Instrumen Pengkajian Promosi Kesehatan





A.    Teori Sosial Kognitif Bandura

Promosi kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan penduduk mengontrol faktor penentu kesehatan dan meningkatkan kesehatan (Nutbeam, 1998; Jo, Lee, Ahn & Jung, 2003). Pender, Murdauch, dan Parsons (2002) mendefinisikan promosi kesehatan adalah perilaku yang dimotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan kesehatan, Kesejahteraan dan aktualisasi untuk lebih sehat. Promosi kesehatan meliputi semua usaha yang ditujukan untuk menggerakkan masyarakat mencapai kondisi sehat yang optimal atau kondisi sejahtera yang lebih tinggi (Allender & Spradley, 2005).

Tujuan dari promosi kesehatan adalah untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan dari individu, keluarga, populasi, dan masyarakat. Upaya meningkatkan kondisi sehat pada individu, keluarga, populasi, dan masyarakat dapat menggunakan salah satu model promosi kesehatan yaitu Social Cognitif Theory (SCT), Bandura, (1986).

Teori sosial kognitif berkaitan dengan berkomunikasi dalam bidang kesehatan. Pertama, teori tersebut berkaitan dengan kognitif, aspek emosi dan aspek kelakuan untuk pemahaman dari isi ilmu-ilmu prilaku. Kedua, konsep dari teori sosial kognitif memberikan jalan untuk penelitian prilaku yang baru dalam pendidikan kesehatan. Akhirnya, pemikiran dari teori-teori yang lainnya seperti psikologi muncul untuk menetapkan pengetahuan dan pemahaman yang baru.


Teori sosial kognitif menetapkan sebuah kerangka untuk pemahaman, prediksi dan tanggung jawab dari prilaku manusia. Teori ini mengidentifikasi prilaku manusia sebagai interaksi dari faktor perorangan, prilaku dan lingkungan. Teori sosial kognitif sangat membantu untuk pemahaman dan prediksi kedua prilaku dari individu dan kelompok dan mengidentifikasi metode pada saat perilalaku bisa termodifikasi atau berubah. Teori-teori perilaku digunakan untuk mengubah perilaku seseorang lebih aware terhadap kesehatan dan keselamatannya melalui interaksi antara manusia, perilaku, dan lingkungan (Bandura, 1986).

Interaksi antara manusia dan perilakunya melibatkan pengaruh pemikiran dan kelakuan seseorang. Interaksi antara manusia dan lingkungan melibatkan kepercayaan manusia dengan kompetensi secara kognitif yang berkembang dari pengaruh dari dalam lingkungan juga. Yang terakhir, interaksi antara lingkungan dengan perilaku manusia, berkaitan dengan pengaruh perilaku terhadap aspek-aspek dalam lingkungannya dan sebaliknya perilaku yang dipengaruhi lingkungan tersebut.

Teori sosial kognitif digunakan untuk mengenal dan memprediksi perilaku individu dan grup dan mengidentifikasi metode-metode yang tepat untuk mengubah perilaku tersebut. Teori ini erat kaitannya dengan pembelajaran seseorang menjadi pribadi yang lebih baik. Teori ini menjelaskan bahwa dalam belajar, pengetahuan (knowledge), pengalaman pribadi (personal experience), karakteristik individu (personal characteristic) berinteraksi. Kemudian, pengalaman baru yang terbentuk menjadi evaluasi terhadap perilaku lama. Pengalaman perilaku yang lama akan menuntun pribadi tersebut menginvestigasi masalah-masalah yang muncul pada pengalaman saat ini.









Model Hubungan Timbal Balik antara Individu, Lingkungan, dan Perilaku Merokok.


http://www.mediafire.com/imgbnc.php/bb200e54692077dc12868f5b24f3d7284g.jpg

Dapat dijelaskan bahwa ada hubungan timbal balik antara faktor individu, faktor lingkungan dan faktor perilaku merokok. Semakin positif faktor individu dalam memahami masalah merokok maka individu tersebut tidak akan merokok demikian sebaliknya. Semakin positif faktor lingkungan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tidak merokok, maka perilaku merokok tidak akan terjadi demikian juga sebaliknya.  Di sisi yang lain terjadi juga hubungan timbal balik antara faktor individu dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku merokok. Intervensi promosi kesehatan diharapkan dapat mengubah faktor individu dan lingkungan menjadi kondusif dalam menciptakan perilaku tidak merokok. 















BAB  III
RANCANGAN PENGUMPULAN DATA


A.    Persiapan
Persiapan pengumpulan data dimulai dengan membuat alat pengumpul data / instrumen. Pembuatan instrumen didahului dengan pembuatan matriks berdasarkan model Social Cognitive Theory Bandura. Adapun matriks instrumen sebagai berikut :

No.
Variabel
Sub-variabel
Sub-sub variabel
Pertanyaan
1.
Faktor Individu
Pengetahuan
a. Kerugian
b. Gangguan kesehatan
c. Dampak bagi orang lain
1.     Merokok dapat menyebabkan kanker dan impotensi
2.     Merokok dapat menimbulkan ketergantungan / kecanduan
3.     Seorang pecandu rokok sulit sekali untuk berhenti merokok
4.     Merokok dapat membahayakan bagi orang di sekitar kita
Sikap
a.  Keyakinan
b.  Persepsi tentang perokok
1.     Saya yakin merokok merugikan kesehatan
2.     Seorang laki-laki sebaiknya merokok
3.     Seorang perokok terlihat jantan dimata cewek
4.     Menurut saya kalau sudah punya pekerjaan boleh merokok
5.     Merokok dapat melupakan masalah

2.
Lingkungan
Sekolah
a.  Role model
b.  Peraturan
c.  Pelaksanaan Peraturan
d.  Kegiatan promosi kesehatan tentang merokok
1.     Guru saya ada yang merokok di sekolah
2.     Di sekolah dilarang merokok
3.     Pernah ada razia rokok di sekolah
4.     Pernah ada penyuluhan kesehatan tentang merokok
5.     Ada sanksi bagi pelajar yang ketahuan merokok

Teman sebaya
a.  Karakteristik teman sebaya
b.  Penerimaan dalam group oleh teman sebaya
1.     Teman saya banyak yang merokok
2.     Teman saya mengajak merokok
3.     Teman saya mengejek saya bila tidak merokok
4.     Saya merasa dihargai oleh teman saya ketika merokok
Keluarga
a.  Role model di keluarga
b.  Fungsi kesehatan dalam keluarga
1.     Orang tua saya merokok
2.     Orang tua melarang saya merokok
3.     Orang tua saya memberikan penjelasan tentang merokok
Masyarakat
a.  Perilaku masyarakat
b.  Peraturan tentang merokok
1.     Masyarakat banyak yang merokok
2.     Saya pernah di tegur orang ketika sedang merokok
3.     Ada peraturan pemerintah yang melarang merokok


B.    Perencanaan

1.
Sasaran
:
Pelajar sekolah menengah pertama (SMP) berjumlah 15 orang
2.
Tempat
:
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
3.
Waktu
:
1 (satu) hari
4.
Metode
:
Kuesioner
5.
Alat & Bahan
:
Lembar keusioner
6.
Prosedur
:
a.    Responden diberikan penjelasan sebelum mengisi kuesioner
b.    Responden debagikan secara acak kepada pelajar SMP
c.    Hasil pengisian akan ditabulasi
7.
Teknik analisa
:
Teknik analisa dengan menggunakan analisa univariat. Kuesioner akan dibuat dalam skala likert, dipisahkan dari tiap variabel. Tiap variabel tersebut akan dihitung proporsinya. Proporsi yang paling besar akan menjadikan prioritas bagi kegiatan promosi kesehatan.
8.
Penyajian hasil
:
Data proporsi disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan diagram








Instrumen koesioner

No.
Pernyataan
Setuju
Tidak tahu
Tidak setuju
1.
Merokok dapat menyebabkan kanker dan impotensi



2.
Merokok dapat menimbulkan ketergantungan / kecanduan



3.
Merokok dapat membahayakan bagi orang di sekitar kita








4.
Saya yakin merokok merugikan kesehatan



5.
Seorang laki-laki sebaiknya merokok



6.
Seorang perokok terlihat jantan dimata cewek



7.
Merokok dapat melupakan masalah



No.
Pernyataan
Selalu
Kadang- kadang
Tidak Pernah
8.
Guru saya merokok di sekolah



9.
Di sekolah dilarang merokok



10.
Pernah ada razia rokok di sekolah



11.
Pernah ada penyuluhan kesehatan tentang merokok



12.
Ada sanksi bagi pelajar yang ketahuan merokok








13.
Teman saya banyak yang merokok



14.
Teman saya mengajak merokok



15.
Teman saya mengejek saya bila tidak merokok



16.
Saya merasa dihargai oleh teman saya ketika merokok








17.
Orang tua saya merokok



18.
Orang tua melarang saya merokok



19.
Orang tua saya memberikan penjelasan tentang merokok








20.
Masyarakat banyak yang merokok



21.
Saya pernah di tegur orang ketika sedang merokok



22.
Ada peraturan pemerintah yang melarang merokok



Skor






Keterangan :
1.    Pernyataan nomor 1 sampai 7 merupakan pernyataan tentang faktor individu yang terbagi menjadi 2 sub-variabel yaitu sub-variabel pengetahuan (pernyataan nomor 1 sampai 3) dan sikap (pernyataan nomor 4 sampai 7). Pernyataan yang bersifat positif pada nomor 1, 2, 3, dan 4, sedangkan pernyataan yang bersifat negatif pada nomor 5, 6, dan 7. Pilihan pernyataan dibagi menjadi 3 yaitu setuju dengan nilai 3, tidak tahu nilai 2, dan tidak setuju nilai 1. Nilai ini adalah untuk pernyataan yang bersifat positif. Untuk pernyataan negatif penilaian dibalik.

2.    Pernyataan nomor 8 sampai 22 merupakan pernyataan tentang faktor lingkungan yang terbagi menjadi 4 sub-variabel yaitu sub-variabel sekolah (pernyataan nomor 8 sampai 12) , teman sebaya (pernyataan nomor 13 sampai 16), keluarga (pernyataan nomor 17  sampai 19), dan masyarakat (pernyataan nomor 20 sampai 22). Pernyataan yang bersifat positif pada nomor 9, 10, 11, 12, 18, 19, 21, dan 22, sedangkan pernyataan yang bersifat negatif pada nomor 8, 13, 14, 15, 16, 17, dan 20. Pilihan pernyataan dibagi menjadi 3 yaitu selalu dengan nilai 3, kadang-kadang nilai 2, dan tidak pernah nilai 1. Nilai ini adalah untuk pernyataan yang bersifat positif. Untuk pernyataan negatif penilaian dibalik.

3.    Penilaian dilakukan tiap sub-variabel yang kemudian diakumulasikan ke variabel. Prioritas ditetapkan pada nilai mean terendah.














BAB  IV
PENGUMPULAN DATA


Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner pada 15 orang pelajar SMP.Sebelum mengisi kuesioner,  pelajar SMP diberikan penjelasan tentang pengisian kuesioner tersebut. Pelajar SMP juga dijamin kerahasiaan tentang semua informasi yang diberikannya.

Hasil dari pengisian kuesioner lalu ditabulasikan dengan menggunakan program excel. Penghitungan pada tabulasi data tersebut dilakukan pada tiap pernyataan dan jumlah skornya kemudian dijumlahkan dengan skor pertanyaan lain dalam satu sub-variabel. Jumlah total skor pernyataan dalam satu sub-variabel kemudian dibagi dengan banyaknya pertanyaan pada sub-variabel tersebut sehingga didapatkan nilai rata-rata / mean dari sub-variabel tersebut. Nilai mean terendah pada sub-variabel akan menjadikan prioritas tertinggi untuk dilakukan usaha promosi kesehatan.

Hasil pengumpulan data pada 15 orang responden pelajar SMP

Tabel IV.1 :  Nilai rata-rata variabel individu dan lingkungan terhadap kebiasaan  
                    merokok

No.
Variabel
Skor
Mean
1.
Faktor individu
288
42
2.
Faktor Lingkungan
505
34

Dari tabel diatas nilai mean / rata-rata dari faktor lingkungan lebih kecil dari faktor individu sehingga faktor lingkungan lebih menjadi prioritas dilakukan promosi kesehatan.
                                                 



Tabel IV.2  :  Nilai rata-rata sub-variabel individu terhadap kebiasaan  
                     merokok

No.
Sub-variabel Individu
Skor
Mean
1.
Pengetahuan
135
45
2.
Sikap
153
38

Dari variabel individu terhadap kebiasaan merokok, sub-variabel sikap mempunyai prioritas lebih tinggi dari pada pengetahuan untuk dilakukan promosi kesehatan


Tabel IV.3 :   Nilai rata-rata sub-variabel lingkungan terhadap kebiasaan  
                     merokok

No.
Sub-variabel Lingkungan
Skor
Mean
1.
Sekolah
182
36
2.
Teman Sebaya
94
24
3.
Keluarga
116
39
4.
Masyarakat
113
38

Dari variabel lingkungan terhadap kebiasaan merokok, sub-variabel teman sebaya mempunyai prioritas lebih tinggi dari pada sub-variabel lain untuk dilakukan promosi kesehatan.

Dari paparan data diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku merokok pada pelajar SMP adalah faktor lingkungan dan faktor lingkungan ini yang paling berpengaruh adalah faktor teman sebaya.




BAB  V
PEMBAHASAN


Erikson (Papalia, 2008) mengatakan remaja mengalami krisis aspek psikososial pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Masa remaja sering dilukiskan sebagai masa storm dan stress karena ketidaksesuaian antara perkembangan fisik yang sudah matang dan belum diimbangi oleh perkembangan psikososial. Remaja sering berusaha memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Remaja sering bertingkah laku yang membuat mereka merasa seperti orang dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, dan menggunakan obat-obatan (Hurlock, 1999).

Tahap perkembagan remaja awal (11 – 13 tahun) merupakan situasi kritis dalam hal mencoba perilaku morokok. Hasil penelitian Rochadi (2004) menyatakan bahwa mayoritas permulaan merokok remaja dilakukan pada umur 12 – 14 tahun. Smet (1994) dalam Komalasari & Helmi (2000) mengatakan bahwa usia pertama kali merokok pada umumnya berkisar antara usia 11-13 tahun. Yayasan Kesehatan Indonesia secara khusus mencatat bahwa 18% remaja yang duduk di bangku SLTP diketahui mulai merokok, dan 11% di antaranya mampu  menghabiskan 10 batang per hari. Hasil penelitian lain ditemukan bahwa pengalaman pertama kali anak mulai merokok, dari 19,5 % siswa perokok yang diteliti (21% laki-laki dan 15,5% perempuan)
ternyata dimulai dari tingkat SLTP (Bawazeer, Hattab, Morales, 1999). Beberapa penelitian sejenis umumnya menegaskan bahwa untuk pertama kalinya remaja merokok pada usia antara 11-13 tahun (setingkat SD kelas 6 sampai SLTP kelas 1– 2) (Efendi, 2005).

Pada masa ini umumnya mereka mencoba perilaku tersebut. Perilaku merokok tersebut akan menjadi permanen apabila tidak ditangani dengan segera pada masa ini. Ada kekhawatiran terhadap perilaku merokok pada remaja tersebut, yakni semakin muda seseorang mulai menjadi perokok, makin besar kemungkinan yang bersangkutan menjadi perokok berat di usia dewasa (Leventhal, 1988; Dbuyvettere, 1990). Dampak pengiring lain yang sangat mengkhawatirkan adalah keberadaan perilaku merokok bisa menjadi pintu masuk pertama (first step) terhadap perilaku negatif lainnya, seperti: minum alkohol, penyalahgunaan obat-ohatan terlarang atau narkoba, perilaku agresif dan destruktif. Kombinasi perilaku negatif antara merokok dan minum alkohol dibenarkan oleh Smet (1994) dalam Efendi (2005) berdasarkan hasil penelitiannya di kota Semarang dan sekitarnya, babwa perilaku merokok ternyata memiliki korelasi positif dengan kebiasaan minum alkohol di kalangan remaja. Kegiatan promosi dan rehabilitasi dalam rangka melakukan penanganan masalah merokok tentu menjadi pertimbangan yang sangat tepat dan realistis.

Hasil kuesioner pelajar SMP memperlihatkan bahwa faktor lingkungan lebih menjadi prioritas dibandingkan dengan faktor individu dalam kaitannya terhadap perilaku merokok. Menurut Lewin (dalam Komasari & Helmi, 2000) perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan faktor lingkungan Faktor dalam diri remaja seperti perilaku memberontak dan suka mengambil risiko turut mempengaruhi apakah remaja akan mulai merokok.

Dari faktor lingkungan yang menjadi prioritas, faktor lingkungan yang berhubungan dengan teman sebaya yang paling mempengaruhi perilaku morokok pada remaja awal. Pengaruh ini memang dapat difahami mengingat hampir dari seluruh waktu remaja dihabiskan bersama teman sebaya. Salah satu tugas perkembangan remaja menurut Havighurst adalah mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya. Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan penting bagi perkembangan kepribadiannya. Ketika remaja berada didalam kelompok teman sebaya, remaja merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya. Remaja dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya ketika remaja berada di dalam kelompok teman sebaya. Sarafino (1994) dalam Efendi (2005) mengatakan faktor lingkungan seperti orangtua yang merokok dan teman sebaya yang merokok mempengaruhi seorang remaja untuk berperilaku merokok.

Teman sebaya mempunyai peran yang sangat berarti bagi remaja, karena masa tersebut remaja mula memisahkan diri dari orang tua dan mulai bergabung pada kelompok sebaya. Kebutuhan untuk diterima sering kali membuat remaja berbuat apa saja agar dapat diterima kelompoknya dan terbebas dari sebutan ‘pengecut’ dan ‘banci’. Selanjutnya jika dilihat dari tahap-tahap perilaku merokok, teman sebaya dan keluarga merupakan fihak-fihak yang pertama kali mengenalkan atau mencoba.


Perlu penanganan yang sistematik dari semua pihak dalam menangani permasalahan diatas. Penanganan tersebut perlu direncanakan dan didesain secara tepat dalam rangka mencapai hasil yang efektif. Perencanaan program haruslah  melalui pengkajian yang spesifik untuk mengetahui area yang paling berpengaruh timbulnya permasalahan ini. Informasi diatas setidaknya memberikan judgement untuk melakukan perencanaan terhadap masalah morokok di kalangan remaja.

Setidaknya kita berfikir bahwa ada sekitar 70 % remaja awal yang belum terpapar perilaku merokok. Angka ini harusnya menjadikan fokus bagi pelaksanaan intervensi dalam upaya mengatasi masalah merokok. Program yang bersifat promotif dan preventif adalah alternatif intervensi yang menawarkan memberikan hasil yang efektif. Kegiatan program ini perlu dirancang secara khusus dalam rangka menurunkan persentase jumlah remaja yang merokok. Bagi remaja yang sudah terlanjur merokok perlu juga dikembangkan program rehabilitasi khususnya pada lingkungan dimana remaja sering berinteraksi. Lingkungan sekolah barangkali area yang tepat sasaran bagi pelaksanaan program rehabilitasi dan tentu saja juga program promosi kesehatan.

Kegiatan promosi kesehatan di sekolah khususnya promosi tentang merokok perlu ditunjang dengan pengembangan metode promosi yang bervariatif dan menarik bagi pelajar. Metode tersebut dapat dimodifikasi dengan pelaksanaan kegiatan wajid sekolah, misalnya dengan memasukkan ke dalam kurikulum tambahan. Kegiatan ekstra-kurikuler seperti kegiatan olahraga dan seni dapat pula disiipkan kegiatan promosi kesehatan.

Beberapa jenis alternatif kegiatan promosi yang dapat dilakukan di sekolah antara lain kegiatan penyuluhan massal, pendidikan kesehatan, coaching perwakilan siswa sebagai inisiasi siswa lain, pembentukan fokus group diskusi, self helf group, intervensi CBT (cognitive bahaviour therapy). Penelitian Efendi (2005) merekomendasikan penggunaan paket kegiatan cognitive behavior therapy sebagai perangkat alternatif program pencegahan perilaku merokok di kalangan siswa secara kontinyu.



BAB  VI
PENUTUP


A.    Kesimpulan

Perilaku merokok dikalangan remaja awal sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar tempat ia berinteraksi. Remaja akan sering sering terpapar dengan lingkungan karena pada masa tersebut terjadi proses sosialisasi sebagai salah tugas perkembangan yang harus ia lalui. Pengaruh tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Lingkungan yang positif cenderung akan menimbulkan efek positif bagi adopsi perilaku dari remaja.

Lingkungan teman sebaya menjadi faktor yang paling berpengaruh bagi adopsi perilaku merokok pada remaja awal. Hal ini disebabkan karena hampir seluruh waktu diluar rumah dihabiskan bersama teman-teman sebaya. Eksistensi remaja akan terjaga dan diakui manakala ia berperilaku sesuai harapan kelompok, padahal harapan kelompok pada masa itu lebih banyak bersifat negatif dengan mencoba beberapa perilaku baru.

B.    Saran

Perlu direncanakan program promosi dan rehabilitasi bagi para remaja awal untuk mengatasi masalah merokok. Program promosi dan rehabilitasi dilaksanakan dengan mengembangkan metode yang kreatif sehingga menarik bagi remaja. Strategi pelaksanaan juga perlu dikembangkan dengan dengan mencoba memasukkan program promosi dan rehabilitasi kedalam kurikulum wajib dan ekstra-kurikuler.

Beberapa metode program promosi dan rehabilitasi seperti penyuluhan, pendidikan kesehatan, coaching, Self Help Group, Cognitive Behaviour Therapy dapat dijadikan alternatif bagi pelaksanaan program secara kontinyu.


DAFTAR PUSTAKA


Amelia, Adisti, (2009), Gambaran perilaku merokok pada remaja laki-laki, skripsi,
  Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Medan : USU Repository.

Depkes RI , (2010), Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Depkes RI. Jakarta

Depkes RI, (1999), Pedoman Kesehatan Jiwa Bagi Remaja, Depkes RI. Jakarta

Efendi, Mohammad, (2005), Penggunaan Cognitive Behavior Therapy untuk Mengendalikan Kebiasaan Merokok di Kalangan Siswa melalui Peningkatan Perceived Self Efficacy Berhenti Merokok, Jurnal Pendidikan dan fkbud~yann, No. 056. Jakarta.

              Karch, Bob, (2002), Health Promotion Modeling : The Look of Wellnes, Volume 5.

Komalasari & Helmi, (2000), Faktor-faktor penyebab perilaku merokok pada remaja,
            Jurnal penelitian UII & UGM ; Jogjakarta.

Marchildon, Janice. G. (2005), Factors Related To Nurses Smoking Behaviour, Thesis In Nursing,  Faculty of Texas Tech University Health Sciences Center ; Texas.

Rice, Virginia Hill  (2008), Monitoring the Tobacco Epidemic With National, Regional, and International Databases and Systematic Reviews: Evidence for Nursing Research and Clinical Decision Making, Monitoring the Tobacco Epidemic.

Rochadi, Rintoko. R, (2004), Hubungan konformitas dengan perilaku merokok pada remaja sekolah SMU Negeri di 5 wilayah DKI Jakarta, Disertasi, Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia ; Jakarta.



Setiaji, Bambang (2000), Pengaruh Promosi Kesehatan Terhadap Perilaku Merokok Pekerja Sektor Informal. Jakarta.
Sibuea, Dewi  (2000), Iklan Rokok - Strategi “Efektif” Meningkatkan Jumlah Remaja Perokok.

Tanja Bekhuis, Ph.D. Paula Ford-Martin, M.A. ; Self-help groups and therapy , . diakses pada tanggal 2 Mei 201,  jam 13.00 wib

TCSC-IAKMI,  Industri Rokok Indonesia, http://tcscindo.org/assets/applets/Fact_Sheet_Industri_Rokok_di_Indonesia.pdf. diakses pada tanggal 2 Mei 201,  jam 13.00 wib

Tidak ada komentar: