A.
Teori
Sosial Kognitif Bandura
Promosi
kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan penduduk mengontrol faktor
penentu kesehatan dan meningkatkan kesehatan (Nutbeam, 1998; Jo, Lee, Ahn &
Jung, 2003). Pender, Murdauch, dan Parsons (2002) mendefinisikan promosi
kesehatan adalah perilaku yang dimotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan
kesehatan, Kesejahteraan dan aktualisasi untuk lebih sehat. Promosi kesehatan
meliputi semua usaha yang ditujukan untuk menggerakkan masyarakat mencapai
kondisi sehat yang optimal atau kondisi sejahtera yang lebih tinggi (Allender
& Spradley, 2005).
Tujuan
dari promosi kesehatan adalah untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan dari
individu, keluarga, populasi, dan masyarakat. Upaya meningkatkan kondisi sehat pada
individu, keluarga, populasi, dan masyarakat dapat menggunakan salah satu model
promosi kesehatan yaitu Social
Cognitif Theory
(SCT), Bandura, (1986).
Teori sosial kognitif berkaitan dengan berkomunikasi
dalam bidang kesehatan. Pertama, teori tersebut berkaitan dengan kognitif,
aspek emosi dan aspek kelakuan untuk pemahaman dari isi ilmu-ilmu prilaku.
Kedua, konsep dari teori sosial kognitif memberikan jalan untuk penelitian
prilaku yang baru dalam pendidikan kesehatan. Akhirnya, pemikiran dari
teori-teori yang lainnya seperti psikologi muncul untuk menetapkan pengetahuan
dan pemahaman yang baru.
Teori sosial kognitif menetapkan sebuah kerangka untuk
pemahaman, prediksi dan tanggung jawab dari prilaku manusia. Teori ini
mengidentifikasi prilaku manusia sebagai interaksi dari faktor perorangan,
prilaku dan lingkungan. Teori sosial kognitif sangat membantu untuk pemahaman
dan prediksi kedua prilaku dari individu dan kelompok dan mengidentifikasi
metode pada saat perilalaku bisa termodifikasi atau berubah. Teori-teori
perilaku digunakan untuk mengubah perilaku seseorang lebih aware
terhadap kesehatan dan keselamatannya melalui interaksi antara manusia,
perilaku, dan lingkungan (Bandura, 1986).
Interaksi antara manusia dan perilakunya melibatkan
pengaruh pemikiran dan kelakuan seseorang. Interaksi antara manusia dan
lingkungan melibatkan kepercayaan manusia dengan kompetensi secara kognitif
yang berkembang dari pengaruh dari dalam lingkungan juga. Yang terakhir,
interaksi antara lingkungan dengan perilaku manusia, berkaitan dengan pengaruh
perilaku terhadap aspek-aspek dalam lingkungannya dan sebaliknya perilaku yang
dipengaruhi lingkungan tersebut.
Teori sosial kognitif digunakan untuk mengenal dan
memprediksi perilaku individu dan grup dan mengidentifikasi metode-metode yang
tepat untuk mengubah perilaku tersebut. Teori ini erat kaitannya dengan
pembelajaran seseorang menjadi pribadi yang lebih baik. Teori ini menjelaskan
bahwa dalam belajar, pengetahuan (knowledge), pengalaman pribadi (personal
experience), karakteristik individu (personal characteristic)
berinteraksi. Kemudian, pengalaman baru yang terbentuk menjadi evaluasi
terhadap perilaku lama. Pengalaman perilaku yang lama akan menuntun pribadi
tersebut menginvestigasi masalah-masalah yang muncul pada pengalaman saat ini.
Model
Hubungan Timbal Balik antara Individu, Lingkungan, dan Perilaku Merokok.
Dapat
dijelaskan bahwa ada hubungan timbal balik antara faktor individu, faktor
lingkungan dan faktor perilaku merokok. Semakin positif faktor individu dalam
memahami masalah merokok maka individu tersebut tidak akan merokok demikian
sebaliknya. Semakin positif faktor lingkungan dalam menciptakan lingkungan yang
kondusif untuk tidak merokok, maka perilaku merokok tidak akan terjadi demikian
juga sebaliknya. Di sisi yang lain terjadi juga hubungan timbal balik
antara faktor individu dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku
merokok. Intervensi promosi kesehatan diharapkan dapat mengubah faktor individu
dan lingkungan menjadi kondusif dalam menciptakan perilaku tidak merokok.
BAB III
RANCANGAN PENGUMPULAN DATA
A.
Persiapan
Persiapan pengumpulan data
dimulai dengan membuat alat pengumpul data / instrumen. Pembuatan instrumen
didahului dengan pembuatan matriks berdasarkan model Social Cognitive Theory
Bandura. Adapun matriks instrumen sebagai berikut :
No.
|
Variabel
|
Sub-variabel
|
Sub-sub
variabel
|
Pertanyaan
|
1.
|
Faktor
Individu
|
Pengetahuan
|
a. Kerugian
b. Gangguan
kesehatan
c. Dampak
bagi orang lain
|
1.
Merokok
dapat menyebabkan kanker dan impotensi
2.
Merokok
dapat menimbulkan ketergantungan / kecanduan
3.
Seorang
pecandu rokok sulit sekali untuk berhenti merokok
4.
Merokok
dapat membahayakan bagi orang di sekitar kita
|
Sikap
|
a. Keyakinan
b. Persepsi
tentang perokok
|
1.
Saya
yakin merokok merugikan kesehatan
2.
Seorang
laki-laki sebaiknya merokok
3.
Seorang
perokok terlihat jantan dimata cewek
4.
Menurut
saya kalau sudah punya pekerjaan boleh merokok
5.
Merokok
dapat melupakan masalah
|
||
2.
|
Lingkungan
|
Sekolah
|
a. Role
model
b. Peraturan
c. Pelaksanaan
Peraturan
d. Kegiatan
promosi kesehatan tentang merokok
|
1.
Guru
saya ada yang merokok di sekolah
2.
Di
sekolah dilarang merokok
3.
Pernah
ada razia rokok di sekolah
4.
Pernah
ada penyuluhan kesehatan tentang merokok
5.
Ada
sanksi bagi pelajar yang ketahuan merokok
|
Teman
sebaya
|
a. Karakteristik
teman sebaya
b. Penerimaan
dalam group oleh teman sebaya
|
1.
Teman
saya banyak yang merokok
2.
Teman
saya mengajak merokok
3.
Teman
saya mengejek saya bila tidak merokok
4.
Saya
merasa dihargai oleh teman saya ketika merokok
|
||
Keluarga
|
a. Role
model di keluarga
b. Fungsi
kesehatan dalam keluarga
|
1.
Orang
tua saya merokok
2.
Orang
tua melarang saya merokok
3.
Orang
tua saya memberikan penjelasan tentang merokok
|
||
Masyarakat
|
a. Perilaku
masyarakat
b. Peraturan
tentang merokok
|
1.
Masyarakat
banyak yang merokok
2.
Saya
pernah di tegur orang ketika sedang merokok
3.
Ada
peraturan pemerintah yang melarang merokok
|
B.
Perencanaan
1.
|
Sasaran
|
:
|
Pelajar
sekolah menengah pertama (SMP) berjumlah 15 orang
|
2.
|
Tempat
|
:
|
Sekolah
Menengah Pertama (SMP)
|
3.
|
Waktu
|
:
|
1 (satu)
hari
|
4.
|
Metode
|
:
|
Kuesioner
|
5.
|
Alat &
Bahan
|
:
|
Lembar keusioner
|
6.
|
Prosedur
|
:
|
a. Responden diberikan
penjelasan sebelum mengisi kuesioner
b. Responden debagikan
secara acak kepada pelajar SMP
c. Hasil pengisian akan
ditabulasi
|
7.
|
Teknik
analisa
|
:
|
Teknik
analisa dengan menggunakan analisa univariat. Kuesioner akan dibuat dalam
skala likert, dipisahkan dari tiap variabel. Tiap variabel tersebut akan
dihitung proporsinya. Proporsi yang paling besar akan menjadikan prioritas
bagi kegiatan promosi kesehatan.
|
8.
|
Penyajian
hasil
|
:
|
Data
proporsi disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan diagram
|
Instrumen koesioner
No.
|
Pernyataan
|
Setuju
|
Tidak tahu
|
Tidak setuju
|
1.
|
Merokok
dapat menyebabkan kanker dan impotensi
|
|
|
|
2.
|
Merokok
dapat menimbulkan ketergantungan / kecanduan
|
|
|
|
3.
|
Merokok
dapat membahayakan bagi orang di sekitar kita
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Saya
yakin merokok merugikan kesehatan
|
|
|
|
5.
|
Seorang
laki-laki sebaiknya merokok
|
|
|
|
6.
|
Seorang
perokok terlihat jantan dimata cewek
|
|
|
|
7.
|
Merokok
dapat melupakan masalah
|
|
|
|
No.
|
Pernyataan
|
Selalu
|
Kadang- kadang
|
Tidak Pernah
|
8.
|
Guru
saya merokok di sekolah
|
|
|
|
9.
|
Di
sekolah dilarang merokok
|
|
|
|
10.
|
Pernah
ada razia rokok di sekolah
|
|
|
|
11.
|
Pernah
ada penyuluhan kesehatan tentang merokok
|
|
|
|
12.
|
Ada
sanksi bagi pelajar yang ketahuan merokok
|
|
|
|
|
|
|
|
|
13.
|
Teman
saya banyak yang merokok
|
|
|
|
14.
|
Teman
saya mengajak merokok
|
|
|
|
15.
|
Teman
saya mengejek saya bila tidak merokok
|
|
|
|
16.
|
Saya
merasa dihargai oleh teman saya ketika merokok
|
|
|
|
|
|
|
|
|
17.
|
Orang
tua saya merokok
|
|
|
|
18.
|
Orang
tua melarang saya merokok
|
|
|
|
19.
|
Orang
tua saya memberikan penjelasan tentang merokok
|
|
|
|
|
|
|
|
|
20.
|
Masyarakat
banyak yang merokok
|
|
|
|
21.
|
Saya
pernah di tegur orang ketika sedang merokok
|
|
|
|
22.
|
Ada
peraturan pemerintah yang melarang merokok
|
|
|
|
Skor
|
|
|
|
Keterangan :
1.
Pernyataan
nomor 1 sampai 7 merupakan pernyataan tentang faktor individu yang terbagi
menjadi 2 sub-variabel yaitu sub-variabel pengetahuan (pernyataan nomor 1
sampai 3) dan sikap (pernyataan nomor 4 sampai 7). Pernyataan yang bersifat
positif pada nomor 1, 2, 3, dan 4, sedangkan pernyataan yang bersifat negatif
pada nomor 5, 6, dan 7. Pilihan pernyataan dibagi menjadi 3 yaitu setuju dengan nilai 3, tidak tahu nilai 2, dan tidak setuju nilai 1. Nilai ini adalah untuk
pernyataan yang bersifat positif. Untuk pernyataan negatif penilaian dibalik.
2.
Pernyataan
nomor 8 sampai 22 merupakan pernyataan tentang faktor lingkungan yang terbagi
menjadi 4 sub-variabel yaitu sub-variabel sekolah (pernyataan nomor 8 sampai
12) , teman sebaya (pernyataan nomor 13 sampai 16), keluarga (pernyataan nomor
17 sampai 19), dan masyarakat
(pernyataan nomor 20 sampai 22). Pernyataan yang bersifat positif pada nomor 9,
10, 11, 12, 18, 19, 21, dan 22, sedangkan pernyataan yang bersifat negatif pada
nomor 8, 13, 14, 15, 16, 17, dan 20. Pilihan pernyataan dibagi menjadi 3 yaitu selalu dengan nilai 3, kadang-kadang nilai 2, dan tidak pernah nilai 1. Nilai ini adalah
untuk pernyataan yang bersifat positif. Untuk pernyataan negatif penilaian
dibalik.
3.
Penilaian
dilakukan tiap sub-variabel yang kemudian diakumulasikan ke variabel. Prioritas
ditetapkan pada nilai mean terendah.
BAB IV
PENGUMPULAN DATA
Proses
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner pada 15 orang
pelajar SMP.Sebelum mengisi kuesioner,
pelajar SMP diberikan penjelasan tentang pengisian kuesioner tersebut.
Pelajar SMP juga dijamin kerahasiaan tentang semua informasi yang diberikannya.
Hasil
dari pengisian kuesioner lalu ditabulasikan dengan menggunakan program excel.
Penghitungan pada tabulasi data tersebut dilakukan pada tiap pernyataan dan
jumlah skornya kemudian dijumlahkan dengan skor pertanyaan lain dalam satu
sub-variabel. Jumlah total skor pernyataan dalam satu sub-variabel kemudian
dibagi dengan banyaknya pertanyaan pada sub-variabel tersebut sehingga
didapatkan nilai rata-rata / mean dari sub-variabel tersebut. Nilai mean
terendah pada sub-variabel akan menjadikan prioritas tertinggi untuk dilakukan usaha
promosi kesehatan.
Hasil pengumpulan data pada
15 orang responden pelajar SMP
Tabel IV.1 : Nilai rata-rata variabel individu dan
lingkungan terhadap kebiasaan
merokok
No.
|
Variabel
|
Skor
|
Mean
|
1.
|
Faktor
individu
|
288
|
42
|
2.
|
Faktor
Lingkungan
|
505
|
34
|
Dari tabel diatas nilai
mean / rata-rata dari faktor lingkungan lebih kecil dari faktor individu
sehingga faktor lingkungan lebih menjadi prioritas dilakukan promosi kesehatan.
Tabel IV.2 :
Nilai rata-rata sub-variabel individu terhadap kebiasaan
merokok
No.
|
Sub-variabel Individu
|
Skor
|
Mean
|
1.
|
Pengetahuan
|
135
|
45
|
2.
|
Sikap
|
153
|
38
|
Dari variabel individu
terhadap kebiasaan merokok, sub-variabel sikap mempunyai prioritas lebih tinggi
dari pada pengetahuan untuk dilakukan promosi kesehatan
Tabel IV.3 : Nilai rata-rata sub-variabel lingkungan
terhadap kebiasaan
merokok
No.
|
Sub-variabel Lingkungan
|
Skor
|
Mean
|
1.
|
Sekolah
|
182
|
36
|
2.
|
Teman Sebaya
|
94
|
24
|
3.
|
Keluarga
|
116
|
39
|
4.
|
Masyarakat
|
113
|
38
|
Dari variabel lingkungan
terhadap kebiasaan merokok, sub-variabel teman sebaya mempunyai prioritas lebih
tinggi dari pada sub-variabel lain untuk dilakukan promosi kesehatan.
Dari paparan data diatas
dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku
merokok pada pelajar SMP adalah faktor lingkungan dan faktor lingkungan ini
yang paling berpengaruh adalah faktor teman sebaya.
BAB V
PEMBAHASAN
Erikson
(Papalia, 2008) mengatakan remaja mengalami krisis aspek psikososial pada masa
perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Masa
remaja sering dilukiskan sebagai masa storm dan stress karena
ketidaksesuaian antara perkembangan fisik yang sudah matang dan belum diimbangi
oleh perkembangan psikososial. Remaja sering berusaha memberikan kesan bahwa
mereka sudah hampir dewasa. Remaja sering bertingkah laku yang membuat mereka
merasa seperti orang dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, dan
menggunakan obat-obatan (Hurlock, 1999).
Tahap
perkembagan remaja awal (11 – 13 tahun) merupakan situasi kritis dalam hal
mencoba perilaku morokok. Hasil penelitian Rochadi (2004) menyatakan bahwa
mayoritas permulaan merokok remaja dilakukan pada umur 12 – 14 tahun. Smet
(1994) dalam Komalasari & Helmi (2000) mengatakan bahwa usia pertama kali
merokok pada umumnya berkisar antara usia 11-13 tahun. Yayasan
Kesehatan Indonesia secara khusus mencatat bahwa 18% remaja yang duduk di bangku SLTP diketahui mulai merokok, dan 11% di antaranya mampu menghabiskan 10 batang per hari. Hasil penelitian lain ditemukan bahwa
pengalaman pertama kali anak mulai merokok, dari 19,5 % siswa perokok yang diteliti (21% laki-laki dan 15,5% perempuan)
ternyata dimulai dari tingkat SLTP (Bawazeer, Hattab,
Morales, 1999). Beberapa
penelitian sejenis umumnya menegaskan bahwa untuk pertama kalinya remaja
merokok pada usia antara 11-13 tahun
(setingkat SD kelas 6 sampai
SLTP kelas 1– 2) (Efendi, 2005).
Pada
masa ini umumnya mereka mencoba perilaku tersebut. Perilaku merokok tersebut
akan menjadi permanen apabila tidak ditangani dengan segera pada masa ini. Ada
kekhawatiran terhadap perilaku merokok pada remaja tersebut, yakni semakin muda
seseorang mulai menjadi perokok, makin besar kemungkinan yang bersangkutan
menjadi perokok berat di usia dewasa (Leventhal, 1988; Dbuyvettere, 1990).
Dampak pengiring lain yang sangat mengkhawatirkan adalah keberadaan perilaku
merokok bisa menjadi pintu masuk pertama (first step) terhadap perilaku negatif lainnya,
seperti: minum alkohol, penyalahgunaan obat-ohatan terlarang atau narkoba,
perilaku agresif dan destruktif. Kombinasi perilaku negatif antara merokok dan
minum alkohol dibenarkan oleh Smet (1994) dalam Efendi (2005) berdasarkan hasil
penelitiannya di kota Semarang dan sekitarnya, babwa perilaku merokok ternyata
memiliki korelasi positif dengan kebiasaan minum alkohol di kalangan remaja. Kegiatan
promosi dan rehabilitasi dalam rangka melakukan penanganan masalah merokok
tentu menjadi pertimbangan yang sangat tepat dan realistis.
Hasil kuesioner
pelajar SMP memperlihatkan bahwa faktor lingkungan lebih menjadi prioritas
dibandingkan dengan faktor individu dalam kaitannya terhadap perilaku merokok. Menurut Lewin (dalam Komasari & Helmi, 2000) perilaku
merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku
merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan faktor
lingkungan Faktor dalam diri remaja seperti perilaku memberontak dan suka
mengambil risiko turut mempengaruhi apakah remaja akan mulai merokok.
Dari
faktor lingkungan yang menjadi prioritas, faktor lingkungan yang berhubungan
dengan teman sebaya yang paling mempengaruhi perilaku morokok pada remaja awal.
Pengaruh ini memang dapat difahami mengingat hampir dari seluruh waktu remaja
dihabiskan bersama teman sebaya. Salah satu tugas perkembangan remaja menurut
Havighurst adalah mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya.
Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan
penting bagi perkembangan kepribadiannya. Ketika remaja berada didalam kelompok
teman sebaya, remaja merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya. Remaja dinilai
oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya ketika remaja berada di dalam
kelompok teman sebaya. Sarafino (1994) dalam Efendi (2005) mengatakan faktor
lingkungan seperti orangtua yang merokok dan teman sebaya yang merokok
mempengaruhi seorang remaja untuk berperilaku merokok.
Teman
sebaya mempunyai peran yang sangat berarti bagi remaja, karena masa tersebut
remaja mula memisahkan diri dari orang tua dan mulai bergabung pada kelompok
sebaya. Kebutuhan untuk diterima sering kali membuat remaja berbuat apa saja
agar dapat diterima kelompoknya dan terbebas dari sebutan ‘pengecut’ dan
‘banci’. Selanjutnya jika dilihat dari tahap-tahap perilaku merokok, teman
sebaya dan keluarga merupakan fihak-fihak yang pertama kali mengenalkan atau
mencoba.
Perlu
penanganan yang sistematik dari semua pihak dalam menangani permasalahan
diatas. Penanganan tersebut perlu direncanakan dan didesain secara tepat dalam
rangka mencapai hasil yang efektif. Perencanaan program haruslah melalui pengkajian yang spesifik untuk
mengetahui area yang paling berpengaruh timbulnya permasalahan ini. Informasi
diatas setidaknya memberikan judgement untuk melakukan perencanaan terhadap
masalah morokok di kalangan remaja.
Setidaknya
kita berfikir bahwa ada sekitar 70 % remaja awal yang belum terpapar perilaku
merokok. Angka ini harusnya menjadikan fokus bagi pelaksanaan intervensi dalam
upaya mengatasi masalah merokok. Program yang bersifat promotif dan preventif
adalah alternatif intervensi yang menawarkan memberikan hasil yang efektif.
Kegiatan program ini perlu dirancang secara khusus dalam rangka menurunkan
persentase jumlah remaja yang merokok. Bagi remaja yang sudah terlanjur merokok
perlu juga dikembangkan program rehabilitasi khususnya pada lingkungan dimana
remaja sering berinteraksi. Lingkungan sekolah barangkali area yang tepat
sasaran bagi pelaksanaan program rehabilitasi dan tentu saja juga program
promosi kesehatan.
Kegiatan
promosi kesehatan di sekolah khususnya promosi tentang merokok perlu ditunjang
dengan pengembangan metode promosi yang bervariatif dan menarik bagi pelajar.
Metode tersebut dapat dimodifikasi dengan pelaksanaan kegiatan wajid sekolah,
misalnya dengan memasukkan ke dalam kurikulum tambahan. Kegiatan
ekstra-kurikuler seperti kegiatan olahraga dan seni dapat pula disiipkan kegiatan
promosi kesehatan.
Beberapa
jenis alternatif kegiatan promosi yang dapat dilakukan di sekolah antara lain
kegiatan penyuluhan massal, pendidikan kesehatan, coaching perwakilan siswa
sebagai inisiasi siswa lain, pembentukan fokus group diskusi, self helf group, intervensi
CBT (cognitive bahaviour therapy). Penelitian Efendi (2005) merekomendasikan penggunaan
paket kegiatan cognitive behavior therapy sebagai perangkat alternatif program
pencegahan perilaku merokok di kalangan siswa secara kontinyu.
BAB VI
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perilaku merokok dikalangan remaja awal sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sekitar tempat ia berinteraksi. Remaja akan sering sering terpapar
dengan lingkungan karena pada masa tersebut terjadi proses sosialisasi sebagai
salah tugas perkembangan yang harus ia lalui. Pengaruh tersebut dapat bersifat
positif maupun negatif. Lingkungan yang positif cenderung akan menimbulkan efek
positif bagi adopsi perilaku dari remaja.
Lingkungan teman sebaya menjadi faktor yang paling berpengaruh
bagi adopsi perilaku merokok pada remaja awal. Hal ini disebabkan karena hampir
seluruh waktu diluar rumah dihabiskan bersama teman-teman sebaya. Eksistensi
remaja akan terjaga dan diakui manakala ia berperilaku sesuai harapan kelompok,
padahal harapan kelompok pada masa itu lebih banyak bersifat negatif dengan
mencoba beberapa perilaku baru.
B.
Saran
Perlu direncanakan program promosi dan rehabilitasi bagi para
remaja awal untuk mengatasi masalah merokok. Program promosi dan rehabilitasi
dilaksanakan dengan mengembangkan metode yang kreatif sehingga menarik bagi
remaja. Strategi pelaksanaan juga perlu dikembangkan dengan dengan mencoba
memasukkan program promosi dan rehabilitasi kedalam kurikulum wajib dan
ekstra-kurikuler.
Beberapa metode program promosi dan rehabilitasi seperti
penyuluhan, pendidikan kesehatan, coaching, Self Help Group, Cognitive
Behaviour Therapy dapat dijadikan alternatif bagi pelaksanaan program secara
kontinyu.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, Adisti, (2009), Gambaran
perilaku merokok pada remaja laki-laki, skripsi,
Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara, Medan : USU Repository.
Depkes RI , (2010), Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Depkes RI. Jakarta
Depkes RI, (1999), Pedoman
Kesehatan Jiwa Bagi Remaja, Depkes RI. Jakarta
Efendi, Mohammad, (2005), Penggunaan Cognitive Behavior
Therapy untuk Mengendalikan Kebiasaan Merokok di Kalangan Siswa melalui
Peningkatan Perceived Self Efficacy Berhenti Merokok, Jurnal
Pendidikan dan fkbud~yann, No. 056. Jakarta.
Karch, Bob, (2002), Health Promotion Modeling : The Look of Wellnes, Volume 5.
Komalasari & Helmi, (2000), Faktor-faktor
penyebab perilaku merokok pada remaja,
Jurnal penelitian UII
& UGM ; Jogjakarta.
Marchildon,
Janice. G. (2005), Factors Related To
Nurses Smoking Behaviour, Thesis In Nursing, Faculty of Texas Tech University Health
Sciences Center ; Texas.
Rice,
Virginia Hill (2008), Monitoring
the Tobacco Epidemic With National, Regional, and International Databases and
Systematic Reviews: Evidence
for Nursing Research and Clinical Decision Making, Monitoring the
Tobacco Epidemic.
Rochadi, Rintoko. R, (2004), Hubungan konformitas dengan perilaku merokok pada remaja sekolah SMU
Negeri di 5 wilayah DKI Jakarta, Disertasi, Program Pasca Sarjana Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia ;
Jakarta.
Setiaji, Bambang (2000), Pengaruh Promosi Kesehatan Terhadap Perilaku
Merokok Pekerja Sektor Informal. Jakarta.
Sibuea, Dewi (2000), Iklan
Rokok - Strategi “Efektif” Meningkatkan Jumlah Remaja Perokok.
Tanja Bekhuis, Ph.D. Paula Ford-Martin, M.A. ; Self-help
groups and therapy ,
. diakses pada tanggal 2 Mei 201, jam 13.00 wib
TCSC-IAKMI,
Industri Rokok Indonesia, http://tcscindo.org/assets/applets/Fact_Sheet_Industri_Rokok_di_Indonesia.pdf. diakses
pada tanggal 2 Mei 201, jam 13.00 wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar