BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Perkembangan
ilmu keperawatan, model konseptual dan teori merupakan aktivitas berpikir yang
tinggi. Model konseptual mengacu pada ide-ide global mengenai individu,
kelompok, situasi atau kejadian tertentu yang berkaitan dengan disiplin yang
spesifik. Konsep merupakan suatu ide dimana terdapat suatu kesan yang
abstrak yang dapat diorganisir menjadi simbol-simbol yang nyata, sedangkan
konsep keperawatan merupakan ide untuk menyusun suatu kerangka konseptual atau
model keperawatan. Teori keperawatan itu sendiri merupakan sekelompok konsep
yang membentuk sebuah pola yang nyata atau suatu pernyataan yang menjelaskan
suatu proses, peristiwa atau kejadian yang didasari oleh fakta-fakta yang telah
diobservasi tetapi kurang absolut atau bukti langsung. Teori-teori yang
terbentuk dari penggabungan konsep dan pernyataan berfokus lebih khusus pada
suatu kejadian dan fenomena dari suatu disiplin (Fawcet, 2005).
Teori
mempunyai kontribusi pada pembentukan dasar praktik keperawatan (Chinn &
Jacob, 1995). Suatu metode untuk menghasilkan dasar pengetahuan keperawatan
ilmiah adalah melalui pengembangan dan memanfaatan teori keperawatan. Definisi
teori keperawatan dapat membantu mahasiswa keperawatana dalam memahami
bagaimana peran dan tindakan keperawatan yang sesuai dengan peran keperawatan.
Menurut Alligood
(2006), teori adalah
serangkaian konsep, definisi,
dan asumsi, atau proposi untuk
menjelaskan suatu fenomena.
Dengan demikian teori menjabarkan lebih
detail suatu fenomena dan bersifat
aplikatif, dan ini memerlukan pemahaman
dan pengembangan. Perawat perlu
memahami tingkatan teori, dan menganalisa
berbagai tingkatannya untuk
mengembangkan dan menerapkannya
dalam praktek keperawatan.
Banyak
teori yang telah diperkenalkan oleh para ahli keperawatan. Salah
satunya adalah teori keperawatan yang dikembangkan oleh Afaf Ibrahim
Meleis. Teori yang diperkenalkannya adalah Teori Transisi. Model konsep yang
diperkenalkan oleh Meleis tersebut menekankan bahwa seseorang akan mengalami
masa transisi dalam hidupnya. Peran perawat dalam hal ini membantu individu
tersebut dalam masa transisi agar mampu memenuhi kebutuhan self-care pada saat
kondisi sakit atau tidak mampu memenuhi kebutuhannya.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1
Tujuan Umum
Memahami
penerapan Transition
Theory Afaf Ibrahim Meleis dalam asuhan
keperawatan
1.2.2
Tujuan Khusus
1.2.2.1
Mengidentifikasi
sejarah Transition
Theory Afaf Ibrahim Meleis
1.2.2.2
Menganalisis scope Transition Theory
Afaf Ibrahim Meleis
1.2.2.3
Menganalisis konteks Transition Theory
Afaf Ibrahim Meleis
1.2.2.4
Mengidentifikasi isi
/konten Transition
Theory Afaf Ibrahim Meleis
1.3 Sistematika Penulisan
Makalah
ini terdiri dari 3 bab yaitu bab 1 menjelaskan tentang latar belakang, tujuan,
dan sistematika penulisan makalah. Bab 2 menjelaskan tinjauan Transition Theory
Afaf Ibrahim Meleis, dan bab 3 adalah
bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari makalah.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Biografi
dan Sejarah Perkembangan
Afaf
Ibrahim Meleis lahir di Alexandria, Mesir (Meleis, Personal Communication, 29
Desember 2007). Ia mengatakan bahwa keperawatan sudah menjadi bagian dari
hidupnya sejak ia lahir. Ibunya dainggap TheFlorence
Nightingale dari Timur tengah. Ia adalah orang pertama di Mesir yang
mendapatkan gelar BSN dari Syracuse
University, dan merupakan perawat pertama di Mesir yang mendapatkan delar
MPH dan PhD dari Egyprin University.
Meleis mengagumi dedikasi dan komitmen sang ibu kepada profesi dan menggap
keperawatan sudah ada dalam darahnya. Di bawah pengaruh ibunya, Meleis menjadi
tertarik terhadap keperawatan dan memilih untuk mendalami disiplin ilmu
keperawatan. Namun ketika ia memilih untuk mengikuti keperawatan, orang tuanya
merasa keberatan dengan keputusannya tersebut karena mereka tahu bagaimana
perjuangan perawat untuk dapat berjuang mendapatkan kualitas dari care. Namun
pada akhirnya mereka menyetujui apa pilihannya dan mereka meyakinkan Afaf bahwa
ia dapat melakukannya.
Meleis
menyelesaikan pendidikan keperawatannya di The University of Alexandria, Egypt.
Ia datang ke Amerika untuk melanjutkan pendidikannya menjadi seorang perawat
akademisi (Meleis, Personal Communication, 29 Desember 2007). Dari The
University of California, Los Angeles, ia menerima gelar MS dalam bidang
keperawatan pada tahun 1964, gelar MA dalam bidang sosiologi pada tahun 1966,
dan sebuah gelar PhD dalam bidang Medical
and Social Psychology pada tahun 1968.
Setelah
menerima gelar Doktornya, meleis bekerja sebagai administrator dan instruktur
di The University of California, Los Angeles dari tahun 1966 sampai 1968 dan
sebagai asisten profesor dari tahun 1968 sampai 1971. Pada tahun 1971, ia
pindah ke The University of California, San Fransisko (UCSF), dimana ia
menghabiskan 34 tahun berikutnya dan mengembangkan Transitions Theory. Pada tahun2002, nama Meleis dinominasikan dan
menjadi nama sebuah sekolah keperawatan yaitu Meleis Bond Simon Dean of The
School of Nursing at the University of Pennsylvania.(Alligood&Tomey 2014).
2.2
Konten Teori
Transition theory adalah salah satu nursing theory yang dicetuskan oleh Afaf
Ibrahim Meleis, teori ini mulai dikembangkan pada tahun 1960. Transisi adalah
konsep yang sering digunakan didalam teori perkembangan dan teori
stress-adaptasi. Transisi mengakomodasi kelangsungan dan ketidakberlangsungan dalam
proses kehidupan manusia. Transisi berasal dari bahasa latin “transpire” yang
berarti “pergi menyebrang”, dalam kamus Webster, transisi berarti pergerakan
dari satu keadaan, kondisi, atau tempat ke kondisi lainnya.
Meleis awalnya mendefinisikan transition
sebagai transisi yang sehat atau transisi yang tidak efektif dalam kaitannya
dengan peran yang tidak efektif. Meleis mendefenisikan peran yang tidak efektif
sebagai kesulitan di dalam mengenal atau kinerja dari peran atau perasaan dan
tujuan yang terkait dengan peran perilaku seperti yang dirasakan oleh diri
sendiri atau oleh orang lain (Meleis, 2007 dalam Alligood, 2014). Konsep
umum dari Transition Theory terdiri
dari:
2.2.3.1 Tipe dan
Pola dari Transisi,
Tipe
transisi terdiri perkembangan, kesehatan dan penyakit, dan organisasi.
Perkembangan (developmental) terdiri
dari kelahiran, kedewasaan, menopause, penuaan, dan kematian. Transisi sehat
dan sakit terdiri dari proses pemulihan, pemulangan dari rumah sakit, dan
diagnosis penyakit kronis. Organizational
transition adalah perubahan kondisi lingkungan yang berpengaruh pada
kehidupan klien, serta kinerja mereka (Schumacer &Meleis, 1994 dalam
Alligood, 2014). Pola transisi terdiri dari multiple dan kompleks. Kebanyakan
orang memiliki pengalaman yang multiple (banyak) dan simultan (berkelanjutan)
dibandingkan dengan hanya satu pengalaman transisi, dimana tidak mudah untuk
mengenalinya dari konteks kehidupan sehari-hari. Dalam setiap studinya meleis
mencatat dimana dasar dari teori pengembangan meliputi seseorang yang memiliki
minimum dua tipe transisi, dimana tidak adanya hubungan langsung antara dua
tipe transisi, sehingga mereka mempertimbangkan jika terjadi transisi yang
berurutan dan simultan serta adanya overlaping dari transisi, maka esensi dari
hubungan antara kejadian yang terpisah adalah permulaan dari transisi
seseorang.
2.2.3.2 Properties of Transition
Experiences (Sifat dari pengalaman transisi)
Sifat dari pengalaman transisi meliputi lima subkonsep yaitu kesadaran, keikutsertaan, perubahan dan
perbedaan, rentang waktu, titik kritis dan kejadian. Meleis, Sawyer, Im, dkk
(2000) menyatakan bahwa sifat pengalaman transisi tersebut secara mendasar tidak terlepaskan, tetapi
saling berhubungan sebagai proses yang kompleks.
2.2.2.1 Kesadaran
(Awarness) didefinisikan sebagai
persepsi, pengetahuan dan pengakuan terhadap pengalaman transisi. Level dari
kesadaraan sering tercermin dari tingkatan kesesuaian antara apa yang diketahui
tentang proses dan respon serta harapan dasar apa yang ditetapkan tentang
respon dan persepsi individu yang mengalami transisi yang sama. Individu yang
tidak sadar akan perubahan berarti tidak memulai proses transisinya.
2.2.2.2 Keterlibatan,
merupakan sifat lainnya yang dicetuskan oleh Meleis. Keterlibatan mengacu pada
“derajat dimana seseorang menunjukkan keterlibatan pada proses yang terkandung
dalam suatu transisi”. Tingkat kesadaran dianggap
mempengaruhi tingkat keterlibatan, tidak ada keterlibatan tanpa kesadaran.
2.2.2.3 Perubahan
dan Perbedaan (Changes and difference), adalah
pengalaman seseorang tentang identitas, peran, hubungan, kebiasaan, dan
perilakunya yang kemungkinan membawa keinginan untuk bergerak atau arahan
langsung proses internal dan proses eksternal. Meleis, dkk menyatakan semua
transisi berhubungan dengan perubahan, walaupun perubahan belum tentu merupakan
suatu transisi. Mereka juga menyatakan untuk memahami transisi secara komplit
sangat penting untuk menyingkap dan menjelaskan arti dan pengaruh dan cakupan
dari perubahan seperti alam, kesementaraan, kekejaman, personal, keluarga,
norma sosial dan harapan. Difference yaitu
Meleis, dkk mempercayai perbedaan kesempatan atau tantangan bisa ditunjukkan
oleh karena ketidakpuasan atau harapan yang tidak lazim, perasaan yang tidak
sama, atau memandang sesuatu dengan cara yang berbeda, dan meleis meyampaikan
perawat harus mengenali tingkat kemyamanan dan penguasaan klien dalam mengalami
perubahan dan perbedaan.
2.2.2.4
Rentang waktu (Time Span), yaitu semua
transisi bersifat mengalir dan bergerak setiap saat. Karakter transisi sebagai time span dengan indentifikasi titik
akhir. Berawal dari antisipasi, persepsi atau demonstrasi perubahan, bergerak
melalui periode yang tidak stabil, kebingungan, stress berat sampai menuju fase
akhir dengan adanya permulaan baru atau periode yang stabil. Meleis, dkk
mencatat bahwa akanbermasalah atau tidak layak, dan bahkan
mungkin merugikan, untuk membatasi rentang
waktu beberapa pengalaman transisi.
2.2.2.5 Titik
kritis dan peristiwa (Critical Point and
Event) Titik kritis dan kejadian didefinisikan
sebagai penanda seperti kelahiran,
kematian, menopause, atau diagnosis suatu penyakit. Meleis dkk (2000) juga
menyatakan bahwa peristiwa tanda spesifik mungkin tidak terang/jelas bagi
beberapa transisi, meskipun transisi biasanya memiliki titik kritis dan
kejadian. Titik kritis dan kejadian biasanya terkait dengan kesadaran yang
intensif pada perubahan atau perbedaan. Teori transisi mengkonsep bahwa akhir
dari titik kritis adalah membedakan dengan menyeimbangkan pada jadwal baru,
kompetensi, gaya hidup, kebiasaan perawatan diri, dan bahwa ketidakpastian
durasi dikelompokkan berdasarkan variasi, perubahan konsekutif, dan gangguan kehidupan.
2.2.2.6 Kematian,
menopause, atau diagnosis penyakit. Meleis juga mengakui bahwa penanda
peristiwa spesifik tidak semuanya jelas bagi beberapa transisi, walaupun
transisi biasanya memiliki critical point
dan events.Critical point and event biasanya berhubungan dengan kesadaran
tinggi pada perubahan atau ketidaksamaan atau lebih exertive engagement pada proses transisi
2.2.3 Kondisi Transisi (Fasilitator dan Penghambat)
Merupakan keadaan yang mempengaruhi caraorang bergerak melalui transisi dan menfasilitasi atau menghambat kemajuan untuk mencapai transisi yang sehat. Kondisi transisi terdiri dari personal, komunitas, atau faktor sosial yang bisa mempercepat atau menghalangi proses dan outcome dari transisi yang sehat.
2.2.3.1 Kondisi personal, terdiri meaning (arti), didefinisikan sebagai beberapa keadaan atau pencetus yang mempercepat atau memperlambat suatu transisi. Dari beberapa penelitian, setiap orang memiliki arti tersendiri terhadap setiap peristiwa yang dialaminya bisa arti positif, negative, ataupun tidak memiliki arti sama sekali. Kepercayaan Kultural (cultural believe), merupakan suatu stigma yang berhubungan dengan pengalaman transisi. Stigma akan mempengaruhi pengalaman transisi.
2.2.3.2 Persiapan dan pengetahuan, antisipasi dari persiapan dalam menfasilitasi pengalaman transisi, dimana apabila terjadi gangguan pada persiapan maka akan menghambat transisi. Pengetahuan berhubungan dengan proses persiapan, dimana seseorang harus memiliki pengetahuan tentang harapan selama transisi dan bagaimana strategi untuk mewujudkan dan me-managenya.
2.2.3.3 Status Sosial dan Ekonomi
2.2.3.4 Kondisi Komunitas atau kondisi sosial
2.2.4
Pola Respon (Pattern of Response ( process indicator and
outcome)) adalah karakter dari respon kesehatan, karena transisi terus
berubah sepanjang waktu. Mengidentifikasi
indicator proses klien yang bergerak baik ke arah kesehatan atau terhadap
kerentanan dan resiko, memungkinkan perawat untuk melakukan pengkajian awal dan
intervensi untuk menfasilitasi outcome yang sehat. Indicator proses ini terdiri
dari:
2.2.4.1 Feeling Connected
Didefinisikan sebagai
kebutuhan untuk terhubung satu sama lain, hubungan dan kontak personal, adalah
sumber informasi utama tentang pelayanan kesehatan dan sumber dayanya. Merasa
terhubung dengan tenaga kesehatan yang professional yang mampu menjawab
pertanyaan dan klien merasa nyaman untuk berhubungan merupakan indicator lain
dari pengalaman positif transisi
2.2.4.2 Interacting
Melalui proses interaksi,
transisi dan perkembangan perilaku dapat dipahami, dan diklarifikasi .
2.2.4.3 Location and being situated
Waktu, ruang, dan hubungan
biasanya menjadi hal penting dalam transisi.
2.2.4.4 Developing confidence and
coping
Ada dua indikator penting yang digunakan
yaitu penguasaan terhadap skill baru (Mastery
of new skills) dan pencairan identitas (fluid
integrative identities), penguasaan terhadap kemampuan dan pencairan
identitas baru dibutuhkan dalam transisi untuk mengatur situasi baru atau
lingkungan baru. Penguasaan dan memiliki rasa baru dalam identitas
merefleksikan outcome yang sehat dari sebuah proses transisi
2.2.5
Keperawatan Terapeutik (Nursing Therapeutics)
Schumacher
dan Meleis (1994), nursing therapeutics
sebagai tiga alat ukur yang dapat diaplikasikan secara luas untuk intervensi
terapeutik selama masa transisi. Pertama, mereka mengusulkan kesiapan
pengkajian sebagai nursing therapeutic.
Pengkajian memerlukan usaha secara interdisiplin dan berdasarkan pengertian
penuh tentang klien. Kedua, adalah persiapan untuk proses transisi, pendidikan
merupakan modal utama dalam persiapan proses transisi. Ketiga,
peran pendukung diusulkan sebagai terapeutik keperawatan. Peran suplementasi
disarankan oleh Meleis (1975) dan digunakan oleh beberapa peneliti (Brackley,
1992; Dracup, Meleis, Clark, Clyburn, Shields, & Staley, 1985; Gaffney,
1992; Meleis & Swendsen, 1978). Namun, dalam middle-range teori transisi,
tidak ada pengembangan lebih lanjut dari konsep keperawatan terapi.
2.2.6
Asumsi Utama
Berdasarkan hasil teori
Meleis dapat ditarik asumsi-asumsi dari Teori Transisi sebagai berikut:
2.2.6.1
Keperawatan
(a)
Perawat adalah pemberi asuhan
utama bagi klien dan keluarganya yang sedang mengalami masa transisi.
(b)
Transisi dapat mengakibatkan
perubahan dan dapat pula menjadi akibat dari perubahan.
2.2.6.2
Manusia
(a)
Transisi melibatkan proses
pergerakan dan perubahan dalam pola hidup fundamental, yang terwujud dalam
semua individu.
(b)
Transisi menyebabkan perubahan
identitas, peran, hubungan, kemampuan, dan pola perilaku.
(c)
Kehidupan sehari-hari klien,
lingkungan, dan interaksinya dibentuk oleh alam, kondisi, makna, dan proses
dari penegalaman transisinya.
2.2.6.3
Kesehatan
(a)
Transisi bersifat kompleks
dan multidimensi.
(b)
Transisi memiliki pola
keragaman dan kompleksitas.
(c)
Semua transisi mengalir dan
bergerak sepajang waktu.Perubahan dan perbedaan bukan merupakan sinonim atau
istilah yang dapat menggantikan kata transisi.
2.2.6.4
Lingkungan
(a)
Kerentanan berhubungan dengan
pengalaman transisi dan kondisi lingkungan yang memaparkan individu pada suatu
potensi bahaya, pemulihan yang
2.3.
Scope
Transition Theory merupakan salah satu nursing
theory yang merupakan bagian dari middle-range
theory, dikarenakan Transition theory
adalah middle range theory maka,
teori ini dikembangkan berdasarkan riset yang menggunakan Transition Framework. Transition
theory dapat diaplikasikan dalam praktek dengan berbagai tipe grup, yang
terdiri dari populasi geriatric, popoulasi psikiatri, populasi maternal, wanita
yang menopause, pasien Alzheimer, family
caregiver, wanita imigran, dan orang yang memiliki penyakit kronis. Transition theory menyediakan arahan
untuk praktik keperawatan dengan berbagai tipe transisi oleh penyediaan
perspektif yang komprehensif pada konsep nature dan tipe transisi, kondisi
transisi, dan indikator proses serta
outcome.
2.4.
Konteks Teori
Menurut
Alligood (2017), teori yang dikembangkan oleh Meleis ditegaskan
dalam beberapa poin, antara
lain:
2.4.1
Perkembangan, sehat, dan
sakit, serta transisi organisasi merupakan pusat dari praktik keperawatan
2.4.2
Pola transisi meliputi (a)
apakah klien mengalami transisi tunggal atau multipel; (b) apakah transisi
multipel tersebut berlangsung secara bergantian atau stimultan; (c) sejauh mana
transisi tersebut saling tumpang tindih; dan (d) sifat hubungan antara
peristiwa berbeda yang memicu transisi pada seorang klien
2.4.3
Sifat-sifat pengalaman
transisi merupakan bagian yang saling berhubungan dari suatu proses yang
kompleks
2.4.4
Tingkat kesadaran
memengaruhi tingkat keterlibatan, dimana tingkat keterlibatan tidak akan
terjadi tanpa adanya kesadaran
2.4.5
Persepsi manusia terhadap
situsasi sehat-sakit dan makna yang melekat pada situasi tersebut dipengaruhi
oleh dan pada akhirnya juga akan memengaruhi kondisi dimana transisi terjadi
2.4.6
Transisi yang sehat
ditandai oleh indikator proses dan luaran
2.4.7
Menjalani transisi yang
sukses bergantung pada pengembangan hubungan yang efektif antara perawat dan
klien (terapeutik keperawatan). Hubungan ini adalah proses yang sangat bersifat
timbal balik yang memengaruhi baik klien atau perawat.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Teori yang dikembangkan oleh Meleis menitikberatkan pada
suatu proses transisi, dimana hal tersebut terjadi pada manusia baik dari
kondisi perubahan tahap tumbuh kembang, transisi dari kondisi sehat dan sakit,
maupun dari kondisi perubahan lingkungan / organisasi. Proses transisi yang
dialami oleh manusia menjadi lahan dimana seorang perawat dapat menjalankan
peran profesionalnya, dengan terapeutik keperawatan. Perawat berperan dalam
membantu pasien melewati masa transisi agar tercapai luaran yang baik dan
sesuai dengan indikator proses. Peran perawat antara lain dengan membantu
meningkatkan kapasitas pasien meliputi aspek kondisi personal pasien,
persiapan dan pengetahuan
pasien, kondisi komunitas atau kondisi sosial, serta status sosial dan ekonomi pasien.
Teori transisi Meleis dapat dijadikan kerangka berpikir
dalam melakukan asuhan keperawatan, dimana perawat dapat mengkaji terlebih
dahulu jenis dan pola transisi yang dialami oleh pasien serta menentukan
aspek-aspek yang terkait di dalamnya, lalu memeberikan asuhan keperawatan yang
terapeutik sehingga diperoleh output yang baik dari proses transisi pasien
tersebut.
3.2
Saran
Dengan adanya teori transisi Meleis, perawat sebaiknya
dapat menerapkan teori tersebut dengan belajar memahami kondisi transisi yang
dialami oleh pasien dalam tingkatan apapun, serta dapat memberikan intervensi
keperawatan yang sesuai dengan kondisi transisi pasien. Perawat sebaiknya dapat
membuat suatu bukti empiris dari penerapan teori transisi pada kasus-kasus yang
beragam, serta membuat analisis dari penerapan teori tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2010). Nursing
theorists and their work. Maryland Heights, MO: Mosby.
Aligood, M. R. (2014). Nursing Theorists: and Their Work (8th Ed). Missouri: Elsevier.
Alligood, Martha Raile. 2017. Nursing theories and their work. Singapore: Elsevier
Fawcett, Jacqueline.(2005). Contemporary Nursing Knowledge: Analysis and
Evaluation of Nursing Models and Theories (2th Ed). Philadephia: Davis
Company
Meleis, Afaf I. (2010). Transition Theory: Middle Range and Situation-Spesific Theories in
Nursing Research And Practice.
New York: Springer Publishing Company
Meleis, A.I., Sawyer, L.M., Im, E.,
Hilfinger-Messias, D.K., Schumacher, K.
(2000).
Experiencing
transitions: An emerging middle-range theory.
Advances In
Nursing Science,
23(1), p. 12-28.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar