APLIKASI TEORI KEPERAWATAN MODELING & ROLE MODELING HELEN ERICKSON, EVELYN M. TOMLIN, DAN MARY ANNE P. SWAIN DALAM ASUHAN KEPERAWATAN




                                                                            BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sains keperawatan merupakan ilmu yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan respon manusia terhadap lingkungannya dan merupakan ilmu yang menjadi dasar dari asuhan keperawatan (Risjord, 2010). Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagai perawat perlu mengetahui model keperawatan yang dapat digunakan sebagai pedoman kerangka kerja di praktik keperawatan. Dengan perkembangan model keperawatan, perawat perlu belajar untuk menetapkan model ini dalam proses keperawatan, dimana tahapan proses keperawatan tersebut terdiri dari  pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Christensen J.P, 2009). Salah satu karakteristik proses keperawatan adalah kerangka berfikir yang digunakan oleh perawat profesional dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien, keluarga maupun komunitas sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Dalam mengembangkan kerangka berfikir yang profesional tentunya perawat perlu mengembangkan model keperawatan yang berasal dari teori keperawatan. Teori keperawatan merupakan teori yang membedakan ilmu keperawatan dengan  disiplin ilmu lainnya.  Teori merupakan kumpulan konsep, definisi dan usulan yang memproyeksikan  sebuah pandangan sistematis tentang fenomena dengan merancang hubungan khusus antara konsep, dimana cakupan teori bergantung pada fokus yang menjadi ruang lingkup (Asmadi, 2008). 

Teori yang memiliki ruang lingkup yang luas dan kompleks adalah Grand theory, sehingga perlu diturunkan ketingkat middle range theory dan micro theory, dimana hal ini bertujuan untuk diuji dan dibuktikan kebenarannya (Asmadi, 2008).  Teori keperawatan juga perlu diuji secara empiris dan dianalisa sebelum digunakan dalam praktik keperawatan dan sebagai pengembangan pendidikan keperawatan.  Oleh karena itu, pada makalah ini penulis akan menguraikan dan menganalisa salah satu teori kepererawatan yang dikembangkan oleh  Helen C. Erickson, Evelyn M. Tomlin, dan Mary Anne P. yaitu teori modeling dan role modeling kedalam pendekatan proses keperawatan.


1.2  Tujuan Penulisan
a.      Tujuan Umum :
Mahasiswa  mampu untuk mengetahui teori keperawatan modeling dan role modeling dari Helen C. Erickson, Evelyn M. Tomlin, Dan Mary Anne P. Swain.
b.      Tujuan Khusus :
1.    Mahasiswa mampu menguraikan asal mula, konsep, definisi konsep, asumsi dan cakupan teori  keperawatan modelinng dan role modeling dari Helen C. Erickson, Evelyn M. Tomlin, Dan Mary Anne P. Swain
2.    Mahasiswa mampu menganalisa teori  keperawatan modeling dan role modeling dari Helen C. Erickson, Evelyn M. Tomlin, Dan Mary Anne P. Swain kedalam pendekatan proses keperawatan.  


                                                                            BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1         Biografi dari Erickson, Tomlin, dan Swain
a.        Helen C. Erikson
Pendidikan Helen C. Erickson dimulai dari diploma di Saginaw General Hospital di Saginau Michigan lulus tahun 1957. Erikson tamat pendidikan sarjana tamat tahun 1974, pendidikan Magister di bidang medikal bedah tamat tahun 1976, dan tamat pendidikan doktoral bidang pendidikan psikologi tahun 1984. Semua pendidikan tinggi Erickson diselesaikan di University of Michigan. Pengalaman profesional Erikson dimulai di ruangan emergency, Midland Community Hospital in Midland, Texas sebagai kepala ruangan. Kemudian Erikson bekerja sebagai supervisor di Michigan State Home for the Mentally Impaired and Handicapped di Mount Plasant. Tahun 1960 Erikson pindah ke Perto Rico menajdi Direktur pelayanan kesehatan di Inter-American University sampai tahun 1964. Erikson kemudian kembali ke Amerika Serikat menjadi staf keperawatn di St. Joseph’s and University Hospitals Michigan. Kemudian menjadi perawat kesehatan jiwa dan terakhir menjadi perawat praktisi pediatrik di University of Michigan dan University of Michigan Hospitals.

Karir Erikson di bidang pendidikan dimulai sebagai Asisten Instruktur pada program studi registered nurse (RN) di University of Michigan School of Nursing. Kemudian menjadi ketua program studi sarjana dan dekan program studi sarjana, Kemudian beliau menjadi asisten profesor di University of Michigan dari tahun 1978 sampai tahun 1976. Pada tahun 1986 Erikson pindah ke University of South Carolina College of Nursing sebagai associate profesor dan asisten dekan. Pada tahun 1988 beliau menjadi profesor keperawatan  di University of Texas School of Nursing di Austin. Tahun 1997 menjadi Profesor Emeritus di University of Texas di Austin (Alligood, 2014).

b.        Evelyn M. Tomlin
Pendidikan Keperawatan Tomlin dimulai dari sarjana dibidang keperawatan di University of Southern California. Magister sains dibidang keperawatan psikiatrik di University of Michigan diperoleh tahun 1976. Karir Profesional Tomlin sangat bervariasi. Diawal karirnya Tomlin berprofesi sebagai instruktur klinis di Los Angeles County General Hospital School of Nursing Michigan. Beliau juga berkarir di sekolah keperawatan dan praktik keperawatan keluarga di komunitas Amerika dan Eropa. Kemudian menjadi staf keperawatan bagian pelayanan medikal di United States Embassy Hospital (Alligood, 2014).

Tomlin juga pernah berkarir sebagai kepala bidang keperawatan di emergency department  St. Joseph’s Mercy Hospital di Ann Arbor. Kemudian Tomlin menjadi asisten profesor pada program studi RN di University of Michigan. Sampai saat ini beliau masih berkarir sebagai konsultan kesehatan mental di program studi keperawatan pediatrik di University of Michigan. Pada tahun 1985, Tomlin pernah menetap di Big Rock, Illionis, sebagai tenaga pendidik komunitas kecil dan kelompok perawat yang konsentrasi pada wanita dan anak-anak di Fox Valley. Kemudian beliau menetap di Geneva, Illisionis. Beliau tertarik mendalami teori Modeling dan Role-Modeling serta prinsip Judeo-Cristian (Alligood, 2014).

c.         Mary Anne P. Swain
Latar belakang pendidikan Swain adalah psikologi. Beliau menerima gelar sarjana dibidang psikologi dari DePauw University. Pendidikan Magister dan Doktoral bidang psikologi di tempuh di University of Michigan.  Swain mengajar psikologi, metode penelitian, dan statistik sebagai asisten mengajar di Depauw University dan kemudian menjadi profesor psikologi dan riset keperawatan di University of Michigan. Menjadi Direktur program Doktoral di University of Michigan tahun 1975 selama 1 tahun, kemudian menjadi ketua riset keperawatan tahun 1977 sampai tahun 1982, dan menjadi wakil presiden Academic Affair tahun 1983 (Alligood, 2014).

Swain adalah anggota dari American Psychological Association dan Michigan Nurses Association. Beliau mengembangkan dan mengajar di kelas psikologi, riset, proyek riset keperawatan, termasuk promosi kesehatan untuk pasien diabetes dan hipertensi. Beliau juga membantu Erikson mengaplikasikan model penilaian potensial individu untuk menggerakkan sumber daya yang dimiliki dan adaptasi stres, yang lebih signifikan ke teori Modeling dan Role-Modeling. Pada tahun 1994, beliau menjadi Direktur pada Program studi doktoral di Decker School of Nursing. Riset beliau berfokus pada perkembangan kesehatan sepanjang hidup dan hubungan antara stressor hidup, perkembangan kesehatan, dan keadaan sakit (Alligood, 2014).

2.2         Asal Mula Teori Modeling dan Role Modeling
Teori dan paradigma Modeling dan Role-Modeling dikembangkan dengan proses retroduktif. Model asli diambil dari pengalaman klinis Erikson dan pengalaman pribadi dalam hidupnya. Hasil kerja dari Maslow, Erikson, Piaget, Engel, Selyr dan M. Erikson diintegarasikan dan disintesis menjadi teori yang holistik dan paradigma untuk keperawatan. H. Erikson (1976) dalam Alligood (2014), mengemukakan pendapat bahwa manusia mempunyai hubungan pikirian dan badan dan identifikasi sumber potensial yang dapat memprediksi kemampuan mereka dalam mengatasi stress. Erikson juga menjelaskan hubungan antara status kebutuhan dan proses perkembangan, kepuasan dengan kebutuhan, kehilangan dan rasa sakit, dan kesehatan dan kebutuhan akan kepuasan.

Tomlin dan Swain membantu memvalidasi model praktik Erikson dan membantu Erikson mengembangkan dan mengartikulasikan fenomena, konsep dan hubungan teori. Teori Maslow tentang kebutuhan dasar manusia juga memengaruhi pandangan pribadi mereka bahwa manusia ingin menjadi yang terbaik sejauh mana mereka bisa melakukannya, kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi akan perkembangan individu yang holistik sedangkan kebutuhan akan kepuasan akan mendorong perkembangan manusia. (Erickson,Tomlin, & Swain, 2002, p. 56; Erickson, M., 1996a, 1996b, 2006; Jensen, 1995 dalam Alligood, 2014). Erikson lebih jauh mengembangkan teori bahwa kebutuhan dasar yang belum terpenuhi akan mengakibatkan gangguan fisik atau mental dan penyakit, sementara kebutuhan akan kepuasan akan menjadi aset yang akan membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan manusia.

Teori pengembangan kognitif Piaget juga menjadi landasan kerangka kerja untuk memahami perkembangan berfikir. Karya Erik Erikson tentang tahapan perkembangan psikososial memberikan dasar teoritis untuk memahami evolusi psikososial individu. Terdapat delapan tahap perkembanan individu, setiap individu yang menyelesaikan tugas perkembangannya akan memperoleh keuntungan dan kekuatan yang akan berkontribusi terhadap pengembangan karakter dan kesehatan. Teori utilitas Erikson melihat aspek tugas perkembangan manusia yang belum diselesaikan (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002, dalam Alligood, 2014).

Karya Winnicott, Klein, Mahler, dan Bowlby tentang hubungan keterikatan objek saat perkembangan dan pertumbuhan manusia dari masa kanak-kanak sampai tua juga mempengaruhi teori modeling dan re-modeling ini. Erikson menyatakan teori bahwa hubungan antara keterikatan objek dan kebutuhan akan kepuasan. Ketika sebuah benda berulang kali memenuhi kebutuhan dasar seseorang, maka keterikatan atau keterhubungan dengan benda tersebut objek tersebut akan terjadi. Sebuah konsep baru yang disintesis yaitu melihat hubungan keterikatan objek dihubungkan dengan rasa keterpisahan pada manusia (Erickson, H., 2006, 2010; Erickson, Erickson, & Jensen, 2006; Erickson, Tomlin, & Swain, 1983; Erickson, M., 1996b dalam Alligood, 2014).

Dari lahir sampai konsep keterikatan objek pada manusia sangat penting dalam memenuhi kebutuhan akan kepuasan, koping yang adaptif, pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Selanjutnya “object loss” akan menghasilkan defisit kebutuhan dasar (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002). Kehilangan yang nyata dan rasa rasa terancam merupakan bagian yang normal dari perkembangan manusia. Kehilangan akan menimbulkan kesedihan dan akan mengganggu tumbuh kembang sehingga tidak memanfaatkan potensi yang dimilikinya secara maksimal (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002; Erickson, M., 2006). Karya Selye dan Engel, seperti yang dikutip Erickson, Tomlin, dan Swain (1983), memberikan dukungan konseptual tambahan hubungan respon stress dengan kehilangan. Teori Selye mengemukakan teori respon biofisik individu terhadap stress, dan Engel mengeksplorasi respon psikososial terhadap stressor (Alligood, 2014).

2.3         Konsep Utama dan Definisi Konsep Teori Modeling dan Role Modeling
a.        Modeling
Tindakan pemodelan adalah proses yang digunakan perawat untuk mengembangkan citra dirinya dan pemahaman tentang klien, citra diri dan pemahaman perkembangan klien dipandang dari prespektif klien.  Seni dari Modeling adalah pengembangan citra perawat dipandang dari perspektif klien. Sains tentang Modeling adalah gabungan ilmu  dan analisis data yang dikumpulkan tentang pemodelan klien. Modeling terjadi ketika perawat menerima keadaan dan mengerti tentang kliennya (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002).
b.        Role Modeling
Seni Role Modeling terjadi terjadi saat perawat dan menerapkan intervensi yang unik untuk klien. Sains Role Modeling terjadi saat perawat merencanakan intervensi sesuai dengan teori keperawatan. Role Modeling membutuhkan penerimaan tanpa syarat dari klien dan perawat memfasilitasi kebutuhan dan perkembangan klien. Role Modeling kemudian terjadi ketika perawat bergerak dari tahap analisis keperawatan ke tahap proses perencanaan tindakan keperawatan (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002 dalam Alligood, 2014,).
c.         Keperawatan
Keperawatan merupakan merupakan bantuan holistik kepada klien dengan aktivitas sehari-harinya dihubungkan dengan kesehatan. Hal ini merupakan proses interaktif, interpersonal, dan memanfaatkan sumber daya untuk kesehatan yang optimal (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002 dalam Alligood, 2014).
d.         Nurturance
Nurturance adalah integrasi antara kognitif, fisiologis, proses afektfi yang membantu klien ke arah yang lebih sehat. Nurturance  menyatakan bahwa perawat tahu dan mengerti tentang diri pribadi pasien dan menghargai nilai yang dianut pasien, hal ini dipandang dari sudut pandang klien (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002 dalam Alligood, 2014).
e.         Penerimaan tanpa syarat
Penerimaan merupakan sesuatu yang unik, berharga, dan penting bagi individu dalam mengembangkan potensi dirinya. Perawat menggunakan empati untuk membantu individu belajar bahwa perawat menerima dan menghormati dirinya. Penerimaan tanpa syarat akan memudahkan individu menggerakan potensi yang dimilikinya untuk mencapai kesehatan yang optimal  (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002 dalam Alligood, 2014).
f.          Manusia
Manusia sama-sama holistik mempunyai pertumbuhan dan perkembangan seumur hidupnya, disamping itu juga memiliki afiliasi diri. Perbedaan dapat terjadi karena memiliki adaptasi dan pengetahuan perawatan diri yang berbeda (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002 dalam Alligood, 2014).
g.         Bagaimana Individu Memiliki Kesamaan
1)       Holism
Manusia adalah makhluk holistik yang memiliki interaksi banyak subsistem didalam dirinya. Hal ini termasuk genetik, spiritual, tubuh, fikiran, dan emosi yang saling mempengaruhi dan berinteraksi satu sama lain. Keseluruhan subsistem yang bekerjasama akan menciptakan sifat holistik tersebut (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002 dalam Alligood, 2014).
2)       Kebutuhan Dasar
Semua manusia memiliki kebutuhan dasar yang bisa didapatkan kepuasan dari kebutuhan dasar tersebut. Kebutuhan dasar akan terpenuhi jika individu telah merasakan bahwa kebutuhan dasarnya telah terpenuhi (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002 dalam Alligood, 2014).
3)       Lifetime Development
Perkembangan seumur hidup individu melewati tahap psikologis dan kognitif. Dalam tahap psikolgis, setiap tahap memiliki tugas perkembangan tersendiri mencakup alternatif dari pengambilan keputusan seperti kepercayaan versus ketidakpercayaan, keyakinan versus keraguan. Individu yang matang secara psikologis mampu mempertahankan kesehatannya, sedangkan tahap kognitif dimana individu berfikir untuk terus bertumbuh dan berkembang. Piaget percaya bahwa pembelajaran kognitif berkembang secara berurutan sesuai dengan tahapan umur  (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002 dalam Alligood, 2014).
4)       Affiliated Individuation
Setiap individu mempunyai naluri untuk berafiliasi satu sama lain. Individu-individu harus saling mendukung dan bekerja sama, sehingga akan merasakan kebebasan dan penerimaan akan dirinya terhadap orang lain (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002 dalam Alligood, 2014).

h.      Bagaimana manusia berbeda
1)       Inherent Endowment
Setiap individu dilahirkan dengan seperangkat gen yang sampai batas tertentu akan menentukan penampilan, pertumbuhan, perkembangan, dan tanggapan terhadap kejadian hidup. Jelas, kedua susunan genetik dan karakteristik warisan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Mereka mungkin mempengaruhi bagaimana seseorang memandang diri sendiri dan dunia seseorang. Mereka membuat individu berbeda satu sama lain, masing-masing unik dengan caranya sendiri (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002, hlm. 74-75 dalam Alligood, 2014).
2)       Adaptasi
Adaptasi terjadi karena individu merespons stresor eksternal dan internal dengan cara yang diarahkan pada kesehatan dan diarahkan pada pertumbuhan. Adaptasi melibatkan mobilisasi sumber daya koping internal dan eksternal. Tidak ada subsistem yang berada dalam bahaya saat adaptasi terjadi (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002 dalam Alligood 2014). Kemampuan individu untuk memobilisasi sumber daya digambarkan oleh Adaptive Potential Assessment Model (APAM). APAM mengidentifikasi tiga keadaan potensial penanggulangan yang berbeda: (1) arousal (gairah), (2) ekuilibrium (adaptif dan maladaptif), dan (3) Impoverishment (pemiskinan). Masing-masing bagian ini mewakili potensi yang berbeda untuk memobilisasi sumber perawatan diri. Gerakan di antara bagian dipengaruhi oleh kemampuan seseorang untuk mengatasi (dengan stressor yang terus berlanjut) dan adanya tekanan baru" (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002, hlm. 80-81 dalam Alligood, 2014). Perawat dapat menggunakan model ini untuk memprediksi potensi individu untuk memobilisasi sumber perawatan diri sebagai respons terhadap stres (Alligood, 2014).


3)       Hubungan fikiran dan tubuh
Kita semua adalah makhluk biofisikal dan psikososial yang ingin mengembangkan potensi kita, yaitu menjadi yang terbaik yang kita bisa (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002, hal 70 dalam Alligood, 2014).
4)       Perawatan Diri
Self-care melibatkan pengetahuan, sumber daya dan tindakan sebagai berikut
a)      Pengetahuan Self-care
Pada tingkat tertentu, seseorang tahu apa yang membuat dia sakit, mengurangi keefektifannya, atau mengganggu pertumbuhannya. Orang tersebut juga tahu apa yang akan membuatnya baik, mengoptimalkan keefektifan atau pemenuhannya (keadaan tertentu), atau mempromosikan pertumbuhannya (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002, hal 48 dalam Alligood, 2014).
b)        Sumber daya selft-care
Sumber perawatan diri adalah "sumber daya internal, serta sumber daya tambahan, dimobilisasi melalui tindakan selft-care yang membantu mendapatkan, memelihara, dan mempromosikan tingkat kesehatan holistik yang optimal" (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002, hlm. 254-255  dalam Alligood, 2014).
c)      Tindakan selft-care
Tindakan selft-care adalah "pengembangan dan pemanfaatan pengetahuan selft-care dan sumber selft-care (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002, hal 254 dalam Alligood, 2014).

2.4         Asumsi Teori Modeling dan Role Modeling
Asumsi teori pada modeling dan role modeling dikaitkan dengan paradigma keperawatan meliputi:
a.         Keperawatan
Perawat adalah fasilitator bukan efektor. Hubungan klien dan perawat adalah interaksi, proses interpersonal yang membantu individu untuk mengidentifikasi, memobilisasi, dan mengembangkan kekuatannya sendiri untuk mencapai keadaan optimal kesehatan dan kesejahteraan yang dirasakan "(H. Erickson, komunikasi pribadi (2004), dalam Alligood, 2014). Lima tujuan intervensi keperawatan adalah untuk membangun kepercayaan, menegaskan dan mempromosikan kekuatan klien, mempromosikan orientasi positif, memfasilitasi kontrol yang dirasakan, dan menetapkan tujuan bersama yang diarahkan oleh kesehatan (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002 dalam Alligood, 2014).
b.        Manusia
Pembedaan dilakukan antara pasien dan klien dalam teori ini. Seorang pasien diberi perawatan dan instruksi; sedangkan klien berpartisipasi dalam perawatannya sendiri. Tujuannya adalah agar perawat bekerja dengan klien (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002, hal 21).  Klien adalah orang yang dianggap anggota sah dari tim pengambil keputusan, yang selalu memiliki kendali atas rejimen yang direncanakan, dan siapa yang dimasukkan ke dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatannya sendiri sebanyak mungkin (Erickson, Kinney, Stone, et al., 1990, hal 20; Erickson, Tomlin, & Swain, 2002, hal 253 dalam Alligood, 2014).
c.         Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan kesehatan fisik, mental, dan sosial, bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan. Hal ini mengkonotasikan keadaan keseimbangan dinamis di antara berbagai subsistem (manusia yang holistik) (Erickson, Tomlin, & Swain, 2002, hlm. 46 dalam Alligood, 2014).
 d.        Lingkungan
Lingkungan tidak teridentifikasi dalam teori sebagai entitas tersendiri. Para ahli teori melihat lingkungan di subsistem sosial sebagai interaksi antara diri dan orang lain baik budaya maupun individu. Stressor biofisik dilihat sebagai bagian dari lingkungan (H. Erickson, komunikasi pribadi, 30 Maret 1988 dalam Alligood, 2014).

2.5         Cakupan Teori  Modeling dan Role Modeling
Cakupan teori termasuk ke dalam langkah pertama untuk menganalisis teori. Cakupan grand theory substansinya non spesifik, konsep dan proposisi relatif abstrak. Pertanyaan untuk menganalisis cakupan adalah apa cakupan dari teori? Modeling and Role-Modeling/ MRM (Erickson, Tomlin, & Swain, berada di dalam konteks berbagai asumsi filosofical, yang diartikulasikan oleh Erickson melalui sintesis beberapa konsep dari teori-teori yang sudah ada (Alligood, 2010). Konsep diadopsi dari kerja Maslow (1968, 1970), Bowlby (1969, 1973, 1980), Erickson (1963), Engel (1962,1968), dan Selye (1974) untuk menghasilkan teori baru yang menggambarkan hubungan antara kebutuhan, kehilangan, berduka, adaptasi, proses perkembangan, pertumbuhan, dan sejahtera dari manusia yang holistik (Alligood, 2010). Manusia terdiri dari subsistem kognitif, biofisik, sosial, dan psikologi yang diabsorb dari predisposisi genetik dan kendali spiritual,  interaksi yang sedang terjadi pada komponen multiple ini menghasilkan suatu sistem yang dinamis dan holistik, yang lebih besar daripada jumlah semua bagian (Erickson, Tomlin, & Swan, 1983 dalam Alligood, 2010). Kesehatan yang dipengaruhi oleh interaksi dinamis ini, adalah persepsi dari sejahtera. Meskipun status fisik memengaruhi persepsi sehat, manusia dapat menerima tingkat kesejahteraan yang tinggi meskipun pada hembusan napas terakhirnya. Oleh karena itu sehat dapat didefinisikan sebagai keadaaan sejahtera yang dinamis dan eudaemonistik (Erickson et al., 1983) dihubungkan dengan pengisian diri dan transenden di luar realitas objektif dari peristiwa (Erickson, 2001 dalam Alligood, 2010).

Manusia berada di dalam status perubahan yang kontinu dan mempunyai kendali yang melekat yang mendorong perilaku. Hal ini termasuk kendali untuk kepuasan akan kebutuhan, adaptasi, pertumbuhan, dan perkembangan.  Menurut Erickson dan kolega (1983) dalam Alligood (2010), pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan tubuh, pikiran, dan spirit yang terjadi sepanjang waktu dan memfasilitasi perkembangan individu. Perkembangan adalah sintesis holistik dari pertumbuhan menghasilkan diferensiasi badan, ide, hubungan sosial manusia (Erickson et al., 1983 dalam Alligood, 2010). Ketika seseorang diberikan informasi yang diperlukan dan dukungan emosional yang adekuat serta diberdayakan untuk membuat keputusan yang memuaskan, pertumbuhan dan perkembangan terjadi dan kesehatan dapat meningkat.

Menurut paradigma MRM, perawat memfasilitasi hubungan interpersonal yang interaktif dengan klien. Selama proses ini, perawat membantu klien mengidentifikasi, mengembangkan, dan memobilisasi sumber-sumber internal dan eksternal dimana sumber-sumber ini dibutuhkan untuk koping terhadap stressor, untuk tumbuh, dan untuk proses sembuh. Hal penting dalam proses ini adalah penerimaan pasien tanpa syarat. Erickson et al., (1983) dalam Alligood (2010) mengungkapkan bahwa penerimaan sebagai individu yang unik, penting, berharga dengan tidak adanya string adalah penting jika individu difasilitasi untuk mengembangkan potensinya.

Dalam lingkungan caring dan suportif, perawat berusaha memahami model personal klien sesuai dengan dunia klien dan menghargai nilai dan signifikansinya untuk klien, dari perspektif klien (Erickson et al., 1983 dalam Alligood, 2010). Tindakan untuk mengembangkan gambaran dan memahami pandangan klien di dalam persepektif dan kerangka klien disebut sebagai modeling. Cara individu berkomunikasi, berpikir, merasakan, bertindak, dan bereaksi; semua faktor ini membentuk model dunia klien (Erickson et al., 1983 dalam Alligood, 2010). Setelah dunia klien dibuat modelnya, perawat memfasilitasi dan memelihara individu dalam mencapai, mempertahankan, dan mempromosikan kesehatan melalui intervensi dengan tujuan tertentu, yang disebut dengan role modeling. Dalam role modeling dunia klien, perawat merencanakan intervensi yang meliputi:
a.         Identifikasi tujuan mutual perawat-klien
b.        Mempromosikan kekuatan, kontrol, dan orientasi positif klien
c.         Membangun kepercayaan

Intervensi ini ditujukan untuk membantu klien mencapai status kesehatan dan kepuasan optimal (Erickson et al., 1983 dalam Alligood, 2010). Intervensi keperawatan disusun berdasarkan kepercayaan bahwa semua individu pada beberapa level paham apa yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan mereka dan mengganggu status kesehatan mereka. Manusia juga tahu apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan status kesehatan, memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan, dan memaksimalkan kualitas hidupnya.  Pengetahuan ini disebut sebagai pengetahuan self-care. Individu juga mempunyai sumber self-care internal dan eksternal. Sumber Self-care internal (kekuatan diri) adalah sumber internal yang yang dapat digunakan oleh individu untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan (Erickson et al., 1983 dalam Alligood, 2010). Kekuatan diri ini dapat berupa sikap, daya tahan, pola atau apa saja yang diidentifikasi sebagai kekuatan personal dan sumber dari individu. Sumber ­self-care eksternal meliputi relasi sosial dan sistem pendukung. Relasi sosial berarti dengan siapa individu tersebut mempunyai jaringan sosial, sedangkan sistem pendukung adalah sekelompok individu yang dapat memberikan dukungan, energi, dan sumber untuk klien.

Pengembangan dan pemanfaatan pengetahuan self-care dan sumber self-care disebut sebagai tindakan self-care. Melalui tindakan self-care, individu memobilisasi sumber internal dan mendapatkan sumber tambahan yang membantu individu mencapai, mempertahankan, dan mempromosikan tingkat kesehatan holistik yang optimal. Akhirnya, potensi individu untuk memobilisasi sumber dan mencapai status koping secara langsung berhubungan dengan kepuasan akan pemenuhan kebutuhannya (Erickson et al., 1983 dalam Alligood, 2010). Individu dengan tingkat kepuasan pemenuhan kebutuhan tinggi mempunyai kemampuan yang lebih untuk koping secara positif terhadap stressor dan untuk mencapai kondisi equilibrium. Namun, individu yang mempunyai kebutuhan yang tidak terpenuhi pada level yang tinggi, mempunyai kemampuan yang kurang dalam memobilisasi sumber dan berisiko ketika menghadapi stressor.

Intervensi keperawatan didesain untuk memfasilitasi klien dalam mengimplementasikan tindakan self-care yang akan membantu mereka kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, kognitif, dan spiritual. Kepuasan kebutuhan berulang menghasilkan pertumbuhan; pertumbuhan yang berlanjut menghasilkan residual perkembangan yang sehat. Hal penting dari teori ini adalah pemahaman bahwa kebutuhan individu sudah dipenuhi jika hanya individu tersebut memahami bahwa mereka memang telah terpenuhi kebutuhannya. Proses perkembangan adalah urutan dari tugas, kekuatan, dan kebajikan yang dihubungkan dengan waktu biologis.


Adaptasi terjadi sebagai kebutuhan yang dipenuhi, respon stress berkurang, sumber-sumber baru dibangun. Objek-objek itu yang secara berulang memenuhi kebutuhan menjadi objek yang melekat. Objek itu berubah seiring dengan perpindahan manusia melalui berbagai tahap perkembangan. Ketika perlekatan terjadi, hilangnya objek yang melekat akan menyebabkan perasaan kehilangan. Kehilangan dapat berupa situasional dan atau perkembangan. Kehilangan adalah riil, sesuatu yang mengancam, atau dipahami. Contoh kehilangan situasional adalah kehilangan barang yang disayangi, ditolak oleh orang yang disayang, atau rumah yang kebanjiran. Kehilangan perkembangan aspek transisi melalui tahapan perkembangan, misalnya weaning pada bayi, pergi ke sekolah untuk pertama kali, atau meninggalkan rumah. Ketika kehilangan terjadi, akan menyebabkan berduka.

Proses berduka terdiri beberapa fase, transisi dari tahapan berduka membutuhkan mobilisasi sumber-sumber. Kemampuan seseorang memobilisasi sumber-sumber yang adekuat, menentukan target respon berduka. Sumber yang tidak adekuat menyebabkan berduka kehilangan (Lindemann, 1942 dalam Alligood, 2010), berduka kehilangan memengaruhi proses perkembangan selanjutnya. Berikut ini adalah hubungan teoritis mayor dalam Modeling dan Role Modeling: Sintesis dari teori-teori ini memberikan dasar untuk teori MRM:
a.         Ada hubungan antara potensial adaptif dengan kepuasan kebutuhan
b.        Ada hubungan antara resolusi tugas perkembangan dengan kepuasan kebutuhan
c.         Ada hubungan antara resolusi tugas perkembangan dengan residual perkembangan
d.        Ada hubungan antara residual perkembangan dengan sumber self-care
e.         Ada hubungan  antara kepuasan kebutuhan dasar, perlekatan objek, kehilangan, berduka, pertumbuhan, dan perkembangan.
(Dari Erickson, Tomlin, & Swain [1983]. Modeling and Role-Modeling: A theory and paradigm for nursing. Englewood Cliffs, NJ: Appleton & Lange, dengan ijin dari Helen Erickson, Austin, TX disadur dari Alligood, 2010).


                                                                            BAB 3
PEMBAHASAN

3.1         Analisa Teori Modeling dan Role Modeling dalam Pendekatan Proses Keperawatan
Paradigma dari praktek Modeling dan Role Modeling dipandu oleh lima prinsip keperawatan dalam melakukan intervensi, dan hasil dari proses keperawatan (Alligood, 2010). Lima prinsip tersebut adalah:
1.        Membangun hubungan saling percaya antara perawat dan klien
2.        Mendukung harapan dan harga diri positif
3.        Mengontrol persepsi klien
4.        Membantu klien untuk mengidentifikasi dan menggunakan kekuatan mereka
5.        Menetapkan tujuan yang disepakati bersama antara klien dan perawat yang dapat mempromosikan kesehatannya dan menghubungkan klien untuk kebutuhan dasar.
Terdapat konsep essensial yang lain untuk mengerti teori modeling dan role modeling. Konsep tersebut yaitu self care, yang mencakup pengetahuan tentang self care, penelitian dan pelaksanaan. Pentingnya dari self care yaitu tercermin dari asumsi bahwa klien mempunyai asumsi yang dasar tentang apa yang membuat sakit dan siapa yang akan membantu untuk meningkatkan kesehatannya atau membuat mereka sehat. Peran perawat disini yaitu untuk memahami persepsi klien dan untuk membantu mengidentifikasi dan memobilisasi sumber internal dan eksternal untuk mendapatkan tingkat kesehatan yang optimal.

 
Tabel 1. Hubungan antara tujuan intervensi dan prinsip MRM (Peterson & Bredow, 2013; Alligood, 2010)
Tujuan
Prinsip
Tujuan Intervensi
Membangun kepercayaan
Proses keperawatan memerlukan kepercayaan dan hubungan yang fungsional antara perawatan dan klien.
Perawat membangun kepercayaan dan hubungan yang fungsional antara dirinya dan klien.
Mempromosikan orientasi positif klien
Afiliasi-individuasi tergantung pada penerimaan bahwa ia diterima, dihargai dan bermanfaat bagi orang lain.
Memfasilitasi proyeksi diri klien mengenai hal positif dan masa depan.
Mempromosikan kontrol klien
Perkembangan manusia tergantung pada penerimaan individu bahwa ia memiliki kontrol kehidupan, secara bersamaan dengan kebutuhan afiliasi.
Mempromosikan afiliasi-individuasi dengan  meminimalkan derajat kemungkinan ambivalensi.
Menegaskan dan mempromosikan kekuatan klien
Manusia memiliki kesehatan holistik bawaan terkendali yang difasilitasi oleh asuhan yang konsisten dan sistematik..
Mempromosikan adaptasi dinamis dan status kesehatan yang holistik.
Menetapkan tujuan yang saling menguntungkan dan mengarahkan kesehatan
Pertumbuhan manusia tergantung pada pemenuhan kebutuhan dan difasilitasi oleh pemenuhan kebutuhan pertumbuhan.
Mempromosikan dan membantu memelihara mekanisme koping pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pertumbuhan.
Memfasilitasi tahap perkembangan aktual dan kronik.

Pengetahuan tentang self care klien itu dianggap sebagai informasi primer dan menjadi fokus awal dari pengkajian keperawatan, seperti yang perawat lakukan  saat wawancara tidak terstruktur untuk mengumpulkan pengetahuan tentang self care klien yang merupakan data primer. Komunikasi verbal dan non verbal harus dicatat. Kesesuaian penilaian secara kontinyu ditentukan ketika pesan non verbal mengindikasikan kurang sesuai dengan pernyataan lisan, pewawancara menyimpan informasi ini untuk pertimbangan lebih lanjut. (Erickson 1990, dalam Alligood 2010).

Data sekunder diperoleh  dari keluarga atau orang yang berarti dan ketika dibutuhkan data tambahan diperoleh dari sumber lain, seperti medical record, dokter, atau tenaga kesehatan lainnya. Data ini ditafsirkan secara individu dan kemudian terintegrasi untuk menentukan congruensi diantara sumber, perbedaan pandangan dan informasi lainnya. Sumber data primer (pengetahuan self care) merupakan fokus primer dari nursing care. Ketika terdapat beberapa perbedaan informasi dan orientasi diantara beberapa sumber data perawat bekerja untuk memenuhi kebutuhan sekunder klien setelah memenuhi kebutuhan primer klien. Perawat MRM yang menetukan bila ditemukan adanya perbedaan antara tiga sumber informasi (primer, sekunder dan tersier). Dimana perawat MRM melayani untuk memfasilitasi pemahaman yang lebih baik tentang pengetahuan perawatan diri klien dan sebaliknya diantara anggota tim lainnya (Alligood, 2010).

Menurut Alligood (2010), tujuan MRM pada intervensi keperawatan adalah untuk membangun kepercayaan, menegaskan dan mempromosikan kekuatan klien, mempromosikan orientasi positif, memfasilitasi kontrol persepsi dan  mengatur untuk mengarahkan kesehatan sebagai tujuan bersama. Tahap pertama pada proses ini untuk klien adalah untuk mengumpulkan pengetahuan perawatan diri (self care). Hal ini akan membantu perawat mengkonfirmasi, merevisi, mengubah interpretasi dan kesan keperawatan, karena perawat MRM mendekati proses wawancara dengan penerimaan tanpa syarat dan dengan kepercayaan bahwa semua manusia mempunyai potensial untuk tumbuh, sikap perawat akan mendorong orientasi positif pada klien. Sebagai perawat MRM, menginginkan untuk mengeksplorasi kekuatan dan tujuan yang dirasakan.

Praktisi dari MRM menggunakan pemikiran kritis selama tahap artistik dari proses keperawatan serta selama  proses tahap  sebelumnya. Meskipun strategi spesifik dapat digunakan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan penyembuhan, mereka selalu diterapkan dalam konteks pandangan dunia klien. Hal ini meruipakan aspek artistik dari MRM (Erickson, 2000,2001 dalam Alligood, 2010). Perawat mengkaji adaptif potensial, pengetahuan dan sumber perawatan diri, level afiliasi-individuasi, dan menyusun tujuan saling menguntungkan yang disetujui perawat dan klien. Tujuan utama dari pengkajian adalah agar perawat memahami perspektif klien terhadap dunia, nilai yang dianut klien, dan memaknai stressor dalam kehidupan klien (Sappington & Kelley, 1996).

Dari bagan adaptif potensial di atas dapat dijabarkan langkah pengkajian dan rencana intervensi keperawatan sebagai berikut :
1.        Perawat mengkaji bagaimana sumber mobilisisasi klien. Jika klien bisa melakukan mobilisasi sendiri, maka rencana intervensi utama yang dilakukan adalah memfasilitasi tindakan perawatan diri pada klien yang adaptif atau memotivasi strategi perubahan tindakan klien yang maladaptif.
2.        Mengkaji apakah klien dapat beradaptasi atau mampu merubah strategi koping terhadap stressornya, atau apakah klien membutuhkan individuasi. Jika klien mampu dan memiliki semangat untuk mengatasi stressornya, maka rencanakan fasilitasi perubahan melalui pembelajaran secara kognitif, psikomotor dan afektif.
3.        Apabila klien tidak dapat mampu merubah strategi kopingnya, kaji apakah klien membutuhkan afiliasi. Klien yang  sangat membutuhkan afiliasi disebabkan karena keterbatasan yang dimilikinya, sehingga perawat perlu merencanakan intervensi untuk perawatan fisik  langsung oleh perawat.
4.        Dan bila dalam pengkajian, klien dengan bantuan mobilisasi namun tidak membutuhkan individuasi dan afiliasi, maka perawat perlu melakukan pengkajian ulang terhadap semangat/ keinginan untuk keseimbangan klien.

3.2         Contoh Penerapan pada Kasus
1.        Kasus Robert (75 tahun)  dalam (Alligood, 2014).
Robert, seorang peternak berusia 75 tahun dengan riwayat penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Klien mengalami sesak napas, angina, dan mual (kebutuhan fisiologis yang tidak terpenuhi). Kien saat ini sudah yang keempat kali masuk rumah sakit dalam 6 bulan (klien mengalami kesulitan beradaptasi terhadap stressor kehidupannya).  Perawat memperkenalkan diri dengan tenang, suara yang lembut dan mengatakan bahwa dia akan menjadi perawat utama klien selama di rumah sakit (intervensi dirancang untuk membangun kepercayaan dan rasa nyaman dan aman dan untuk memfasilitasi rasa saling berhubungan). Perawat bertanya alasan mengapa klien masuk rumah sakit (sumber data utama). Klien menyatakan, dia tidak bisa bernapas, dan dadanya sakit.

Setelah klien stabil (kebutuhan fisiologis terpenuhi, perawat bisa fokus pada kebutuhannya yang lain), perawat menanyakan pendapat klien mengapa dirinya dalam beberapa bulan ini sering dirawat (perawat mencari informasi dari klien yang merupakan sumber data primer dan memfasilitasi rasa kontrol klien). Klien menjawab bahwa istrinya yang berusia 49 tahun meninggal beberapa bulan yang lalu; dia yang  merawat klien, klien merasa hancur hatinya, hidupnya tidak lagi memiliki makna (klien sedang mengalami kebutuhan yang tidak terpenuhi, mengalami masalah dengan tahap perkembangan generatif, dan berduka kehilangan istrinya).

Selama pengkajian, perawat menemukan Robert tinggal di sebuah peternakan sendirian. Tetangga terdekatnya berjarak 4 mil, anaknya tinggal di luar negara bagian, dia tidak memiliki bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, dia hanya di rumah karena tidak bisa lagi menyetir, dia tidak memiliki sistem pendukung, dan dia merasa tidak bisa mendapatkannya dengan hidup tanpa istrinya. Perawat bertanya kepadanya apa yang dia butuhkan untuk merasa lebih baik dan membantunya melalui beberapa minggu ke depan (mempromosikan orientasi ke depan yang positif). Klien mengatakan perlu lebih dekat dengan teman dan rumah sakit. Ia sangat kesepian dan takut di luar sana sendiri (kebutuhan kasih sayang yang tak terpenuhi, rasa memiliki dan kenyamanan dan keamanan).

Setelah diskusi panjang, mereka memutuskan bersama untuk melaksanakan rencana perawatan (perawat sedang memfasilitasi kontrol klien, menegaskan kekuatannya dan pengetahuan perawatan diri yang diketahui tentang apa yang menyembuhkannya; bersama-sama menetapkan tujuan bersama). Robert memanggil dan berbicara kepada anaknya, yang berencana untuk mengunjunginya (tindakan ini memfasilitasi rasa memperoleh dukungan dan afiliasi individuasi). Pendeta dipanggil untuk mengatur konseling duka cita (dukungan dirasakan, fasilitasi resolusi duka cita dimulai, klien difasilitasi menjadi fokus ke masa depan).

Robert memutuskan bahwa dia akan pindah ke kota dan tinggal di apartemen warga senior yang menyediakan makanan dan layanan lainnya, dan pengaturan dibuat untuk bisa membantu proses perpindahan. Dia akan lebih dekat ke rumah sakit dan orang lain jika dia membutuhkan mereka (ini akan membantunya merasa lebih nyaman dan lebih aman). Dia kemudian bisa memilih kapan harus berkunjung bersama teman atau ikut serta dalam kegiatan sosial yang ada di kompleks (kebutuhan kasih sayang dan rasa memiliki dapat dipenuhi, dan ini memudahkan kontrol diri). Dia juga bisa menerima bantuan kebutuhan fisiologis dasar saat dibutuhkan (makan, jasa house keeping).

Setelah dia tinggal di tempat yang baru, perawat memberinya nomor telepon sehingga dia bisa menelepon jika dia butuh sesuatu atau kalau dia hanya ingin check in (menemukan kebutuhan dukungan dan kasih sayang and memiliki). Tindakan ini memfasilitasi kepercayaan klien dan afiliasi individuasi. Kontrolnya dipertahankan, kekuatan dan pengetahuan perawatan dirinya sendiri ditegaskan (dia akan tahu dan bisa menelepon kapan dia butuh bantuan, atau akan terhubung dengan perawat). Akhirnya, perawat menjadwalkan waktu telepon secara reguler (berdasarkan jadwal klien) untuk check in dan mengetahui bagaimana klien melakukan dan mengatasi setiap kekhawatiran atau pertanyaan yang dimilikinya. Tindakan ini memfasilitasi kepercayaan, kenyamanan dan keamanan dan cinta dan kepemilikan, dan kebutuhan afiliasi individuasi terpenuhi.

Dari kasus Robert di atas, dapat kita analisis bahwa dalam pengkajian dan merencanakan intervensi, perawat mengaplikasikan teori Modeling dan Role Modeling. Menurut Alligood (2014), teori Modeling and Role-Modeling digunakan sebagai pedoman, wawancara digunakan untuk menentukan model klien melalui tujuh tema yaitu (Erickson, 1990a) : 1. Penyebab masalah, yang unik untuk individu 2. Faktor terkait, juga unik bagi individu 3. Harapan untuk masa depan 4. Jenis kontrol yang dirasakan 5. Afiliasi 6. Kurangnya afiliasi 7. Percaya pada tenaga kesehatan.
Berdasarkan kasus, klien dengan riwayat PPOK dan kebutuhan fisisologis yang tidak terpenuhi yaitu klien saat ini adalah klien mengalami sesak nafas, angina dan mual. Masalah klien adalah klien sudah keempat kali dirawat dalam 6 bulan terakhir.
1.        Penyebab masalah yang unik pada klien adalah klien mengalami kesulitan beradap tasi terhadap stressor kehidupannya yaitu masalah berduka karena istrinya yang biasa merawatnya meninggal beberapa bula yang lalu.
2.        Faktor terkait yang unik pada individu adalah klien tinggal di sebuah peternakan sendirian, jauh dari tetangga, anaknya tinggal di luar negara bagian, tidak memiliki bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, klien hanya di rumah karena tidak bisa lagi menyetir, tidak memiliki sistem pendukung, dan kehilangan semangat hidup tanpa istrinya.
3.        Harapan untuk masa depan klien yaitu klien ingin lebih dekat dengan teman dan rumah sakit agar kebutuhan kasih sayang, rasa memiliki dan kenyamanan dan keamanan terpenuhi.
4.        Jenis kontrol yang dirasakan adalah klien memutuskan untuk memanggil anaknya dan berencana pindah ke kota di apartemen yang dekat dengan teman dan rumah sakit yang bisa menjadi sistem pendukungnya.
5.        Afiliasi, klien membutuhkan afiliasi dan perawat memfasilitasinya dengan memotivasi klien menghubungi anaknya dan mendatangkan pendeta untuk mengatur konseling berduka.
6.        Kurangnya afiliasi pada klien sudah dapat teratasi dengan rencana perawatan yang telah didiskusikan dan disusun bersama oleh perawat dan klien.
7.        Percaya pada tenaga kesehatan (perawat)
Kepercayaan klien terhadap perawat telah dibangun dari awal dengan strategi perawat memperkenalkan diri dan mengatakan akan membantu klien memenuhi kebutuhannya selama di rumah sakit.
Tabel Tujuan Dan Intervensi Keperawatan pada Tn. Robert dengan Prinsip MRM
Tujuan
 Intervensi
Membangun kepercayaan
Perawat memperkenalkan diri dengan tenang, suara yang lembut dan mengatakan bahwa dia akan menjadi perawat utama klien selama di rumah sakit.
Mempromosikan orientasi positif klien
Perawat mengkaji kebutuhan klien dan membantu klien merasa lebih baik untuk dapat memenuhi kebutuhannya beberapa minggu ke depan.
Mempromosikan kontrol klien
Perawat berdiskusi panjang bersama  klien mengenai kebutuhan kasih sayang yang tak terpenuhi, rasa memiliki dan kenyamanan dan keamanan klien.
Memfasilitasi pasien untuk memperoleh dukungan afiliasi-individuasi, sehingga klien menghubungi anaknya yang akan berencana mengunjunginya.
Perawat bersama klien memutuskan memanggil pendeta untuk mengatur konseling duka cita.
Perawat bersama klien memutuskan untuk melaksanakan rencana perawatan bersama-sama menetapkan tujuan bersama.
Menegaskan dan mempromosikan kekuatan klien
Perawat memfasilitasi klien memutuskan tinggal di apartemen yang menyediakan makanan dan layanan lainnya lebih dekat ke rumah sakit dan orang lain jika dia membutuhkan. Dan memungkinkan klien bisa menerima bantuan kebutuhan fisiologis dasar saat dibutuhkan (makan, jasa housekeeping).
Menetapkan tujuan yang saling menguntungkan dan mengarahkan kesehatan
Perawat memberikan nomor telepon yang bisa dihubungi klien jika membutuhkan bantuan atau ingin check in.
Perawat menjadwalkan waktu telepon secara reguler (berdasarkan jadwal klien) untuk check in dan bagaimana klien mengatasi kekhawatirannya.

Teori Modeling dan Role Modeling memungkinkan perawat untuk merawat dan memelihara setiap klien dengan kesadaran dan rasa hormat terhadap keunikan individu yang mencontohkan praktik klinis berbasis teori yang berfokus pada kebutuhan klien (Sappington, 1996). Modeling merupakan proses dimana perawat berusaha untuk mengetahui dan memahami model individu pada dunia klien dan perawat berusaha memahami nilai yang dianut klien. Setiap orang mempunyai model/ perspektif dunia yang unik dan perawat seharusnya memahami dunia klien dari perspektif klien.
Role Modeling adalah proses dimana perawat memfasilitasi dan merawat individu dalam mencapai, memelihara, dan mempromosikan kesehatan serta menerima klien tanpa syarat untuk merencanakan intervensi secara bersama. Klien memahami perawatannya sendiri dan paling tahu bagaimana dia perlu dibantu. Teori ini menyatakan lima tujuan intervensi keperawatan sebagai berikut: membangun kepercayaan, mempromosikan orientasi positif klien, mempromosikan kendali klien, menegaskan dan mempromosikan kekuatan klien, menetapkan tujuan yang saling menguntungkan dan mengarah pada kesehatan.


 
                                                                            BAB 4
KESIMPULAN

Teori modeling dan role modeling merupakan toeri yang diambil dari pengalaman klinis dan pengalaman pribadi dalam hidup Erickson dan dikembangkan dengan proses retroduktif. Dalam pengembangannya dibantu oleh Tomlin dan Swain dengan  memvalidasi dan mengartikulasikan fenomena, konsep dan hubungan teori dari model Erikson tersebut. Konsep utama teori ini adalah modeling, role modeling, keperawatan, nurturance, penerimaan tanpa syarat, manusia, menjelaskan bagaimana individu memiliki kesamaan dan perbedaan. Asumsi teori ini meliputi empat paradigma keperawatan yaitu nursing, manusia, kesehatan dan lingkungan. Cakupan teori modeling dan role modeling menggambarkan hubungan antara kebutuhan, kehilangan, berduka, adaptasi, proses perkembangan, pertumbuhan, dan sejahtera dari manusia yang holistik. Terdapat konsep essensial yang lain untuk mengerti teori modeling dan role modeling. Konsep tersebut yaitu self care. Dalam mengaplikasikan teori modeling dan role modeling di proses keperawatan, perawat harus memperhatikan lima prinsip melakukan intervensi keperawatan diantaranya membangun hubungan saling percaya antara perawat dan klien, mendukung harapan dan harga diri positif, mengontrol persepsi klien, membantu klien untuk mengidentifikasi dan menggunakan kekuatan mereka, serta menetapkan tujuan yang disepakati bersama antara klien dan perawat yang dapat mempromosikan kesehatannya dan menghubungkan klien untuk kebutuhan dasar.

 
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R. (2010). Nursing Theory: Utilization and Application (4th ed). USA: Elsevier Inc.
Alligood, M. R. (2014). Nursing Theorists and Their Work (8th ed). St. Louis, Missouri: Elsevier Inc.
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC
Christensen, P. J. (2009). Nursing Process: Aplication of Conceptual Models (4th ed). St.Louis: Mosby-Year Book, Inc.
Fawcett,J. (2006). Contemporary nursing knowledge: Analysis and evaluation of nursing models and theories (2nd ed). Philadelphia: FA Davis Company.
Peterson, S. J., & Bredow, T. S. (2013). Middle Range Theories: Application to Nursing Research (3th ed). Lippincott: Williams & Wilkins.
Risjord, M. (2010). Nursing Knowledge Science, Practice, and Philosophy. United Kingdom: Willey Backwell
Sappington, J., & Kelley, J. H. (1996). Modeling and Role-Modeling Theory. Journal of Holistic Nursing, 14 (2), 130–141. https://doi.org/10.1177/089801019601400205

Tidak ada komentar: