2. 3
Hiperbillirubinemia
2. 3. 1
Pengertian Hiperbillirubunemia
Hiperbilirubin adalah suatu
keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal
bilirubin serum.
Hiperbilirubin adalah suatu
keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga
menimbulkan joundice pada neonatus
(Dorothy R. Marlon, 1998).
Hiperbilirubin adalah kondisi
dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan
dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada sklera mata, kulit, membran mukosa dan cairan tubuh
(Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah peningkatan
kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan
bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002).
Hiperbilirubinemia adalah kadar
bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis. (Markum, 1991:314).
Hiperlirubin adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin
didalam darah (Wong, hal 432). Peningkatan kadar serum bilirubin disebabkan
oleh deposisi pigmen bilirubin yang terjadi waktu pemecahan sel darah merah.
Phototerapi merupakan terapi untuk hiperbilirubin. Tranfusi tukar dilakukan
pada keadaan masa gestasi yang kurang dan keadaan bayi secara umum.
Hiperbilirubinemia adalah keadaan meningginya kadar
bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa
dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. (Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, p 197).
Jadi, hiperbillirubinemia adalah akumulasi berlebihan
dari bilirubin didalam darah / jaringan ekstravaskuler karena deposisi pigmen
bilirubin atau kelainan bawaan dengan manifestasi umum jaundice.
2. 3. 2
Etiologi
Etiologi dari
hiperbillirubinemia adalah :
-
Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
-
Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam
hati.
-
Gangguan konjugasi bilirubin.
-
Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya
kecepatan pemecahan sel darah merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya
perdarahan tertutup.
-
Gangguan transportasi bilirubin dalam
hati akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya Hipoalbuminemia atau
karena pengaruh obat-obatan tertentu.
-
Gangguan fungsi hati yang disebabkan
oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati
dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma siphilis.
2. 3. 3
Patofisiologi
Peningkatan
kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
eritrosit, polisitemia.Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila
kadar protein berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan
konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya
sumbatan saluran empedu.
Pada
derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut
dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi di otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa
kadar bilirubin indirek lebih dari 20mg/dl.Mudah tidaknya kadar bilirubin
melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan
neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi
terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia. (Markum, 1991)
2. 3. 4 Manifestasi klinis
Tanda dan gejala
dari hiperbillirubinemia adalah :
·
Kulit berwarna kuning hingg jingga
·
Pasien tampak lemah
·
Nafsu makan berkurang
·
Reflek hisap kurang
·
Urine pekat
·
Perut buncit
·
Pembesaran lien dan hati
·
Gangguan neurologik
·
Feses seperti dempul
·
Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
·
Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit
dan membran mukosa.
·
Jaundice yang tampak 24 jam pertama
disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan
diabetik atau infeksi.
·
Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau
3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya
merupakan jaundice fisiologi.
2. 3. 5 Pemeriksaan
diagnostik
a)
Pemeriksaan Bilirubin Serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4
hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
Pada bayi prematur, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7
hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
b)
Pemeriksaan Radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya
metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati,
seperti abses hati atau hepatoma.
c)
Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara
kolestatis intra hepatik dengan ekstra hepatik.
d)
Biopsi hati
Digunakan untuk memastikan
diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi
ekstra hepatik dengan intra hepatik. Selain itu juga untuk memastikan keadaan
seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
e)
Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan
diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan
ulangan pada penderita penyakit ini.
f)
Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan
diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan
ulangan pada penderita penyakit ini
2. 3. 6 Penatalaksanaan
a)
Tindakan Umum
ü Menyusui bayi
dengan ASI
ü Terapi sinar
matahari
ü Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil
ü Mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir
yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
ü Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
ü Imunisasi yang
cukup baik di tempat bayi dirawat.
b)
Tindakan Khusus
ü Mempercepat
proses konjugasi dan mempermudah ekskresi.
Misalnya, dengan pemberian phenorbarbital / luminal. Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolik dan pernafasan baik pada ibu ataupun
bayi,
serta membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti.
Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum
melahirkan.
ü Memberikan
substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya : pemberian
albumin, karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari
ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan
transfusi tukar untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti
dengan plasma dosis 15 – 20 ml/kgbb. Pemberian glukosa perlu untuk kojugasi
hepar sebagai sumber energi.
ü
Melakukan dekompensasi bilirubin dengan
fototerapi
Dilakukan
apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk mencegah efek
cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak
retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada
neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat, salah satunya menurunkan
bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
Terapi
sinar diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg %. Terapi
sinar menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang
sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan
dikeluarkan melalui urin, tinja, sehingga kadar bilirubin menurun. Selain itu
pada terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam
cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu
kedalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan keluar
bersama feses.
Pelaksanaan Terapi Sinar :
1.
Baringkan bayi telanjang, hanya genitalia yang ditutup
(maksimal 500 jam) agar sinar dapat merata ke seluruh tubuh.
2.
Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya.
Dapat dengan kain kasa yang dilipat lipat dan dibalut. Sebelumnya katupkan
dahulu kelopak matanya (untuk mencegah kerusakan retin).
3.
Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah, telentang, tengkurap,
setiap 6 jam bila mungkin, agar sinar
merata.
4.
Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,50-370C,
dam observasi suhu tiap 4-6 jam sekali. Jika terjadi kenaikan suhu, matikan
sebentar lampunya dan bayi diberikan banyak minum. Setelah 1 jam kontrol
kembali suhunya. Jika tetap hubungi dokter.
5.
Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan
meningkatkan suhu tubuh bayi.
6.
Pada waktu memberi bayi minum, dikeluarkan, dipangku, penutup
mata dibuka. Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak.
7.
Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam setelah pemberian
terapi 24 jam
8.
Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 mg % atau
kurang, terapi dihentikan walaupun belum 100 jam.
9.
Jika setelah terapi selama 100 jam bilirubin tetap tinggi /
kadar bilirubin dalam serum terus naik, coba lihat kembali apakah lampu belum
melebihi 500 jam digunakan. Selanjutnya hubungi dokter. Mungkin
perlu transfusi tukar.
10.
Pada kasus ikterus karena hemolisis,
kadar Hb diperiksa tiap hari.
Komplikasi Terapi Sinar :
1.
Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar
lampu dan mengakibatkan peningkatan insesible
water loss.
2.
Frekuensi defekasi meningkat sebagai
akibat meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan empedu dan meningkatkan
peristaltik usus.
3.
Timbul kelainan kulit sementara pada
daerah yang terkena sinar (berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang jika
terapi selesai.
4.
Gangguan retina jika mata tidak ditutup.
5.
Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika
hal ini terjadi sebagian sinar lampu
dimatikan terapi diteruskan. Jika suhu naik terus lampu semua dimatikan
sementara, bayi dikompres dingin, dan berikan ektra minum.
6.
Komplikasi pada gonad yang menurut dugaan
dapat menimbulkan kelainan (kemandulan) tetaapi belum ada bukti.
ü
Transfusi Tukar
Indikasi
untuk melakukan transfusi tukar adalah :
a. kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg %
b. kenaikan kadar bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3 – 1 mg % / jam
c.
anemia berat pada neonatus dengan gejala
gagal jantung
d.
bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat kurang 14 mg % dan
uji coomb’s positif.
Tujuan transfusi tukar adalah mengganti eritrosit yang dapat
menjadi hemolisis, membuang natibodi yang menyebabkan hemolisis, menurunkan
kadar bilirubin indirek, dan memperbaiki anemia.
c)
Tindak Lanjut
Tindak lanjut terhadap semua bayi
yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi berkala terhadap pertumbuhan,
perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap
gejala sisa.
2. 3. 7
Komplikasi
Komplikasi dari
hiperbillirubinemia ini, yaitu :
§
Retardasi mental-kerusakan neurologis
§
Gangguan pendengaran dan penglihatan
§
Kematian.
§
Kernikterus.
2. 3. 8 WOC Hiperbillirubinemia
2. 2
Asuhan Keperawatan
Hiperbilirubin
A. Pengkajian
1)
Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil
terutama suhu tubuh (hipertermi). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun,
pemeriksaan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit
tampak kuning dan mengelupas (skin resh),
sclera mata kuning (kadang-kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan
warna urine dan feses.
2)
Riwayat Keperawatan
a.
Riwayat Kehamilan
Kurangnya
antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan ikterus, contoh
: salisilat sulkaturosic oxitosin
yang dapat mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
b.
Riwayat Persalinan
Persalinan
dilakukan oleh dukun, bidan atau Data Obyektifkter. Lahir prematur / kurang
bulan, riwayat trauma persalinan, hipoxin dan aspixin.
c.
Riwayat Post Natal
Adanya kelainan
darah tapi kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
d.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak
cocokan darah ibu dan anak Polycythenia, gangguan saluran cerna dan hati (
hepatitis ). Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh
atau golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar
obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM
e.
Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih
sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
f.
Pengetahuan Keluarga
Penyebab
perawatan pengobatan dan pemahan ortu bayi yang ikterus.
3)
Kebutuhan Sehari-hari
a.
Nutrisi
Pada umumnya bayi
malas minum (reflek menghisap dan menelan lemah) sehingga BB bayi mengalami
penurunan. Riwayat pelambatan / makanan oral buruk,
lebih mungkin disusui dari pada menyusu botol. Palpasi abdomen dapat menunjukan
pembesaran limpa, hepar
b.
Eliminasi
Biasanya bayi
mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap dan tinja berwarna pucat.
Bising usus hipoaktif, pasase mekonium mungkin
lambat, feses mungkin lunak / coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin,
urine gelap pekat, hitam kecoklatan ( sindrom bayi bronze )
c.
Istirahat
Bayi tampak
cengeng dan mudah terbangun, letargi, malas
d.
Aktifitas
Bayi biasanya
mengalami penurunan aktivitas, letargi, hipototonus dan mudah terusik.
e.
Personal hygiene
Kebutuhan
personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu
4)
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
lemah, Ttv tidak stabil terutama suhu tubuh (hipo/hipertemi). Reflek hisap pada
bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi
mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas ( skin resh ) bronze
bayi syndrome, sclera mara kuning (kadang-kadang terjadi kerusakan pada retina)
perubahan warna urine dan feses.
a.
Sirkulasi
·
Nadi apikal mungkin cepat dan atau tidak
teratur dalam normal(120-160 dpm)
·
Murmur jantung yang dapat didengar dapat
menandakan paten ductus arteriosus
(PDA)
·
Pucat, menandakan anemia
b.
Pernafasan
·
Mungkin dangkal, tidak teratur,
pernafasan diagfragmatik intermittten atau periodik(40-60 x/i)
·
Pernafasan cuping hidung, retraksi
suprasternal, atau substernal,atau derajat sianosis mungkin ada
·
Adanya bunyi ampelas pada auskultasi
menanda sindrom disters pernafasan (RDS)
c.
Neorosensori
·
Sutura tengkorang dan fontanel tampak
melebar, penonjolan fontanel karena ketidak adekuatan pertumbuhan tulang
mungkin terlihat
·
Kepala kecil dengan dahi menonjol,
batang hidung cekung, hidung pendek mencuat, bibir atas, dagu maju
·
Tonus otot dapat tampak kencang dengan
fleksi ektremitas bawah dan atas dan keterbatasan gerak
·
Pelebaran tampilan mata
·
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu
atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran
ekstraksi vakum. Edema umum, hepatosplenomegali, kehilangan refleks moro
mungkin terlihat
d.
Makanan/cairan
·
Disproporsi berat badan dibandingkan
dengan panjang dan lingkar kepala
·
Kulit kering, pecah-pecah, dan
terkelupas dan tidak adanya jaringan subkutan
·
Penurunan masa otot, khususnya pada
pipi, bokong, dan paha
·
Ketidak seimbangan metabolik dengan
hipokglikemi atau hipokalsemia
e.
Keamanan
·
Suhu berfluktuasi dengan mudah
·
Tidak terdapat garis alur pada telapak
tangan
·
Warna mekonium mungkin jelas pada jari
tangan dan dasar tali pusat dengan warna kehijauan
·
Menangis mungkin lemah
f.
Seksualitas
·
Labio minora wanita mungkin lebih besar
dari labia mayora dengan klitoris menonjol
·
Testis pria mungkin tidak turun, rugae
mungkin banyak atau tidak pada scrotum
5)
Pemeriksaan Laboratorium
a.
Test comb pada tali pusat bayi baru lahir
Hasil positif test comb indirek menandakan adanya
anti bodi Rh-positif, Anti-A atau Anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari
test comb direk menandakan adanya sesitifitas ( Rh-positif, Anti-A, Anti-B )sel
darah merah dari neonates
b.
Golongan darah bayi dan ibu
Mengidentifikasi inkompatibilitas ABO
c.
Bilirubin total
Kadar direk ( terkonjugasi ) bermakna jika
melebihi 1,0 – 1,5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek
( tidak terkonjugasi ) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam,
atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada
bayi preterm ( tergantung pada berat badan)
d.
Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan
kapasitas ikatan, terutama pada bayi preterm
e.
Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah ( <14 dl="" gr="" hemolisis="" ht="" karena="" meningkat="" mungkin="">65% ) pada polisitemia, penurunan (
<45 anemia="" berlebihan="" dan="" dengan="" hemolisis="" span="">45>14>
B. Diagnosa Keperawatan
a)
Resti
cedera b/d efek samping tindakan fototerapi, komplikasi transfuse tukar,
peningkatan bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gangguan
eksresi bilirubin.
b)
Resiko
kurangnya volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan, fototerapi, diare.
c)
Resiko
gangguan integritas kulit b/d fototerapi
C. NANDA, NOC, NIC
Dx.
|
NANDA
|
NOCs
|
NICs
|
1
|
Resti cedera
b.d efek samping tindakan fototerapi, komplikasi transfuse tukar, peningkatan
bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gangguan eksresi
bilirubin.
|
·
Status Neurologis
·
Kontrol Risiko
·
Deteksi Risiko
·
Kontrol Gejala
|
Manajemen Lingkungan
·
Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi
pasien
·
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
·
Pindahkan benda-benda berbahaya dari
sekitar pasien
·
Pindahkan benda-benda beresiko dari
lingkungan pasien
·
Sediakan ruangan rawat sendiri
·
Sediakan tempat tidur yang nyaman dan
bersih
·
Posisikan tempat tidur agar mudah
terjangkau
·
Kurangi stimulus lingkungan
·
Sesuaikan temperatur lingkungan menurut
kebutuhan pasien
·
Atur pencahayaan untuk efek terapi
·
Batasi pengunjung
·
Bawa benda-benda yang familiar dengan
pasien dari rumah
Surveilan
§ Pantau
status neurologi
§ Pantau
tanda-tanda vital jika diperlukan.
§ Kolaborasikan
dengan dokter melakukan monitoring ICP, jika diperlukan.
§ Kolaborasikan
dengan dokter untuk melakukan monitoring Hemodynamik invasif, jika diperlukan
§ Pantau
tingkat kenyamanan dan beri tindakan yang sesuai.
§ Pantau
perubahan pola tidur.
§ Pantau
oksigenasi dan berikan tindakan untuk mendukung keadekuatan oksigenasi organ
vital
§ Lakukan
pemeriksaan kulit rutin pada pasien resiko tinggi.
§ Pantau
tanda dan gejala ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
§ Pantau
perfusi jaringan, jika diperlukan.
§ Pantau
status nutrisi, jika diperlukan.
§ Pantau
adanya infeksi, jika diperlukan.
§ Pantau
fungsi gastrointestinal, jika diperlukan.
§ Pantau
pola eliminasi, jika diperlukan.
|
2
|
Resiko
kurangnya volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan, fototerapi,
diare.
|
a.
Keseimbangan cairan
b.
Status nutrisi: intake makanan dan
cairan
c.
Kontrol risiko
d.
Hidrasi
e.
Termoregulasi : neonatus
|
Manajemen Cairan
§ Timbang
BB tiap hari
§ Pertahankan
intake yang akurat
§ Monitor
status hidrasi (seperti :kelebapan mukosa membrane, nadi)
§ Monitor
status hemodinamik termasuk CVP,MAP, PAP
§ Monitor
hasil lab. terkait retensi cairan (peningkatan BUN, Ht ↓)
Monitor
TTV
§ Monitor
adanya indikasi retensi/overload cairan (seperti :edem, asites, distensi vena
leher)
§ Monitor
status nutrisi
§ Kaji
lokasi dan luas edem
§ Distribusikan
cairan > 24 jam
§ Berikan
terapi IV
§ Berikan
cairan
§ Berikan
diuretic
§ Berikan
cairan IV
§ Nasogastrik
untuk mengganti kehilangan cairan
Pemantauan
Cairan
§ Kaji
tentang riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan pola eliminasi
§ Kaji
kemungkinan factor resiko terjadinya imbalan cairan (seperti : hipertermia,
gagal jantung, diaforesis, diare, muntah, infeksi, disfungsi hati)
§ Pantau
berat badan, intake dan output
§ Pantau
nilai elektrolit urin dan serum
§ Pantau
osmolalitas urin dan serum
§ Pantau
denyut jantung, status respirasi
§ Pantau
TD ortostatik dan perubahan ritme jantung
§ Pantau
parameter hemodinamik invasive
§ Pantau
membran mukosa, turgor dan rasa haus
§ Pantau
warna dan kuantitas urin
§ Pantau
distensi vena leher, edem perifer dan pengingkatan berat badan
§ Pantau
tanda dan gejala asites
§ Pertahankan
keakuratan catatan intake dan output
§ Catat
adanya vertigo
§ Beri
agen farmakoligis untuk meningkatkan output urin
§ Lakukan
dialisa, catat respon klien
§ Beri
cairan
§ Batasi
intake cairan pertahankan aliran IV
Pemantauan
Tanda Vital
§ Monitor
tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan, jika diindikasikan.
§ Catat
adanya fluktuasi tekanan darah.
§ Pertahankan
kelangsungan pemantauan suhu.
§ Monitor
adanya tanda dan gejala hipotermi/hipertermi.
§ Monitor
kuat/lemahnya tekanan nadi.
§ Monitor
irama dan frekuensi jantung.
§ Monitor
bunyi jantung.
§ Monitor
frekuensi dan irama nafas.
§ Identifikasi
faktor penyebab perubahan tanda-tanda vital.
§ Monitor
warna kulit, temperatur, dan kelembapan
§ Monitor
sianosis sentral dan perifer
|
3
|
Resiko
gangguan integritas kulit b/d fototerapi
|
a. Integritas
Jaringan : Membran Kulit dan Mukosa
b.
Penyembuhan Luka : Tujuan Primer
c.
Penyembuhan Luka : Tujuan Sekunder
|
Manajemen
Cairan/Elektrolit
§ Timbang
berat badan tiap hari
§ Beri
cairan
§ Promosikan
intake oral
§ Beri
serat pada selang makan pasien untuk mengurangi kehilangan cairan dan
elektrolit selama diare
§ Pasang
infus IV
§ Pertahankan
keakuratan catatan intake dan output
§ Pantau
tanda dan gejala retensi cairan
§ Pantau
tanda- tanda vital
§ Restribusi
cairan
§ Kaji
sclera,kulit untuk mencari indikasi kekurangan keseimbangan cairan dan
elektrolit
§ Beri
suplemen elektrolit
§ Pantau
kehilangan cairan (seperti; pendarahan, muntah, takipneu)
§ Lakukan
perkontrolan kehilangan cairan
Pengawasan pada
Kulit
§ Hindari
penggunaan alas kasur yang kasar
§ Bersihkan
dengan sabun antibakteri jika diperlukan
§ Gunakan
pakaian yang longgar
§ Taburkan
bedak, jika diperlukan
§ Jaga
kebersihan, kekeringan, alas tempat tidur
§ Gunakan
antibiotik topical
§ Gunakan
anti jamur
§ Dokumentasikan
kerusakan kulit
§ Inspeksi
kulit setiap hari untuk mengetahui resiko kerusakan kulit
Pengaturan
Posisi
§ Posisikan
untuk memberikan ventilasi/perfusi yang adekuat (good lung down), sesuai
kebutuhan
§ Posisikan
untuk meringankan dispnea (posisi semi fowler), sesuai kebutuhan
§ Tempatkan
pasien pada tempat tidur yang sesuai
§ Gunakan
tempat tidur yang kuat dan kokoh
§ Tempatkan
pada posisi terapeutik
§ Posisi
kesejajaran tubuh yang baik
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar