PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Instrumen penelitian merupakan
bagian integral yang termasuk ke dalam komponen metodologi penelitian.
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan,
memeriksa, menyelidiki suatu masalah yang sedang diteliti. Sehingga, instrumen
yang benar sangat diperlukan dalam mengumpulkan data dari masing-masing
variabel penelitian.
Banyak variabel penelitian yang
dikembangkan dalam instrumen penelitian. Dua variabel yang sangat sering
diteliti adalah variabel persepsi dan pengetahuan. Persepsi adalah proses identifikasi dan interprestasi awal
individu terhadap stimulus yang didasarkan pada informasi yang diterima oleh
panca indera seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan, sentuhan, dan
penghiduan (Stuart & Suddeen, 1998). Sedangkan, pengetahuan
adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang tersebut melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu (Notoadmodjo, 2003). Salah satu penelitian
yang mengembangkan kedua variabel ini adalah Sugiyatmi, Budiani,
dan Utomo (2008) dalam penelitian
yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Persepsi Perawat dalam Merawat Pasien
HIV AIDS di Rumah Sakit Internasional Bintaro”.
Banyak peneliti ataupun
pembaca yang keliru terkait dengan mana yang tergolong variabel persepsi dan
mana yang merupakan variabel pengetahuan. Kekeliruan tersebut akan berdampak
pada salahnya perumusan definisi operasional hingga kesalahan menyusun
pertanyaan dan pernyataan terkait 2 variabel ini. Maka dari itu, penulis
berusaha untuk menganalisa perbedaan dan cara penyusunan instrumen variabel
persepsi dan pengetahuan dalam penelitian.
1.2
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk:
1.2.1 Mengidentifikasi
pengertian variabel persepsi dan pengetahuan.
1.2.2 Mengidentifikasi cara menyusun instrumen penelitian pada variabel
persepsi dan pengetahuan.
1.2.3 Menganalisis perbedaan dalam cara penyusunan instrumen variabel persepsi dan
pengetahuan.
1.3
Manfaat
Adapun penulisan makalah ini
diharapkan dapat memberikan manfaat:
1.3.1
Profesi
keperawatan
Sebagai sumber studi kepustakaan
tentang cara penyusunan instrumen penelitian pada variabel persepsi dan
pengetahuan sehingga dapat menambah pemahaman dan mendukung penelitian
keperawatan.
1.3.2
Institusi
pendidikan keperawatan
Sebagai sumber kepustakaan tentang
cara penyusunan instrumen penelitian pada variabel persepsi dan pengetahuan
sehingga dapat menambah pemahaman mahasiswa dan mengaplikasikan dalam
penelitian keperawatan.
1.3.3
Mahasiswa
keperawatan
Sebagai sumber kepustakaan dalam
menentukan kapan menggunakan instrumen penelitian variabel persepsi dan
pengetahuan dalam melakukan penelitian.
BAB
2
TELAAH
PUSTAKA
2.1 Instrumen
Pengukuran Persepsi
2.1.1
Definisi Persepsi
dan Kekhasan dalam Persepsi
Persepsi
menentukan pandangan baik atau buruk seseorang terhadap objek yang ia lihat. Persepsi adalah proses identifikasi dan interprestasi
awal individu terhadap stimulus yang didasarkan pada informasi yang diterima
oleh panca indera seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan, sentuhan, dan
penghiduan (Stuart & Suddeen, 1998). Persepsi diawali dengan input-input
sensoris beberapa stimulus melalui panca indera lalu disusun dan
diinterprestasikan menjadi persepsi oleh otak melalui proses transformasi (info
disesuaikan dengan pengalaman yang ada dalam memori), elaborasi (info yang ada
diberi tambahan arti), atau kombinasi antara transformasi dan elaborasi.
Lingkungan dan perasaan yang tumpul bisa memengaruhi ketepatan dan kejelasan
persepsi. Persepsi yang terbentuk sebagai akibat tujuan atau harapan seseorang
atas pengamatan atau pengalaman tertentu (Siagian, 1995).
Selain
itu menurut Morris & Maisto (2003) menyatakan bahwa persepsi adalah
interpretasi otak terhadap informasi yang dipengaruhi oleh pengalaman dan
proses mengajar, dan faktor tersebut dipengaruhi oleh :
- Motivation (motivasi) yaitu keinginan dan kebutuhan manusia terhadap sesuatu.
- Values (nilai). Persepsi seseorang dipengaruhi nilai yang diberikan lingkungan sekitarnya. Persepsi seseorang biasanya lebih positif terhadap sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi.
- Expectation (harapan). Prasangka atau pendapat yang telah ada sebelumnya tentang sessuatu yang harus kita percaya dapat mempengaruhi persepsi sehingga menyebabkan seseorang menghapus, memasukkan, transportase atau memodifikasi apa yang dilihat.
- Cognitive style (model kognitif). Kematangan kognitif dan cara seseorang memandang lingkungan sekitarnya akan memengaruhi cara orang tersebut berpersepsi.
- Experience and cultur (pengalaman dan budaya). Latar belakang budaya dan pengalaman terdahulu akan memengaruhi kecenderungan seseorang untuk mempersepsikan sesuatu dengan pengalaman yang telah dimilikinya.
- Personality (Kepribadian). Seseorang cenderung berpresepsi sesuai dengan kepribadian. Misalnya orang yang depresi akan mengeluarkan kata-kata yang menggambarkan perasan depresinya.
Birger
dan William (1992) mengatakan faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu:
- Fungsi organ sensori. Mata, telinga, indera perasa, peraba dan penciuman memengaruhi bagaimana seseorang meneriman sesuatu.
- Defenisi kecukupan. Tiap individu memiliki kebutuhan dasar akan perasaan cukup dan secara terus menerus berusaha untuk memenuhinya.
- Waktu dan kesempatan. Waktu dan kesempatan menghasilkan persepsi langsung terhadap suatu persepsi tersebut dihasilkan melalui pengalaman dan karakter masing-masing.
- Tujuan. Tujuan merupakan hal penting dalam proses tumbuh kembang seseorang. Suatu perasaan atau peristiwa dapat memberi arti lebih bagi setiap individu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
- Proses pembelajaran. Proses pembelajaran memungkinkan seseorang untuk memiliki persepsi luas terhadap sesuatu. Proses ini dapat membentuk atau mengubah sikap individu terhadap sesuatu.
- Fenomena diri. Fenomena diri merupakan keunikan tiap individu dalam menerima keberadaan dirinya. Fenomena diri membentuk personalitas seseorang dan merupakan hal utama pembentukan persepsi terhadap individu.
Jadi persepsi seseorang
terhadap sesuatu berbeda-beda tergantung pemahaman seseorang terhadap objek
tersebut. Sebagai contoh persepsi perawat tentang caring tergantung pemahaman perawat tersebut tentang caring.
2.1.2 Indikator Persepsi
Tiga
komponen persepsi yaitu komponen afektif, komponen kognitif dan komponen
konatif (Rakhmat, 2004). Komponen yang pertama, afektif yang merupakan aspek
emosional dari faktor sosiopsikologis. Komponen kognitif adalah aspek
intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Komponen konatif
adalah aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan
bertindak.
1. Komponen
afektif
ü Motif
sosiogenis, sering juga disebut sekunder sebagai lawan motif primer (motif
biologis).
ü Sikap.
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Kedua sikap mempunyai daya pendorong
atau motivasi. Ketiga sikap relatif lebih menetap. Keempat sikap mengandung
nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Kelima sikap timbul dari
pengalaman.
ü Emosi.
emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala kesadaran,
keperilakuan, dan proses fisiologis.
2. Komponen kognitif
Kepercayaan
adalah komponen kognitif. Kepercayaan di sini tidak ada hubunganya dengan
hal-hal yang gaib, tetapi hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu ’benar’ atau
’salah’ atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman atau intuisi. Kepercayaan
dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan, dan kepentingan.
3. Komponen
konatif
Terdiri dari kebiasaan dan kemauan.
Kebiasaan adalah aspek prilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis
tidak direncanakan. Sedangkan kemauan adalah sebagai tindakan yang merupakan
usaha seseorang untuk mencapai tujuan. Menurut Agisni (2013) persepsi adalah
proses mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus yang diterima
individu sehingga mempunyai arti individu yang bersangkutan dimana stimulus
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam persepsi.
2.1.2
Komponen
afektif
ü Motif
sosiogenis
ü Sikap
ü Emosi
|
Persepsi
|
Komponen
kognitif
ü Kepercayaan
|
Komponen konatif
ü Kebiasaan
ü Kemauan
|
(Rakhmat,
2004)
2.1.3. Skala Pengukuran Persepsi
Skala
pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan
panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur. Sehingga alat ukur
tersebut bila digunakan dalam pengukuran dan akan menghasilkan data
kuantitatif.
1.
Skala Likert
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam
penelitian, fenomena social ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti,
yang selanjutnya disebut sebagai variable penelitian (Sugiono, 2009). Contoh
jawaban setiap item dalam instrumen yang menggunakan skala Likert berupa
kata-kata dalam pilihan ganda ataupun checklist dan
diuraikan secara lebih terperinci, misal penggunaan kata-kata sangat setuju,
setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju.
Menurut Azwar (2010), pengukuran persepsi dapat dilakukan
dengan menggunakan skala Likert, dengan kategori sebagai berikut :
Pernyataan positif à pernyataan negatif
Sangat Setuju :
SS
Setuju :
S
Ragu-ragu :
R
Tidak Setuju :
TS
Sangat Tidak Setuju :
STS
Contoh
instrumen persepsi dengan skala Likert
Kuesioner
persepsi klien terhadap pelayanan keperawatan.
Sangat
Setuju (SS) : 4
Setuju (S) :
3
Kurang
Setuju (KS) : 2
Tidak
Setutju (TS) : 1
No.
|
Pernyataan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1.
|
Ketika saya menginginkan bantuan, perawat menanyakan
apa yang bisa saya bantu
|
|
|
|
|
2.
|
Ketika saya mengeluh nyeri, perawat membimbing saya
untuk mengurangi rasa nyeri
|
|
|
|
|
3.
|
Saya diberikan penyuluhan kesehatan oleh perawat yang
berhubungan dengan penyakit saya
|
|
|
|
|
4.
|
Perawat memperhatikan kenyamanan lingkungan di tempat
saya dirawat
|
|
|
|
|
5
|
Perawat segera memberikan oksigen ketika saya
mengeluh sesak napas
|
|
|
|
|
2.
Rating scale
Rating scale ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran
sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi reponden terhadap fenomena lainnya,
seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan,
pengetahuan, kemampuan, dan proses kegiatan lainnya. Yang penting bagi penyusun instrumen dengan rating scale adalah harus
dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban pada
setiap item instrumen. Dalam rating scale, yang paling penting adalah kemampuan
menterjemahkan alternative jawaban yang dipilih responden. Misalnya responden
memilih jawaban angka 3, tetapi angka 3 oleh orang tertentu belum tentu sama
dengan angka 3 bagi orang lain yang juga memiliki jawaban angka 3.
Data yang diperoleh dalam Rating
Scale adalah data kuantitatif (angka) yang kemudian ditafsirkan dalam
pengertian kualitatif. Seperti halnya skala lainnya, responden akan memilih salah satu jawaban
kuantitatif yang telah disediakan.
2.1.4.
Contoh
Pertanyaan/Pernyataann indikator Persepsi
Penelitian: “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Persepsi Perawat dalam
Merawat Pasien HIV AIDS di Rumah Sakit Internasional Bintaro” oleh Sugiyatmi,
Budiani, dan Utomo (2008). Dengan 3 jenis
jawaban benar (B), salah (S) dan tidak tahun (TT).
Contoh Persepsi tentang HIV/AIDS
1.
Tes HIV penting
dilakukan untuk semua orang yang beresiko tertular HIV.
2.
Saya akan menggunakan
peralatan lengkap seperti masker, sarung tangan, dan gogle bila masuk ke kamar
pasien AIDS.
3.
Bila tidak
menerapkan standar precaution dengan
benar maka perawat beresiko tertular virus HIV.
4.
Pemeriksaan HIV
perlu menggunakan inform consent.
5.
Saya tidak takut
memasang infus pasien HIV/AIDS.
6.
Nama pasien
HIV/AIDS harus diberi tanda khusus untuk meningkatkan kewaspadaan perawat.
7.
Penderita tidak
perlu dikasihani atau dirawat karena hal itu adalah akibat kesalahan mereka
sendiri.
8.
Penderita AIDS
harus dikucilkan dari masyarakat untuk melindungi kesehatan masyarakat.
9.
Saya tidak mau
berjabat tangan tanpa sarung tangan dengan penderita AIDS.
10.
Peralatan makan
pasien HIV/AIDS tidak perlu dibedakan dengan pasien lain.
11.
Pasien HIV/AIDS
tidak perlu diisolasi.
12.
Penderita HIV/AIDS
perlu mendapatkan perawatan yang sama seperti pasien yang lain.
13.
AIDS merupakan
penyakit paling berbahaya dari semua penyakit.
14.
HIV/AIDS didapat
karena perilaku seks yang berganti-ganti.
15.
HIV/AIDS sama
bahayanya dengan Hepatitis C.
16.
Saya harus memakai
masker bila berbicara dengan pasien HIV/AIDS.
17.
Saya menerapkan
standar precaution yang sama pada
setiap pasien di ruangan.
18.
Sedapat mungkin
bila ada pasien HIV/AIDS dirawat saya akan menghindar untuk merawat pasien itu.
19.
Bila ada pasien
HIV/AIDS yang dirawat dan membutuhkan bantuan saya maka saya akan menyuruh
perawat lain untuk menolongnya.
20.
Linen yang habis
digunakan orang HIV/AIDS diperlakukan sama seperti linen pada pasien infeksi
lainnya.
2.2.
Instrumen
Pengukuran Pengetahuan
2.2.1. Definisi Pengetahuan dan Kekhasan dalam Pengetahuan
Pengetahuan
adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang tersebut melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu (Notoadmodjo, 2003). Penginderaan terjadi
lewat panca indera manusia yakni: indera penglihatan, penciuman, rasa,
pendengaran dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia didapatkan lewat mata
dan telinga. Pengetahuan
adalah informasi penting yang didapatkan dari berbagai cara yang diharapkan
dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya secara akurat serta dapat mempengaruhi
seseorang (Kaplan, 2007). Sedangkan menurut Lancaster (1999) pengetahuan adalah
kebiasaan, pengertian atau kesadaran, atau informasi yang dapat melalui pengalaman
belajar atau observasi, jumlah atau rentangnya dapat dirasakan atau dipelajari.
Dengan kata lain pengetahuan merupakan suatu informasi yang bisa didapat dari
pengalaman atau observasi yang dapat menggambarkan suatu keadaan secara nyata.
Pengetahuan
diperoleh melalui 3 domain yaitu pembelajaran kognitif, afektif, dan psikomotor
(Bloom, 1956). Pembelajaran kognitif diperoleh melalui fakta yang ada meliputi
pengambilan keputusan, pembuatan kesimpulan atau penyampaian pendapat, dimana
domain ini akan diklasifikasikan menurut hirarki yaitu pengetahuan. Dengan
menggunakan pengetahuan didapatkan fakta atau informasi baru dan dapat diingat
kembali. Kedua, pemahaman yaitu kemampuan untuk memahami materi yang
dipelajari. Ketiga, aplikasi yaitu penerapan mencakup penggunaan ide-ide
abstrak yang baru dipelajarinya untuk diterapkan dalam situasi yang nyata.
Keempat yaitu analisis yang berarti mengaitkan ide yang satu dengan ide yang
lainnya dengan cara benar. Kelima sintesis merupakan kemampuan memahami
sebagian informasi dari semua informasi yang diterimanya. Keenam evaluasi yang
merupakan penilaian terhadap sejumlah informasi yang diberikan unuk tujuan yang
telah ditetapkan.
Pembelajaran
afektif berkaitan dengan ekspresi perasaan dan penerimaan suatu sikap opini atau
seperangkat nilai. Kaakteristiknya yaitu, pertama penerimaan yang merupakan
sikap terbuka untuk mengikuti petunjuk dari orang lain. Kedua, menanggapi yang
berarti melibatkan partisipasi aktif melalui melalui proses mendengar dan
bereaksi secara verbal dan non verbal. Ketiga, penilaian berarti memberikan
nilai pada suatu objek atau perilaku. Keempat, pengorganisasian yaitu
mengembangkan sistem nilai melalui identifikasi nilai serta penyelesaian
konflik. Kelima, pengkarakteristikan meliputi tindakan dan respon terhadap
sistem nilai yang konsisten.
Pembelajaran
psikomotor meliputi pembelajaran pencapaian keterampilan yang membutuhkan
keutuhan mental dan aktivitas otot, karakteristiknya yang pertama, persepsi
yang merupakan penggunaan alat indra untuk menjadi pegangan dalam membantu
gerakan. Kedua, perangkat yang merupakan kesiapan untuk melakukan tidakan
tertentu ini bisa berupa mental, fisik dan emosi. Ketiga, respon yang merupakan
kinerja suatu tindakan dibawah bimbingan. Keempat, mekanisme yaitu seseorang
yang telah memiliki kepercayaan diri dan keterampilan dalam melakukan perilaku
tertentu. Kelima, respon komplek mencakup pelaksanaan keterampilan motorik yang
terdiri dari pola gerakan yang kompleks. Keenam, adaptasi terjadi bila
seseorang mampu mengubah respon motorik ketika muncul masalah yang tidak
terduga. Ketujuh, keaslian merupakan aktivitas motorik yang paling kompleks
mencakup seseorang bertindak berdasarkan kemampuan yang ada (Potter &
Perry, 1999).
Domain
psikomotor lebih mudah dapat diukur karena dapat didemonstrasikan secara fisik.
Sensitifitas dan suasana emosional yang dimiliki seseorang akan memengaruhi
ketiga domain tersebut, terutama pada domain afektif. Domain afektif lebih
sulit diukur karena afektif menyangkut pikiran dan perasaan. Sebagai contoh, pengetahuan
seseorang tentang caring dapat
diperoleh dari informasi, belajar, observasi atau dari pengalaman.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengetahuan adalah (Notoadmodjo,
2003):
a)
Jenis kelamin
Jenis kelamin yaitu tanda
biologis yang membedakan manusia berdasarkan kelompok laki-laki dan perempuan.
b)
Umur
Makin tua umur seseorang
maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur
10 tertentu bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti
ketika umur belasan tahun.
c)
Lingkungan
Lingkungan merupakan salah
satu factor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan
pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal
yang baik dan yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dari lingkungan
seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berfikir
seseorang.
d)
Sosial budaya
Sosial budaya mempunyai
pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan
dalam hubungannya dengan orang lain, karena hubungan tersebut seseorang
mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengalaman.
e)
Pendidikan
Pendidikan adalah suatu
kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan
kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri dan
pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka makin tinggi pula
pengetahuannya.
f)
Informasi
Informasi akan memberikan
pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan
yang rendah jika mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya
TV, Radio, atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan
seseorang.
g)
Pengalaman atau masa kerja
Pengalaman merupakan guru yang terbaik.
Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan,
atau pengalaman suatu cara untuk memperoleh 11 kebenaran pengetahuan. Hal ini
dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapai pada masa lalu.
Jadi,
pengetahuan adalah hasil “tahu” terhadap suatu hal yang didapatkan oleh proses
pengindraan dan berbeda-beda antara satu
orang dengan orang lainnya. Pengetahuan sering dijadikan variabel dalam
penelitian karena hasil pengukurannya yang bervariasi dan unik antar individu.
2.2.2. Skala Pengukuran Pengetahuan
Instrumen
penelitian yang digunakan untuk melakukan pengukuran dengan tujuan menghasilkan
data kuantitatif yang akurat, harus mempunyai skala. Skala pengukuran merupakan
kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya
interval yang ada dalam alat ukur.sehingga alat ukur tersebut bila digunakan
dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Sebagai contoh, misalnya
timbangan emas sebagai instrumen untuk mengukur berat emas, dibuat dengan skala
mg dan akan menghasilkan data kuantitatif berat emas dalam satuan mg bila
digunakan untuk mengukur, meteran sebagai instrumen untuk mengukur panjang
dibuat dengan skala mm, dan akan menghasilkan data kuantitatif panjang dengan
satuan mm.
Berbagai skala yang dapat digunakan
untuk meneliti variabel pengetahuan
adalah:
a) Skala Likert
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan
secara spesifik oleh peneliti yang selanjutnya disebut sebagai variabel
penelitian.
Contoh
pertanyaan setiap item dalam pilihan menggunakan skala Likert
No
|
Pernyataan
|
Jawaban
|
||||
SS
|
ST
|
RG
|
STS
|
STS
|
||
1
|
Sekolah
ini akan menggunakan
|
ѵ
|
||||
2
|
Teknologi informasi dalam pelayanan administrasi dan
akademik
|
Tabel 2.1.
Contoh Pernyataan Skala Likert
Keterangan:
SS = Sangat Setuju
ST = Setuju
RG = Ragu-ragu
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
Contoh
bentuk pilihan ganda:
Kurikulum
baru itu akan segera diterapkan di lembaga pendidikan Anda?
Pilihan
jawaban:
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
b) Skala Guttman
Skala pengukuran dengan tipe ini,
akan didapat jawaban yang tegas, yaitu ya-tidak, benar-salah, pernah-tidak
pernah, positif-negatif, dan lain-lain. Jadi,
apabila pada skala
Likert terdapat 3,4,5,6,7 interval, dari kata sangat setuju sampai sangat tidak
setuju, maka dalam skala Guttman hanya ada 2 interval yaitu setuju atau tidak
setuju. Penelitian ini dilakukan bila ingin mendapat jawaban yang tegas
terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan.
Skala Guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat
dibentuk dalam bentuk cheklist. Contoh pertanyaan:
Bagaimana
pendapat anda, bila orang itu menjabat Kepala Sekolah di sini?
Jawab:
a.
Setuju
b.
Tidak
Setuju
c) Semantic
Defferensial
Skala pengukuran yang
berbentuk semantic differensial dikembangkan
oleh Osgood. Skala ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya
tidak pilihan ganda maupun cheklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban “sangat positifnya”terletak dibagian kanan garis, dan
jawaban yang “sangat negatif” terletak dibagian kiri garis,
atau sebaliknya.
Contoh:
*gaya
kepemimpinan Kepala Sekolah
Bersahabat 5 4 3 2 1 Tidak bersahabat
Tepat
janji 5 4 3 2 1 Lupa
janji
Bersaudara
5 4 3 2 1 Memusuhi
Memberi
pujian 5 4 3 2 1 Mencela
Memercayai 5 4 3 2 1 Mendominasi
d) Rating
Scale
Dari ketiga skala pengukuran di atas, data
yang diperoleh semuanya adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan.
Tetapi dengan rating scale data
mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian
kualitatif. Rating scale ini lebih fleksibel, tidak
terbatas untuk pengukuran sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi reponden
terhadap fenomena lainnya, seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi,
kelembagaan, pengetahuan, kemampuan, dan proses kegiatan lainnya. Yang penting bagi penyusun instrumen
dengan rating scale adalah harus
dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban pada
setiap item instrumen.
Jadi,
kecenderungan skala yang digunakan dalam instrumen pengetahuan adalah guttman dan rating scale karena bersifat pasti dari pengetahuan responden itu.
Kebenaran setiap item pertanyaan/pernyataan bersifat pasti.
2.2.3.
Variabel Pengetahuan
Pembelajaran
kognitif:
ü Pengambilan keputusan
ü Pembuatan
kesimpulan atau penyampaian pendapat
|
Pembelajaran
Afektif
ü Penerimaan atau
sikap terbuka untuk mengikuti petunjuk dari orang lain.
ü Menanggapi yang
berarti melibatkan partisipasi aktif melalui melalui proses mendengar dan
bereaksi secara verbal dan non verbal.
ü Penilaian
berarti memberikan nilai pada suatu objek atau perilaku.
ü Pengorganisasian
yaitu mengembangkan sistem nilai melalui identifikasi nilai serta
penyelesaian konflik.
ü Pengkarakteristikan
meliputi tindakan dan respon terhadap sistem nilai yang konsisten.
|
Pembelajaran
Psikomotor
ü Persepsi yang
merupakan penggunaan alat indra untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
ü Kesiapan untuk
melakukan tidakan tertentu ini bisa berupa mental, fisik dan emosi.
ü Respon yang
merupakan kinerja suatu tindakan dibawah bimbingan.
ü Mekanisme yaitu
seseorang yang telah memiliki kepercayaan diri dan keterampilan dalam
melakukan perilaku tertentu.
ü Pelaksanaan
keterampilan motorik berupa pola gerakan yang kompleks.
ü Adaptasi, mampu
mengubah respon motorik ketika muncul masalah yang tidak terduga.
ü Keaslian
merupakan aktivitas motorik yang paling kompleks mencakup seseorang
bertindak berdasarkan kemampuan yang ada (Potter & Perry, 1999).
|
Pengetahuan
|
2.2.4. Contoh pertanyaan atau pernyataan indikator
pengetahuan
Penelitian: “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan
Persepsi Perawat dalam Merawat Pasien HIV AIDS di Rumah Sakit Internasional
Bintaro” oleh Sugiyatmi, Budiani, dan Utomo (2008). Dengan 3 jenis
jawaban benar (B), salah (S) dan tidak tahun (TT).
Contoh Pengetahuan tentang HIV/AIDS
1.
AIDS merupakan
sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya
suatu penyebab yang diketahui.
2.
AIDS disebabkan
oleh enterovirus.
3.
Universal precaution merupakan tindakan pencegahan infeksi oleh seluruh perawat hanya kepada
pasien HIV/AIDS
4.
Pasien dikatakan
positif HIV bila dari pemeriksaan didapat CD4 lebih dari 500 sel/ml darah.
5.
Pemakaian sarung
tangan non steril dobel dilakukan dalam tindakan invasif seperti pemasangan
infus.
6.
AIDS adalah
sekumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan akhir dari infeksi HIV.
7.
HIV menyerang pada
leukosit.
8.
HIV/AIDS dapat
menular dengan penggunaan alat makan secara Bersama.
9.
Alat-alat yang
habis digunakan oleh pasien HIV/AIDS disteril seperti biasa pada pasien infeksi
biasa.
10.
Sel CD4 pada tubuh
terdiri dari monosit, makrofag, dan limfosit T Killer.
11.
Bila hasil test
pertama positif dapat dipastikan dengan pemeriksaan Wastern Blot.
12.
HIV menyerang pada
sel-sel limfosit T Killer.
13.
Penularan langsung
yang cepat untuk virus HIV melalui darah.
14.
Candidiasis oral
sering terjadi pada pasien HIV/AIDS.
15.
Test ELISA dapat
digunakan untuk mendiagnosa pasien HIV/AIDS.
16.
HIV/AIDS diobati
berdasarkan infeksi yang menyertainya.
17.
Infeksi yang paling
sering ditemukan pada sistem pernafasan pada pasien AIDS adalah TBC.
18.
Masa inkubasi HIV
sampai munculnya tanda dan gejala AIDS kurang dari satu tahun.
19.
Pemakaian jarum
suntik pada pengguna narkoba merupakan resiko tinggi tertular virus HIV.
20.
HIV mempunyai 3 gen
yaitu: gag, pol, dan env.
21.
Pada pasien
HIV/AIDS mengalami penurunan daya tahan tubuh sehingga menyebabkan sering
timbul infeksi. Infeksi tersebut sering disebut infeksi iskemik.
22.
Pada pasien yang
terkena HIV/AIDS sering mengalami keganasan atau kelainan malignansi yaitu Ca
Cervic.
23.
Virus HIV dapat
ditularkan in utero dari ibu kepada bayinya.
24.
Pada pemeriksaan
ELISA sampel yang digunakan adalah urin.
25.
Pemakaian kondom
pada PSK dapat mengurangi resiko tertular HIV/AIDS.
26.
Bila hasil test HIV
positif berarti dalam tubuh sudah terdapat antibody terhadap virus HIV.
27.
Penyakit HIV/AIDS
dapat diobati dengan satu jenis antibiotik.
28.
Resiko penularan
HIV bisa terjadi lewat pisau cukur, alat buat tato.
29.
Terapi ARVdiberikan
kepada pasien HIV/AIDS tujuannya untuk menghambat replikasi HIV.
30.
HIV membawa materi
genetiknya didalam tubuh dalam bentuk DNA.
2.2.5.
Cara Menyusun Instrumen
Pengetahuan
Instrumen
yang akan dibuat sebaiknya ditentukan terlebih dahulu jenisnya (misalnya
kuisioner, lembar observasi dan lain sebagainya) kemudian pastikan bahwa apakah
instrumen penelitian sudah tersedia dan pernah digunakan oleh peneliti
terdahulu. Jika sudah tersedia, maka instrumen dapat digunakan dengan terlebih
dahulu melakukan uji validitas dan reabilitias instrumen tersebut. Jika belum
tersedia instrumen yang baku, maka peneliti dapat membuat dan mengembangkan
instrumen dengan mengacu pada variabel, dimensi, indikator-indikator variabel
tersebut dan melakukan uji validitas dan reabilitas terhadap instrumen yang
telah digunakan sebelum digunakan (Dharma, 2011).
Penyusunan
suatu instrumen menurut Dharma (2011) termasuk instrumen untuk mengukur
pengetahuan dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini:
a.
Mempelajari kembali konsep yang diteliti untuk
memperjelas pemahaman peneliti tentang variabel penelitian. Variabel penelitian
dijelaskan secara lebih jelas dan spesifik dalam definisi operasional.
b.
Mengembangkan dimensi dan indikator dari
variabel yang telah terangkum secara eksplisit dalam definisi operasional.
c.
Menentukan jenis instrumen yang akan digunakan
untuk mengumpulkan data. Jenis instrumen tergantung dari variabel yang
diteliti. Kuesioner sangat cocok untuk menilai sikap, minat, motivasi atau pengetahuan.
Pedomen observasi sering digunakan untuk menilai atribut fisik, penampilan
kerja atau perilaku responden, sedangkan panduan wawancara tepat jika digunakan
untuk mendapatkan informasi mendalam tentang suatu permasalahan.
d.
Membuat kisi-kisi instrumen.
Kisi-kisi dapat mempermudah penyusunan
instrumen penelitian. Kisi-kisi mencakup variabel penelitian, dimensi atau sub
variabel dan indikator/subindikator.
e. Membuat
item pertanyaan sesuai indikator pada kisi-kisi instrumen.
f. Tentukan
parameter (skala) yang digunakan untuk mengukur setiap indikator/subindikator.
Misalnya instrumen untuk menilai sikap menggunakan skala Likert dengan 5-6
pilihan mulai dari sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju.
g. Konsultasikan
instrumen dengan pakar dibidangnya untuk meningkatkan validitas isi (content validity). Instrumen mempunyai
validitas isi jika seluruh item pertanyaan telah mencakup isi yang seharusnya
dari suatu konsep yang diteliti. Pakar akan menentukan kesesuaian indikator
yang terdapat dalam instrumen dengan teori dan konsep terkait. Pakar akan
meberikan masukan berupa sub variabel dan indikator yang harus diperbaiki,
dihilangkan atau ditambahkan dalam kii-kisi.
h. Lakukan
uji validitas dan reabilitas instrumen dengan menyebarkan instrumen tersebut
kepada individu yang memiliki kesamaan karakteristik dengan responden
penelitian.
i.
Perbaiki instrumen penelitian sesuai dengan
hasil uji validitas dan relibilitas. Item pertanyaan yang tidak valid dapat
dibuang atau jika banyak yang tidak valid dapat diperbaiki kemudian dilakukan
pengujian ulang. Sedangkan item pertanyaan yang valid dapat dirangkai kembali
menjadi sebuah perangkat instrumen untuk melihat kembali validitas isi
berdasarkan kisi-kisi. Jika butir-butir yang
valid tersebut dianggap valid maka perangkat instrumen yang terakhir ini
menjadi instrumen final yang akan digunakan untuk mengukur variabel penelitian.
Berikut
adalah diagram alur penyusunan instrumen.
Variabel
|
Teori
|
Konstruk
|
Defenisi
konseptual
|
Definisi
operasional
|
Membuat
kisi-kisi
|
Menetapkan
jenis instrumen
|
Uji
validitas dan relibilitas
|
Gambar 2.1. Alur penyusunan instrumen
2.2.6.
Aplikasi Instrumen
Pengetahuan
Aplikasi
instrumen yang mengukur pengetahuan dilakukan dalam penelitian Dedi Koswara
(2002) yang berjudul “Hubungan antara Pengetahuan Caring dengan Sikap Caring
Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUD Tasikmalaya Tahun 2002” dan
penelitian Bambang Purwanto (2007) yang berjudul “Hubungan antara Pengetahuan
dan Sikap dengan Perilaku Perawat dalam Memberikan Informasi Cara Minum Obat
kepada Pasien di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSCM Jakarta Tahun 2007”.
Kedua penelitian ini sama-sama menggunakan instrumen yang disusun oleh peneliti
sendiri. Analisis lebih lanjut dipaparkan dalam pembahasan.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Analisis Pengaplikasian Instrumen
Persepsi dalam Penelitian
3.1.1
Analisis
Instrumen Persepsi dalam Penelitian
Aplikasi
instrumen dengan pengukuran persepsi akan
dicoba dianalisa adalah instrumen dalam
penelitian Wahyudi (2010) yang berjudul “Hubungan Persepsi Perawat Tentang
Profesi Keperawatan, Kemampuan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat
Pelaksana di RSUD Dr. Slamet Garut”.
Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpul data. Terdiri dari 5 bagian yaitu Kuesioner A tentang karakteristik
perawat berupa check list; Kuesioner
B berisi pernyataan Persepsi Perawat tentang Profesi Keperawatan, Kuesioner C
berisi pernyataan mengenai Kemampuan Kinerja Perawat; Kuesioner D berisi
pernyataan mengenai Motivasi Kerja Perawat dan Kuesioner E berisi pernyataan
mengenai Kinerja Perawat. Keempat Kuesioner yakni B, C, D dan E semuanya
menggunakan skala likert. Uji coba
kelima kuesioner ini dilakukan pada 25 orang responden. Kemudian dilakukan uji
validitas dengan menggunakan rumus korelasi product
moment dan uji reliabilitas dengan membandingkan nilai r. Dari uji coba
kuesioner tersebut didapatkan hasil bahwa semua kuesioner dinyatakan valid dan
realibel.
Berdasarkan
Iskandar (2008) dapat dianalisis bahwa penelitian Wahyudi (2010) telah
memenuhi enam langkah dalam penyusunan
instrumen penelitian yaitu:
1.
Telah mengidentifikasikan
variabel-variabel yang diteliti yaitu variabel independen, Variabel dependen dan
variabel Confounding. Yang dapat dilihat pada Gambar
1. Defenisi operasional kolom 2
(variabel).
Gambar 1. Definisi
Operasional Penelitian Wahyudi (2010)
- Menjabarkan variabel menjadi tiga dimensi yaitu persepsi profesi keperawatan, persepsi kemampuan kerja perawat, dan persepsi motivasi kerja perawat yang dapat dilihat pada Gambar 1. Defenisi operasional kolom 2 (variabel).
- Mencari indikator dari setiap dimensi persepsi yang dapat dilihat pada Gambar 1. Defenisi operasional kolom 3 (definisi operasional).
- Mendeskripsikan kisi-kisi instrumen juga telah dilakukan dengan baik sesuai dengan tabel kisi-kisi instrumen di Gambar 2.
Gambar 2.
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Wahyudi (2010)
- Merumuskan item-item pertanyaan atau pernyataan instrumen dapat dilihat dari kuesioner penelitian di gambar 3 sampai dengan gambar 8.
- Petunjuk pengisian instrumen juga telah dicantumkan di kuesioner di gambar 3 s/d 8 .
Gambar 3. Kuesiner
Persepsi perawat tentang Profesi Keperawatan
Pada penelitian Wahyudi (2010)
diatas yaitu
yang berjudul “Hubungan
Persepsi Perawat Tentang Profesi Keperawatan, Kemampuan dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Slamet Garut”
maka dapat disimpulkan bahwa terkait tentang enam langkah dalam penyusunan
instrumen penelitian menurut Iskandar (2008), peneliti dinilai secara umum
sudah melalui keenam langkah tersebut. Dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Peneliti
memiliki pengetahuan dan wawasan yang cukup luas, hal ini tergambar dalam Bab
II yaitu peneliti secara runut menguraikan konsep-konsep penelitiannya.
Sehingga memudahkannya dalam menentukan variabel-variabel penelitiannya.
2.
Proses penyusunan instrumen
dalam penelitian ini dianggap telah
mengikuti alur atau langkah-langkah sebagaimana mestinya.
3.
Penelitian ini
memiliki nilai kelebihan bagi para pembacanya yaitu memuat kisi-kisi instrument
dengan sangat baik. Sehingga meningkatkan pemahaman bagi pembaca mengenai cara
penyusunan instrument. Karena pembaca tidak banyak penemukan referensi mengenai
kisi-kisi instrument, kebanyakan penelitian tidak mencantumkan kisi-kisi
instrumennya dalam laporan penelitian.
3.2 Analisis Pengaplikasian Instrumen
Pengetahuan dalam Penelitian
Analisis
pengembangan instrumen pengetahuan yang dilakukan oleh Bambang Purwanto
(2007) adalah sebagai berikut.
a. Peneliti
menjelaskan variabel penelitian secara jelas dan spesifik dalam definisi
operasional.
Definisi operasional pengetahuan dalam Bambang
Purwanto (2007) dijelaskan pada tabel 5.1.
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Cara Ukur
|
Alat Ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala Pengukuran
|
Pengetahuan
|
Perawat mengetahui manfaat, khasiat, cara minum,
takaran atau dosis, nama kimia, nama dagang, efek samping dan bahaya obat
yang akan diminum pasien yang sedang dirawat di ruang PD RSCM
|
Angket
|
Kuisioner
|
1.
Cukup
2.
Baik
Berdasar-kan
median
|
Ordinal
|
Tabel 5.1 Definisi operasional pengetahuan dalam Bambang
Purwanto (2007)
Definisi operasional yang ditampilkan dalam penelitian
Bambang Purwanto (2007) sudah menjelaskan dan mengembangkan dimensi dari variabel pengetahuan
yaitu pengetahuan tentang manfaat, khasiat, cara minum, takaran atau dosis,
nama kimia, nama dagang, efek samping dan bahaya obat yang akan diminum pasien.
b.
Menentukan jenis instrumen yang akan digunakan
untuk mengumpulkan data
Jenis instrumen pengetahuan yang disusun dalam
penelitian ini adalah kusioner. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dharma (2011)
bahwa kuesioner sangat cocok untuk menilai sikap, minat, motivasi atau
pengetahuan.
c.
Membuat kisi-kisi instrumen
Bambang Purwanto (2007) tidak
menampilkan kisi-kisi kuisioner yang disusun sebelum melakukan pengembangan
instrumennya namun sudah langsung menuangkan dalam pertanyaan dalam kuisioner.
d.
Peneliti menentukan parameter (skala) yang
digunakan untuk mengukur setiap indikator/subindikator.
Bambang Purwanto (2007) menggunakan skala Guttman dalam mengukur setiap
indikatornya (Ya dan Tidak).
e.
Peneliti melakukan konsultasi instrumen dengan
pakar di bidangnya untuk meningkatkan valitditas isi (content validity).
Bambang Purwanto (2007) tidak menuliskan
bahwa peneliti melakukan konsultasi instrumen dengan pakar di bidangnya. Hal
ini dibuktikan di poin 4.1.4 tentang alat pengumpul dan cara pengumpulan data
kuantitatif yang hanya menampilkan uji validitas dan reliabilitas instrumen
saja.
f.
Peneliti melakukan uji validitas dan reabilitas
instrumen dengan menyebarkan instrumen tersebut kepada individu yang memiliki
kesamaan karakteristik dengan responden penelitian
Bambang
Purwanto (2007) melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen di RS Fatmawati
Cilandak Jakarta Selatan dengan yang memiliki kesamaan karakteristik dengan
RSCM Jakarta. Poin 4.1.4 dalam penelitian ini menyebutkan bahwa uji validitas
untuk mengetahui status kuisioner dilakukan dengan cara melakukan korelasi
antar skor masing-masing variabel dengan skor totalnya. Suatu variabel
dikatakan valid bila skor variabel korelasi tersebut berkorelasi secara
signifikan dengan skor totalnya. Teknik yang digunakan adalah korelasi Pearson
Product Moment. Keputusan uji: bila r hitung lebih besar dari r tabel, maka Ho
ditolak, artinya valid. Bila r hitung lebih kecil daripada r tabel, maka Ho
gagal ditolak, artinya tidak valid. Sedangkan uji reliabilitas dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara one shoot
atau diukur sekali saja.
Hasil uji validitas
dan reliabilitas kuisioner tidak ditampilkan dalam penelitian ini. Namun,
kuisioner pengetahuan dalam penelitan Bambang Purwanto (2007) adalah sebagai
berikut.
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
1
|
Apakah saudara
pernah mendengar tentang keracunan, alergi dan interaki karena minum obat?
1.
Tidak
2.
Ya
|
|
2
|
Apakah saudara
pernah melihat langsung?
1.
Tidak
2.
Ya
|
|
3
|
Apakah saudara
pernah memberikan obat kepada pasien kemudian pasiennya mengalami keracunan,
alergi atau interaksi karena minum obat?
1.
Tidak
2.
Ya
|
|
4
|
Berapa jumlah pasien
yang mengalami keracunan, alergi atau interaksi karena minum obat dalam 3
bula terakhir?
|
................................orang
|
5
|
Apakah saudara tahu
makanan dan obat saling memperngaruhi atau berinteraksi?
1.
Tidak
2.
Ya
|
|
6
|
Apakah saudara tahu
intake makanan seseorang dapat dipengaruhi oleh obat?
1.
Tidak
2.
Ya
|
|
7
|
Apakah saudara tahu
tanda-tanda atau ciri-ciri pasien yang mengalami keracunan, alergi atau
interaksi karena minum obat?
1.
Tidak
2.
Ya
|
|
8
|
Apakah saudara tahu
obat yang dapat mempengaruhi penurunan konsumsi makanan bila digunakan dalam
jangka panjang dan menyebabkan kurang gizi?
a.
Merubah nafsu makan
b.
Sensivitas rasa
c.
Menyebabkan peradangan mulut
d.
Mengurangi mual dan muntah
e.
Menghambat absorbsi zat gizi
|
|
9
|
Apakah pengaruh
intake makanan dengan obat?
1.
Tidak
2.
Ya
|
|
10
|
Apa saja
tanda-tanda pasien keracunan, alergi atau interaksi karena minum obat? (boleh
lebih dari 1 jawaban)
a.
Demam
b.
Gatal
c.
Gangguan tidur
d.
Gangguan nafsu makan
e.
Mual
f.
Muntah
g.
Keringat berwarna kuning atau kemerahan
h.
Sesak nafas
i.
Jantung lebih cepat bekerja
j.
Gangguan pengelihatan
k.
Yellow jaundice
l.
Suspect gagal ginjal
|
|
11
|
Bagian tubuh mana
yang sering terkena dampak dari keracunan, alergi atau interaksi karena minum
obat?
a.
Mata
b.
Kulit
c.
Hidung
d.
Hati
|
|
12
|
Penyakit apa yang
sering terjadi keracunan, alergi atau interaksi karena minum obat?
a.
Syaraf (Neurology)
b.
Penyakit infeksi
c.
Hati dan pankreas
d.
Ginjal (renal)
e.
Saluran cerna
f.
Neoplasma (kanker)
g.
Tekanan darah
h.
DM
i.
Jantung
|
|
13
|
Menurut saudara apakah
keracunan, alergi atau interaksi karena minum obat termasuk berbahaya?
1.
Tidak
2.
Ya
|
|
14
|
Apakah sampai dapat
menyebabkan kematian?
1.
Tidak
2.
Ya
|
|
15
|
Apakah kejadian
keraunan, alergi atau interaksi minum obat dapat dicegah?
1.
Tidak
2.
Ya
|
|
Tabel 5.2. Kuisioner pengetahuan
Bambang Purwanto (2007)
Penelitian
kedua yang menggunakan variabel pengetahuan adalah Dedi Koswara (2002). Berikut
analisis pengembangan instrumen pengetahuan yang dilakukan oleh Dedi Koswara
(2002).
a.
Peneliti menjelaskan variabel penelitian secara
jelas dan spesifik dalam definisi operasional
Definisi
operasional pengetahuan dalam Dedi Koswara (2002) dijelaskan pada tabel 5.3.
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Alat Ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala Pengukuran
|
Pengeta-huan tentang caring
|
Pengetahan caring
perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Tasikmalaya yang diperoleh melalui
proses belajar caring di institusi
pendidikan perawat (Akademi Perawat) maupun pelatihan yang terkait dengan caring.
|
Kuisioner
|
Ditentukan
skor yang dikelompok-kan berdasarkan skor rata-rata (25), menjadi:
·
Baik, jika
>25
·
Kurang, jika
≤ 25
|
Ordinal
|
Tabel 5.3 Definisi operasional pengetahuan dalam Dedi
Koswara (2002).
Definisi operasional yang ditampilkan dalam penelitian Dedi Koswara (2002) sudah menjelaskan bahwa pengetahuan caring yang dimaksud didapat dari
proses belajar atau pelatihan. Namun, tidak dijelaskan secara rinci dimensi dari variabel pengetahuan caring yang dimaksud apa saja.
b.
Menentukan jenis instrumen yang akan digunakan
untuk mengumpulkan data
Jenis instrumen pengetahuan yang disusun dalam
penelitian ini adalah kusioner. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dharma (2011)
bahwa kuesioner sangat cocok untuk menilai sikap, minat, motivasi atau
pengetahuan.
c.
Membuat kisi-kisi instrumen
Dedi Koswara (2002) tidak menampilkan kisi-kisi kuisioner yang disusun sebelum melakukan
pengembangan instrumennya namun sudah langsung menuangkan dalam pertanyaan
dalam kuisioner. Bab 4 dalam poin D pada penelitian ini menjelaskan instrumen
yang digunakan sebagai berikut.
“Kuisioner
A digunakan untuk mengumpulkan data persepsi perawat pelaksana terhadap
pengetahuan tentang caring yang diperoleh dari institusi pendidikan perawat
(Akademi Keperawatan). Kuisioner A memuat 38 pertanyaan yang menguji
pengetahuan (melalui: menyebutkan, menjelaskan dan memahami) perawat tentang
caring. Pertanyaan yang dituangkan pada kuisioner A tersebut didesain dalam
bentuk pilihan ganda.”
d.
Peneliti menentukan parameter (skala) yang
digunakan untuk mengukur setiap indikator/subindikator
Dedi Koswara (2002) menggunakan
soal dengan pilihan ganda dalam mengukur tingkat pengetahuan, yang kemungkinan
jawabannya adalah benar dan salah (skala Guttman).
e.
Peneliti melakukan konsultasi instrumen dengan
pakar di bidangnya untuk meningkatkan valitditas isi (content validity)
Dedi Koswara (2002) menuliskan bahwa peneliti melakukan konsultasi instrumen dengan pakar di
bidangnya. Hal ini dibuktikan di bab 4 dalam poin D sebagai berikut.
“Dalam penyusunan kuisioner A peneliti mengkonsultasikannya
dengan 3 orang pengajar (dosen) di Akademi Perawat tentang variabel yang
diteliti (pengetahuan tentang caring) cara pengukuran, serta bentuk alat ukur
yang digunakan.”
f.
Peneliti melakukan uji validitas dan reabilitas
instrumen dengan menyebarkan instrumen tersebut kepada individu yang memiliki
kesamaan karakteristik dengan responden penelitian
Dedi Koswara (2002) menyebutkan tempat melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen
penelitianya di RSUD Karawang. Ia menjelaskan secara rinci hasil validitas dan
reliabilitas kuisioner A sebagai berikut.
“Kuisioner A telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan
metoda indek U-L (analisis soal) berdasarkan indek daya pembeda dan indek
kesukaran soal (Stocklein 1957 dalam tuwu, 1993). Uji instrumen dilakukan di
Rumah Sakit Umum Daerah Karawang kepada 30 responden yang mempunyai
karakteristik yang sama dengan sampel penelitian. Hasil uji instrumen tersebut
adalah: 0,13-0,95 untuk indek kesukaran sial dan 0-38 untuk indek daya pembeda
soal. Menurut Tuwu (1993), bahwa indek kesukaran dan daya pembeda pada interval
indek tersebut di atas dapat menunjukkan validitas dan reliabilitas instrumen,
tetapi validitas dan reliabilitas soal-soal pada instrumen/kuesioner tersebut
harus ditingkatkan/revisi. Hal tersebut dikarenakan terdapatnya item soal yang
mempunyai indek daya pembeda dan tingkat kesukaran dengan skor 0 (nol).
Berdasarkan pernyataan Tuwu (1993) dan terdapatnya item sial dengan skor 0
(nol), maka peneliti merevisi soal dengan cara mengeluarkan/membuang item soal
yang mempunyai skor ekstrim (skor nol) dari 40 item sial menjadi 38 item soal.”
Kedua
kuisioner yang mengukur pengetahuan ini sama-sama tidak menampilkan kisi-kisi
kuisionernya. Kuisioner dalam penelitian Dedi
Koswara (2002) lebih jelas secara alur dan sudah dijelaskan langkah-langkap
penyusunannya. Sedangkan, kuisioner dalam penelitian Bambang Purwanto (2007) belum dijelaskan secara konkrit hasil validitas
dan reliabilitas serta belum seragamnya item-item pertanyaan yang ditampilkan
dalam kuisioner.
Dari kedua
kuisioner ini dapat disimpulkan bahwa pengukuran variabel pengetahuan memiliki
nilai kebenaran yang pasti karena berhubungan dengan pembuktian empiris.
Berbeda dengan variabel persepsi yang lebih mengarah pada persepsi seseorang
terhadap sesuatu yang belum tentu didasari oleh pembuktian empiris.
3.3
Analisis
Perbedaan antara Instrumen Persepsi dan Pengetahuan
Dari
tinjauan teoritis dan dari pembahasan yang dilakukan dari beberapa jurnal yang
dipilih bahwa ada persamaan antara instrumen persepsi dan pengetahuan.
Persamaan tersebut ada pada penggunaan skala pengukuran instrumen. Baik
instrumen penelitian persepsi maupun pengetahuan, keduanya dapat menggunakan
skala likert dan rating scale. Tetapi
dalam hal perbedaan, bahwa skala persepsi dan pengetahuan adalah dari konsep
variabel yang dimiliki dari konsep persepsi pengetahuan dan persepsi. Indikator
persepsi mendefenisikan bahwa persepsi merupakan pandangan benar atau salah
seseorang terhadap objek yang dilihat. Sedangkan indikator pengetahuan mendefenisikan bahwa seseorang mengetahui
suatu objek tertentu baik pengetahuan tentang psikomotornya juga. Dalam indikator pengetahuan
terdapat tiga komponen yaitu afektif, kognitif dan psikomotor. Sedangkan dalam
indikator persepsi mengandung tiga komponen juga yang terdiri dari afektif,
kognitif dan konatif. Indikator inilah yang dapat dijadikan sebagai panduan
dalam menyusun kisi-kisi intrumen dari masing-masing variabel baik persepsi
maupun pengetahuan.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan studi kepustakaan dan
analisa instrumen penelitian tersebut diatas, penulis menyimpulkan:
4.1.1
Instrumen
penelitian sebagai bagian integral komponen metodologi penelitian merupakan alat yang digunakan untuk
mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu masalah yang sedang diteliti sehingga
sangat diperlukan instrumen yang benar dalam
mengumpulkan data dari masing-masing variabel penelitian.
4.1.2
Variabel
persepsi dan variabel pengetahuan sebagai salah satu variabel yang sangat
sering diteliti dapat diukur menggunakan instrumen penelitian yang menggunakan
beberapa skala, antara lain skala Likert, skala Guttman, Semantic Defferensial, dan rating scale untuk
melakukan pengukuran dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat.
4.1.3
Penyusunan suatu instrumen menurut Dharma
(2011) adalah melalui langkah-langkah berikut ini:
a. Variabel
penelitian dijelaskan secara lebih jelas dan spesifik dalam definisi
operasional.
b. Mengembangkan
dimensi dan indikator dari variabel yang telah terangkum secara eksplisit dalam
definisi operasional.
c. Menentukan
jenis instrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan data.
d. Membuat
kisi-kisi instrumen, mencakup variabel penelitian, dimensi atau sub variabel
dan indikator/subindikator.
e. Membuat
item pertanyaan sesuai indikator pada kisi-kisi instrumen.
f. Menentukan
parameter (skala) yang digunakan untuk mengukur setiap indikator/subindikator.
g. Mengkonsultasikan
instrumen dengan pakar dibidangnya untuk meningkatkan validitas isi (content validity).
h. Melakukan
uji validitas dan reabilitas instrumen dengan menyebarkan instrumen tersebut
kepada individu yang memiliki kesamaan karakteristik dengan responden
penelitian.
i. Malakukan
perbaikan instrumen penelitian sesuai dengan hasil uji validitas dan
relibilitas. Jika butir-butir yang valid
tersebut valid maka perangkat instrumen yang terakhir ini menjadi instrumen
final yang akan digunakan untuk mengukur variabel penelitian.
4.1.4
Perbedaan antara variabel persepsi
dengan variabel pengetahuan yaitu bahwa indikator persepsi mendefenisikan
pandangan benar atau salah seseorang terhadap objek yang dilihat sedangkan
indikator pengetahuan mendefenisikan
pengetahuan seseorang mengetahui suatu objek tertentu baik pengetahuan tentang
psikomotornya juga. Indikator pengetahuan
mencakup tiga komponen yaitu afektif, kognitif dan psikomotor. Sedangkan dalam
indikator persepsi mengandung tiga komponen juga yang terdiri dari afektif,
kognitif dan konatif.
4.2 Saran
Melalui
penyusunan makalah instrumen penelitian persepsi dan pengetahuan ini, diperoleh
beberapa saran antara lain:
4.2.1
Profesi
keperawatan
Disarankan profesi keperawatan meningkatkan pengetahuan melalui pengembangan proses
belajar melalui 3 domain yaitu pembelajaran kognitif, afektif, dan psikomotor
untuk mendapatkan tingkat pengetahuan yang menghasilkan persepsi yang lebih
baik.
4.2.2
Institusi
pendidikan keperawatan
Sebaiknya institusi pendidikan konsisten
menggunakan langkah-langkah penyusunan instrumen agar mampu mengukur baik
persepsi maupun pengetahuan secara lebih akurat dan lebih baik.
4.2.3
Mahasiswa
keperawatan
Sebaiknya mahasiswa terus-menerus melatih kemampuannya untuk
menyusun instrumen penelitian untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih
akurat, teruji secara empiris.
DAFTAR PUSTAKA
Dharma,
K. K. (2011). Metodologi penelitian
keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.
Koswara,
D. (2002). Hubungan antara pengetahuan
caring dengan sikap caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD
Tasikmalaya tahun 2002 (Magister thesis, Universitas Indonesia, Depok,
Indonesia). Retrieved from http://lib.ui.ac.id/login.jsp?requester=file?file=digital/93547-T3711-Dedi%20Koswara.pdf
Purwanto,
B. (2007). Hubungan antara pengetahuan
dan sikap dengan perilaku perawat dalam memberikan informasi cara minum obat
kepada pasien di ruang rawat inap penyakit dalam RSCM Jakarta tahun 2007
(Magister thesis, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia). Retrieved from http://lib.ui.ac.id/detail?id=20341166&lokasi=lokal#horizontalTab2
Arikunto.
(2013).
Prosedur
penelitian. Jakarta
: PT Rineka Cipta.
Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi cetakan ke V.
Pustaka Pelajar Offset.
Yogyakarta.
Bloom, Benjamin S., etc. 1956. Taxonomy
of Educational Objectives : The Classification of Educational Goals, Handbook I
Cognitive Domain. New York : Longmans, Green and Co.
Gibson,J.L.,
Ivancevish, J.M. & Donelly, J.H. (2001).Organization
: Behavior, Structure, Processess. 8th ed. Boston : Richard
D. Irwin, pko (2001)
Iskandar.
(2008). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kualitatif dan Kuantitatif). Jakarta : Gaung Persada
Press.
Kaplan & Sadock. (2007). Sinopsis
Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis. (Jilid 1). Jakarta: Bina Rupa
Aksara.
Kozier. Erb,
Berman. Snyder. (2010). Buku Ajar
Fondamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktik,
Volume : 1, Edisi : 7, EGC : Jakarta
Morris, C.G. & Maisto,A.A (2003). Understanding
Psychology 6th edition. New Jersey : Pearson Education.
Notoatmodjo, S. (2003). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Siagian, Sondang. (1995). Teori Motivasi
dan Aplikasinya. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Syah, M. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta : Rajagrafindo
Sugiono.
(2013). Metode Penelitian Pendidikan
(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
R&D). Bandung : Alfabeta
Sugiyatmi.
(2008). Hubungan tingkat pengetahuan dan
persepsi perawat dalam merawat pasien
HIV AIDS di rumah sakit internasional Bintaro. Universitas Indonesia. Perpustakaan UI
Stuart, &
Sundeen. (2007). Buku Saku Keperawatan
Jiwa Edisi 4. Jakarta : EGC.
Wahyudi,
Iwan. (2010). Hubungan Persepsi Perawat
Tentang Profesi Keperawatan,
Kemampuan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Slamet Garut. Tesis. Universitas
Indonesia
Walgito, Bimo.
2010. Pengantar Psikologi Umum.
Yogyakarta : Andi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar