduga nilai Hb ibu hamil di Kabupaten Tangerang.

2.1.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1.      Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian pada populasi target dan pada populasi terjangkau.
2.      Kriteria eksklusi
Sebagian subyek yang memengaruhi hasil penelitian harus dikeluarkan dari studi oleh karena berbagai sebab. Keadaan yang biasanya menjadi kriteria eksklusi pada uji klinis antara lain sebagai berikut:
a)      Terdapat keadaan atau penyakit lain yang dapat menggangu pengukuran atau interpretasi.
b)      Terdapat keadaan yang mengganggu kemampulaksanaan
c)      Hambatan etis
d)     Subjek menolak berpartisipasi.
Kesalahan elementer yang cukup sering dilakukan adalah menyebutkan dlam kriteria eksklusi hal-hal yang memang tidak termasuk dalam kriteria inklusi (Sastroasmoro & Ismael, 2014).

2.2    Perkiraan Besar Sampel
Perkiraan besar sampel dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dengan tujuan penelitian dan desain yang dipilih. Berikut uraian estimasi berdasarkan rumus yang sering digunakan pada studi klinis, dengan tanda [] di belakang informasi yang diperlukan:
a)    [ditetapkan] berarti dipilih nilai yang dikehendaki oleh peneliti
b)   [daftar pustaka] berarti nilai diambil dari pustaka, pengalaman, atau studi pendahuluan.
c)    [clinical judgement] berarti nilai yang secara klinis penting(Sastroasmoro & Ismael, 2014).

Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam rumus-rumus penentuan besar sampel menurut Sastroasmoro & Ismael  (2014),antara lain:
a)    Simpang baku
Nilai simpang baku yang diperlukan untuk digunakan dalam formula dapat diperoleh dari penelitian terdahulu (baik dari sendiri maupun dari pustaka), pengalaman ataupun studi pendahuluan. Nilai simpang baku ini sangat memengaruhi besar sampel, makin besar simpang baku (berarti variabilitas nilai numerik lebih besar), maka akan lebih banyak subjek yang diperlukan.
b)   Tingkat kesalahan
Kesalahan terbagi menjadi 2 yaitu, kesalahan tipe I dan kesalahan tipe II. Kesalahan tipe I (α) adalah besarnya peluang untuk menolak H0 pada sampel, padahal dalam populasi H0 benar (positif semu). Kesalahan tipe II (β) adalah besarnya peluang untuk tidak menemukan perbedaan yang bermakna dalam sampel, padahal dalam populasi perbedaan itu ada, jadi β adalah besarnya peluang untuk tidak menolak H0 yang sebenarnya harus ditolak (negatif semu).


c)    Power penelitian
Power penelitian dianalogikan dengan nilai sensitivitas pada uji diagnosis, yaitu kemampuan suatu penelitian untuk mendapatkan beda yang secara statistika bermakna, bila dalam populasi tersebut ada. Artinya, power adalah kekuatan untuk menolak hipotesis pada data penelitian, apabila dalam populasi terdapat perbedaan hasil klinis. Nilai power sebesar (1-β), bila β=20% maka berarti power=80%. Penentuan nilai power ini berpengaruh pada penentuan nilai deviat baku normal untuk α (Zα) dan deviat baku normal untuk β (Zβ).

Berikut adalah tabel distribusi Z (Sastroasmoro & Ismael, 2014):

Tingkat kesalahan
Zα 1 arah atau Zβ
Zα  2 arah
0,01
2,326
2,576
0,02
2,054
2,326
0,04
1,751
2,054
0,05
1,645
1,960
0,10
1,282
1,645
0,15
1,036
1,440
0,20
0,842
1,282

d)   Frekwensi atau proporsi
Seperti halnya simpang baku, proporsi atau frekwensi data nominal tidak dapat dimanipulasi oleh peneliti karena merupakan nilai yang diperkirakan dalam penelitian. Dalam studi deskriptif, proporsi variabel yang diteliti diperkirakan dari pustaka. Sedangkan dalam studi perbandingan (misalnya membandingkan proporsi kesembuhan subjek pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan), proporsi kesembuhan kelompok kontrol diperoleh dari daftar pustaka, pengalaman atau studi pendahuluan. Sedangkan perbedaan proporsi lesembuhan ditentukan oleh judgement klinis. Makin kecil proporsi antara kedua kelompok, makin besar sampel yang digunakan(Sastroasmoro & Ismael, 2014).


2.2.1        Besar Sampel untuk Data Numerik
a)   Sampel tunggal untuk perkiraan rerata
Penetapan besar sampel untuk estimasi mean (rerata) pada studi deskriptif atau survei memerlukan 3 informasi, yaitu:
1.    Simpang baku nilai rerata dalam populasi, s [dari pustaka]
2.    Tingkat ketepatan absolut yang diinginkan, d [ditetapkan]
3.    Tingkat kemaknaan, α [ditetapkan]

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Contoh:
Seorang peneliti ingin mengetahui rerata tekanan darah diastolik remaja normal di daerah A. Menurut pustaka rerata tekanan darah diastolik 80 mmHg dan simpang baku 10 mmHg. Tingkat keperrcayaan yang dipilih sebesar 95% dan ketepatan absolut yang dapat diterima adalah 2 nnHg. Berapakah besar sampel yang diperlukan?
Jadi, diperoleh 97 orang(Sastroasmoro & Ismael, 2014).

b)     Perkiraan besar sampel untuk beda rerata 2 kelompok
Penelitian klinis perkiraan besar sampel yang paling sering digunakan pada studi untuk menguji hipotesis dengan perbedaan dua rerata. Untuk ini perlu diperhatikan apakah variabel numerik kedua kelompok yang diperbandingkan tersebut bersifat independen atau berpasangan.
1)      Uji hipotesis terhadap rerata dua populasi independen
Untuk memperkirakan besar sampel penelitian dengan 2 kelompok independen dengan uji hipotesis terhadap beda rerata yang diperlukan, diperlukan 4 informasi penting yaitu:
a.    Simpang baku kedua kelompok, s[dari pustaka]
b.    Perbedaan klinis yang diinginkan, x1-x2 [clinical judgement]
c.    Kesalahan tipe I, α [ditetapkan]
d.   Kesalahan tipe II, β [ditetapkan]
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:


Contoh:
Peneliti ingin mengetahui beda tekanan diastolik 2 kelompok remaja, kelompok pertama gemar berolahraga dan kelompok lainnya tidak. Beda sebesar 5 mmHg dianggap berarti. Tekanan diastolik remaja salah satu kelompok adalah 80 mmHg dan simpang baku kedua kelompok adalah sama yaitu 10 mmHg. Bila dipilih α=0,05 dan power=0,80, berapakah subjek yang diperlukan?
Jadi, diperoleh 84 orang(Sastroasmoro & Ismael, 2014).

2)   Uji hipotesis terhadap rerata dua populasi berpasangan
Informasi yang diperlukan untuk uji dua kelompok independen adalah sebagai berikut:
a.    Simpang baku dari rerata selisih, sd [dari pustaka]
b.    Selisih rerata kedua kelompok yang klinis penting, d [clinical judgement]
c.    Kesalahan tipe I, α [ditetapkan]
d.   Kesalahan tipe II, β [ditetapkan]
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Contoh:
Peneliti ingin mengetahui beda tekanan diastolik 2 kelompok remaja, kelompok peratama remaja di perkotaan, kelompok kedua remaja di pedesaan. Subjek dipilih dengan teknik matching individual. Beda sebesar 5 mmHg dianggap berarti. Bila dipilih 0,05 dan power=0,80 serta simpang baku selisih rerata=10mmHg, berapa pasang subjek yang diperlukan?
Jadi, diperoleh 32 pasang sampel(Sastroasmoro & Ismael, 2014).

2.2.2        Besar Sampel untuk Data Nominal
a)   Sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi
Seperti halnya pada estimasi besar sampel untuk data numerik, estimasi besar sampel untuk proporsi suatu populasi memerlukan 3 informasi yaitu :
1)   Proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari, P [dari pustaka]
2)   Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki, d [ditetapkan]
3)   Tingkat kemaknaan, α [ditetapkan]
Untuk simple random sampling rumus yang digunakan :
Nilai Q adalah (1-P) ; jadi bila P = 0,7 maka Q = 1 – 0,7 = 0,3
Rumus ini hanya berlaku bila proporsi P > 0,10 atau < 0,90 dan perkalian besar sampel (n) dengan proporsi : n x P dan n x Q keduanya harus menghasilkan angka > 5.

Contoh:
Seorang peneliti ingin mengetahui berapakah proporsi balita di daerah A yang telah mendapat vaksinasi polio. Tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan ketepatan relatif yang diinginkan sebesar 10%. Berapakah jumlah subyek diperlukan?
Karena P x Q mempunyai nilai paling tinggi bila P = 0,50, bila prporsi sebelumnya tidak diketahui, maka pada subyek yang dipilih secara simple random sampling dipergunakan P = 0,50
Rumus besar sampel ini tampaknya paling popular, bahkan sering disalahgunakan dengan memakainya, padahal penelitian bukan (hanya) ingin mengetahui proporsi tunggal, melainkan juga untuk uji hipotesis terhadap beda 2 proporsi bahkan untuk menguji hipotesis 2 rerata. Praktik ini tidak selayaknya dilakukan. Bila suatu penelitian memiliki lebih dari satu desain, misalnya awalnya ingin mengetahui proporsi suatu keadaan, kemudian dilanjutkan dengan studi intervensi (uji klinis) terhadap subyek yang ada, maka diperlukan 2 penghitungan sampel secara terpisah.

b)   Besar sampel untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi
1)   Dua kelompok independen
Untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi independen diperlukan 4 informasi;
a.    Proporsi efek standar P1 [dari pustaka]
b.    Proporsi efek yang diteliti P2 [clinical judgement]
c.    Tingkat kemaknaan, α [ditetapkan]
d.   Poweratau zβ [ditetapkan]
Rumus digunakan:

Contoh:
Peneliti melakukan uji klinis untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan efektivitas obat baru A  dengan standar B terhadap penyakit X. Proporsi kesembuhan dengan obat standar adalah 0,50 dan beda klinis yang dianggap penting 0,10. Bila α (dua arah) = 0,05 dan power = 0,80, berapakah subyek yang diperlukan?
Catatan:
Rumus ini sangat sering digunakan pada uji klinis. Perhatikan bahwa proporsi efek pada terapi standar (P1) harus diketahui (dari pustaka atau sumber lain), sedangkan proporsi efek pada terapi yang diteliti (P2) ditentukan berdasar clinical judgement, yakni beda klinis terkecil yang dianggap penting. P2 tidak diambil dari pustaka. Bila pustaka yang dirujuk memberi effect size (P1-P2) sebesar 50% (0,50) dan angka itu diambil sebagai dasar menentukan P2, maka subyek yang diperlukan sedikit. Namun bila penelitian menunjukkan beda sebesar 30%, beda secara klinis amat penting tersebut secara statistika tidak bermakna (p>0,50) selain itu bila telah diduga effect size demikian besar (50%), tak ada alasan untuk melakukan penelitian lagi.
2)   Dua kelompok berpasangan
Untuk proporsi 2 kelompok berpasangan diperlukan jumlah subyek yang lebih sedikit ketimbang untuk kelompok independen. Estimasi besar sampel untuk menguji hipotesis beda proporsi 2 kelompok berpasangan diperlukan informasi:
a.    Proporsi subyek dengan respon diskordan, yakni jumlah subyek yang memberi respon berbeda dibagi dengan jumlah subyek = (b+c)/n[dari pustaka, pengalaman, studi pendahuluan].
b.    Kesalahan tipe I, [ditetapkan]
c.    Poweratau zβ [ditetapkan]


Obat Standar


Sembuh
Tidak

Obat baru
Sembuh
A
b
Tidak
C
d
d.   d = beda proporsi yang klinis penting [clinical judgement]






Tabel 2 x 2 memperlihatkan hasil pengobatan dua kelompok berpasangan terhadap obat standar dan obat baru. Sel a berisi jumlah pasangan subyek yang sembuh dengan kedua jenis obat, sel b sembuh dengan obat baru namun pasangannya tidak sembuh dengan obat standar, sel c berisi subyek yang tidak sembuh dengan obat baru namun pasangannya sembuh dengan obat standar, sel d berisi pasangan yang tidak sembuh dengan obat baru maupun standar. Proporsi subyek yang memberi respons diskordan = (b+c)/d.
Rumus yang digunakan:

Atau rumus alternatif:

Contoh
Dengan teknik matching individual peneliti beda efektivitas regimen A dan B untuk pengobatan obesitas. Proporsi kesembuhan regimen A adalah 60% dan beda klinis yang dianggap penting 20%. Proporsi pasangan yang diskordan adalah 20%. Dengan kesalahan tipe I 5% dan tipe II 20% berapa pasangan subyek diperlukan
Dengan rumus alternatif :


2.3    Desain Sampel
Desain sampel, atau yang sering juga disebut sebagai teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel (Sugiyono, 2012), dimana jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif (Sastroasmoro& Ismael, 2014).
Ada beberapa langkah yang harus diperhatikan peneliti dalam menentukan sampel (Fowler, 2002), yaitu: menentukan populasi, mencari data akurat unit populasi, memilih sampel yang representatif, dan menentukan jumlah sampel yang memadai.
Strategi utamauntuk memilih subset subjek yang akan dipelajari yaitu melalui: nonprobability sampling dan probability sampling (Thompson,2002). Peneliti  kualitatif  biasanya mengambil pendekatan non-probabilitas karena mereka tidak tertarik secara statistik membuat generalisasi tentang populasi.
Sampel probabilitas memiliki karakteristik bahwa setiap elemen pada populasi memiliki kemungkinan untuk disertakan dalam sampel. Probabilitas juga diartikan sebagai peluang. Misalnya peluang dari keluarnya angka 1 dari sebuah dadu adalah 1/6 (Levy & Lemeshow, 1999; Hastono & Sabri, 2010).
Sedangkan sampel nonprobabilitas teknik sampling yang berdasarkan rencana dan tidak memiliki kriteria seperti sampel probabilitas. Kemungkinan setiap elemen dalam populasi terpilih dalam sampel probabilitas sehingga perkiraan parameter populasi seperti mean populasi, total dan proporsi tidak mengalami bias. Sedangkan, sampel nonprobabilitas tidak memiliki hal ini sehingga peneliti tidak memiliki metode yang tegas untuk mengevaluasi reliabilitas atau keabsahan taksiran yang dihasilkan.
Secara skematis, Sugiyono (2012) merumuskan cara untuk menentukan sampel:



Lebih lanjut, Singh (2006) menggambarkan melalui bagan berikut untuk penentuan desain sampel :

a.    Sampel Probabilitas
Ada 2 aturan dalam sampel probabilitas menurut Singh (2006) yaitu:
1)   Law of Statistical Regularity: aturan ini melibatkan prinsip probabilitas yaitu sampel kecil kemungkinan menunjukkan representasi yang baik pada populasi apabila sampel dipilih secara acak. Kesimpulan yang diambil dari sampel dapat digeneralisasi untuk populasi. Sampel statistik adalah perkiraan dari parameter populasi dan uji parametrik signifikansi dapat digunakan untuk tujuan ini
2)   Law of Inertia of the Large Sample: aturan ini adalah akibat dari aturan yang pertama yaitu sampel dengan jumlah besar lebih stabil dan memiliki representasi lebih baik dibandingkan dengan sampel dengan jumlah kecil. Sample error berbanding terbalik dengan ukuran sampel.

Berikut ini adalah karakteristik utama dari sampel probabilitas yaitu:
1)   Sampel dapat menggambarkan populasi dengan baik
2)   Setiap individu dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih dalam sampel
3)   Sampel probabilitas dapat merepresentasikan populasi
4)   Pengamatan data pada sampel probabilitas digunakan untuk tujuan inferensial
5)   Sampel probabilitas bukan dari distribusi untuk variabel apapun
6)   Statistik inferensial atau parametrik digunakan untuk sampel probabilitas
7)   Sampel probabilitas bersifat komprehensif dan merepresentasikan karakteristik

Ada 6 tipe atau teknik pengambilan sampel probabilitas yang paling penting menurut Singh (2006), yaitusimple random sampling, systematic sampling, stratified sampling, multiple or double sampling, multi-stage sampling dan cluster sampling.

1)        Simple random sampling
Pada simple random sampling yang dihitung terlebih dahulu adalah jumlah subjek dalam populasi terjangkau yang akan dipilih sunjeknya sebagai sampel penelitian. Setiap subjek diberi nomor dan dipilih sebagian dari mereka dengan bantuan tabel angka random. Contohnya adalah sebagai berikut:
Misalnya kita akan pilih 20 dari 200 subjek pada populasi terjangkay dengan cara simple random sampling. Ke-200 subjek kita beri nomor urut, dari 1 sampai dengan 200. Karena ada 200 subjek maka diambil angka yang terdiri atas 2 digit. Pada contoh misalnya dimulai pada kolom pertama, baris kedua yaitu angka yang keluar adalah 074. Oleh karena angka yang tertinggi yang akan diambil adalah 200, maka setiap angkayang lebih dari 200 diabaikan. Pembacaan dilakukan misalnya dari kiri ke kanan. Bila ada angka yang sama, maka angka yang mucul kemudian diabaikan. Demikian seterusnya hingga didapat 20 sampel. Agar objektif, pemilihan angka awal dilakukan secara acak dengan cara misalnya menjatuhkan pensil dengan mata terpejam. Angka yang paling dekat jatuhnya dengan pensil digunakan sebagai angka awal. Pembacaan tidak harus dari kiri ke kanan, namun harus konsisten(Sastroasmoro & Ismael, 2014).
Pemilihan subjek secara acak saat ini sudah dipermudah dengan program komputer. Komputer meminta input berupa jumlah subjek penelitian yang tersedia, berapa banyak yang akan dipilih sebagai sampel, serta nomor urut responden dari yang terkecil sampai yang terbesar untuk dipilih. Dengan perintah khusus, komputer akan menunjukkna sejumlah nomor yang terpilih sebagai sampel penelitian(Sastroasmoro & Ismael, 2014).
Teknik ini memungkinkan setiap elemen populasi secara seimbang dan independen dapat terpilih menjadi sampel, sampel dipilih secara acak sehingga disebut teknik simple random sampling. Simple random sampling dilakukan dengan sejumlah teknik berikut:
a)    Melemparkan koin
b)   Melemparkan dadu
c)    Metode undian
d)   Menggunakan tabel acak ‘Tippett’s Table’
Keuntungan menggunakan teknik sampling ini adalah:
a)    Bebas dari subjektivitas dan personal error.
b)   Teknik ini menyediakan data sesuai dengan tujuan peneliti.
c)    Pengamatan sampel dapat digunakan untuk tujuan inferensial.
Kelemahan penggunaan teknik ini adalah:
a)    Metode ini tidak menggunakan pengetahuan tentang populasi.
b)   Ketepatan kesimpulan yang dapat disimpulkan bergantung pada ukuran sampel(Singh, 2006).

2)        Systematic Sampling
Pengambilan sampel dengan teknik ini adalah perbaikan dari simple random sampling. Metode ini membutuhkan informasi yang lengkap terkait dengan populasi. Harus ada daftar informasi semua individu dari populasi dengan cara yang sistematis. Caranya adalah membagi jumlah atau anggota populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan. Contoh: jumlah sampel 200, sampel yang diinginkan 50, maka intervalnya adalah 200: 50 = 4.  maka anggota populasi yang terkena sampel adalah setiap elemen yang memiliki nomor kelipatan 4 yaitu, 4, 8, 12, …..sampai mencapai 50 anggota sampel.
Keuntungan menggunakan teknik sampling ini adalah:
a)   Ini adalah metode yang sederhana untuk memilih sampel
b)   Dapat mengurangi biaya di lapangan
c)    Statistik inferensial dapat digunakan
d)   Sampel komprehensif dan mewakili populasi
e)    Pengamatan sampel dapat digunakan untuk menarik kesimpulan dan generalisasi.
Kelemahan menggunakan teknik sampling ini adalah:
a)    Hal ini tidak bebas dari kesalahan, karena ada subjektivitas dalam menentukan daftar sistematis oleh individu yang berbeda. Pengetahuan tentang populasi sangat penting.
b)   Metode ini tidak dapat menjamin keterwakilan.

3)        Stratified Sampling
Penelitian tidak jarang menemukan keadaan tertentu yang mengharuskan peneliti untuk melakukan strata tertentu. Hal ini harus dilakukan karena apabila sampling dilakukan terhadap semua subjek sebagai satu kesatuan, akan diperoleh sampel dengan variasi yang besar sehingga simpulan hasil penelitian bisa jadi mengalami bias. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan teknik sampling dengan melakukan stratifikasi dan pemilihan subjek berdasarkan strata. Pada cara ini, sampel dipilih secara acak untuk setiap strata, kemudian hasilnya akan digabungkan menjadi satu sampel yang terbebas dari variasi untuk setiap strata. Variabel yang sering digunakan dalam stratifikasi misalnya jenis kelamin, umur, ras, status sosial ekonomi dan lain sebagainya (Sastroasmoro & Ismael, 2014).
Teknik ini adalah perbaikan dari teknik sebelumnya. Saat menggunakan teknik ini, peneliti membagi populasinya di strata berdasarkan beberapa karakteristik dan dari masing-masing homogen ini lebih kecil kelompok (strata) menarik secara acak sejumlah unit yang telah ditentukan. Peneliti harus memilih karakteristik atau kriteria yang lebih relevan dalam penelitiannya. Stratified sampling terdiri dari 3 jenis, yaitu: sampling stratifikasi tidak proporsional, sampling stratifikasi proporsional dan sampling stratifikasi alokasi optimum(Singh, 2006).
a)    Pengambilan sampel yang tidak proporsional berarti ukuran sampel di setiap unit tidak proporsional tetapi tergantung pada pertimbangan yang melibatkan penilaian pribadi dan convinience. Metode pengambilan sampel ini lebih efektif untuk membandingkan strata yang ada dengan kemungkinan kesalahan yang berbeda. Ini kurang efisien digunakan untuk menentukan karakteristik populasi.
b)   Sampling proporsional mengacu pada pemilihan dari masing-masing unit sampel sampel yaitu sebanding dengan ukuran unit. Keuntungan dari prosedur ini adalah representasi dari variabel yang digunakan sebagai dasar klasifikasi kategori dalam membuat perbandingan antar strata. Kelemahan dari teknik ini adalah kurangnya informasi tentang proporsi populasi di setiap kategori dan klasifikasi yang salah.
c)    Sampling stratifikasi alokasi optimum bersifat representatif sekaligus komprehensif dibanding yang lainnya. Ini mengacu pada pemilihan unit dari setiap lapisan harus proporsional sesuai dengan populasi. Jadi, sampel yang diperoleh optimal dalam suatu strata.
Kelebihan dari stratified sampling adalah:
a)    Teknik ini adalah teknik yang paling baik diantara teknik sebelumnya, yaitu simple random sampling dan systematic sampling.
b)   Teknik ini bersifat objektif
Kelemahan dari teknik ini adalah:
a)    Ancaman mendasar dari teknik ini adalah sulit bagi peneliti untuk menentukan kriteria yang relevan untuk stratifikasi
b)   Sampel terpilih mungkin mewakili dengan mengacu pada kriteria yang digunakan tetapi tidak untuk lain.
c)    Metode yang mahal dan memakan waktu

Contoh dalam penerapat stratifiedsampling adalah sebagai berikut:
Peneliti ingin mengetahui insiden miokarditis difterika pada pasien yang berusia 0 sampai 10 tahun. Dari penelitian terdahulu diketahui pada anak di bawah 5 tahun kenaikan SGOT lebih nyata (330u) dibandingkan dengan anak di atas 5 tahun (rata-rata 100u). Bila diambil 100 anak dari 0-10 tahun akan dipilih sampel sebanyak 20 subjek, maka variabilitas hasilnya sangat besar. Lebih baik bila dilakukan sampling secara terpisah, misalnya 10 orang untuk anak di atas 5 tahun dan 10 anak di bawah 5 tahun. Dengan demikian, 20 subjek yang diperoleh tidak menunjukkan varians antar strata dan nilai ini lebih baik daripada yang tidak menggunakan stratifikasi (Sastroasmoro& Ismael, 2014).

4)        Multiple atau double sampling
Umumnya ini bukan metode baru tapi hanya aplikasi baru dari sampling yang kita bahas di atas. Ini paling sering digunakan untuk menetapkan reliabilitas sampel. Saat menggunakan kuesioner yang dikirimkan, sampling ganda kadang-kadang digunakan untuk mendapatkan sampel yang lebih representatif. Ini sudah selesai karena beberapa subjek yang dipilih secara acak yang dikirim kuesioner mungkin tidak mengembalikannya. Jelas, data yang hilang akan bias hasil penelitian, jika orang yang gagal menjawab pertanyaan berbeda pada beberapa orangcara mendasar dari yang lain sehubungan dengan fenomena yang diteliti.
Untuk menghilangkan bias ini, sampel kedua dapat diambil secara acak dari non-responden dan orang-orang yang diwawancarai dapatkan informasi yang diinginkan. dengan demikian teknik ini juga dikenal sebagai repeat atau multiple sampling. Teknik sampling ganda ini memungkinkan seseorang untuk memeriksa keandalan informasi yang diperoleh sampel pertama. Jadi, double sampling, dimana satu sampel dianalisis, dan informasi yang didapat adalah Digunakan untuk menarik sampel berikutnya untuk memeriksa masalah lebih lanjut (Singh, 2006).
Keuntungan (Singh, 2006)
a)    Prosedur sampling ini mengarah pada kesimpulan ketepatan menentukan secara gratis berdasarkan jumlah pengamatan
b)   Teknik sampling ini mengurangi kesalahan.
c)    Metode ini mempertahankan prosedur temuan untuk mengevaluasi reliabilitas sampel.
Kekurangan (Singh, 2006)
a)    Teknik sampling ini tidak dapat digunakan untuk sampel yang besar. Hal ini berlaku hanya untuk kecil
b)   Teknik ini memakan waktu, mahal, dan membutuhkan lebih banyak persaingan.
c)    Perencanaan dan administrasinya lebih rumit.
 
Contoh:
Wanita Usia Subur (WUS) dengan usia 20-30 tahun dan di bagi menjadi populasi yang lebih khusus dengan tingkatan dan sub populasi yang lebih berbeda. Populasi ( N ) & Bagian dari populasi ( n ) N > n. Sampel yang sudah ada kemudian di bagi berdasarkan usia dan tingkatan pendidikan yang berbeda sehingga akan muncul populasi dan data yang berbeda, dan data tersebut akan membagi-bagi sampel menurut usia dan tingkatan pendidikan dari sampel dan akan menghasilkan populasi yang berbeda dan lebih tertata.

5)        Multi stage sampling
Sampel ini lebih komprehensif dan representatif dari populasi. Dalam jenis sampling ini unit sampel utama adalah kelompok inklusif dan unit sekunder adalah subkelompok dalam hal ini unit yang akan dipilih yang termasuk dalam satu dan hanya satu kelompok. Tahapan populasi biasanya tersedia dalam kelompok atau populasi, kapan stratifikasi dilakukan oleh peneliti. Individu adalah dipilih dari berbagai tahap untuk membentukMulti-Stage Sampling (Singh, 2006).
Keuntungan (Singh, 2006)
a)    Ini adalah representasi yang baik dari populasi.
b)   Multi stage sampling adalah perbaikan dari metode sebelumnya.
c)    Ini adalah prosedur sampling yang obyektif.
d)   Pengamatan dari sampel multi tahap dapat digunakan untuk tujuan inferensial.
Kekurangan (Singh, 2006)
a)    Ini adalah metode sampling yang sulit dan kompleks.
b)   Ini melibatkan kesalahan saat kita mempertimbangkan tahap primer dan sekunder.
c)    Sekali lagi merupakan fenomena subjektif.
 
Contoh :
Penelitian tentang pola pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh penduduk kota X. Kota tersebut merupakan populasi studi dengan RT sebagai unit sampel dan kelurahan sebagai Primary Sampling Unit (PSU). Dari jumlah PSU tersebut diambil sampel dengan cara acak sederhana kemudian sampel kelurahan dibagi menjadi RW dan diambil sampelnya, kemudian sampel RW diambil sampel RT dan semua penduduk dewasa dalam RT tersebut merupakan sasaran penelitian (Budiarto, 2002).

6)        Cluster sampling
Cluster Sampling adalah pemilihan sampel secara acak pada kelompok individu dalam populasi yang terjadi secara alami, misal wilayah (kodya, kecamatan, kelurahan, dst). Cara ini sangat efisien bila populasi tersebar luas sehingga tidak mungkin mebuat daftar seluruh populasi tersebut. Pada kondisi ini maka pemilihan dengan simple random sampling  sangat sulit atau bahkan tidak mungkin dilakukan. (Sastroasmoro& Ismael, 2015)
Untuk memilih grup utuh secara keseluruhan dikenal sebagai cluster sampling. Dalamcluster sampling sampel unit berisi kelompok elemen (cluster), bukan anggota individu atau item dalam populasi. mencantumkan semua anak sekolah dasar di kota tertentu dan memilih 15 persen secara acak Siswa-siswa ini untuk sampel, seorang peneliti mendaftarkan semua sekolah dasar di kota, memilih diacak 15 persen dari kelompok unit ini, dan menggunakan semua anak di sekolah terpilih sebagai sampel (Singh, 2006).
Keuntungan (Singh, 2006).
a)    Ini mungkin merupakan representasi yang baik dari populasi.
b)   Ini adalah metode yang mudah.
c)    Ini adalah metode ekonomis.
d)   Hal ini praktis dan sangat berlaku dalam pendidikan.
e)    Pengamatan dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda.
Kekurangan (Singh, 2006).
a)    Cluster sampling tidak bebas dari kesalahan.
b)   Ini tidak komprehensif.

Contoh
Ingin mengetahui karakteristik bayi dengan atresia bilier di rumah sakit pendidikan di Indonesia. Bila diinginkan hanya sebagian dari kasus yang terdaftar di rumah sakit tersebut, dilakukan cluster sampling,  yaitu dengan melakukan random sampling pada tiap rumah sakit, kemudan baru dalam analisis akhir data dari rumah sakit dijumlahkan. (Sastroasmoro& Ismael, 2015)
Pada survei komunitas sering dilakukan two stage cluster sampling, seperti contoh berikut :
Kita ingin meneliti kejadian karies dentis pada anak sekolah di Jakarta. Diperlukan 6000 subjek yang diharapkan dapat mewakili anak sekolah di Jakarta. Dari daftar sekolah di Kanwil Depdiknas DKI, diambil secara random 100 sekolah dasar. Pada ke – 100 sekolah dasar tersebut, dari tiap sekolah dipilih 60 siswa dengan cara random sampling. Keuntungan lain cara ini adalah bahwa pada satu cluster biasanya subyeknya lebih kurang homogen. Misalnya, daerah tertentu cenderung untuk dihuni penduduk dengan tingkat sosial ekonomi yang tidak terlalu berbeda mencolok, meskipun biasanya tentu saja tidak benar-benar homogen. (Sastroasmoro& Ismael, 2015)

b.        Sampel Non Probabilitas
Non probability sampling atau sampel non probabilitas adalah teknik yang tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Non probability sampling merupakan cara pemilihan sampel yang lebih praktis dan mudah dilakukan dari pada probability sampling. Namun perlu diingat, kesahihan sampel Non probability sampling terletak pada berapa benar karakteristik sampel yang dipilih dengan cara yang lain akan menyerupai karakteristik sampel bila pemilihan dilakukan dengan cara probability sampling (Sastroasmoro & Ismael, 2014).
Non probability sample adalah proses pemilihan individu sebagai sampel dengan tujuan tertentu di mana di dalamnya para responden/individu dipilih berdasarkan kemudahan (convenience) dan ketersediaannya, dengan tidak menghiraukan prinsip-prinsip probability, pemilihan sampel tidak secara random dan hasil yang diharapkan hanya merupakan gambaran kasar tentang suatu keadaan (Creswell, 2012). Cara ini dipergunakan : bila biaya sangat sedikit, hasilnya diminta segera, dan tidak memerlukan ketepatan yang tinggi, karena hanya sekedar gambaran umum saja.
Jenis teknik sampling ini antara lain (Zainuddin, 2011 ; Sastroasmoro, 2014 ; Creswell, 2012):
1)        Sampling Sistematis / Consecutive sampling
Sampling sistematis adalah teknik penentuan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut. Semua subyek yang datang berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.

2)        Sampling Kuota
Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan. Teknik ini jumlah populasi tidak diperhitungkan akan tetapi diklasifikasikan dalam beberapa kelompok. Sampel diambil dengan memberikan jatah atau quorum tertentu terhadap kelompok. Pengumpulan data dilakukan langsung pada unit sampling. Setelah jatah terpenuhi, maka pengumpulan data dihentikan.
Teknik ini biasanya digunakan dan didesain untuk penelitian yang menginginkan sedikit sampel dimana setiap kasus dipelajari secara mendalam. Dan bahayanya, jika sampel terlalu sedikit, maka tidak akan dapat mewakili populasi.

3)        Sampling Aksidental
Sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu sesuai sebagai sumber data.
Dalam teknik sampling aksidental, pengambilan sampel tidak ditetapkan lebih dahulu. Peneliti langsung saja mengumpulkan data dari unit sampling yang ditemui.

4)        Sampling Jenuh
Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasinya relatif kecil, kurang dari 30 orang. Sampel jenuh disebut juga dengan istilah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.

5)        Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang awal mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih teman-temannya untuk dijadikan sampel. Dan begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel makin lama makin banyak. Ibaratkan sebuah bola salju yang menggelinding, makin lama semakin besar. Pada penelitian kualitatif banyak menggunakan sampel purposive dan snowball.

6)        Convenience sampling 
Melibatkan penggambaran sampel yang baik dan mudah diakses serta bersedia untuk   berpartisipasi dalam penelitian, baik yang dipilih (captive) maupun relawan (volunteer). Cara ini merupakan cara termudah untuk menarik sampel, namun juga sekaligus merupakan cara yang paling lemah. Pada cara ini sampel diambil tanpa sistematika tertentu, sehingga jarang dapat dianggap mewakili populasi terjangkau, apalagi populasi target penelitian.

7)        Purposive Sampling
Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pemilihan sekelompok subjek dalam purposive sampling, didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Maka dengan kata lain, unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian atau permasalahan penelitian.
Pengertian Purposive Sampling Berdasarkan Ahli
a)    Menurut Arikunto (2006) adalah: teknik mengambil sampel dengan tidak berdasarkan random, daerah atau strata, melainkan berdasarkan atas adanya pertimbangan yang berfokus pada tujuan tertentu.
b)   Menurut Notoatmodjo (2010) adalah: pengambilan sampel yang berdasarkan atas suatu pertimbangan tertentu seperti sifat-sifat populasi ataupun ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya.
c)    Menurut Sugiyono (2012) adalah: teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif.
Langkah dalam menerapkan teknik ini adalah sebagai berikut:
a)    Tentukan apakah tujuan penelitian mewajibkan adanya kriteria tertentu pada sampel agar tidak terjadi bias
b)   Tentukan kriteria-kriteria.
c)    Tentukan populasi berdasarkan studi pendahuluan yang teliti.
d)   Tentukan jumlah minimal sampel yang akan dijadikan subjek penelitian serta memenuhi kriteria.
Syarat digunakannya teknik ini antara lain:
a)   Kriteria atau batasan ditetapkan dengan teliti.
b)   Sampel yang diambil sebagai subjek penelitian adalah sampel yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Kelebihan:
1.    Sampel terpilih adalah sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian.
2.    Teknik ini merupakan cara yang mudah untuk dilaksanakan.
3.    Sampel terpilih biasanya adalah individu atau personal yang mudah ditemui atau didekati oleh peneliti.
Kekurangan:
1.    Tidak ada jaminan bahwa jumlah sampel yang digunakan representatif dalam segi jumlah.
2.    Tidak sebaik sample random sampling.
3.    Bukan termasuk metode random sampling.
4.    Tidak dapat digunakan sebagai generalisasi untuk mengambil kesimpulan statistik.

BAB 3
PEMBAHASAN

Berikut dilakukan pembahasan mengenai populasi dan sampel berdasarkan beberapa jurnal:
3.1    Factors affecting professional autonomy of japanese nurses caring for culturally and linguistically patients in a hospital setting in japan.
Jurnal transkultural nursing yang dilakukan oleh Kuwono, Fukuda, dan Murashima (2016)  jepang yang bertujuan untuk menganalisa otonomi profesional dari caring perawat jepang terhadap pasien yang bukan jepang dan mengidentifikasi faktor-faktor apa yang mempengaruhi faktor caring tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode cross sectional.  Responden dalam penelitian ini sekitar 238 perawat klinik yang bekerja pada 27 rumah sakit di jepang. Instrumen yang digunakan untuk mengukur sensitifitas interkultural pada perawat adalah dengan the intercultural sensitifity scale oleh Chen dan Starosa, sedangkan untuk mengukur otonomi profesional perawat dengan menggunakan intrumen scale for professional autonomy milik Kikuchi dan Harada.
Penelitian ini menggunakan kriteria inklusi dan pengambilan sampel pada rumah sakit yang dijadikan sampel penelitian yaitu:
1.    Rumah sakit di jepang yang memiliki lebih dari 200 tempat tidur.
2.    Pencarian di internet dengan menggunakan kata kunci “internatonal hospital” and/or “hospital for foreign patient” and/or “foreign patient”. Dengan pertimbangan bahwa kata atau istilah foreign di jepang secara etik dan cultural dapat menggambarkan status statistik rumah sakit tersebut.
3.    Terpilih 138 rumah sakit kemudian diberikan surat penjelasan mengenai tujuan penelitian dan undangan kepada partisipan dikirim dengan fax atau kantor pos.
4.    Terpilih 27 rumah sakit dari 138 rumah sakit untuk dijadikan sampel penelitian setelah menerima proposal dan rumah sakit bersedia memberikan dokumentasi yang menunjukkan bahwa rumah sakit terebut melayani pasien yang bukan Jepang.

Peneliti tidak menyebutkan formula apa yang digunakan untuk menghitung jumlah sampel penelitian. Namun, kelompok mencoba menganalisa bahwa kemungkinan peneliti menggunakan metode pengambilan sampel dengan metode proporsional random sampling. Peneliti mengambil beberapa perawat dari tiap rumah sakit untuk dijadikan sampel penelitian sesuai jumlah yang telah dibutuhkan dengan terlebih dahulu membuat rekod.
3.2    Work-related stress and associated factors among nurses working in public hospitals of addis ababa, ethiopia: A cross-sectional study.
Penelitian yang dilakukan oleh Salilih dan Abajobir (2014) dengan sampel penelitian 343 perawat yang bekerja di rumah sakit umum di Addis Ababa. Data dikumpulkan dengan pretes dan pertanyaan yang sudah dimodifikasi pada perawat dengan menggunakan skala stress perawat. Dijelaskan bahwa sampel dan prosedur sampling pada penelitian ini menggunakan formula proporsi populasi tunggal dengan teknik sistem proporsional random sampling dari rumah sakit umum Addis Ababa untuk dijadikan sebagai responden penelitian. Terlihat pada gambar berikut distribusi responden penelitian:


Formula populasi tunggal dengan tingkat kepercayaan 90% dan tingkat kemaknaan 1%, sedangkan untuk Pa-Po = 0,10 dan proporsi uji (Po)= 0,60. Maka didapatkan jumlah sampel sebesar 343. Setelah menghitung jumlah sampel, kemudian ditentukan teknik pengambilan sampel penelitian. Derajat kepercayaan yang sering digunakan dalam penelitian adalah 90%, 95% dan 99% (Ariawan, 1998).
                        Formula proporsi populasi tunggal (Lemeshow, et al (1997)

Tabel besar sampel untuk uji proporsi satu sampel (Lemeshow, et al (1997):

Beberapa cara pengambilan sampel pada penelitian potong lintang (Dahlan, 2009):
1.        Simple random sampling
Cara ini adalah satu metode pengambilan sampel dengan probability sampling dengan mengetahui sampling frame terlebih dahulu kemudian dilakukan random secara sederhana pada seluruh sampling frame sesuai kebutuhan jumlah sampel penelitian. 
2.        Cluster sampling
Metode cluster sampling adalah pengambilan sampel dari tiap cluster untuk mewakili dan dijadikan sebagai sampel penelitian. Misalnya warga dalam satu desa yang terdiri dari beberapa RT, sehingga dari tiap RT diambil beberapa mewakili untuk dijadika sampel.
3.        Proporstional random sampling
Metode ini dilakukan dengan membagi sampel frame menjadi beberapa bagian kemudian ditentukan banyak sabjek yang akan diambil dari tiap kelompok.
4.        Consecutive sampling
Metode ini adalah metode nonprobability sampling dapat dilakukan apabila tidak bisa mengetahui sampling frame nya terlebih dahulu. Peneliti mengambil semua subjek yang dimemenuhi kriteria penelitian untuk dijadikan sampel sampai jumlah objek minimal terpenuhi.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih teknik proporsional random sampling sebagai metode pengambilan sampel. Teknik proporsional random sampling adalah cara pengambilan sampel  dengan probability sampling pada penelitian potong lintang. Penelitian telah mendapatkan atau mengetahui sampling frame sesuai dengan tabel distribusi sampel diatas maka setelah mendapatkan sample frame peneliti mengambil 20% dari total perawat dari 10 rumah sakit umum di Addis Ababa. Kemudian dari tiap rumah sakit di ambil 20% dari total perawat. Setelah itu dilakukan rekod sehingga dipilih secara random sebesar jumlah perawat yang telah ditentukan.
Neuman (2007) juga menambahkan teknik sampling non probabilitas berupa:
1.    Haphazard : Mendapatkan setiap kasus dengan cara yang telah disepakati.
2.    Case Deviant : Mendapatkan kasus yang secara substansial berbeda dari pola yang dominan (khusus jenis sampel purposive).
3.    Sequential : Mendapatkan kasus hingga tidak ada tambahan formasi atau karakteristik baru (sering digunakan dengan metode pengambilan sampel lainnya).
















BAB 4
PENUTUP

4.1    Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas , dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini :
a.       Populasi adalah kumpulan individu yang akan digunakan untuk melakukan generalisasi suatu penelitian (Ariawan, 1998). Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai/karakteristiknya kita ukur dan yang nantinya kita pakai untuk menduga karakteristik dari populasi (Sabri & Hastono, 2006).
b.      Perkiraan besar sampel dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dengan tujuan penelitian dan desain yang dipilih. Menurut Sastroasmoro & Ismael (2014) estimasi berdasarkan rumus yang sering digunakan pada studi klinis adalah berdasarkan:[ditetapkan] berarti dipilih nilai yang dikehendaki oleh peneliti, [daftar pustaka] berarti nilai diambil dari pustaka, pengalaman, atau studi pendahuluan. Serta berdasarkan [clinical judgement] berarti nilai yang secara klinis penting.
c.       Desain sampel, atau yang sering juga disebut sebagai teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel (Sugiyono, 2012), dimana jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif (Sastroasmoro& Ismael, 2014).
d.      Beberapa langkah yang harus diperhatikan peneliti dalam menentukan sampel (Fowler, 2002), yaitu: menentukan populasi, mencari data akurat unit populasi, memilih sampel yang representatif, dan menentukan jumlah sampel yang memadai.

4.2    Saran 
Dalam melakukan suatu penelitian, seseorang perlu mengetahui populasi yang akan dijadikan sebagai subyek penelitian sehingga mampu memperkirakan besarnya subyek (sampel penelitian yang akan dijadikan sebagai responden penelitian). Tentu untuk menentukan besar sampel penelitian juga memerlukan pengetahuan desain/teknik sampling yang tepat agar pertanyaan penelitian didapatkan dan sampel yang diambil cukup menggambarkan fenomena yang akan diteliti.
Sebaiknya calon peneliti terlebih dahulu mengetahui prinsip-prinsip dalam penentuan sampel, dan desainnya agar penelitian tersebut efisien,efektif, dan ekonomis namun mampu menggambarkan fenomena yang diteliti dengan baik.



























DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Ariawan, I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Depok: Universitas Indonesia
Budiarto. (2002). Metodologi penelitian kedokteran : Sebuah pengantar. EGC. Jakarta
Creswell, J. W. (2012). Reseach design pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Dahlah, M.S. (2009). Besar sampel dan cara pengambilan sampel: dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Fowler, E. J. (2002). Survey Research Methods (3rd ed). Thousand Oaks, CA: Sage
Hastono, S.P & dan Sabri, L. (2010). Statistik kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers.
Lemeshow, et al. (1997). Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah            Mada University Press
Levy, P. ., & Lemeshow, S. (1999). Sampling of population methods and application (3rd ed). New York: A Wiley-Interscience Publication.
Morse, J.K. (2000).Determining sample size. Qualitative Health Research 10(1), 3–5.
Neuman, W. L. (2007). Basic of social research: Qualitative and quantitative qpproaches, 2nd ed. Pearson Education, Inc.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Polit, D. F. & Beck, C. T. (2003). Nursing research: principles and methods (7th ed.). Lippincott: Williams and Wilkins.
Polit, D.F. & Sherman, R.E. (1990).Statistical Power Analysis in Nursing Research: Nursing Research 39(6), 365–369.
Sastroasmoro, S & Ismael, S. (2014). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis Edisi 5. Yogyakarta:Sagung Seto.
Singh, Y. K. (2006). Fundamental of Research Methodology and Statistic. New Delhi: New Age International (P) Limited Publisher.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Thompson, S.K. (2002) Sampling, 2nd ed. New York: John Wiley & Sons.
Zainuddin, M. (2011). Metodologi Penelitian Kefarmasian dan Kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press.

 


Tidak ada komentar: