DESAIN PENELITIAN POTONG LINTANG (CROSS-SECTIONAL) DALAM KEPERAWATAN



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kompleksnya masalah kesehatan saat ini mendorong keperawatan untuk menemukan solusi atau pemecahan masalah terkait masalah kesehatan dan keperawatan khususnya dengan melakukan riset. Tujuan penelitian keperawatan adalah untuk memperbaiki praktik profesi keperawatan khususnya bagi perbaikan mutu asuhan keperawatan (Fawcet, 2005). Penelitian yang baik harus memenuhi kaidah-kaidah dalam penelitian dan metodenya harus sesuai dengan tujuan penelitiannya.

Salah satu metode penelitian adalah metode cross sectional atau yang disebut dengan potong lintang. Dalam penelitian bidang kesehatan, metode ini sering digunakan untuk melihat gambaran suatu fenomena. Penelitian kedokteran dan kesehatan pada umumnyamenggunakan studi cross-sectional (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Studi cross sectional adalah suatu penelitian yang menggunakan atau desain observasi dan semua pengukuran variabel (dependen dan independen) yang diteliti yang dilakukan pada waktu yang sama. Selain itu, penelitian ini juga dapat dilakukan di mana saja sesuai tujuan dan penelitian dan subjeknya pada komunitas, institusi, dan di praktek klinik.

Banyak fenomena yang terjadi dalam bidang kesehatan yang perlu teliti untuk menemukan solusi dari permasalahan terkait isu kesehatan saat ini. Hasil dari penelitian cross sectional juga dapat dijadikan untuk perbaikan pada bidang pelayanan kesehatan dan dapat dijadikan sebagai bahan penelitian lanjutan dengan metode yang berbeda. Untuk itu diperlukan pemahaman yang lebih luas oleh seorang perawat bagaimana penerapan metode penelitian cross-sectional dalam sebuah penelitian.




1.2  Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1.2.1    Mengidentifikasi pengertian desain penelitian potong lintang (cross-sectional)
1.2.2    Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan desain penelitian cross-sectional
1.2.3    Menyusun dan menjelaskan penelusuran literatur terkait penelitian cross-sectional
1.2.4    Menetapkan  dan mempresentasikan desain cross-sectional: definisi, kelebihan dan kekurangan dan contoh aplikasi sesuai disain

1.3  Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk:
1.3.1        Profesi keperawatan
Sebagai sumber studi kepustakaan dalam  pengembangandesain penelitian Potong Lintang (cross-sectional) dalam keperawatan sehingga dapat menambah pemahaman tentang desain penelitian potong lintang (cross-sectional) dan mengaplikasikan dalam penelitian keperawatan.
1.3.2        Institusi pendidikan keperawatan
Sebagai sumber kepustakaan dalam  pengembangan desain penelitian Potong lintang (cross-sectional) dalam instutusi keperawatan sehingga dapat menambah pemahaman tentang desain penelitian potong lintang (cross-sectional) dan mengaplikasikan dalam penelitian keperawatan.
1.3.3        Mahasiswa keperawatan
Sebagai sumber kepustakaan dalam  menentukandesain penelitian potong lintang (cross-sectional)







BAB 2
TELAAH PUSTAKA

2.1    Definisi
Studi ini termasuk ke dalam riset kuantitatif yang hanya memerlukan satu kali kontak dengan populasi, dan bisa dalam bentuk studi eksperimen ataupun noneksperimen. Desain penelitian cross-sectional atau yang disebut dengan one shoot atau status studies ini mencakup pengumpulan data pada satu titik dan satu waktu yaitu fenomena yang diteliti direkam pada suatu periode koleksi data (Polit & Beck,2003).

Kumar (2014) dalam bukunya mengatakan penelitian cross-sectional ini merupakan desain penelitian yang paling sering digunakan dalam studi ilmu sosial.  Sastroasmoro & Ismael (2011) menyatakan bahwa penelitian kedokteran dan kesehatan pada umumnya juga menggunakan studi cross-sectional ini dengan bentuk studi yang paling sering dilakukan adalah observational (non-experimental.

Studi cross-sectional ini tepat untuk menggambarkan status dari suatu fenomena atau untuk menjelaskan hubungan fenomena pada satu periode tertentu. Contohnya kita tertarik untuk menentukan apakah gejala psikologis pada wanita menopause secara temporer berhubungan dengan gejala fisiologis (Polit & Beck,2003 ). Namun penelitian ini juga sangat cocok untuk studi yang bertujuan menemukan prevalensi dari suatu fenomena, situasi, masalah, sikap atau isu, dengan mengambil potong lintang populasi yang berguna untuk  menghasilkan gambaran secara menyeluruh sama seperti yang terjadi pada saat studi dilakukan. Beberapa studi cross-sectional dilakukan dengan memperhatikan baik studi fenomena maupun waktu ivestigasinya (Kumar, 2014).

Studi ini dapat hanya bersifat deskriptif namun juga dapat bersifat analisis misalnya untuk perbandingan kadar asam urat pada manula yang normal dan gemuk. Studi analitik ini bisa dilakukan untuk mempelajari etiologi dan faktor resiko dari suatu penyakit; untuk mencari hubungan antara variabel bebas (resiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat, yaitu diukur menurut status dan keadaannya pada saat observasi, jadi tidak ada follow up atau tindak lanjutnya.

Studi cross-sectional terkadang digunakan dengan tujuan hubungan waktu (time-related), namun hasilnya bisa saja ambigu atau membingungkan.sebagai contoh, kita menguji hipotesis menggunakan data cross-sectional, konsumsi alkohol berlebihan adalah akibat rendah kontrol impuls seperti yang diukur oleh uji psikologis. Ketika kedua konsumsi alkohol dan impuls kontrol diukur secara bersamaan, bagaimanapun sangat susah mengetahui variabel mana yang mempengaruhi variabel lainnya, apakah keduanya.

Data cross-sectional pada umumnya sangat cocok digunakan untuk menyimpulkan rentetan waktu dengan dua keadaan : 1). Ketika ada evidence atau alasan logis yang mengindikasikan bahwa suatu variabel didahului oleh variabel. Contoh pada studi pengaruh berat badan lahir rendah pada tingkat kematian pada anak usia sekolah, pasti tidak sulit menentukan apakah berat badanlahir yang lebih dahulu muncul; dan 2). Ketika kerangka teoritis sangat kuat menuntun tindakan analisis (Polit&Beck,2003).

2.2    Kelebihan dan Kekurangan
Desain penelitian ini hanya perlu kontak dengan populasi yang akan dipelajari, sehingga dari segi biaya sangat murah dan mudah untuk dianalisa. Kekurangan yang terbesar adalah tidak dapat digunakan untuk mengukur perubahan. Apabila ingin mengukur perubahan, harus dilakukan dua kali pengumpulan data yaitu paling tidak melakukan dua kali cross-sectional studi, pada dua titik dan dua waktu, pada populasi yang sama (Polit & Beck, 2003 )
Kelebihan dan kekurangan studi cross-sectional (Sastroasmoro & Ismael, 2011), antara lain:
Kelebihan :
1.      Keuntungan yang utama adalah relatif mudah, murah, dan hasilnya cepat dapat diperoleh.
2.      Memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum, tidak hanya pasien yang mencari pengobatan, dengan demikian maka generalisasinya cukup memadai.
3.      Dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus.
4.      Jarang terancam loss to follow-up (drop out)
5.      Dapat dimasukkan kedalam tahapan pertama suatu penelitian kohort atau eksperimen, tanpa atau dengan menambah sedikit biaya.
6.      Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang bersifat lebih konklusif.
Kekurangan :
1.      Sulit untuk menentukan sebab dan akibat karena pengambilan data resiko dan efek dilakukan pada satu saat yang bersamaan (temporal relationship tidak jelas). Akibatnya seringkali tidak mungkin ditentukan mana penyebab dan mana akibat.
2.      Studi prevalensi lebih banyak menjaring subyek dengan masa sakit yang panjang daripada yang mempunyai masa sakit yang pendek, karena individu yang cepat sembuh atau cepat meninggal mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk terjaring. Bila karakteristik pasien yang cepat sembuh atau meninggal berbeda dengan yang mempunyai masa sakit panjang, dapat terjadi bias, yakni salah interpretasi hasil penelitian.
3.      Dibutuhkan jumlah subyek yang cukup banyak, terutama bila variabel yang dipelajari banyak.
4.      Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insiden, maupun prognosis.
5.      Tidak praktis untuk meneliti kasus yang sangat jarang, misalnya kanker lambung, karena pada populasi usia 45-59 tahun diperlukan paling tidak 10.000 subyek untuk mendapatkan satu kasus. Kekurangan ini sebagian dapat diatasi dengan cara memilih populasi dari daerah endemik/kelompok resiko tinggi daripada memilih populasi umum.
6.      Mungkin terjadi bias prevalensi atau bias insiden karena efek suatu faktor resiko selama periode tertentu dapat disalahtafsirkan sebagai efek penyakit.
2.3    Contoh Artikel
Artikel-artikel penelitian yang didapatkan antara lain:
2.3.1   Factors affecting professional autonomy of japanese nurses caring for culturally and linguistically diverse patients in a hospital setting in Japan oleh Kuwano, Fukuda, & Murashima (2016) dalam Journal of Transcultural Nursing 2016, Vol. 27(6) 567 –573.
2.3.2   Perceptions of a primary nursing care model in a pediatric hematology/ oncology unit oleh Nadeau, Pinner, Murphy, & Belderson (2017) dalam  Journal of Pediatric Oncology Nursing 2017, Vol. 34(1) 28 –34.
2.3.3   Work-related stress and associated factors among nurses working in public hospitals of Addis Ababa, Ethiopia: A cross-sectional study oleh Salilih & Abajobir (2014) dalam Workplace Health & Safety Journal 2014, Vol. 62(8) 326-332.
2.3.4   Nursing student attitudes toward euthanasia : A cross-sectional study oleh Hosseinzadeh (2017) dalam Nursing Ethics Journal2017, 1-8.
2.3.5   Student nurses’ experience of and attitudes towards care of the dying: A cross-sectional study oleh Grubb & Arthur (2016) dalam Palliative Medicine Journal 2016, Vol. 30(1) 83 –88
2.3.6   A cross-sectional analysis of the factors that shape adult nursing students’ values, attitudes and perceptions of compassionate careoleh Mcsherry et al. (2017) dalam Journal of Research in Nursing 2017, Vol. 22(1–2) 25–39.

2.4    Langah-Langkah pada Studi Cross-Sectional
Langkah-Langkah dalam Studi Cross Sectiona menurut Sastroasmoro & Ismael, (2011) adalah sebagai berikut:
2.4.1   Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai
Pertanyaan penelitian yang akan dijawab harus dikemukakan dengan jelas, dan dirumuskan hipotesis yang sesuai. Dalam studi cross sectional analitik hendaklah dikemukakan hubungan antar variabel yang diteliti.
2.4.2   Mengidentifikasi variabel penelitian
Dalam studi ini semua variabel harus diidentifikasi dengan cermat sehingga perlu ditetapkan definisi operasional yang jelas mana yang termasuk ke dalam faktor resiko yang diteliti (variabel independen), faktor resiko yang tidak diteliti, serta efek yang dipelajari (variabel dependen).
2.4.3   Menetapkan subyek penelitian
Bergantung kepada tujuan penelitian, maka ditentukan dari populasi terjangkau mana subyek penelitian akan dipilih, tergantung besarnya kemungkinan untuk memperoleh faktor resiko yang diteliti. Berdasarkan perkiraan besar sampel serta perkiraan prevalens kelainan, dapat ditentukan apakah seluruh subyek dalam populasi-terjangkau akan diteliti aatau dipilih sampel yang mewakili populasi-terjangkau tersebut.
Besar sampel (jumlah subjek yang diteliti) diperkirakan dengan formula yang sesuai, tabel atau dengan cara lainnya. Penetapan untuk besar sampel penelitian cross-sectional yang mencari rasio prevalens sama dengan penetapan sampel untuk studi kohort. Pada studi kohort, peneliti mencari perbandingan insidens efek pada kelompok dengan faktor risiko dengan kelompok tanpa risiko. Bila insidens efek pada kelompok dengan faktor risiko=P1 dan insiden pada kelompok tanpa risiko=P2 maka RR=P1/P2.
2.4.4   Melaksanakan pengukuran
Pengukuran variabel bebas (faktor resiko) dan variabel tergantung (efek, atau penyakit) dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pengukuran. Pengukuran faktor resiko dapat dilakukan dengan kuesioner, rekam medis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan fisis, atau prosedur khusus. Pengukuran efek (penyakit) dapat ditentukan dengan kuesioner, pemeriksaan fisis, atau prosedur khusus.
2.4.5   Melakukan analisis
Analisis hubungan atau perbedaan prevalens antar kelompok yang diteliti dapat dilakukan berupa suatu uji hipotesis ataupun analisis untuk memperoleh resiko relatif. Resiko relatif yaitu perbandingan antara prevalens penyakit (efek) pada kelompok dengan resiko, dengan prevalens efek pada kelompok tanpa resiko. Pada studi cross-sectional ini, resiko relatif yang diperoleh bukan resiko relatif yang murni. Resiko relatif (RR) yang murni hanya dapat diperoleh dengan penelitian kohort. Dalam cross-sectional, estimasi Resiko Relatif dinyatakan dengan Ratio Prevalens (RP). Estimasi resiko prevalens dinyatakan dengan rasio prevalens (RP), yakni perbandingan anatara jumlah subyek dengan penyakit (lama dan baru) pada satu saat dengan seluruh subyek yang ada). Rasio prevalens ini dihitung dengan cara sederhana yaitu dengan menggunakan tabel 2x2.









Text Box: Faktor Resiko



 









Gambar : Struktur studi cross sectional menilai peran faktor resiko dan terjadinya efek. Faktor resiko dan efek diperiksa pada saat yang bersamaan.

Hasil pengamatan cross sectional untuk mengidentifikasi faktor resiko ini disusun dalam tabel 2x2, yaitu untuk menghitung rasio prevalens. Rasio prevalens adalah perbandingan antara prevalens suatu penyakit atau efek pada subyek kelompok yang mempunyai faktor resiko, dengan prevalens penyakit atau efek pada subyek yang tidak mempunyai faktor resiko. Rasio prevalens dapat dihitung dengan menggunakan rumus Odds ratio atau risk ratio, akan tetapi nilai dari odds ratio mendekati atau sama dengan relative risk jika nilai dari p1 dan p2  mendekati 0 (nol). Yang dapat digambarkan dalam persamaan di bawah ini:
Misalnya diketahui p1=0,0171 dan p2=0,0094, didapat nilai odds ratio sebesar 1,83 dan relative risk 1,82. Terlihat bahwa nilai odds ratio mendekati nilai relative risk dengan peluang  mendekati 0 (nol). Dengan demikian odds ratio dapat saling menggantikan dengan relative risk jika nilai peluang yang mungkin muncul mendekati nol (biasanya kuran gdari 0,1 atau 0,2) dan tidak dimungkinkan jika lebih dari itu. Selain itu, odds ratio lebih tepat digunakan pada case control study meskipun pada prospective atau cross sectional study masih valid untuk digunakan. Hal ini dikarenakan pada case control study, risk relative tidak bias dihitung sehingga sebagai pengganti menggunakan odds ratio sebagai pendekatan.
Rasio prevalens menunjukkkan peran faktor resiko dalam terjadinya efek pada studi cross sectional. Berikut tabel hasil cross sectional :


Faktor
Resiko
Efek

Ya
Tidak
Jumlah
Ya
a
b
a+b
Tidak
c
d
c+d
Jumlah
a+c
b+d
a+b+c+d
                           Tabel 2x2 pada metode penelitian Cross Sectional (Sastroasmoro & Ismael, 2011)

Gambar tabel 2x2 menunjukkan hasil cross sectional
a = subyek dengan faktor resiko yang mengalami efek
b = subyek dengan faktor resiko yang tidak mengalami efek
c = subyek tanpa faktor resiko yang mengalami efek
d = subyek tanpa faktor resiko yang tidak mengalami efek
Rasio prevalens = prevalens efek pada kelompok dengan resiko dibagi prevalens efek pada kelompok tanpa resiko. RP = a/(a+b) : c/(c+d).
a/(a+b) = proporsi (prevalens) subyek yang mempunyai faktor resiko yang mengalami efek
c/(c+d) = proporsi (prevalens) subyek tanpa faktor resiko yang mengalami efek
Rasio prevalens harus selalu disertai dengan interval kepercayaan (confidence interval) yang dikehendaki, misal interval kepercayaan 95%. Interval kepercayaan menunjukkan tentang rasio prevalens yang diperoleh pada populasi terjangkau bila sampling dilakukan berulang-ulang dengan cara yang sama. Cara penghitungan interval kepercayaan untuk rasio prevalens dapat dihitung dengan pelbagai program statistika komputer.
Interpretasi hasil :
1.      Bila nilai rasio prevalens = 1 berarti variabel yang diduga sebagai faktor resiko tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya efek, atau dengan kata lain ia bersifat netral.
2.      Bila rasio prevalens > 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1, berarti variabel tersebut merupakan faktor resiko untuk timbulnya penyakit.
3.      Bila rasio prevalens < 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup 1, berarti faktor yang diteliti merupakan faktor protektif, bukan faktor resiko.
4.      Bila nilai interval kepercayaan rasio prevalens mencakup angka 1, maka berarti pada populasi yang diwakili oleh sampel tersebut masih mungkin nilai prevalensnya =1. Ini berarti bahwa dari data yang ada belum dapat disimpulkan bahwa faktor yang dikaji benar-benar merupakan faktor resiko atau faktor protektif.






















BAB 3
PEMBAHASAN

1.1         Analisis Artikel “Factors Affecting Professional Autonomy Of Japanese Nurses Caring For Culturally And Linguistically Diverse Patients In A Hospital Setting In Japan oleh Kuwano, Fukuda, & Murashima (2016)
Penelitian yang dilakukan oleh Kuwano, Fukuda, & Murashima (2016) bertujuan untuk menganalisis otonomi profesional perawat Jepang pada saat merawat pasien non-Jepang dan Jepang serta mengidentifikasi faktor penyebabnya. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalag descriptive cross-sectional dengan teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling.Terpilih 27 rumah sakit dari 138 rumah sakit yang masuk kriteria inklusi pemilihan rumah sakit.Kemudian, dari 27 rumah sakit terpilih didapatkan 380 kuisioner yang sudah diisi oleh perawat yang termasuk dalam kriteria inklusi. Variabel independen penelitian ini adalah faktor personal yang terdiri dari usia, jenis kelamin, lama pengalaman kerja perawat, posisi/jabatan, latar belakang pendidikan, pengalaman transkultural (misalnya student exchange), jumlah pasien non-Jepang yang ditangani dalam tahun terakhir dan kemampuan berkomunikasi secara verbal dan nonverbal dengan pasien non-Jepang; sensitifitas interkultural yang diukur dengan Intercultural Sensitivity Scale (ISS); faktor lingkungan yang terdiri dari studi tentang perawatan pasien non-Jepang di sekolah, melanjutkan studi perawatan pasien non-Jepang saat bekerja, mampu memahami bahasa, efektivitas layanan dapat diinterpretasikan. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah otonomi profesional perawat dalam pemberian caring untuk pasien Jepang dan non-Jepang yang diukur dengan Scale for Professional Autonomy in Nursing.Analisis deskriptif dilakukan untuk melihat gambaran faktor personal dan lingkungan. Analisis bivariat yang digunakan untuk melihat perbedaan nilai total otonomi dan subskalanya saat perawat merawat pasien jepang dan non-Jepang adalah uji T. Perbedaan total otonomi dan subskalanya berdasarkan karakteristik partisipan dianalisis dengan uji Turkey’s. Korelasi antara total otonomi dan subskalanya dengan variabel independen menggunakan uji Rank Spearman. Faktor yang paling berpengaruh terhadap otonomi caring perawat Jepang diuji dengan analisis regresi multipel.

Penelitian ini adalah salah satu contoh penelitian yang menggunakan desain cross-sectional.Desain cross-sectional tepat digunakan dalam penelitian ini karena pengukuran dan pengambilan data dilakukan sekali waktu. Hal ini sejalan desain cross-sectional yang menyebutkan bahwa data penelitian diambil hanya sekali waktu (Holzemer, 2010). Penelitian ini menggunakan metode survei dan casual comparative yang merupakan kriteria dari pendekatan cross-sectional menurut (Singh, 2006). Karakteristik sampel yang menggunakan metode survei adalah relatif besar.Hal ini juga dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan 27 rumah sakit dengan sebaran kuisioner sebanyak 380. Menurut Holzemer (2010), penelitian dengan menggunakan desain cross-sectional memiliki tipikal meneliti variabel demografi yang dikaitkan dengan variabel dependen misalnya kepatuhan minum obat. Pada penelitian ini juga dilakukan hal yang sama. Variabel lingkungan dan faktor personal menjadi variabel independen yang dihubungkan dengan otonomi caring perawat Jepang.Berdasarkan komparasi dari beberapa teori, penelitian ini tepat menggunakan cross-sectional design.

1.2         Analisis Artikel “Perceptions of A Primary Nursing Care Model in A Pediatric Hematology/ Oncology Unit oleh Nadeau, Pinner, Murphy, & Belderson (2017)
Penelitian lain yang dilakukan oleh Nadeau, Pinner, Murphy, & Belderson (2017) bertujuan untuk mengevaluasi persepsi pasien atau keluarga dan perawat terhadap model perawatan saat ini dengan menilai kesenjangan dalam operasionalisasi dan kepuasan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif cross-sectional dengan melakukan survei secara elektronik pada pasien atau keluarga dan perawat. Berdasarkan dengan kriteria inklusi yang ditetapkan pada pasien atau keluarga dan perawat, jumlah sampel yang ditargetkan dalam penelitian ini adalah 50 orang dari pasien atau keluarga dan minimal 25 orang dari 80 perawat yang eligibel. Namun, hasil kuisioner yang didapatkan terkumpul 59 dari pasien atau perawat dan 57 dari perawat.Survei dilakukan dalam kurun waktu 4 minggu.Variabel-variabel dalam penelitian ini hanya dianalisis secara deskriptif. Variabel yang dianalisis pada pasien atau keluarga adalah faktor demografi, diagnosis medis dan lama perawatan, konsistensi anggota tim perawat dalam melaksanakan tugas dan apakah menerima pendidikan dari perawat utama (primary nurse). Sedangkan, variabel yang dianalisis pada perawat antara lain kepuasan perawat dalam implementasi model, frekwensi dan konsistensi perawat dalam melakukan tugas berdasarkan model ini, kualitas pendidikan pasien atau keluarga dan keamanan pasien saat bertugas sebagai anggota perawat utama.

Penelitian ini tepat menggunakan desain cross-sectional karena melakukan pengambilan data dalam sekali waktu pada responden seperti yang disampaikan oleh Holzemer (2010). Selain itu penelitian ini bersifat deskriptif yang merupakan salah satu ciri-ciri dari penelitian dengan desain cross-sectional(Singh, 2006). Jumlah seluruh sampel yang digunakan adalah 116 orang dan melebihi dari target yang ditentukan. Hal ini sesuai dengan kriteria penelitian deskriptif dengan katergori sampel yang banyak. Selain itu, teknik pengambilan sampel pada penelitian ini termasuk convinience sampling yang merupakan salah satu ciri-ciri pengambilan sampel pada desain cross-sectional(Singh, 2006). Berdasarkan beberapa hasil komparasi dengan teori desain cross-sectional, penelitian ini tepat dalam pemilihan desain penelitian.

1.3         Analisis Artikel “Nursing Student Attitudes Toward Euthanasia: A Cross-Sectional Study oleh Hosseinzadeh (2017)
Penelitian yang dilakukan oleh Hosseinzadeh (2017) bertujuan untuk mengetahui sikap mahasiswa keperawatan yang terhadap euthanasia di Iran. Penelitan  menggunakan convenience sampling dengan responden 382 siswa keperawatan Muslim. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah Euthanasia Attitude Scale (EAS). Data dikumpulkan selama bulan Maret sampai Mei 2016.

Data dikumpulkan dengan mengisi kuesioner meliputi variabel independent berupa demografi (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pengalaman klinik dan administrasi diri. Variabel independent mencakup definisi euthanasia dan 11 pertanyaan tertutup dengan mengukur level of agreement berdasarkan skala likert. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Statistical Package for Social Sciences (SPSS), versi 14.0. Prosedur statistik meliputi statistik deskriptif, uji chi-kuadrat untuk analisis variabel kategoris dan t-tes untuk analisis variabel kontinyu. Perbedaan diterima secara statistik signifikan bila p <0 span="">

Penelitian ini adalah salah satu contoh penelitian yang menggunakan desain cross-sectional. Desain cross-sectional tepat digunakan dalam penelitian ini karena pengukuran dan pengambilan data dilakukan sekali waktu. Hal ini sejalan desain cross-sectional yang menyebutkan bahwa data penelitian diambil hanya sekali waktu (Holzemer, 2010). Penelitian ini menggunakan metode survei dan casual comparative yang merupakan kriteria dari pendekatan cross-sectional menurut (Singh, 2006). Dalam penelitian ini terdapat 382 responden. Menurut Holzemer (2010), penelitian dengan menggunakan desain cross-sectional memiliki tipikal meneliti variabel demografi yang dikaitkan dengan variabel dependen dalam hal ini yaitu mengetahui sikap mahasiswa keperawatan yang terhadap euthanasia. Berdasarkan teori-teori diatas dadapatkan kesimpulan bahwa penelitian ini tepat menggunakan cross-sectional design.

1.4         Analisis Artikel “Student Nurses’ Experience Of And Attitudes Towards Care Of The Dying: A Cross-Sectional Study” oleh Grubb & Arthur (2016)
Penelitian yang dilakukan oleh Grubb & Arthur (2016) mempunyai tujuan untuk menyelidiki hubungan antara pengalaman dan sikap mahasiswa keperawatan terhadap perawatan orang yang sekarat dan (1) demografi, (2)faktor khusus dan (3) pengalaman merawat orang yang sedang sekarat. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalahcrosssectional menggunakan skala Frommelt's Attitude Toward Care of the Dying untuk mengukur sikap responden. Responden pada penelitian ini adalah mahasiswa keperawatan universitas seluruh Inggris sebanyak 567 responden.Variabel independent penelitian ini adalah jenis kelamin, umur, tahun perkuliahan, dan cabang keilmuan. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengalaman dansikap mahasiswa keperawatan terhadap perawatan menjelang ajal menggunakan skala Frommelt’s Attitude Toward Care of the Dying (FATCOD). Penelitian dilakukan bulan Oktober sampai November 2012.

Semua data dimasukkan dan dikelola menggunakan perangkat lunak SPSS versi 17. Frekuensi digunakan untuk menggambarkan sampel dalam hal demografi dan faktor lain. Untuk menguji apakah nilai FATCOD bervariasi menurut jenis kelamin, usia atau tahap belajar, tes T tidak berpasangan digunakan untuk variabel biner dan uji-F dari analisis varians digunakan untuk variabel kategoris non-biner. Untuk mengetes apakah nilai FATCOD bervariasi sesuai dengan masing – masing tiga variabel biner yang berkaitan dengan pengalaman, tidak berpasangan Tes-tes digunakan. Perbedaan rata-rata yang disesuaikan diperkirakan menggunakan model regresi berganda dengan FATCOD skor sebagai variabel dependen dan semua variabel lainnya.

Penelitian ini adalah salah satu contoh penelitian yang menggunakan desain cross-sectional. Desain cross-sectional tepat digunakan dalam penelitian ini karena pengukuran dan pengambilan data dilakukan sekali waktu. Hal ini sejalan desain cross-sectional yang menyebutkan bahwa data penelitian diambil hanya sekali waktu (Holzemer, 2010).Penelitian ini menggunakan metode survei dan casual comparative yang merupakan kriteria dari pendekatan cross-sectional menurut (Singh, 2006). Dalam penelitian ini terdapat 567 responden. Menurut Holzemer (2010), penelitian dengan menggunakan desain cross-sectional memiliki tipikal meneliti variabel demografi yang dikaitkan dengan variabel dependen dalam hal ini yaitu pengetahuan dan sikap mahasiswa keperawatan terhadap perawatan menjelang ajal. Berdasarkan teori-teori diatas didapatkan kesimpulan bahwa penelitian ini tepat menggunakan cross-sectional design.

1.5         Analisis Artikel “Work-Related Stress and Associated Factors Among Nurses Working in Public Hospitals of Addis Ababa, Ethiopia: A Cross-Sectional Study oleh Salilih & Abajobir (2014)
Penelitian yang dilakukan oleh Salilih dan Abajobir (2017) bertujuan untuk menegetahui faktor–faktor stres yang mempengaruhi perawat dalam pekerjaannya. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif cross-sectional dengan melakukan survei secara langsung kepada perawat di seluruh rumah sakit umum di Addis Ababa, Ethiopia. Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan single population proportion formula dan 95% confi­dence interval (CI) dengan proporsi pekerjaan yang berhubungan stres 50%, absolute precision to be 5%, and 10% non-respondents. Dengan metode tersebut total sampel 343 perawat.
 
Penelitian ini tepat menggunakan desain cross-sectional karena melakukan pengambilan data dalam sekali waktu pada responden seperti yang disampaikan oleh Holzemer (2010). Selain itu penelitian ini bersifat deskriptif yang merupakan salah satu ciri-ciri dari penelitian dengan desain cross-sectional (Singh, 2006). Jumlah seluruh sampel yang digunakan adalah 320 perawat.  Hal ini sesuai dengan kriteria penelitian deskriptif dengan katergori sampel yang banyak. Berdasarkan beberapa hasil komparasi dengan teori desain cross-sectional, penelitian ini tepat dalam pemilihan desain penelitian.

1.6         Analisis Artikel “A Cross-Sectional Analysis Of The Factors That Shape Adult Nursing Students’ Values, Attitudes And Perceptions Of Compassionate Care” oleh Mcsherry et al. (2017)
Penelitian lain yang dilakukan oleh Mcsherry et al (2017) bertujuan untuk mengetahui pemahaman mahasiswa keperawatan tetang kepribadian dan nilai professional, mengidentifikasi faktor-faktor yang membentuk nilai personal dan profesional mereka dan mengetahui apakah nilai pribadi dan profesional mempengaruhi kemampuan mereka untuk menyediakannya perawatan dengan caring. Desain kualitatif cross-sectional digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari enam wawancara kelompok terarah. Desain cross-sectional memungkinkan pengumpulan data dari siswa keperawatan kelompok tahun stude ke 1-3 . Wawancara kelompok terarah sangat penting berguna, bukan wawancara satu lawan satu, untuk membantu peserta merasa nyaman di antara rekan mereka, hal ini memungkinkan fasilitator untuk memahami bagaimana peserta ditantang, diperluas, dikembangkan dalam diskusi tersebut.
 
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret dan Oktober 2014, data dikumpulkan melalui enam kelompok focus wawancara. Kelompok fokus  dilakukan wawancara antara 37 dan 67 menit (rata-rata 52 menit), wawancara dijadwalkan untuk memudahkan diskusi terbuka antar peserta. Jadwal wawancara awalnya difokuskan pada pemahaman peserta tentang nilai, termasuk nilai pribadi dan profesional keperawatan. Hal tersebut diikuti oleh pertanyaan mengeksplorasi bagaimana mereka menerapkan nilai-nilai dalam praktik klinis, mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait untuk membentuk nilai mereka. Pertanyaan digunakan untuk mengeksplorasi apakah nilai peserta mempengaruhi kemampuan mereka untuk memberikan perawatan.
 
Penelitian ini tepat menggunakan desain cross-sectional karena melakukan pengambilan data dalam sekali waktu pada responden seperti yang disampaikan oleh Holzemer (2010). Selain itu penelitian ini bersifat deskriptif yang merupakan salah satu ciri-ciri dari penelitian dengan desain cross-sectional (Singh, 2006). Jumlah seluruh sampel yang digunakan adalah 6 kelompok focus yang diwawancara.  Hal ini sesuai dengan kriteria penelitian deskriptif dengan katergori sampel yang banyak. Berdasarkan beberapa hasil komparasi dengan teori desain cross-sectional, penelitian ini tepat dalam pemilihan desain penelitian.

















BAB 4
PENUTUP

1.1         Kesimpulan
Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang bertujuan mendeskripsikan prevalensi dari suatu fenomena tertentu yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali.penelitian cross-sectional merupakan jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data dalam satu kali pada satu waktu yang dilakukan pada variabel dependen maupun variabel independen.

Penelitian ini tidak memerlukan follow up sehingga tidak bisa dilakukan jika ingin melihat proses suatu penyakit (insiden ataupun prognosisnya), relatif lebih mudah dan lebih murah dalam pembiayaan karena dilakukan pada satu waktu dan satu kali. Tetapi penelitian ini tidak bisa dilakukan jika ingin melihat hubungan sebab akibat dari variabel fenomena yang diteliti.  Penelitian ini dapat bersifat deskriptif dan analitik yang menggunakan beberapa metode pendekatan.

1.2         Saran
Sebagai perawat  perlu memahami berbagai jenis metode penelitian agar mampu melakukan penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitiannya. Sehingga menghasilkan hasil penelitian yang dapat digunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan ataupun dijadikan sebagai sebuah solusi pemecahan terkait kesehatan dan keperawatan khususnya.








DAFTAR PUSTAKA
Agresti, A. (2002). Categorical data analysis secound edition. New Jersey: John Wiley & Sons.
Fawcett. J. (2008). Contemporary nursing knowledge: Analysis and evaluation models and theories. 2thEd. Philadelphia: F.A. Davis Company.
F., S. D. (2008, february). Making sense of odds and odds ratio. Obstretics& Gynecology, 423-426
Grubb, C., & Arthur, A. (2016). Student nurses’ experience of and attitudes towards care of the dying: A cross-sectional study. Palliative Medicine, 30(1), 83–88. https://doi.org/10.1177/0269216315616762
Holzemer, W. L. (2010). Improving health through nursing research (1st ed.). Chichester: Blackwell Publishing.
Hosseinzadeh, K. (2017). Nursing student attitudes toward euthanasia : A cross-sectional study. Nursing Ethics, 1–8.
Kumar, R. (2014). Research metodology : A step by step for beginners (4th ed.). SAGE Publication Inc.
Kuwano, N., Fukuda, H., & Murashima, S. (2016). Factors affecting professional autonomy of japanese nurses caring for culturally and linguistically diverse patients in a hospital setting in japan. Journal of Transcultural Nursing, 27(6), 567–573. https://doi.org/10.1177/1043659615587588
Mcsherry, W., Bloomfield, S., Thompson, R., Nixon, V. A., Griffiths, N., & Fisher, S. (2017). A cross-sectional analysis of the factors that shape adult nursing students ’ values , attitudes and perceptions of compassionate care. Journal of Research in Nursing, 22(1–2), 25–39. https://doi.org/10.1177/1744987116678904
Nadeau, K., Pinner, K., Murphy, K., & Belderson, K. M. (2017). Perceptions of a primary nursing care model in a pediatric hematology/oncology unit. Journal of Pediatric Oncology Nursing, 34(1), 28–34. https://doi.org/10.1177/1043454216631472.
Polit, D. F. & Beck, C. T. (2003). Nursing research: principles and methods (7th ed.). Lippincott: Williams and Wilkins.
Potter & Perry. (2010). Fundamental of nursing: concepts, process and practice. St. Lois Missiouri: Mosby Company.
Sasroasmoro, S. & Ismael, S. (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis (ed.4). Jakarta : Sagung Seto

 
Salilih, S. Z., & Abajobir, A. A. (2014). Work-related stress and associated factors among nurses working in public hospitals of Addis Ababa, Ethiopia: A cross-sectional study. Workplace Health & Safety, 62(8), 326–332. https://doi.org/10.3928/21650799-20140708-02
Singh, Y. K. (2006). Fundamental of research methodology and statistic. New Delhi: New Age International (P) Limited Publisher.

Tidak ada komentar: