BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dahlan (2009) mengatakan idealnya,
cara untuk menjawab suatu pertanyaan penelitian adalah dengan melakukan
penelitian pada semua anggota populasi (total
sampling), namun hampir dalam sebagian besar keadaan, hal itu tidak mungkin
dilakukan sehingga kita hanya meneliti sebagian saja dari populasi yaitu meneliti
sampel. Tentu saja lebih praktis dan lebih murah biayanya
untuk mengumpulkan data dari sampel daripada mengumpulkan data dari keseluruhan
populasi namun hal ini beresiko karena ada kemungkinan sampel tersebut tidak
adekuat dalam mencerminkan perilaku, sifat, gejala, atau kepercayaan populasi
(Polit & Beck, 2013). Oleh karena itu adalah penting untuk menentukan
metode pengambilan sampel yang tepat dengan memperhatikan apakah sampel yang
dipilih cukup representatif.
Besar sampel dapat ditentukan
dengan mengelaborasi pertanyaan penelitian, yaitu mengidentifikasi pertanyaan
penelitian berdasarkan parameter tertentu yang akan menuntun kita untuk
menentukan jenis pertanyaan penelitian. Parameter tersebut antara lain desain
khusus-non desain khusus, deskriptif-analitis, kategorik-numerik,
berpasangan-tidak berpasangan (Dahlan, 2009).
Peneliti kuantitatif dan kualitatif
melakukan pendekatan yang berbeda dalam menentukan cara pengumpulan data. Peneliti kuantitatif berusaha
untuk memilih sampel yang memungkinkan mereka menggeneralisasikan hasilnya ke
dalam kelompok yang lebih luas. Oleh karena itu, mereka mengembangkan sebuah
rencana sampling terlebih dahulu untuk menentukan bagaimana responden akan
dipilih dan berapa banyak yang harus disertakan. Sedangkan peneliti kualitatif
tidak peduli dengan isu generalisasi namun lebih tertarik untuk memahami secara
holistik tentang fenomena yang diteliti. Sehingga teknik pengumpulan data yang
mereka desain biasanya berdasarkan kebutuhan informasi dan teoritis, sehingga
tidak mengembangkan rencana sampling formal terlebih dahulu (Polit & Beck,
2013).
Dalam makalah ini
akan dibahas tentang populasi, dan berbagai jenis cara pengambilan data (teknik
sampling) yang biasa dilakukan oleh peneliti dalam berbagai studi riset yang dilakukan,
dengan memperhatikan berbagai parameter dan kemungkinan tercapainya hasil
penelitian melalui teknik sampling tersebut.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk:
1.2.1 Mengidentifikasi pengertian populasi dan
sampel.
1.2.2 Mengidentifikasi
perkiraan besar sampel dan menjelaskan cara penentuan besar sampel yang akan
digunakan baik dalam penelitian kuantitatif, maupun dalam penelitian
kualitatif.
1.2.3 Menjelaskan
berbagai jenis desain sampel yang dapat digunakan untuk menentukan siapa saja
yang menjadi subjek penelitian dalam suatu populasi tertentu.
1.2.4 Mengeksplorasiperkiraan besar sampel
dan teknik sampling yang digunakan melalui contoh pengaplikasian menggunakan jurnal
penelitian yang dipilih.
1.3 Manfaat
Adapun penulisan makalah ini diharapkan
dapat memberikan manfaat:
1.3.1
Profesi keperawatan
Sebagai sumber studi kepustakaan tentang
populasi dan sampel serta teknik sampling sehingga dapat menambah pemahaman dan
mendukung penelitian keperawatan.
1.3.2
Institusi pendidikan keperawatan
Sebagai sumber kepustakaan tentang
populasi dan sampel dalam institusi keperawatan sehingga dapat menambah
pemahaman mahasiswa dan mengaplikasikan dalam penelitian keperawatan.
1.3.3
Mahasiswa keperawatan
Sebagai sumber kepustakaan
dalam menentukan populasi dan sampel
dalam melakukan penelitian.
BAB 2
TELAAH PUSTAKA
2.1
Definisi
Populasi adalah kumpulan individu yang
akan digunakan untuk melakukan generalisasi suatu penelitian. Anggota populasi
yang dilakukan pengukuran disebut dengan unit elementer atau elemen dari
populasi (Ariawan, 1998). Misalnya, peneliti ingin melakukan survei prevalensi
penyakit demam berdarah pada remaja di wilayah Denpasar. Maka populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh remaja yang ada di wilayah Denpasar dan unit
elementernya adalah setiap remaja yang tinggal di wilayah Denpasar.
Ada 2 tujuan besar yang ada dalam suatu
penelitian yaitu estimasi nilai tertentu pada populasi dan pengujian hipotesis.
Estimasi nilai tertentu pada populasi contohnya adalah peneliti ingin
mengetahui cakupan imunisasi, prevalensi penyakit campak dan lain sebagainya.
Pada tujuan kelompok pertama (estimasi nilai tertentu pada populasi) peneliti
hanya ingin menggambarkan nilai-nilai (rata-rata, total, rasio) yang ada di
populasi. Sedangkan tujuan pada kelompok kedua (pengujian hipotesis), peneliti
ingin membandingkan satu kelompok populasi dengan populasi lainnya (Ariawan,
1998).
Terdapat dua istilah dalam populasi,
yaitu populasi target (target population)
dan populasi terjangkau (acessible
population). Populasi target adalah populasi tempat hasil penelitian
diharapkan akan diterapkan. Populasi target dalam penelitian klinis dibatasi
oleh karakteristik klinis dan demografis. Populasi terjangkau adalah populasi
yang dapat dijangkau peneliti yang dipilih dari populasi target. Pemilihan
populasi terjangkau biasanya tidak dilakukan dnegan sistematika tertentu,
melainkan dengan alasan praktis (Sastroasmoro & Ismael, 2014).
Salah satu contohnya adalah peneliti
ingin mengetahui sifat dan hasil pengobatan kanker payudara yang ada pada
wanita di Indonesia. Terdapat beberapa puluh ribu pasien kanker payudara yang
ada di Indonesia. Mereka inilah yang disebut dengan populasi target. Namun peneliti
tidak mungkin untuk meneliti seluruhnya karena berbagai keterbatasan sehingga
hanya memperoleh pasien di RSCM Jakarta. Pasien RSCM pun dari waktu ke waktu
sangat banyak, sehingga peneliti hanya dapat menjangkau pasien dalam kurun
waktu tertentu saja, misalnya tahun 2001-2002. Kelompok pasien yang dapat
dijangkau ini disebut dengan populasi terjangkau atau populasi sumber. Populasi
terjangkau selain dibatasi oleh karakteristik demografis dan klinis, juga
dibatasi oleh tempat dan waktu.
Sampel adalah sebagian dari populasi
yang nilai/karakteristiknya kita ukur dan yang nantinya kita pakai untuk
menduga karakteristik dari populasi (Sabri & Hastono, 2006). Contoh: kita
ingin mengetahui kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil di Kabupaten Tangerang.
Populasi kita adalah keselurhan ibu hamil di Kabupaten Tangerang . kita tidak
mungkin mengukur Hb seluruh ibu hamil tersebut. Untuk itu kita ambil saja
sebagian dari ibu hamil (sampel) yang mewakili keseluruhan (populasi) ibu hamil
di kabupaten Tangerang. Kadar Hb ibu yang menjadi sampel tersebut kita ukur,
hasilnya nanti dapat dipakai untuk menduga nilai Hb ibu hamil di Kabupaten
Tangerang.
2.1.1
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria
inklusi
Kriteria
inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian pada populasi target dan
pada populasi terjangkau.
2. Kriteria
eksklusi
Sebagian
subyek yang memengaruhi hasil penelitian harus dikeluarkan dari studi oleh
karena berbagai sebab. Keadaan yang biasanya menjadi kriteria eksklusi pada uji
klinis antara lain sebagai berikut:
a) Terdapat
keadaan atau penyakit lain yang dapat menggangu pengukuran atau interpretasi.
b) Terdapat
keadaan yang mengganggu kemampulaksanaan
c) Hambatan
etis
d) Subjek
menolak berpartisipasi.
Kesalahan elementer yang cukup sering
dilakukan adalah menyebutkan dlam kriteria eksklusi hal-hal yang memang tidak
termasuk dalam kriteria inklusi (Sastroasmoro & Ismael, 2014).
2.2
Perkiraan
Besar Sampel
Perkiraan besar sampel dapat dilakukan
dengan berbagai cara tergantung dengan tujuan penelitian dan desain yang
dipilih. Berikut uraian estimasi berdasarkan rumus yang sering digunakan pada
studi klinis, dengan tanda [] di belakang informasi yang diperlukan:
a) [ditetapkan]
berarti dipilih nilai yang dikehendaki oleh peneliti
b) [daftar
pustaka] berarti nilai diambil dari pustaka, pengalaman, atau studi
pendahuluan.
c) [clinical judgement] berarti nilai yang
secara klinis penting(Sastroasmoro & Ismael, 2014).
Terdapat beberapa istilah yang digunakan
dalam rumus-rumus penentuan besar sampel menurut Sastroasmoro & Ismael (2014),antara lain:
a) Simpang
baku
Nilai simpang baku yang diperlukan untuk
digunakan dalam formula dapat diperoleh dari penelitian terdahulu (baik dari
sendiri maupun dari pustaka), pengalaman ataupun studi pendahuluan. Nilai
simpang baku ini sangat memengaruhi besar sampel, makin besar simpang baku
(berarti variabilitas nilai numerik lebih besar), maka akan lebih banyak subjek
yang diperlukan.
b) Tingkat
kesalahan
Kesalahan terbagi menjadi 2 yaitu,
kesalahan tipe I dan kesalahan tipe II. Kesalahan tipe I (α) adalah besarnya
peluang untuk menolak H0 pada sampel, padahal dalam populasi H0
benar (positif semu). Kesalahan tipe II (β) adalah besarnya peluang untuk
tidak menemukan perbedaan yang bermakna dalam sampel, padahal dalam populasi
perbedaan itu ada, jadi β adalah besarnya peluang untuk tidak menolak H0 yang
sebenarnya harus ditolak (negatif semu).
c) Power
penelitian
Power
penelitian dianalogikan dengan nilai sensitivitas pada uji diagnosis, yaitu
kemampuan suatu penelitian untuk mendapatkan beda yang secara statistika
bermakna, bila dalam populasi tersebut ada. Artinya, power adalah kekuatan untuk menolak hipotesis pada data penelitian,
apabila dalam populasi terdapat perbedaan hasil klinis. Nilai power sebesar (1-β), bila β=20% maka
berarti power=80%. Penentuan nilai power ini berpengaruh pada penentuan
nilai deviat baku normal untuk α (Zα) dan deviat baku normal untuk β
(Zβ).
Berikut adalah tabel distribusi Z
(Sastroasmoro & Ismael, 2014):
Tingkat
kesalahan
|
Zα
1 arah atau Zβ
|
Zα 2 arah
|
0,01
|
2,326
|
2,576
|
0,02
|
2,054
|
2,326
|
0,04
|
1,751
|
2,054
|
0,05
|
1,645
|
1,960
|
0,10
|
1,282
|
1,645
|
0,15
|
1,036
|
1,440
|
0,20
|
0,842
|
1,282
|
d) Frekwensi
atau proporsi
Seperti halnya simpang baku, proporsi
atau frekwensi data nominal tidak dapat dimanipulasi oleh peneliti karena
merupakan nilai yang diperkirakan dalam penelitian. Dalam studi deskriptif,
proporsi variabel yang diteliti diperkirakan dari pustaka. Sedangkan dalam
studi perbandingan (misalnya membandingkan proporsi kesembuhan subjek pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan), proporsi kesembuhan kelompok kontrol
diperoleh dari daftar pustaka, pengalaman atau studi pendahuluan. Sedangkan
perbedaan proporsi lesembuhan ditentukan oleh judgement klinis. Makin kecil
proporsi antara kedua kelompok, makin besar sampel yang digunakan(Sastroasmoro
& Ismael, 2014).
2.2.1
Besar
Sampel untuk Data Numerik
a)
Sampel
tunggal untuk perkiraan rerata
Penetapan besar sampel untuk estimasi
mean (rerata) pada studi deskriptif atau survei memerlukan 3 informasi, yaitu:
1. Simpang
baku nilai rerata dalam populasi, s [dari pustaka]
2. Tingkat
ketepatan absolut yang diinginkan, d [ditetapkan]
3. Tingkat
kemaknaan, α [ditetapkan]
Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Contoh:
Seorang peneliti ingin mengetahui rerata
tekanan darah diastolik remaja normal di daerah A. Menurut pustaka rerata
tekanan darah diastolik 80 mmHg dan simpang baku 10 mmHg. Tingkat keperrcayaan
yang dipilih sebesar 95% dan ketepatan absolut yang dapat diterima adalah 2
nnHg. Berapakah besar sampel yang diperlukan?
Jadi, diperoleh 97 orang(Sastroasmoro
& Ismael, 2014).
b)
Perkiraan
besar sampel untuk beda rerata 2 kelompok
Penelitian
klinis perkiraan besar sampel yang paling sering digunakan pada studi untuk
menguji hipotesis dengan perbedaan dua rerata. Untuk ini perlu diperhatikan
apakah variabel numerik kedua kelompok yang diperbandingkan tersebut bersifat
independen atau berpasangan.
1) Uji
hipotesis terhadap rerata dua populasi independen
Untuk
memperkirakan besar sampel penelitian dengan 2 kelompok independen dengan uji
hipotesis terhadap beda rerata yang diperlukan, diperlukan 4 informasi penting
yaitu:
a. Simpang
baku kedua kelompok, s[dari pustaka]
b. Perbedaan
klinis yang diinginkan, x1-x2 [clinical judgement]
c. Kesalahan
tipe I, α [ditetapkan]
d. Kesalahan
tipe II, β [ditetapkan]
Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Contoh:
Peneliti ingin mengetahui beda tekanan
diastolik 2 kelompok remaja, kelompok pertama gemar berolahraga dan kelompok
lainnya tidak. Beda sebesar 5 mmHg dianggap berarti. Tekanan diastolik remaja
salah satu kelompok adalah 80 mmHg dan simpang baku kedua kelompok adalah sama
yaitu 10 mmHg. Bila dipilih α=0,05 dan power=0,80,
berapakah subjek yang diperlukan?
Jadi, diperoleh 84 orang(Sastroasmoro
& Ismael, 2014).
2) Uji
hipotesis terhadap rerata dua populasi berpasangan
Informasi yang diperlukan untuk uji
dua kelompok independen adalah sebagai berikut:
a. Simpang
baku dari rerata selisih, sd [dari pustaka]
b. Selisih
rerata kedua kelompok yang klinis penting, d [clinical judgement]
c. Kesalahan
tipe I, α [ditetapkan]
d. Kesalahan
tipe II, β [ditetapkan]
Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Contoh:
Peneliti ingin mengetahui beda tekanan
diastolik 2 kelompok remaja, kelompok peratama remaja di perkotaan, kelompok
kedua remaja di pedesaan. Subjek dipilih dengan teknik matching individual.
Beda sebesar 5 mmHg dianggap berarti. Bila dipilih 0,05 dan power=0,80 serta simpang baku selisih
rerata=10mmHg, berapa pasang subjek yang diperlukan?
Jadi, diperoleh 32 pasang sampel(Sastroasmoro
& Ismael, 2014).
2.2.2
Besar
Sampel untuk Data Nominal
a)
Sampel
tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi
Seperti halnya pada estimasi besar
sampel untuk data numerik, estimasi besar sampel untuk proporsi suatu populasi
memerlukan 3 informasi yaitu :
1) Proporsi
penyakit atau keadaan yang akan dicari, P [dari pustaka]
2) Tingkat
ketepatan absolut yang dikehendaki, d [ditetapkan]
3) Tingkat
kemaknaan, α [ditetapkan]
Untuk simple random sampling rumus yang digunakan :
Nilai Q adalah (1-P) ; jadi bila P = 0,7
maka Q = 1 – 0,7 = 0,3
Rumus ini hanya berlaku bila proporsi P
> 0,10 atau < 0,90 dan perkalian besar sampel (n) dengan proporsi : n x P
dan n x Q keduanya harus menghasilkan angka > 5.
Contoh:
Seorang peneliti ingin mengetahui
berapakah proporsi balita di daerah A yang telah mendapat vaksinasi polio.
Tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan ketepatan relatif yang
diinginkan sebesar 10%. Berapakah jumlah subyek diperlukan?
Karena P x Q mempunyai nilai paling
tinggi bila P = 0,50, bila prporsi sebelumnya tidak diketahui, maka pada subyek
yang dipilih secara simple random
sampling dipergunakan P = 0,50
Rumus besar sampel ini tampaknya paling
popular, bahkan sering disalahgunakan dengan memakainya, padahal penelitian
bukan (hanya) ingin mengetahui proporsi tunggal, melainkan juga untuk uji
hipotesis terhadap beda 2 proporsi bahkan untuk menguji hipotesis 2 rerata.
Praktik ini tidak selayaknya dilakukan. Bila suatu penelitian memiliki lebih
dari satu desain, misalnya awalnya ingin mengetahui proporsi suatu keadaan,
kemudian dilanjutkan dengan studi intervensi (uji klinis) terhadap subyek yang
ada, maka diperlukan 2 penghitungan sampel secara terpisah.
b)
Besar
sampel untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi
1) Dua
kelompok independen
Untuk uji hipotesis terhadap 2
proporsi independen diperlukan 4 informasi;
a. Proporsi
efek standar P1 [dari pustaka]
b. Proporsi
efek yang diteliti P2 [clinical
judgement]
c. Tingkat
kemaknaan, α [ditetapkan]
d. Poweratau
zβ [ditetapkan]
Rumus digunakan:
Contoh:
Peneliti melakukan uji klinis untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan efektivitas obat baru A dengan standar B terhadap penyakit X.
Proporsi kesembuhan dengan obat standar adalah 0,50 dan beda klinis yang
dianggap penting 0,10. Bila α (dua arah) = 0,05 dan power = 0,80, berapakah subyek yang diperlukan?
Catatan:
Rumus ini sangat sering digunakan pada
uji klinis. Perhatikan bahwa proporsi efek pada terapi standar (P1)
harus diketahui (dari pustaka atau sumber lain), sedangkan proporsi efek pada
terapi yang diteliti (P2) ditentukan berdasar clinical judgement, yakni beda klinis terkecil yang dianggap
penting. P2 tidak diambil dari pustaka. Bila pustaka yang dirujuk
memberi effect size (P1-P2)
sebesar 50% (0,50) dan angka itu diambil sebagai dasar menentukan P2, maka
subyek yang diperlukan sedikit. Namun bila penelitian menunjukkan beda sebesar
30%, beda secara klinis amat penting tersebut secara statistika tidak bermakna
(p>0,50) selain itu bila telah diduga effect
size demikian besar (50%), tak ada alasan untuk melakukan penelitian lagi.
2) Dua
kelompok berpasangan
Untuk proporsi 2 kelompok
berpasangan diperlukan jumlah subyek yang lebih sedikit ketimbang untuk
kelompok independen. Estimasi besar sampel untuk menguji hipotesis beda
proporsi 2 kelompok berpasangan diperlukan informasi:
a. Proporsi
subyek dengan respon diskordan, yakni jumlah subyek yang memberi respon berbeda
dibagi dengan jumlah subyek = (b+c)/n[dari pustaka, pengalaman, studi
pendahuluan].
b. Kesalahan
tipe I, [ditetapkan]
c. Poweratau
zβ [ditetapkan]
|
|
Obat
Standar
|
|
|
|
Sembuh
|
Tidak
|
Obat
baru
|
Sembuh
|
A
|
b
|
Tidak
|
C
|
d
|
d. d
= beda proporsi yang klinis penting [clinical
judgement]
Tabel 2 x 2 memperlihatkan hasil
pengobatan dua kelompok berpasangan terhadap obat standar dan obat baru. Sel a
berisi jumlah pasangan subyek yang sembuh dengan kedua jenis obat, sel b sembuh
dengan obat baru namun pasangannya tidak sembuh dengan obat standar, sel c
berisi subyek yang tidak sembuh dengan obat baru namun pasangannya sembuh
dengan obat standar, sel d berisi pasangan yang tidak sembuh dengan obat baru
maupun standar. Proporsi subyek yang memberi respons diskordan = (b+c)/d.
Rumus yang digunakan:
Atau rumus alternatif:
Contoh
Dengan teknik matching individual peneliti beda efektivitas regimen A dan B untuk
pengobatan obesitas. Proporsi kesembuhan regimen A adalah 60% dan beda klinis
yang dianggap penting 20%. Proporsi pasangan yang diskordan adalah 20%. Dengan
kesalahan tipe I 5% dan tipe II 20% berapa pasangan subyek diperlukan
Dengan rumus alternatif :
2.3
Desain
Sampel
Desain sampel, atau yang sering juga
disebut sebagai teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel (Sugiyono,
2012), dimana jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber
data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar
diperoleh sampel yang representatif (Sastroasmoro& Ismael, 2014).
Ada beberapa langkah yang harus diperhatikan peneliti dalam
menentukan sampel (Fowler, 2002), yaitu: menentukan populasi, mencari data akurat
unit populasi, memilih sampel yang representatif, dan menentukan jumlah sampel
yang memadai.
Strategi utamauntuk memilih subset
subjek yang akan dipelajari yaitu melalui: nonprobability
sampling dan probability sampling
(Thompson,2002). Peneliti kualitatif biasanya mengambil pendekatan
non-probabilitas karena mereka tidak tertarik secara statistik membuat
generalisasi tentang populasi.
Sampel probabilitas memiliki
karakteristik bahwa setiap elemen pada populasi memiliki kemungkinan untuk
disertakan dalam sampel. Probabilitas juga diartikan sebagai peluang. Misalnya
peluang dari keluarnya angka 1 dari sebuah dadu adalah 1/6 (Levy & Lemeshow, 1999; Hastono & Sabri, 2010).
Sedangkan sampel nonprobabilitas teknik sampling yang berdasarkan rencana dan
tidak memiliki kriteria seperti sampel probabilitas. Kemungkinan setiap elemen
dalam populasi terpilih dalam sampel probabilitas sehingga perkiraan parameter
populasi seperti mean populasi, total dan proporsi tidak mengalami bias.
Sedangkan, sampel nonprobabilitas tidak memiliki hal ini sehingga peneliti tidak
memiliki metode yang tegas untuk mengevaluasi reliabilitas atau keabsahan
taksiran yang dihasilkan.
Secara skematis, Sugiyono (2012) merumuskan cara untuk menentukan
sampel:
Lebih lanjut, Singh (2006) menggambarkan
melalui bagan berikut untuk penentuan desain sampel :
a.
Sampel
Probabilitas
Ada 2 aturan dalam sampel probabilitas
menurut Singh (2006) yaitu:
1) Law of
Statistical Regularity: aturan
ini melibatkan prinsip probabilitas yaitu sampel kecil kemungkinan menunjukkan
representasi yang baik pada populasi apabila sampel dipilih secara acak.
Kesimpulan yang diambil dari sampel dapat digeneralisasi untuk populasi. Sampel
statistik adalah perkiraan dari parameter populasi dan uji parametrik
signifikansi dapat digunakan untuk tujuan ini
2) Law of
Inertia of the Large Sample: aturan ini adalah akibat dari aturan yang pertama yaitu sampel dengan jumlah
besar lebih stabil dan memiliki representasi lebih baik dibandingkan dengan
sampel dengan jumlah kecil. Sample error
berbanding terbalik dengan ukuran sampel.
Berikut ini adalah karakteristik utama
dari sampel probabilitas yaitu:
1) Sampel
dapat menggambarkan populasi dengan baik
2) Setiap
individu dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih dalam
sampel
3) Sampel
probabilitas dapat merepresentasikan populasi
4) Pengamatan
data pada sampel probabilitas digunakan untuk tujuan inferensial
5) Sampel
probabilitas bukan dari distribusi untuk variabel apapun
6) Statistik
inferensial atau parametrik digunakan untuk sampel probabilitas
7) Sampel
probabilitas bersifat komprehensif dan merepresentasikan karakteristik
Ada 6 tipe atau teknik pengambilan
sampel probabilitas yang paling penting menurut Singh (2006), yaitusimple random sampling, systematic sampling, stratified sampling, multiple or double sampling, multi-stage sampling dan cluster sampling.
1)
Simple random sampling
Pada simple random sampling yang dihitung terlebih dahulu adalah jumlah subjek dalam
populasi terjangkau yang akan dipilih sunjeknya sebagai sampel penelitian.
Setiap subjek diberi nomor dan dipilih sebagian dari mereka dengan bantuan
tabel angka random. Contohnya adalah sebagai berikut:
Misalnya kita akan pilih 20 dari 200
subjek pada populasi terjangkay dengan cara simple random sampling. Ke-200 subjek kita beri nomor urut, dari 1 sampai dengan
200. Karena ada 200 subjek maka diambil angka yang terdiri atas 2 digit. Pada
contoh misalnya dimulai pada kolom pertama, baris kedua yaitu angka yang keluar
adalah 074. Oleh karena angka yang tertinggi yang akan diambil adalah 200, maka
setiap angkayang lebih dari 200 diabaikan. Pembacaan dilakukan misalnya dari
kiri ke kanan. Bila ada angka yang sama, maka angka yang mucul kemudian
diabaikan. Demikian seterusnya hingga didapat 20 sampel. Agar objektif,
pemilihan angka awal dilakukan secara acak dengan cara misalnya menjatuhkan
pensil dengan mata terpejam. Angka yang paling dekat jatuhnya dengan pensil
digunakan sebagai angka awal. Pembacaan tidak harus dari kiri ke kanan, namun
harus konsisten(Sastroasmoro & Ismael, 2014).
Pemilihan subjek secara acak saat ini
sudah dipermudah dengan program komputer. Komputer meminta input berupa jumlah
subjek penelitian yang tersedia, berapa banyak yang akan dipilih sebagai
sampel, serta nomor urut responden dari yang terkecil sampai yang terbesar
untuk dipilih. Dengan perintah khusus, komputer akan menunjukkna sejumlah nomor
yang terpilih sebagai sampel penelitian(Sastroasmoro & Ismael, 2014).
Teknik ini memungkinkan setiap elemen
populasi secara seimbang dan independen dapat terpilih menjadi sampel, sampel
dipilih secara acak sehingga disebut teknik simple
random sampling. Simple random sampling
dilakukan dengan sejumlah teknik berikut:
a) Melemparkan
koin
b) Melemparkan
dadu
c) Metode
undian
d) Menggunakan
tabel acak ‘Tippett’s Table’
Keuntungan menggunakan teknik sampling ini adalah:
a) Bebas
dari subjektivitas dan personal error.
b) Teknik
ini menyediakan data sesuai dengan tujuan peneliti.
c) Pengamatan
sampel dapat digunakan untuk tujuan inferensial.
Kelemahan penggunaan teknik ini adalah:
a) Metode
ini tidak menggunakan pengetahuan tentang populasi.
b) Ketepatan
kesimpulan yang dapat disimpulkan bergantung pada ukuran sampel(Singh, 2006).
2)
Systematic Sampling
Pengambilan sampel dengan teknik ini
adalah perbaikan dari simple random sampling.
Metode ini membutuhkan informasi yang lengkap terkait dengan populasi. Harus
ada daftar informasi semua individu dari populasi dengan cara yang sistematis.
Caranya adalah membagi jumlah
atau anggota populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan. Contoh:
jumlah sampel 200, sampel yang diinginkan 50, maka intervalnya adalah 200: 50 =
4. maka anggota populasi yang terkena
sampel adalah setiap elemen yang memiliki nomor kelipatan 4 yaitu, 4, 8, 12,
…..sampai mencapai 50 anggota sampel.
Keuntungan menggunakan teknik sampling ini adalah:
a)
Ini adalah metode yang sederhana
untuk memilih sampel
b)
Dapat mengurangi biaya di lapangan
c)
Statistik inferensial dapat
digunakan
d) Sampel
komprehensif dan mewakili populasi
e) Pengamatan
sampel dapat digunakan untuk menarik kesimpulan dan generalisasi.
Kelemahan menggunakan teknik sampling ini adalah:
a) Hal
ini tidak bebas dari kesalahan, karena ada subjektivitas dalam menentukan
daftar sistematis oleh individu yang berbeda. Pengetahuan tentang populasi
sangat penting.
b) Metode
ini tidak dapat menjamin keterwakilan.
3)
Stratified
Sampling
Penelitian tidak jarang menemukan
keadaan tertentu yang mengharuskan peneliti untuk melakukan strata tertentu.
Hal ini harus dilakukan karena apabila sampling
dilakukan terhadap semua subjek sebagai satu kesatuan, akan diperoleh sampel
dengan variasi yang besar sehingga simpulan hasil penelitian bisa jadi
mengalami bias. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan teknik sampling dengan melakukan stratifikasi
dan pemilihan subjek berdasarkan strata. Pada cara ini, sampel dipilih secara
acak untuk setiap strata, kemudian hasilnya akan digabungkan menjadi satu
sampel yang terbebas dari variasi untuk setiap strata. Variabel yang sering
digunakan dalam stratifikasi misalnya jenis kelamin, umur, ras, status sosial
ekonomi dan lain sebagainya (Sastroasmoro & Ismael, 2014).
Teknik ini adalah perbaikan dari teknik
sebelumnya. Saat menggunakan teknik ini, peneliti membagi populasinya di strata
berdasarkan beberapa karakteristik dan dari masing-masing homogen ini lebih
kecil kelompok (strata) menarik secara acak sejumlah unit yang telah
ditentukan. Peneliti harus memilih karakteristik atau kriteria yang lebih
relevan dalam penelitiannya. Stratified sampling terdiri dari 3 jenis, yaitu: sampling stratifikasi tidak
proporsional, sampling stratifikasi
proporsional dan sampling
stratifikasi alokasi optimum(Singh, 2006).
a) Pengambilan
sampel yang tidak proporsional berarti ukuran sampel di setiap unit tidak
proporsional tetapi tergantung pada pertimbangan yang melibatkan penilaian
pribadi dan convinience. Metode
pengambilan sampel ini lebih efektif untuk membandingkan strata yang ada dengan
kemungkinan kesalahan yang berbeda. Ini kurang efisien digunakan untuk
menentukan karakteristik populasi.
b) Sampling
proporsional mengacu pada pemilihan dari masing-masing unit sampel sampel yaitu
sebanding dengan ukuran unit. Keuntungan dari prosedur ini adalah representasi
dari variabel yang digunakan sebagai dasar klasifikasi kategori dalam membuat
perbandingan antar strata. Kelemahan dari teknik ini adalah kurangnya informasi
tentang proporsi populasi di setiap kategori dan klasifikasi yang salah.
c) Sampling stratifikasi alokasi optimum
bersifat representatif sekaligus komprehensif dibanding yang lainnya. Ini
mengacu pada pemilihan unit dari setiap lapisan harus proporsional sesuai
dengan populasi. Jadi, sampel yang diperoleh optimal dalam suatu strata.
Kelebihan dari stratified sampling adalah:
a) Teknik
ini adalah teknik yang paling baik diantara teknik sebelumnya, yaitu simple random sampling dan systematic sampling.
b) Teknik
ini bersifat objektif
Kelemahan dari teknik ini adalah:
a) Ancaman
mendasar dari teknik ini adalah sulit bagi peneliti untuk menentukan kriteria
yang relevan untuk stratifikasi
b) Sampel
terpilih mungkin mewakili dengan mengacu pada kriteria yang digunakan tetapi
tidak untuk lain.
c) Metode
yang mahal dan memakan waktu
Contoh dalam penerapat stratifiedsampling adalah sebagai berikut:
Peneliti ingin mengetahui insiden
miokarditis difterika pada pasien yang berusia 0 sampai 10 tahun. Dari
penelitian terdahulu diketahui pada anak di bawah 5 tahun kenaikan SGOT lebih
nyata (330u) dibandingkan dengan anak di atas 5 tahun (rata-rata 100u). Bila
diambil 100 anak dari 0-10 tahun akan dipilih sampel sebanyak 20 subjek, maka
variabilitas hasilnya sangat besar. Lebih baik bila dilakukan sampling secara terpisah, misalnya 10
orang untuk anak di atas 5 tahun dan 10 anak di bawah 5 tahun. Dengan demikian,
20 subjek yang diperoleh tidak menunjukkan varians antar strata dan nilai ini
lebih baik daripada yang tidak menggunakan stratifikasi (Sastroasmoro&
Ismael, 2014).
4)
Multiple atau double sampling
Umumnya ini bukan
metode baru tapi hanya aplikasi baru dari sampling yang kita bahas di atas. Ini
paling sering digunakan untuk menetapkan reliabilitas sampel. Saat menggunakan
kuesioner yang dikirimkan, sampling ganda kadang-kadang digunakan untuk mendapatkan
sampel yang lebih representatif. Ini sudah selesai karena beberapa subjek yang
dipilih secara acak yang dikirim kuesioner mungkin tidak mengembalikannya.
Jelas, data yang hilang akan bias hasil penelitian, jika orang yang gagal
menjawab pertanyaan berbeda pada beberapa orangcara mendasar dari yang lain
sehubungan dengan fenomena yang diteliti.
Untuk menghilangkan
bias ini, sampel kedua dapat diambil secara acak dari non-responden dan
orang-orang yang diwawancarai dapatkan informasi yang diinginkan. dengan
demikian teknik ini juga dikenal sebagai repeat
atau multiple sampling. Teknik
sampling ganda ini memungkinkan seseorang untuk memeriksa keandalan informasi
yang diperoleh sampel pertama. Jadi, double
sampling, dimana satu sampel dianalisis, dan informasi yang didapat adalah
Digunakan untuk menarik sampel berikutnya untuk memeriksa masalah lebih lanjut (Singh, 2006).
Keuntungan
(Singh, 2006)
a) Prosedur sampling ini mengarah pada kesimpulan ketepatan menentukan secara gratis berdasarkan jumlah pengamatan
b) Teknik sampling ini mengurangi kesalahan.
c) Metode ini mempertahankan prosedur temuan untuk mengevaluasi reliabilitas sampel.
Kekurangan (Singh, 2006)
a) Teknik sampling ini tidak dapat digunakan untuk sampel yang besar. Hal ini berlaku hanya untuk kecil
b) Teknik ini memakan waktu, mahal, dan membutuhkan lebih banyak persaingan.
c) Perencanaan dan administrasinya lebih rumit.
Contoh:
Wanita Usia Subur (WUS) dengan usia
20-30 tahun dan di bagi menjadi populasi yang lebih khusus dengan tingkatan dan
sub populasi yang lebih berbeda. Populasi ( N ) & Bagian dari populasi ( n
) N > n. Sampel yang sudah ada kemudian di bagi berdasarkan usia dan
tingkatan pendidikan yang berbeda sehingga akan muncul populasi dan data yang
berbeda, dan data tersebut akan membagi-bagi sampel menurut usia dan tingkatan
pendidikan dari sampel dan akan menghasilkan populasi yang berbeda dan lebih
tertata.
5)
Multi stage sampling
Sampel
ini lebih komprehensif dan representatif dari populasi. Dalam jenis sampling
ini unit sampel utama adalah kelompok inklusif dan unit sekunder adalah
subkelompok dalam hal ini unit yang akan dipilih yang termasuk dalam satu dan
hanya satu kelompok. Tahapan populasi biasanya tersedia dalam kelompok atau
populasi, kapan stratifikasi dilakukan oleh peneliti. Individu adalah dipilih
dari berbagai tahap untuk membentukMulti-Stage Sampling (Singh,
2006).
Keuntungan
(Singh, 2006)
a) Ini adalah representasi yang baik dari populasi.
b) Multi stage sampling adalah perbaikan dari metode sebelumnya.
c) Ini adalah prosedur sampling yang obyektif.
d) Pengamatan dari sampel multi tahap dapat digunakan untuk tujuan inferensial.
Kekurangan (Singh, 2006)
a) Ini adalah metode sampling yang sulit dan kompleks.
b) Ini melibatkan kesalahan saat kita mempertimbangkan tahap primer dan sekunder.
c) Sekali lagi merupakan fenomena subjektif.
Contoh :
Penelitian tentang pola pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh penduduk kota X. Kota tersebut merupakan populasi studi dengan RT sebagai unit sampel dan kelurahan sebagai Primary Sampling Unit (PSU). Dari jumlah PSU tersebut diambil sampel dengan cara acak sederhana kemudian sampel kelurahan dibagi menjadi RW dan diambil sampelnya, kemudian sampel RW diambil sampel RT dan semua penduduk dewasa dalam RT tersebut merupakan sasaran penelitian (Budiarto, 2002).
6)
Cluster sampling
Cluster Sampling adalah pemilihan sampel secara acak pada
kelompok individu dalam populasi yang terjadi secara alami, misal wilayah
(kodya, kecamatan, kelurahan, dst). Cara ini sangat efisien bila populasi
tersebar luas sehingga tidak mungkin mebuat daftar seluruh populasi tersebut.
Pada kondisi ini maka pemilihan dengan simple
random sampling sangat sulit atau
bahkan tidak mungkin dilakukan. (Sastroasmoro& Ismael, 2015)
Untuk
memilih grup utuh secara keseluruhan dikenal sebagai cluster sampling. Dalamcluster
sampling sampel unit berisi kelompok elemen (cluster), bukan anggota
individu atau item dalam populasi. mencantumkan semua anak sekolah dasar di
kota tertentu dan memilih 15 persen secara acak Siswa-siswa ini untuk sampel,
seorang peneliti mendaftarkan semua sekolah dasar di kota, memilih diacak 15
persen dari kelompok unit ini, dan menggunakan semua anak di sekolah terpilih
sebagai sampel (Singh, 2006).
Keuntungan (Singh, 2006).
a) Ini mungkin merupakan representasi yang baik dari populasi.
b) Ini adalah metode yang mudah.
c) Ini adalah metode ekonomis.
d) Hal ini praktis dan sangat berlaku dalam pendidikan.
e) Pengamatan dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda.
Kekurangan (Singh, 2006).
a) Cluster sampling tidak bebas dari kesalahan.
b) Ini tidak komprehensif.
Contoh
Ingin mengetahui karakteristik bayi dengan
atresia bilier di rumah sakit pendidikan di Indonesia. Bila diinginkan hanya
sebagian dari kasus yang terdaftar di rumah sakit tersebut, dilakukan cluster sampling, yaitu dengan melakukan random sampling pada tiap rumah sakit, kemudan baru dalam analisis
akhir data dari rumah sakit dijumlahkan. (Sastroasmoro& Ismael, 2015)
Pada
survei komunitas sering dilakukan two
stage cluster sampling, seperti contoh berikut :
Kita
ingin meneliti kejadian karies dentis pada anak sekolah di Jakarta. Diperlukan
6000 subjek yang diharapkan dapat mewakili anak sekolah di Jakarta. Dari daftar
sekolah di Kanwil Depdiknas DKI, diambil secara random 100 sekolah dasar. Pada
ke – 100 sekolah dasar tersebut, dari tiap sekolah dipilih 60 siswa dengan cara
random sampling. Keuntungan lain cara
ini adalah bahwa pada satu cluster biasanya
subyeknya lebih kurang homogen. Misalnya, daerah tertentu cenderung untuk
dihuni penduduk dengan tingkat sosial ekonomi yang tidak terlalu berbeda
mencolok, meskipun biasanya tentu saja tidak benar-benar homogen. (Sastroasmoro&
Ismael, 2015)
b.
Sampel
Non Probabilitas
Non probability sampling atau sampel non
probabilitas adalah teknik yang tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Non
probability sampling merupakan cara pemilihan sampel yang lebih praktis dan
mudah dilakukan dari pada probability sampling. Namun perlu diingat, kesahihan
sampel Non probability sampling terletak pada berapa benar karakteristik sampel
yang dipilih dengan cara yang lain akan menyerupai karakteristik sampel bila
pemilihan dilakukan dengan cara probability sampling (Sastroasmoro & Ismael, 2014).
Non probability sample adalah proses pemilihan individu sebagai
sampel dengan tujuan tertentu di mana di dalamnya para responden/individu
dipilih berdasarkan kemudahan (convenience)
dan ketersediaannya, dengan tidak menghiraukan prinsip-prinsip probability, pemilihan sampel tidak
secara random dan hasil yang diharapkan hanya merupakan gambaran kasar tentang
suatu keadaan (Creswell, 2012). Cara ini dipergunakan : bila biaya sangat sedikit,
hasilnya diminta segera, dan tidak memerlukan ketepatan yang tinggi, karena
hanya sekedar gambaran umum saja.
Jenis teknik sampling ini antara lain (Zainuddin, 2011 ; Sastroasmoro, 2014 ; Creswell, 2012):
1)
Sampling Sistematis / Consecutive sampling
Sampling sistematis adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut. Semua subyek yang
datang berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian
sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.
2)
Sampling Kuota
Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi
yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan. Teknik
ini jumlah populasi tidak diperhitungkan akan tetapi diklasifikasikan dalam
beberapa kelompok. Sampel diambil dengan memberikan jatah atau quorum tertentu
terhadap kelompok. Pengumpulan data dilakukan langsung pada unit sampling.
Setelah jatah terpenuhi, maka pengumpulan data dihentikan.
Teknik ini biasanya digunakan dan didesain untuk penelitian yang
menginginkan sedikit sampel dimana setiap kasus dipelajari secara mendalam. Dan
bahayanya, jika sampel terlalu sedikit, maka tidak akan dapat mewakili
populasi.
3)
Sampling Aksidental
Sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu
sesuai sebagai sumber data.
Dalam teknik sampling aksidental, pengambilan sampel tidak
ditetapkan lebih dahulu. Peneliti langsung saja mengumpulkan data dari unit
sampling yang ditemui.
4)
Sampling Jenuh
Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah
populasinya relatif kecil, kurang dari 30 orang. Sampel jenuh disebut juga
dengan istilah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.
5)
Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik penentuan
sampel yang awal mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih
teman-temannya untuk dijadikan sampel. Dan begitu seterusnya, sehingga jumlah
sampel makin lama makin banyak. Ibaratkan sebuah bola salju yang menggelinding,
makin lama semakin besar. Pada penelitian kualitatif banyak menggunakan sampel purposive dan snowball.
6)
Convenience sampling
Melibatkan penggambaran sampel yang baik dan mudah diakses serta
bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian, baik yang dipilih (captive) maupun
relawan (volunteer). Cara ini merupakan cara termudah untuk
menarik sampel, namun juga sekaligus merupakan cara yang paling lemah. Pada
cara ini sampel diambil tanpa sistematika tertentu, sehingga jarang dapat
dianggap mewakili populasi terjangkau, apalagi populasi target penelitian.
7)
Purposive Sampling
Sampling purposive
adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pemilihan
sekelompok subjek dalam purposive sampling, didasarkan atas
ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan
ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Maka dengan kata lain, unit
sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang
diterapkan berdasarkan tujuan penelitian atau permasalahan penelitian.
Pengertian Purposive Sampling Berdasarkan Ahli
a) Menurut Arikunto (2006)
adalah: teknik mengambil sampel dengan tidak berdasarkan random, daerah atau
strata, melainkan berdasarkan atas adanya pertimbangan yang berfokus pada
tujuan tertentu.
b) Menurut Notoatmodjo (2010) adalah: pengambilan
sampel yang berdasarkan atas suatu pertimbangan tertentu seperti sifat-sifat
populasi ataupun ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya.
c) Menurut Sugiyono (2012) adalah: teknik untuk
menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu yang
bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif.
Langkah dalam menerapkan
teknik ini adalah sebagai berikut:
a) Tentukan apakah tujuan penelitian mewajibkan adanya kriteria
tertentu pada sampel agar tidak terjadi bias
b) Tentukan kriteria-kriteria.
c) Tentukan populasi berdasarkan studi pendahuluan yang teliti.
d) Tentukan jumlah minimal sampel yang akan dijadikan subjek
penelitian serta memenuhi kriteria.
Syarat digunakannya teknik
ini antara lain:
a) Kriteria atau batasan ditetapkan dengan teliti.
b) Sampel yang diambil sebagai subjek penelitian adalah sampel yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Kelebihan:
1. Sampel terpilih adalah sampel yang sesuai dengan tujuan
penelitian.
2. Teknik ini merupakan cara yang mudah untuk dilaksanakan.
3. Sampel terpilih biasanya adalah individu atau personal yang mudah
ditemui atau didekati oleh peneliti.
Kekurangan:
1. Tidak ada jaminan bahwa jumlah sampel yang digunakan representatif
dalam segi jumlah.
2. Tidak sebaik sample random sampling.
3. Bukan termasuk metode random sampling.
4. Tidak dapat digunakan sebagai generalisasi untuk mengambil
kesimpulan statistik.
BAB
3
PEMBAHASAN
Berikut dilakukan pembahasan mengenai
populasi dan sampel berdasarkan beberapa jurnal:
3.1
Factors affecting professional
autonomy of japanese nurses caring for culturally and linguistically patients
in a hospital setting in japan.
Jurnal transkultural nursing yang
dilakukan oleh Kuwono, Fukuda, dan Murashima (2016) jepang yang bertujuan untuk menganalisa
otonomi profesional dari caring perawat jepang terhadap pasien yang bukan
jepang dan mengidentifikasi faktor-faktor apa yang mempengaruhi faktor caring tersebut. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan metode cross
sectional. Responden dalam
penelitian ini sekitar 238 perawat klinik yang bekerja pada 27 rumah sakit di
jepang. Instrumen yang digunakan untuk mengukur sensitifitas interkultural pada
perawat adalah dengan the intercultural
sensitifity scale oleh Chen dan Starosa, sedangkan untuk mengukur otonomi
profesional perawat dengan menggunakan intrumen scale for professional autonomy milik Kikuchi dan Harada.
Penelitian ini menggunakan kriteria
inklusi dan pengambilan sampel pada rumah sakit yang dijadikan sampel penelitian
yaitu:
1. Rumah
sakit di jepang yang memiliki lebih dari 200 tempat tidur.
2. Pencarian
di internet dengan menggunakan kata kunci “internatonal
hospital” and/or “hospital for
foreign patient” and/or “foreign
patient”. Dengan pertimbangan bahwa kata atau istilah foreign di jepang secara etik dan cultural dapat menggambarkan status statistik rumah sakit tersebut.
3. Terpilih
138 rumah sakit kemudian diberikan surat penjelasan mengenai tujuan penelitian
dan undangan kepada partisipan dikirim dengan fax atau kantor pos.
4. Terpilih
27 rumah sakit dari 138 rumah sakit untuk dijadikan sampel penelitian setelah
menerima proposal dan rumah sakit bersedia memberikan dokumentasi yang
menunjukkan bahwa rumah sakit terebut melayani pasien yang bukan Jepang.
Peneliti
tidak menyebutkan formula apa yang digunakan untuk menghitung jumlah sampel
penelitian. Namun, kelompok mencoba menganalisa bahwa kemungkinan peneliti
menggunakan metode pengambilan sampel dengan metode proporsional random sampling. Peneliti mengambil beberapa perawat
dari tiap rumah sakit untuk dijadikan sampel penelitian sesuai jumlah yang
telah dibutuhkan dengan terlebih dahulu membuat rekod.
3.2
Work-related stress and associated
factors among nurses working in public hospitals of addis ababa, ethiopia: A
cross-sectional study.
Penelitian yang dilakukan oleh Salilih
dan Abajobir (2014) dengan sampel penelitian 343 perawat yang bekerja di rumah
sakit umum di Addis Ababa. Data dikumpulkan dengan pretes dan pertanyaan yang
sudah dimodifikasi pada perawat dengan menggunakan skala stress perawat.
Dijelaskan bahwa sampel dan prosedur sampling pada penelitian ini menggunakan
formula proporsi populasi tunggal dengan teknik sistem proporsional random
sampling dari rumah sakit umum Addis Ababa untuk dijadikan sebagai responden
penelitian. Terlihat pada gambar berikut distribusi responden penelitian:
Formula
populasi tunggal dengan tingkat kepercayaan 90% dan tingkat kemaknaan 1%, sedangkan
untuk Pa-Po = 0,10 dan proporsi uji (Po)= 0,60. Maka didapatkan jumlah sampel
sebesar 343. Setelah menghitung jumlah sampel, kemudian ditentukan teknik
pengambilan sampel penelitian. Derajat kepercayaan yang sering digunakan dalam
penelitian adalah 90%, 95% dan 99% (Ariawan, 1998).
Formula
proporsi populasi tunggal (Lemeshow, et al (1997)
Tabel besar sampel untuk uji proporsi
satu sampel (Lemeshow, et al (1997):
Beberapa cara pengambilan sampel pada
penelitian potong lintang (Dahlan, 2009):
1.
Simple
random sampling
Cara ini adalah satu metode pengambilan
sampel dengan probability sampling dengan mengetahui sampling frame terlebih
dahulu kemudian dilakukan random secara sederhana pada seluruh sampling frame
sesuai kebutuhan jumlah sampel penelitian.
2.
Cluster
sampling
Metode cluster sampling adalah
pengambilan sampel dari tiap cluster untuk mewakili dan dijadikan sebagai
sampel penelitian. Misalnya warga dalam satu desa yang terdiri dari beberapa
RT, sehingga dari tiap RT diambil beberapa mewakili untuk dijadika sampel.
3.
Proporstional
random sampling
Metode ini dilakukan dengan membagi
sampel frame menjadi beberapa bagian kemudian ditentukan banyak sabjek yang
akan diambil dari tiap kelompok.
4.
Consecutive
sampling
Metode ini adalah metode nonprobability
sampling dapat dilakukan apabila tidak bisa mengetahui sampling frame nya
terlebih dahulu. Peneliti mengambil semua subjek yang dimemenuhi kriteria
penelitian untuk dijadikan sampel sampai jumlah objek minimal terpenuhi.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih
teknik proporsional random sampling
sebagai metode pengambilan sampel. Teknik proporsional
random sampling adalah cara pengambilan sampel dengan probability
sampling pada penelitian potong lintang. Penelitian telah mendapatkan atau
mengetahui sampling frame sesuai
dengan tabel distribusi sampel diatas maka setelah mendapatkan sample frame
peneliti mengambil 20% dari total perawat dari 10 rumah sakit umum di Addis
Ababa. Kemudian dari tiap rumah sakit di ambil 20% dari total perawat. Setelah
itu dilakukan rekod sehingga dipilih secara random sebesar jumlah perawat yang
telah ditentukan.
Neuman (2007) juga
menambahkan teknik sampling non probabilitas berupa:
1.
Haphazard : Mendapatkan setiap
kasus dengan cara yang telah disepakati.
2.
Case Deviant : Mendapatkan kasus
yang secara substansial berbeda dari pola yang dominan (khusus jenis sampel purposive).
3.
Sequential : Mendapatkan kasus
hingga tidak ada tambahan formasi atau karakteristik baru (sering digunakan
dengan metode pengambilan sampel lainnya).
BAB
4
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas ,
dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini :
a. Populasi
adalah kumpulan individu yang akan digunakan untuk melakukan generalisasi suatu
penelitian (Ariawan, 1998). Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang
nilai/karakteristiknya kita ukur dan yang nantinya kita pakai untuk menduga
karakteristik dari populasi (Sabri & Hastono, 2006).
b. Perkiraan
besar sampel dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dengan tujuan
penelitian dan desain yang dipilih. Menurut Sastroasmoro & Ismael (2014)
estimasi berdasarkan rumus yang sering digunakan pada studi klinis adalah
berdasarkan:[ditetapkan] berarti dipilih nilai yang dikehendaki oleh peneliti, [daftar
pustaka] berarti nilai diambil dari pustaka, pengalaman, atau studi
pendahuluan. Serta berdasarkan [clinical
judgement] berarti nilai yang secara klinis penting.
c. Desain
sampel, atau yang sering juga disebut sebagai teknik sampling adalah merupakan teknik
pengambilan sampel (Sugiyono, 2012), dimana jumlahnya sesuai dengan ukuran
sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan
sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif (Sastroasmoro& Ismael, 2014).
d. Beberapa langkah yang
harus diperhatikan peneliti dalam menentukan sampel (Fowler, 2002), yaitu:
menentukan populasi, mencari data akurat unit populasi, memilih sampel yang
representatif, dan menentukan jumlah sampel yang memadai.
4.2
Saran
Dalam melakukan suatu penelitian,
seseorang perlu mengetahui populasi yang akan dijadikan sebagai subyek
penelitian sehingga mampu memperkirakan besarnya subyek (sampel penelitian yang
akan dijadikan sebagai responden penelitian). Tentu untuk menentukan besar
sampel penelitian juga memerlukan pengetahuan desain/teknik sampling yang tepat
agar pertanyaan penelitian didapatkan dan sampel yang diambil cukup
menggambarkan fenomena yang akan diteliti.
Sebaiknya calon peneliti terlebih dahulu
mengetahui prinsip-prinsip dalam penentuan sampel, dan desainnya agar
penelitian tersebut efisien,efektif, dan ekonomis namun mampu menggambarkan
fenomena yang diteliti dengan baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Ariawan, I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian
kesehatan. Depok: Universitas Indonesia
Budiarto. (2002). Metodologi
penelitian kedokteran : Sebuah pengantar. EGC. Jakarta
Creswell, J. W. (2012). Reseach design pendekatan
kualitatif, kuantitatif, dan mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Dahlah, M.S. (2009). Besar sampel dan cara pengambilan sampel:
dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Fowler, E. J. (2002). Survey Research Methods (3rd ed). Thousand
Oaks, CA: Sage
Hastono, S.P & dan
Sabri, L. (2010). Statistik kesehatan.
Jakarta: Rajawali Pers.
Lemeshow, et al.
(1997). Besar Sampel Dalam Penelitian
Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Levy, P. ., & Lemeshow, S. (1999). Sampling of
population methods and application (3rd ed). New York: A Wiley-Interscience
Publication.
Morse, J.K. (2000).Determining sample size. Qualitative
Health Research 10(1), 3–5.
Neuman, W. L. (2007). Basic of social research:
Qualitative and quantitative qpproaches, 2nd ed. Pearson
Education, Inc.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta
: Rineka Cipta
Polit, D. F. &
Beck, C. T. (2003). Nursing research:
principles and methods (7th ed.). Lippincott: Williams and Wilkins.
Polit, D.F. &
Sherman, R.E. (1990).Statistical Power
Analysis in Nursing Research: Nursing
Research 39(6), 365–369.
Sastroasmoro, S &
Ismael, S. (2014). Dasar-dasar metodologi
penelitian klinis Edisi 5. Yogyakarta:Sagung Seto.
Singh,
Y. K. (2006). Fundamental of Research Methodology and Statistic. New
Delhi: New Age International (P) Limited Publisher.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Thompson, S.K. (2002) Sampling,
2nd ed. New York: John Wiley & Sons.
Zainuddin, M. (2011). Metodologi Penelitian Kefarmasian
dan Kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar