Analisa falsafah, paradigma, dan teori keperawatan serta hubungannya terhadap sains



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Florence Nightingle merupakan sosok yang memulai sejarah keperawatan secara professional. Florence berjuang dalam mendirikan sekolah keperawatan yang menandai lahirnya keperawatan modern (Kalish & Kalisch, 2003; Nightingale,1859/1969). Praktek keperawatan pada awalnya lebih banyak berdasarkan prinsip-prinsip dan tradisi-tradisi yang diwariskan melalui model pendidikan magang dan panduan-panduan prosedur rumah sakit. Tahun 1950-an merupakan awal munculnya gagasan mengenai keperawatan merupakan suatu ilmu (sains) (aligood, 2010a ; Kalisch & Kalisch, 2003).
Ilmu keperawatan terus berkembang setelah era Nightingle. Dimulai dari berkembangnya pendidikan keperawatan dari vokasi menuju pendidikan yang berbasis perguruan tinggi, kemudian diikuti munculnya program pendidikan pascasarjana master serta doktoral. Hal ini kemudian menghasilkan munculnya penelitian-penelitian tentang keperawatan dan merupakan jalan dari munculnya pengetahuan keperawatan yang baru. Selain itu, teori-teori keperawatan dan model keperawatan juga mulai diperkenalkan pada masa ini (Aligood, 2010). Ketika pemahaman tentang penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan semakin meningkat, maka penelitian membutuhkan kerangka konseptual dan teoritis untuk menghasilkan suatu informasi, begitu pula sebaliknya penelitian dan teori dibutuhkan secara bersama-sama untuk menghasilkan ilmu keperawatan (Batey,1977; Fawcett,1978; Hardy, 1978 dalam Aligood, 2010).

1.2.   Tujuan
1.2.1.    Tujuan Umum
Menganalisa falsafah, paradigma, dan teori keperawatan serta hubungannya terhadap sains
1.2.2.      Tujuan Khusus
a.    Menganalisa hubungan falsafah keperawatan dalam sains keperawatan
b.    Menganalisa hubungan paradigma keperawatan dalam sains keperawatan
c.    Menganalisa hubungan teori keperawatan dalam sains keperawatan
d.   Menganalisa hubungan model konseptual keperawatan dalam sains keperawatan
e.    Menganalisa karakteristik sains keperawatan
f.     Menganalisa pengembangan dan hubungan antara sains keperawatan dalam pendidikan keperawatan
g.    Menganalisa pengembangan dan hubungan antara sains keperawatan dalam pelayanan keperawatan
h.    Menganalisa pengembangan dan hubungan antara sains keperawatan dalam riset keperawatan



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1         Falsafah dan Paradigma Disiplin Sains Keperawatan
2.1.1    Definsi Falsafah dan Paradigma Disiplin Sains Keperawatan
A.    Definisi Falsafah Keperawatan
Falsafah keperawatan adalah keyakinan perawat terhadap nilai-nilai keperawatan yang menjadi pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan, baik terhadap individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat (Budiono, 2016). Falsafah keperawatan merupakan makna umum dari keperawatan dan juga menjelaskan fenomena keperawatan melalui nalar dan logika (Alligood, 2005). Falsafah keperawatan merupakan pandangan dasar mengenai hakikat manusia dan esensi keperawatan yang akan dijadikan kerangka dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Nasir dan Muhith, 2011). Sehingga, falsafah keperawatan merupakan suatu keyakinan atau cara pandang perawat terhadap nilai-nilai keperawatan yang menjadi dasar/pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan baik individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat serta menjelaskan fenomena keperawatan melalui nalar dan logika.
Beberapa ahli keperawatan mengungkapkan pemikiran mengenai falsafah keperawatan, yaitu Florence Nightingale, Jean Watson, Calista Roy, dan Patricia Benner. Prinsip konsep falsafah keperawatan Florence Nightingale  yaitu pengaruh lingkungan terhadap proses penyembuhan dan kesehatan dimana komponen lingkungan tersebut meliputi udara yang bersih, air bersih, drainase yang efisien, kebersihan, dan lingkungan yang cukup. Menurut Jean Watson prinsip konsep falsafah keperawatan yaitu sikap caring dalam memberikan asuhan keperawatan. Konsep utama yang digunakan Watson yaitu membentuk sistem nilai yang humanistic altruistic, membangkitkan keyakinan-harapan, menanamkan kepekaan terhadap diri dan orang lain, mengembangkan hubungan membantu-hubungan rasa percaya, meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan positif dan negatif, menggunakan metode pemecahan masalah secara sistematis untuk pengambilan keputusan, meningkatkan pengajaran-pembelajaran interpersonal, menyediakan lingkungan psikologis, fisik, sosial budaya dan spiritual yang mendukung, melindungi dan memperbaiki, membantu pemenuhan kebutuhan dasar, mengizinkan kekuatan eksistensial-fenomologis (Alligood, 2014).
Callista Roy memandang manusia sebagai makhluk yang dapat beradaptasi terhadap stimulus internal maupun eksternal. Prinsip utama dari falsafah menurut Roy yaitu humanisme, kebenaran, dan pembentukan spiritual. Manusia dan pengalamannya penting untuk diketahui, kebenaran yang merupakan keyakinan terhadap tujuan, nilai dan makna hidup. Komponen dari i adalah tujuan eksistensi manusia, gabungan dari beberapa tujuan peradaban manusia, aktifitas dan kreativitas untuk kebaikan, nilai dan arti kehidupan. Serta, pembentukan spiritual berfokus pada kesadaran dan gagasan untuk menghilangkan pemahaman yang salah, kesadaran untuk memperoleh kontrol diri, keseimbangan dan ketenangan serta reklamasi penciptaan awal (Fawcett, 2006).
Falsafah keperawatan yang berfokus pada perawat pendidik serta praktik keperawatan tertuang dalam konsep falsafah Patricia Benner. Patricia Benner melihat fenomena tentang bagaimana perawat senior melakukan praktik keperawatan berdasarkan pengetahuan tentang kondisi klien dan berbagai terapi, tetapi perawat tersebut tidak mempunyai pengetahuan yang mendukung terapi yang dilakukan. Sedangkan, perawat pendidik melakukan bimbingan berdasarkan ilmu pengetahuan teoritis tanpa diimbangi dengan pengetahuan klinis yang memadai.

B.     Paradigma Keperawatan
Beberapa tokoh keperawatan mengungkapkan tentang paradigma keperawatan, diantaranya Fawcett (1978) dan Newman (1983). Fawcett pada tahun 1978 mengungkapkan bahwa paradigma terbagi empat konsep yaitu manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan. Manusia sebagai individu diakui dalam budaya, sebagaimana diakui dalam keluarga, komunitas, kelompok atau perkumpulan yang berpartisipasi dalam keperawatan yang berada dalam suatu lingkungan baik lokal, regional, nasional, dan seluruh dunia serta budaya, sosial, politik, dan ekonomi yang terkait dengan kesehatan manusia. Paradigma yang menjelaskan konsep kesehatan manusia bahwa manusia mengalami proses hidup dan mati (1978), serta konsep keperawatan dimana perawat saat melakukan tindakan, menentukan tujuan atau hasil dari tindakan keperawatan mengacu pada hubungannya dengan manusia. Tindakan keperawatan dipandang sebagai proses timbal balik antara manusia dan perawat. Proses tersebut meliputi kegiatan seperti pengkajian, perencanaan, intervensi, dan evaluasi asuhan keperawatan.
Newman pada tahun 1983 mengungkapkan empat paradigma keperawatan yaitu keperawatan sebagai aksi, klien sebagai manusia, lingkungan termasuk didalamnya hubungan antara klien dan perawat, dan kesehatan. Newman juga mengungkapkan interaksi perawat dengan klien dan lingkungan bertujuan untuk memfasilitasi kesehatan klien (Fawcett, 2006). Sehingga dapat disimpulkan dari kedua teori tersebut diatas konsep paradigma yaitu manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan. Manusia merupakan klien dalam unit individu, kelompok, dan komunitas baik di lingkungan regional, nasional, dan dunia serta budaya, sosial, politik, dan ekonomi yang terkait dengan kesehatan dan keperawatan dipandang sebagai suatu tindakan proses keperawatan yang memiliki hubungan timbal balik antara klien dengan perawat.
2.1.2   Sains Keperawatan
Sains keperawatan menurut KBBI dan UU Keperawatan No. 12 tahun 2012 merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh secara sistematis tentang sifat atau prinsip tentang keperawatan dengan menggunakan beberapa pendekatan paradigma, falsafah, teori dan model konseptual dalam keperawatan.
Asmadi (2004) mengungkapkan beberapa hal tentang sifat-sifat/karakteristik dari sains keperawatan, yaitu pengetahuan umum, objektif, abstraksi, konseptual dan generalisasi. Sifat pengetahuan umum meliputi ilmu keperawatan yang dapat dipelajari oleh siapa saja yang berminat dan dapat dipublikasikan dengan bahasa yang sarat dengan unsur informatif dan emotif. Sifat objektif yaitu ilmu keperawatan dapat menginterpretasikan objek yang sama dengan cara yang sama sehingga diperoleh hasil yang sama. Misalnya, ada tiga orang perawat yang melaksanakan tindakan keperawatan yang sama, contohnya memasang oksigen. Hasil yang mereka capai akan sama, yaitu memenuhi kebutuhan oksigen.
Sifat abstraksi yaitu ilmu keperawatan yang ditujukan bagi umat manusia sesuai dengan kebutuhan. Hal ini tertuang dalam sejumlah konsep tentang manusia, yakni manusia sebagai makhluk holistik (bio-psiko-sosio-spritual), manusia sebagai makhluk yang unik, memiliki kebutuhan dan manusia sebagai makhluk dengan sistem terbuka. Sifat konseptual yaitu ilmu keperawatan memiliki konsep yang membangun teori keperawatan, konsep ini antara lain dikemukakan oleh beberapa ahli  seperti Florence Nightingale (1859), Hildegard Peplau (1952), Faye Abdellah (1960), Ida Jean Orlando (1961), Virginia Handerson (1966), Martha E. Roger (1970), Dorothea Orem (1971), Imogene F King (1971), dan Kelompok Kerja Keperawatan Indonesia (1983). Serta generalisasi, dengan adanya konsep manusia dan teori keperawatan, ilmu keperawatan dapat dipublikasikan sehingga bisa diketahui dan diterima oleh umum.Artinya, masyarakat dapat mengenal ilmu keperawatan sebagai realitas asuhan keperawatan atau bantuan yang diberikan.


2.1.3   Interaksi Paradigma, Falsafah, dan Sains Keperawatan
Fawcett (2006) menjelaskan bahwa sains keperawatan tidak dapat terlepas dari 5 komponen penting, kelima komponen tersebut antara lain: metaparadigma, falsafah, model konseptual, teori, dan indikator empiris. Kelima komponen di atas membentuk sebuah kerangka hierarki yang dapat digunakan untuk menganalisis suatu fenomena dalam keperawatan. Kelima komponen tersebut, 4 di antaranya (metaparadigma teori) merupakan kumpulan konsep dan pendapat dari beberapa ahli, sementara indikator empiris (komponen kelima) adalah alat yang digunakan untuk mengukur/membuktikan keempat konsep diatasnya.
Metaparadigma merupakan suatu konsep global yang mengidentifikasi suatu fenomena pada disiplin ilmu tertentu, dapat juga dikatakan sebagai suatu dalil yang menjelaskan konsep atau hubungan antara 2 konsep yang berbeda. Salah satu fungsi metaparadigma adalah untuk memberikan batasan jelas tentang wilayah suatu disiplin ilmu. Fawcett pada tahun 1978 mengidentifikasi paradigma dalam keperawatan terdiri dari 4 bagian, yaitu: Manusia, Lingkungan, keperawatan, dan sehat – sakit. Betty Newman  pada tahun 1983 mengemukakan bahwa terdapat 4 konsep dalam paradigma keperawatan, yang terdiri dari : perawat – klien – lingkungan – dan kesehatan, dan masih banyak peneliti lain di bidang keperawatan yang mengemukakan berbagai paradigma menurut gagasannya.
Bagian kedua dalam hierarki komponen keperawatan adalah falsafah, definisi dari falsafah adalah suatu pendapat atau dalil yang disertakan bukti penelitian (ontologis) tentang suatu fenomena dalam suatu disiplin ilmu, dapat juga diartikan sebagai klaim epistemologi tentang bagaimana suatu fenomena dapat dijelaskan. Fungsi falsafah dalam keperawatan sendiri adalah untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan – pertanyaan filosofis tentang keperawatan dan hubungan antara perawat dengan klien (manusia).Secara garis besar, fungsi dari falsafah keperawatan adalah sebagai tuntunan bagi perawat dan masyarakat umum tentang nilai dan prinsip dari bidang ilmu keperawatan. Beberapa falsafah/filosofi keperawatan yang terkenal antara lain : falsafah F. Nightingale, falsafah Watson, falsafah Benner, falsafah Martinsen, Falsafah Eric. Erickson.
Bagian ketiga dari hierarki komponen keperawatan adalah model konsep atau konseptual model.Konseptual model memiliki arti sebagai sebuah konsep umum tentang suatu fenomena dalam keperawatan, konseptual model sudah jauh lebih spesifik dibandingkan metaparadigma dan falsafah dalam menjelaskan suatu fenomena keperawatan. Konseptual model dapat juga disebut sebagai kerangka berfikir, paradigma (berbeda dengan metaparadigma), dan acuan disiplin ilmu. Meskipun jauh lebih spesifik dalam menjelaskan sebuah fenomena dibandingkan falsafah dan metaparadigma, konsep dari konseptual model masih bersifat abstrak dan tidak dapat diimplementasikan langsung dalam intervensi kepada individu/klien perorangan. Konseptual model hanya dapat diimplementasikan/dikonsepkan untuk menjelaskan fenomena masyarakat atau kelompok khusus. Beberapa konseptual model yang sering digunakan oleh perawat antara lain: model Levine, model Rogers, model Orem, model King, model Neuman, model Roy, model Johnson, model Boykin & Schoenhofer.
Komponen keempat yang dibahas adalah teori, dimana teori merupakan bagian terakhir dalam konsep/pendapat para ahli keperawatan dan bersifat lebih spesifik serta dapat diimplementasikan dalam studi empiris kepada individu/klien. Definisi dari teori adalah satu atau lebih konsep turunan dari konseptual model yang lebih bersifat spesifik dan konkrit untuk menjelaskan suatu fenomena. King & Fawcett pada tahun 1997 menjelaskan terdapat beberapa sebutan untuk teori – teori yang dipergunakan, antara lain: teori inti (atomic theory), grand theory, macro theory, micro theory, middle range theory, practice theory, dan theoretical framework. Beberapa teori keperawatan yang dikenal antara lain: teori Orlando, teori Pender, teori Leininger, teori Newman, teori Parse, teori Ericson, teori Huster & Husted.
Indikator empiris merupakan komponen terakhir yang menyusun hierarki dan merupakan turunan langsung dari middle range theory. Secara garis besar, indikator empiris sudah berbentuk prosedur, instrumen, maupun suatu kondisi eksperimen yang digunakan untuk membuktikan suatu teori. Donaldson dan Crowley (1978) dalam Fawcett (1978) mengatakan bahwa keperawatan adalah sebuah disiplin profesional, yang bermakna profesi yang dalam pengembangannya membutuhkan standar dan regulasi khusus berbasis ilmu pengetahuan berdasarkan penelitian dan evidence based practice. Hal di atas menunjukkan bahwa profesi keperawatan memerlukan studi berkelanjutan dalam pengembangan profesi. Salah satu metode yang dapat dipergunakan adalah sistem conceptual-theory-empirical (CTE). Sistem CTE merupakan suatu sistem yang berbasis kepada kesinambungan hubungan antara konseptual model – teori dan studi empiris dalam pelaksanaannya. 

2.1.4   Pengembangan Sains Keperawatan Yang Merupakan Kontribusi Dari Interaksi Antara Pendidikan, Pelayanan, dan Riset Keperawatan Serta Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Keprofesian
Donaldson dan Crowley pada tahun 1978 menjelaskan bahwa disiplin profesional memiliki mandat sosial untuk mengatur apa yang mereka namakan sebagai penelitian dasar, penelitian terapan, dan penelitian klinis. Dengan demikian, disiplin keperawatan profesional bertanggung jawab tidak hanya untuk generasi dan penyebaran pengetahuan baru (penelitian dasar) dan penentuan batas pengetahuan itu dalam berbagai situasi (penelitian terapan) tetapi juga untuk penentuan efek praktik keperawatan. Pendidikan, teknik, dan terapi fisik adalah contoh dari disiplin profesional lainnya. Sebaliknya, disiplin akademik hanya bertanggung jawab atas penelitian dasar dan terapan, misal fisika, kimia, biologi, psikologi, dan sosiologi (Fawcett, 2006).
Donaldson dan Crowley menjelaskan bahwa keperawatan adalah disiplin profesional yang tetap tak tertandingi selama lebih dari 20 tahun. Sedangkan, Parse menyatakan bahwa dia tidak sependapat dengan pernyataan Donaldson dan Crowley. Dia lebih memilih untuk memisahkan disiplin dari profesi. Secara khusus, dia mempertahankan bahwa disiplin adalah ilmu dasar dan basis pengetahuan keperawatan, dan bahwa tujuan disiplin adalah untuk memperluas pengetahuan tentang pengalaman manusia melalui penelitian dan konseptualisasi kreatif. Parse berpendapat bahwa profesi keperawatan terdiri dari orang-orang yang dididik dalam disiplin sesuai dengan standar yang ditetapkan secara nasional, diatur, dan dipantau (Fawcett, 2006: hal 10).
Dua dimensi disiplin keperawatan profesional adalah ilmu keperawatan dan profesi keperawatan. Ilmu Keperawatan dilakukan dengan cara penelitian keperawatan. Produk penelitian keperawatan adalah pengembangan dan diseminasi Sistem CTE. Profesi perawat diaktualisasikan melalui praktik keperawatan. Kegiatan utama praktik keperawatan adalah pemanfaatan dan evaluasi sistem CTE. Hubungan antara ilmu keperawatan dan profesi perawat bersifat timbal balik, seperti hubungan antara praktik keperawatan dan praktik keperawatan dan hubungan antara pengembangan dan disain sistem CTE dan pemanfaatan dan evaluasi sistem CTE dalam praktik.
Hasil pemanfaatan pengetahuan dalam praktik digunakan untuk memperbaiki sistem pengetahuan CTE. Dengan kata lain, hubungan timbal balik berarti bahwa sistem CTE yang dikembangkan melalui penelitian digunakan dalam praktik, dan hasil pemanfaatan sistem CTE digunakan untuk memperbaiki sistem CTE tersebut. Hubungan timbal balik juga dapat dilihat ketika masalah praktis bertindak sebagai katalis bagi penelitian berbasis CTE, hasil penelitian menyarankan solusi untuk masalah tersebut, dan hasil pengujian solusi tersebut dalam praktik mempengaruhi pengembangan lebih lanjut sistem pengetahuan CTE. Pengembangan dan penyebaran sistem CTE menginformasikan dan mengubah cara praktik dipahami dan dilaksanakan, pemanfaatan dan evaluasi sistem CTE tersebut menginformasikan dan mengubah sistem CTE dengan menginformasikan dan mengubah pengembangan lebih lanjut (Fawcett, 2006).
A.      Hubungan Interaksi Pendidikan Keperawatan dalam Pengembangan Sains Keperawatan Dengan Riset
Profesi keperawatan menurut UU No. 38 tahun 2014 yaitu seseorang yang telah lulus dalam menempuh pendidikan keperawatan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan, dimana keluarannya adalah seorang perawat yang dinyatakan kompeten dalam memberikan asuhan kepeda individu, keluarga kelompok, atau masyarakat baik yang sakit maupun sehat. Pendidikan keperawatan merupakan sarana bagi pembentukan perawat vokasi, akademik, dan profesi, sehingga perlu adanya penanaman ilmu pengetahuan tentang keperawatan dan konsep dasar keperawatan.
Menurut Fawcett (2006) model konseptual, atau kerangka konseptual dalam pendidikan keperawatan memberikan garis besar bagi kurikulum, isi dan kegiatan belajar mengajar. Dimana, model konseptual ini dikembangkan dan memiliki pandangan tertentu dalam pendekatan pendidikan keperawatan. Bila model konseptual ini digunakan sebagai pedoman bagi pendidikan keperawatan, dimana konsep metaparadigma yaitu manusia menjadi mahasiswa, dan lingkungan menjadi setting pendidikan. Kesehatan mengacu pada kondisi kesehatan siswa, dan keperawatan mengacu pada tujuan, hasil, dan proses pendidikan.
Menurut Fawccett (2006) struktur kurikuler dan proses pendidikannya ditentukan dalam lima pedoman yang melekat dalam setiap konseptual model yaitu petunjuk pertama mengidentifikasi fokus khusus dari kurikulum dan tujuan yang harus dipenuhi oleh pendidikan keperawatan. Petunjuk kedua mengidentifikasi sifat umum dan urutan konten yang akan disajikan. Pedoman ketiga mengidentifikasi pengaturan di mana keperawatan pendidikan terjadi. Panduan keempat mengidentifikasi karakteristik siswa. Petunjuk kelima mengidentifikasi strategi pembelajaran yang akan digunakan.
Model konseptual jika digunakan untuk konstruksi kurikulum, maka harus dikaitkan dengan teori tentang pendidikan dan proses belajar mengajar, serta dengan substantif isi teoritis dari disiplin keperawatan dan ajuvan. Selain itu, dari indikator empiris dalam bentuk isi kelas aktual, pengalaman praktikum, dan tugas siswa, akan diidentifikasi hasil dari sistem CTE yang dihasilkan, hal ini berlaku bagi mahasiswa keperawatan dan pendidik.
Menurut Fawcett (2006) diharapkan keperawatan lebih berkembang dan berkelanjutan sebagai disiplin ilmu, jika penelitian keperawatan dan praktik keperawatan diintegrasikan dalam konteks disiplin khusus sistem CTE keperawatan. Selanjutnya diintegrasi dengan penelitian keperawatan dan praktek keperawatan dalam konteks sistem CTE, hal ini mungkin saja terjadi jika peran peneliti dan praktisi terintegrasi ke dalam peran utama pendidikan keperawatan, yang penting karakteristik cendekiawan perawat diberikan disini.
Cendekiawan perawat adalah seorang penuntut ilmu yang memahami bahwa disiplin keperawatan secara eksplisit dengan disiplin khusus Sistem CTE, intelektual dan kerangka praktis yang membicarakan tentang keperawatan dan berpikir tentang keperawatan. Berbicara keperawatan dan berpikir keperaawatan adalah kunci untuk mengintegrasikan penelitian keperawatan dan praktik keperawatan, yang pada gilirannya merupakan kunci untuk praktik terbaik berbasis bukti yang akan meningkatkan kesejahteraan manusia. Sarjana Perawat memahami bahwa pengembangan, diseminasi, pemanfaatan, dan evaluasi dari eksplisit keperawatan.
Sistem CTE adalah satu-satunya jalan bagi disiplin keperawatan untuk bisa menunjukkan ciri khasnya dalam berkontribusi terhadap kesejahteraan manusia. Sarjana Perawat memahami bahwa pengembangan, diseminasi, pemanfaatan, dan evaluasi eksplisit keperawatan-sistem CTE adalah satu-satu cara agar keperawatan bisa berpindah dari layanan pasif yang keberadaannya tidak dirasakan ke layanan publik yang sangat terlihat dan vokal kemanfaatannya dan menjadi suatu kebutuhan yang diakui secara luas Cendekiawan perawat mengerti bahwa keperawatan bukan lagi tergantung pada fungsi atau perawat fungsional melainkan seperti profesi lainnya, keperawatan memiliki banyak fungsi kolaboratif, yang sangat diperlukan untuk memberi layanan terbaik bagi masyarakat dari satu profesi apapun yang bisa ditawarkan.
Sarjana perawat mengerti bahwa setiap profesi memiliki pengetahuan, kompetensi, atau hak prerogatif untuk mendelegasikan sesuatu ke profesi lain., bertanggung jawab untuk menentukan batas - batasnya sendiri dalam konteks kebutuhan social. Kontribusi perawat membuat praktik kolaboratif dan penelitian yang multidisiplin ditunjukkan dan didokumentasikan dengan demikian, pengembangan, diseminasi, pemanfaatan, dan evaluasi disiplin keperawatan eksplisit Sistem CTE akan mengakhiri perjalanannya sebagai pelayan wanita untuk dokter dan akan mempermudah tercapainya keperawatan profesional yang mandiri.
Menurut Jayne Watson (2008) cendekiawan perawat berfungsi sebagai perawat, yaitu perawat yang bersama klien secara terus menerus kemanapun mereka baik di dalam dan di luar institusi, sekolah, rumah, klinik, dan pengaturan komunitas. Dengan demikian, setiap klien memiliki perawat cendekia yang bekerja sama dengan kesehatan profesional lainnya saat klien membutuhkan layanan tentu saja perlu mengintegrasikan penelitian dan berlatih dalam konteks disiplin keperawatan sistem CTE eksplisit-spesifik. Perawat yang hadir dengan caring model, yang didasarkan pada Watson's Theory of Human Caring, hanyalah salah satu contoh bagaimana perawat bisa berfungsi dalam merawat dan meningkatkan kemampuan keperawatan dalam pelayanan kepada manusia.
B.       Hubungan Interaksi Pelayanan Keperawatan dalam Pengembangan Sains Keperawatan
Falsafah dan paradigma keperawatan mendasari semua aspek untuk meningkatkan pelayanan keperawatan profesional di bidang pendidikan, pelayanan dan riset keperawatan (Ali, 2001). Selama praktek keperawatan, perawat juga harus melakukan evaluasi terhadap teori yang digunakan. Evaluasi terhadap teori meliputi persiapan, keingintahuan, kejujuran dan tanggung jawab. Lahan praktek merupakan sumber dari fenomena yang berasal dari perbedaan anatara teori dengan praktik keperawatan. Fenomena tersebut dipelajari dan dibuktikan melalui riset keperawatan. Hasil riset kemudian dipelajari dalam pendidikan keperawatan dan diterapkan kembali di praktik keperawatan. Tuntutan terhadap pelayanan keperawatan mendorong pengembangan sains keperawatan melalui observasi maupun uji empiris terhadap pelayanan keperawatan. Hasil pengembangan sains keperawatan akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat. Seiring dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang lebih baik. Pengembangan sains dan pengembangan pelayanan akan berjalan berkesinambungan.
C.      Hubungan Interaksi Riset Keperawatan dalam Pengembangan Sains Keperawatan
Pengertian riset dalam Kamus Besar Bahasia Indonesia (KBBI) adalah penyelidikan (penelitian) suatu masalah secara bersistem, kritis, dan ilmiah untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian, mendapatkan fakta yang baru, atau melakukan penafsiran yang lebih baik. Riset keperawatan adalah proses sistematis yang menggunakan pedoman secara tepat untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang praktik keperawatan (Keele, 2011). Penelitian dalam keperawatan dilakukan untuk menguji teori lama sehingga memunculkan teori baru yang telah dikembangkan untuk menjelaskan tentang fenomena keperawatan secara lebih adekuat dan mengembangkan keilmuan keperawatan (Alligood, 2014). Fawcett (2006) juga mengungkapkan hal yang sama bahwa fungsi dari riset ilmiah ini adalah untuk menguji teori keperawatan sehingga teori tersebut mampu berkembang menjadi model konseptual keperawatan. Selain itu riset keperawatan juga dapat digunakan sebagai proses pencarian kebenaran secara sistematis yang di desain untuk meningkatkan pemahaman kita tentang isu – isu yang terkait dengan keperawatan.
Hubungan sains keperawatan dengan riset keperawatan adalah suatu hubungan timbal balik yang saling berinteraksi satu sama lainnya. Sains keperawatan akan melengkapi riset keperawatan dengan keberadaan teori-teori serta model keperawatan dan riset keperawatan akan membuat sains keperawatan semakin berkembang dengan munculnya pemikiran-pemikiran baru sebagai hasil dari penelitian (Fawcett, 2006).
Interaksi antara riset keperawatan dengan praktik keperawatan juga merupakan suatu hubungan timbal balik dikarenakan setiap situasi keperawatan yang bertujuan memberikan pelayanan keperawatan berarti termasuk dari tujuan penelitian dan setiap situasi keperawatan yang merupakan single case study  dari penelitian, intervensinya dijadikan hipotesis untuk mendapat hasil penelitian tertentu, serta data dari penelitian tersedia dalam setiap situasi di praktik keperawatan (Fawcett, 2006). Ilmu baru dari hasil penelitian juga dapat digunakan dalam asuhan keperawatan sehingga asuhan keperawatan dilaksanakan dengan landasan teori yang berbasis Evidence Based Practice.
Evidence based nursing (EBN), berasal dari penelitian yang dikontrol secara klinis dan konsep statistik sebagai dasar teknis empiris untuk sebuah sistem pengetahuan. Asal-usulnya adalah dalam penelitian berbasis populasi epidemiologi dan statistik umum. Evidence memiliki ikatan yang kuat kepada hal yang nyata, terukur, tak terbantahkan, berbeda dan jelas, sebagaimana bukti dari kejadian yang nyata.
Meskipun sangat penting untuk memiliki evidence dan pengetahuan ilmiah, teknis empiris untuk praktik profesional, fenomena evidence-nursing  harus diperluas dan diperdalam dengan arti sepenuhnya  agar perawatan profesional terjadi; Dengan demikian, gagasan dan proses pembuktian perlu dikritisi, dibahas, dan diungkap untuk praktik keperawatan yang terbaik. Seorang praktisi caritas yang bijak  berupaya mengintegrasikan evidence yang di perlukan di berbagai level dengan penilaian klinis yang bijak  pula untuk memberikan pelayanan kepada individu-pasien-keluarga.
Swanson (2011) mengungkapkan penggunaan bukti dari hasil penelitian dalam praktik keperawatan sangat penting karena perawat tidak bisa lagi melakukan tindakan dengan pengetahuan yang kuno, tidak efektif, dan tidak aman tanpa berdasarkan bukti yang empiris dari hasil penelitian. Menggunakan praktik keperawatan berdasarkan bukti akan membantu perawat dalam melakukan tindakan sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi klien. Hal ini juga dapat menjadi dasar perawat agar melakukan tindakan bukan berdasarkan kebiasaan turun temurun tetapi berdasarkan ilmu pengetahuan yang telah diuji kebenarannya.
Penelitian dalam keperawatan selain melakukan penelitian dari praktik keperawatan atau penelitian terapan juga harus mencakup penelitian tentang pendidikan keperawatan, administrasi keperawatan, layanan kesehatan, karakteristik dan peran perawat. Penelitian keperawatan dibutuhkan untuk mengidentifikasi strategi pengajaran dan pembelajaran yang tepat sehingga dapat memperkenalkan manajemen praktik keperawatan. Para perawat peneliti juga terlibat dalam pengembangan sains dalam pendidikan keperawatan agar saat pengajar memberikan materi kepada mahasiswa dapat menggunakan contoh evidence based dari hasil penelitian (NLN,2009; Grove, 2013).
Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara riset keperawatan, pelayanan keperawatan, dan praktik keperawatan saling berkaitan satu sama lainnya. Oleh karena itu, perawatan harus berperan aktif dan bertanggung jawab dalam menjalankan pekerjaan pada tiga bidang keperawatan ini agar dapat terciptanya pelayanan keperawatan yang optimal serta berkualitas dan dunia keperawatan semakin maju kedepannya.
 
2.2    Hubungan Falsafah, Paradigma, dan Teori Keperawatan
2.2.1   Pengembangan empiris tentang  teori atau model konseptual keperawatan
Bagian ketiga dari hierarki komponen keperawatan adalah model konsep atau konseptual model. Konseptual model memiliki arti sebagai sebuah konsep umum tentang suatu fenomena dalam keperawatan, konseptual model sudah jauh lebih spesifik dibandingkan metaparadigm dan falsafah dalam menjelaskan suatu fenomena keperawatan. (Fawcett, 2006). Smith (2015) mengatakan bahwa konseptual model atau paradigma dalam keperawatan adalah sebuah kerangka besar yang dibentuk oleh asumsi – asumsi para peneliti di bidang keperawatan tentang aspek yang mempengaruhi perkembangan ilmu keperawatan.
Secara garis besar, konseptual model dapat juga disebut sebagai kerangka berfikir, paradigma (berbeda dengan metaparadigma), dan acuan disiplin ilmu. Meskipun jauh lebih spesifik dalam menjelaskan sebuah fenomena dibandingkan falsafah dan metaparadigma, konsep dari konseptual model masih bersifat abstrak dan tidak dapat diimplementasikan langsung dalam intervensi kepada individu / klien perorangan.
Konseptual model hanya dapat diimplementasikan / dikonsepkan untuk menjelaskan fenomena masyarakat atau kelompok khusus. Beberapa konseptual model yang sering digunakan oleh perawat antara lain : model Levine, model Rogers, model Orem, model King, model Neuman, model Roy, model Johnson, model Boykin & Schoenhofer.
Teori adalah satu atau lebih konsep turunan dari model konseptual yang lebih spesifik dan konkrit untuk menjelaskan suatu fenomena (Fawcett, 2006). Teori merupakan sekumpulan ide yang menjelaskan tentang suatu pengalaman empiris, observasi dan menjelaskan hubungan antara sesuatu hal dengan sebuah penelitian. Teori keperawatan menjelaskan tentang fenomena dalam keperawatan secara sistematik, yang bertujuan untuk memberikan pemahaman dengan menggunakan praktek keperawatan dan riset keperawatan (Parker, 2005).
Teori terdiri dari konsep-konsep yang dihubungan dengan pernyataan yang menggambarkan, menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena. Pemahaman teori dimulai dari melihat dan mengintepretasikan suatu fenomena. Florence Nightingale (Mc Kenna, Pajnkihar & Murphy, 2014) melihat kondisi barak-barak yang diubah menjadi rumah sakit pada saat perang. Udara di barak kotor, sumber air yang terkontaminasi, ventilasi yang buruk, pencahayaan yang kurang membuat banyak tentara yang mati karena infeksi, bukan karena luka perang. Sedangkan Peplau (McKenna, Pajnkihar & Murphy, 2014) melihat kondisi rumah sakit jiwa dimana komunikasi perawat kepada pasien kurang baik sehingga memandang bagaiman seharusnya perawat bersikap terhadap pasien sehingga ketidakmampuan pasien berubah menjadi kemampuan pasien.
Selanders berpendapat bahwa teori keperawatan memberikan panduan untuk pengambilan keputusan, penyelesaian  masalah dan pengembangan intervensi pada jangka panjang sebagai langkah kerja penelitian, untuk mengembangkan atau memperbarui teori (Mc Kenna, Pajnkihar & Murphy, 2014). Jadi teori keperawatan adalah sekumpulan konsep keperawatan yang menjelaskan tentang fenomena keperawatan melalui riset keperawatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memperbaiki praktik keperawatan. Jenis-jenis teori keperawatan menurut Parker (2005) adalah grand nursing theory, middle range nursing theory dan nursing practice theory.
2.2.2    Analisis hubungan falsafah dan paradigma, dan teori keperawatan secara empiris
Menurut Alligood (2017) Hubungan falsafah dan paradigma dan teori keperawatan secara empiris di demonstasikan pada saat setiap perawat memberikan asuhan pelayanan keperawatan. Teori yang dibahas kelompok adalah teori keperawatan Newman tentang penyesuaian adaptasi sebagai suatu proses ketika kebutuhan organisme dapat terpenuhi secara memuaskan. Newman mengadaptasi konsep tingkatan pencegahan dari model konseptual Caplan (1964) dan menghubungkannya dengan tingkatan praktik keperawatan yaitu primer, sekunder dan tersier. Tingkat praktik keperawatan primer mencakup pencegahan primer mencakup upaya mengurangi dari masuknya stressor. Sekunder yaitu upaya mengurangi efek atau kemungkinan efek yang ditimbulkan. Tersier yaitu upaya mengurangi efek residu dari stressor yang muncul dan mengembalikan klien kepada keseimbangan setelah ada penanganan tertentu.
Proses keperawatan Newman dengan format Newman terdiri dari tiga langkah yaitu (1) diagnosis keperawatan (2) tujuan keperawatan (3) Keluaran/outcome. Diagnosis merupakan suatu proses untuk pengambilan data yang lengkap dan komprehensif sehingga bisa menentukan ada tidaknya penurunan dari kondisi yang normal. Tujuan ditetapkan melalui negosiasi antara klien dan perawat untuk melakukan perubahan yang diharapkan untuk memperbaiki kondisi yang berubah atau menurun. Keluaran (outcome) dihasilkan terkait dengan tujuan yang ingin dicapai baik melalui salah satu atau ketiga jenis upaya pencegahan yang di tetapkan.
Contoh kasus pada saat merawat pasien dengan gangguan penglihatan; retinopati diabetikum , maka dari pengkajian awal, sebagai bentuk empiris dari upaya pencegahan  primer, perawat dapat mengkaji tingkat ketergantungan pasien yang besar karena penglihatan terganggu. Diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien tersebut adalah resiko jatuh berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.  Perawat memberikan penandaan resiko jatuh sehingga perawat dan orang dilingkungan sekitar pasien di rumah sakit menyadari adanya keterbatasan pasien dan untuk pasien sendiri merasa aman karena diperhatikan oleh lingkungan sekitar.
Tujuan keperawatan ditetapkan bersama antara perawat, pasien dan keluarga. Tujuan keperawatan yang telah ditetapkan antara lain pencegahan cedera jatuh, menjaga keselamatan pasien dan mencegah resiko kebutaan.  Perawat memberikan edukasi kepada pasien terkait masalah gangguan penglihatannya dan mendukung pasien untuk beradaptasi dengan keterbatasan yang dimiliki sehingga pasien tidak bertambah stress. Pasien diorientasikan dengan lingkungan perawatan sekitar agar dapat melaksanakan kegiatan hariannya secara mandiri. Pada tingkat sekunder, perawat memberikan edukasi kepada keluarga untuk melakukan pencegahan resiko jatuh dan menjaga keselamatan pasien, pengaturan pola nutrisi terkait pengendalian kadar gula darah dan pencegahan kebutaan atau luka komplikasi lainnya.
Upaya tingkat tersier, perawat melakukan pengawasan terhadap tekanan darah pasien dalam level normal untuk menghindari resiko perdarahan pasca tindakan medis. Perawat memberikan edukasi kepada klien dan keluarga tentang perawatan lanjutan di rumah sehingga tidak terjadi efek gejala sisa atau residu.


BAB III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
Sains keperawatan menurut KBBI dan UU Keperawatan No. 12 tahun 2012 merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh secara sistematis tentang sifat atau prinsip tentang keperawatan dengan menggunakan beberapa pendekatan paradigma, falsafah, teori dan model konseptual dalam keperawatan. Falsafah keperawatan merupakan suatu keyakinan atau cara pandang perawat terhadap nilai-nilai keperawatan yang menjadi dasar/pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan baik individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat serta menjelaskan fenomena keperawatan melalui nalar dan logika.
Konseptual model dapat juga disebut sebagai kerangka berfikir, paradigma (berbeda dengan metaparadigma), dan acuan disiplin ilmu. Meskipun jauh lebih spesifik dalam menjelaskan sebuah fenomena dibandingkan falsafah dan metaparadigma, konsep dari konseptual model masih bersifat abstrak dan tidak dapat diimplementasikan langsung dalam intervensi kepada individu / klien perorangan. Teori keperawatan adalah sekumpulan konsep keperawatan yang menjelaskan tentang fenomena keperawatan melalui riset keperawatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memperbaiki praktik keperawatan.
Hubungan sains keperawatan dengan praktik aplikatif dalam keperawatan adalah suatu hubungan timbal balik yang saling berinteraksi satu sama lainnya. Sains keperawatan akan melengkapi riset keperawatan dengan keberadaan teori-teori serta model keperawatan dan riset keperawatan akan membuat sains keperawatan semakin berkembang dengan munculnya pemikiran-pemikiran baru sebagai hasil dari penelitian. Ilmu baru dari hasil penelitian juga dapat digunakan dalam asuhan keperawatan sehingga asuhan keperawatan dilaksanakan dengan landasan teori yang berbasis Evidence Based Practice.



3.2     Saran
1.    Mahasiswa mampu lebih mengeksplorasi dan menganalisis teori – teori dan konsep – konsep model yang berlaku dan digunakan dalam praktek keperawatan di beberapa wilayah yang berbeda.
2.    Mahasiswa mampu menggunakan literatur – literatur lain yang berkaitan dengan konsep sains keperawatan dihubungkan dengan praktek keperawatan sehari – hari.

 DAFTAR PUSTAKA

Ali, H. Z. (2001). Dasar-dasar keperawatan profesional. Jakarta: Widya Medika.

Alligood, M. R. (2014). Nursing theoriests and their works. (Edisi 8). St. Louis: Mosby Elsevier, Inc.

Alligood, Martha R. (2010). Nursing theorists and their works. (Edisi 7). St Louis: Mosby-Year book Inc.

Asmadi. (2008). Konsep dasar keperawatan. Jakarta : EGC.

Budiono. (2006). Konsep dasar keperawatan. Jakarta: BPPSDMK Kemenkes RI.

Fawcett, J. (2005). Contemporary nursing knowledge: Analysis and evaluation of nursing models and theories. (Edisi 2). Philadelphia: FA Davis Company.

Grove, Susan K. (2013). The practice of nursing research: Appraisal, synthesis, and generation of evidence. (Edisi 7). Missouri: Elsevier.

Keele, Rebecca. (2011). Nursing research and evidence based practice: Ten steps to success. Amerika: Jones & Bartlett Learning.
Mc Kenna, H. P., Pajnkihar, M. & Murphy, F. A. (2014). Fundamentals of nursing models, theories and practice. (Edisi 2). West Sussex: Wiley Blackwell.
Parker, M. E. (2005). Nursing theories and nursing practice. (Edisi 2). Philadelphia: F. A. Davis Company.

Smith, M.C & Parker, M.E. (2015). Nursing theory & nursing practice. (Edisi 4). Philadelphia : F.A Davis Company.

Swenson-Britt, E. (2011). Clinical nursing units as learning practice communities: Relations between research self-collective efficacy and quality of care and nurse outcomes. Diambil dari http://search.proquest.com/docview/940891345?accountid=17242.

Watson, Jean. (2008). Nursing: The philosophyy and science of caringI. Colorado: University Press of Colorado.


Tidak ada komentar: