BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epilepsi merupakan suatu gejala yang
kompleks dari beberapa gangguan fungsi otak. Gangguan ini dapat disebabkan oleh
faktor fisiologis, biokimiawi, anatomis atau lainnya dengan di cirikan
timbulnya gejala-gejala yang dating dalam serangan yang berulang.
Dan pada makalah ini penyusun ingin
mencoba memaparkan tentang beberapa faktor penyebab dari epilepsi yang salah
satu penyebabnya yaitu idiopatik yang biasanya terjadi pada anak-anak yang
berusia lebih dari 3 tahun.
Epilepsi digolongkan menjadi 2 yaitu
epilepsi primer dan epilepsi sekunder dibagi menjadi 4 serangan yaitu serangan
partral, serangan umum, serangan unilateral dan serangan epilepsi tidak
lengkap.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui
asuhan keperawatan pada anak dengan kasus epilepsi.
2.Tujuan
Khusus
a.
Mengetahui
pengkajian pada anak dengan kasus epilepsi.
b.
Menegakkan
diagnosa keperawatan dengan kasus epilepsi.’
c.
Membuat
intervensi keperawatan.
d.
Membuat
implementasi keperawatan.
e.
Membuat
evaluasi keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
ASKEP ANAK EPILPSI
A. Konsep Dasar Penyakit.
a. Pengertian
Epilepsi adalah gangguan kronik otak
dengan gejala-gejala yang kompleks dari beberapa gangguan fungsi otak yang
cirinya adalah serangan berulang-ulang. Bangkitkan kejang merupakan satu
manifestasi daripada muatan listrik yang berlebihan disel neuron saraf pusat.
(Helwiyah, S.Kp, Gangguan Konduksi, 77).
Epilepsi adalah gejala-gejala yang
kompleks dari beberapa gangguan fungsi otak yang cirinya adalah serangan
berulang. Bangkitan kejang merupakan satu manifestasi daripada muatan listrik
yang berlebihan di sel neuron saraf pusat. Gangguan ini dapat disebabkan faktor
fisiologis, biokimiawi, anatomis atau gabungan ketiganya.
b. Etiologi
a.Idiopatik sebagian besar epilepsi
pada anak adalah epilepsi idiopatik.
b.Faktor herediter : ada beberapa
penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan.
c.Faktor genetic : pada kejang demam
dan breath holding spells.
d.Kelainan congenital otak : atrofi,
porensefali, agenesis korpus koilosum.
e.Gangguan metabolic : hipoglikemia,
hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia.
f.Trauma : kontusio serebri,
hematoma subaraknoid, hematoma subdural.
g.Neoplasma otak dan selaputnya.
h.Kelainan pembuluh darah, penyakit
kolagen, malformasi.
i.Keracunan : timbal (Pb),
kamper (kapur barus), fenotizin.
j.penyakit darah,gangguan
keseimbangan hormone dan lain-lain.
Epilepsi dibagi atas 2 golongan, yaitu :
a.Primer atau idiopatik, biasanya
penyebabnya tidak diketahui.
b.Sekunder atau simptomatik,
biasanya sebagai akibat/gejala penyakit lain. Misalnya infeksi pada otak,
trauma kelahiran, cacat congenital, tumor otak, perdarahan otak, gangguan
peredaran darah, hipoksia, kelainan degeneratif, susunan saraf pusat, gangguan
metabolisme, gangguan elektrolit, keracunan obat/ alcohol dan lain-lain.
Epilepsi idiopatik biasanya mulai
terjadi pada usia lebih dari 3 tahun, sedangkan yang simptomatik dapat dimulai.
Pada tingkat membran sel, neuron epileptic ditandai oleh
fenomena biokimia tertentu. Beberapa diantaranya :
a.Ketidaksabilan membran sel saraf
sehingga sel mudah diaktifkan.
b.Neuron hipersensitif dengan ambang
yang menurun, sehingga mudah terangsang dan terangsang secara berturut-turut.
c.Mungkin terjadi polarisasi yang
abnormal (polarisasi berlebihan, hiperpolarisasi atau terhentinya
repolarisasi).
d.Ketidakseimbangan ion yang
mengubah lingkungan kimia dari neuron.
Karena hal tersebut di atas, beberapa keadaan dapat
mencetuskan bangkitan epilepsi diantaranya faktor genetik dimana sel neuron
mempunyai faktor genetic dimana sel neuro mempunyai faktor intrinsik atau
terjadinya lepas muatan listrik yang abnormal, perubahan pada sel yang
ditimbulkan oleh gangguan keseimbangan elektrolit misalnya anoksia, hipoksia,
hipokapnia, hipogtiprogresteron, gangguan pelepasan neurotransmitter misalnya
pada kerusakan serebral atau adanya toksin.
c. Patofisiologi
Gejala-gejala serangan epilepsi
sebagian timbul sesudah otak mengalami gangguan, sedangkan beratnya serangan
tergantung dari lokasi dan keadaan patologi.
Lesi pada otak tengah, thalamus dan korteks serebri kemungkinan
bersifat epileptogenik. Sedangkan lesi pada serebelum dan batang otak biasanya
tidak mengakibatkan serangan epilepsi.
d. Tanda dan Gejala
Epilepsi dapat menjelma sebagai
serangan yang sifatnya tergantung pada fungsi bagian otak yang terkena,
termasuk jalur-jalur dalam susunan saraf pusat yang dilampaui oleh lepas muatan
listrik abnormal. Dengan demikian serangan dapat berupa serangan kejang seluruh
badan disertai kehilangan kesadaran (grand mal), dapat berupa serangan kejang
salah satu anggota badan tanpa kehilangan kesadaran (epilepsi fokal) serangan
seperti melamun (petit mal, absence, lene), serangan kejang otot-otot
(miokloni), serangan gerakan otomatis tanpa disadari, halusinasi pengecap dan
bau (epilepsi psikomotor), serangan jatuh tiba-tiba (astasi, akinesi) dan
sebagainya. Gambaran lengkap suatu serangan perlu diketahui oleh dokter agar
dapat ditentukan jenisnya, kemungkinan penyebabnya dan pengobatannya.
Aspek komplikasi yang dapat ditimbulkan dari terjadinya
serangan epilepsi tersebut yang sangat berperan pada faktor-faktor yang dapat
menimbulkan adanya masalah psikososial adalah :
a. Prasangka dan
ketidaktahuan masyrakat tentang epilepsi
b. Pendidikan
Sebagian besar penderita epilepsi dapat bersekolah di
sekolah biasa. Tidak jarang anak dengan epilepsi dirugikan karena tidak
diperkenankan ikut serta dalam kegiatan olah raga, darmawisata, kuliah kerja
nyata karena guru khawatir muridnya mendapat cidera bila mendapat serangan
selama kegiatan tersebut.
c. Pekerjaan
Sebetulnya banyak pekerjaan yang dapat dilakukan oleh
penderita epilepsi sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya, kecuali
beberapa pekerjaan yang tidak boleh dilakukan karena membahayakan bila
penderita hilang kesadarannya dan disertai kejang-kejang.
d. Olah raga
Olah raga baik untuk kesehatan fisik dan mental. Ada
beberapa jenis olah raga yang perlu dihindari seperti mendaki gunung, menyelam,
senam, berenang (boleh dengan pengawasan).
e. Mengendarai
kendaraan bermotor
Sebaiknya penderita epilepsi dilarang mengendarai sepeda
motor, mobil atau membawa kendaraan umum seperti bus, metromini dan lain-lain
karena dapat membayakan dirinya maupun orang lain.
e. Penatalaksanaan
Penanggulangan penderita epilepsi
tidak hanya bersifat pemberian obat-obatan untuk mencegah terjadinya serangan,
akan tetapi juga memperhatikan aspek-aspek lain, diantaranya aspek psikososial,
keluarga, pekerjaan, pendidikan, dan sebagainya. Tujuan penanggulangan epilepsi
ialah membantu para penderita agar dapat hidup bahagia dan mengembangkan diri
dalam masyarakat. Dalam hal ini selain peran dokter juga pembinaan penderita
dalam keluarga dan suasana di lingkungan sekolah, pekerjaan dan sebagainya
sangat penting.
a. Peran
dokter
Memang benar, bahwa pengobatan
dengan obat-obat yang dapat mencegah serangan epilepsi merupakan bagian
terpenting dalam penanggulangan epilepsi, namun tugas para dokter tidak hanya
memberi pengobatan, akan tetapi dokter juga senantiasa harus memberi bimbingan
kepada penderita dan keluarganya.
b. Pembinaan
penderita dalam keluarga
Salah satu unsur penting dalam
pembinaan kehidupan penderita epilepsi ialah keluarganya. Oleh karena itu,
dalam pembicaraan dengan penderita mengenai penyakitnya, dokter harus
mengikutsertakan keluarga penderita, yakni kedua orang tua pabila yang
menderita epilepsi adalah anaknya atau suami istri apabila salah seorang dari
pasangan suami istri menderita epilepsi. Masalah yang biasanya dihadapi oleh
anak yang menderita epilepsi ialah penolakan atau pengucilan oleh keluarganya
atau justru sebaliknya, yakni orang tua melindungi secara berlebihan inilah
yang merupakan bahaya terbesar bagi perkembangan watak si penderita. Ia akan
merasa rendah diri, sehingga dalam perkembangan selanjutnya ia tidak akan dapat
hidup mandiri.
c.
Pendidikan lingkungan sekolah
Dari penderita epilepsi ada yang
kepandaiannya kurang dari normal atau yang menderita retardasi mental. Keadaan
demikian bukan disebabkan oleh epilepsinya, akan tetapi oleh kerusakan pada
sel-sel otak yang juga menjadi penyebab timbulnya serangan epilepsi. Anak-anak
tersebut tentu tidak bisa sekolah di sekolahan biasa akan tetapi harus mendapat
pendidikan luar biasa. Apabila ada keragu-raguan tentang intelegensi penderita,
maka sebaiknya diminta bantuan seorang psikolog untuk menilai kepandaian dan
bakat penderita.
f.Pemeriksaan Penunjang
Elektroensefalografi (EEG) merupakan
pemeriksaan penunjang yang informative yang dapat memastikan diagnosis
epilepsi.
Pemeriksaan tambahan lain yang juga bermanfaat adalah
pemeriksaan foto polos kepala yang berguna untuk mendeteksi adanya fraktur
tulang tengkorak CT-Scan yang berguna untuk mendeteksi adanya infark, hematoma,
tumor, hidrosefalus. Sedangkan pemeriksaan laboratorium dilakukan atas indikasi
untuk memastikan adanya kelainan sistemik seperti hipoglikemia, hiponatremia.
g.Pengobatan
1. Pengobatan
Medikamentosa
Pada epilepsi yang simptomatis dimana sawan yang timbul
adalah manifestasi penyebabnya. Maka disamping pemberian obat anti epilepsi
diperlukan pula terapi kausal. Beberapa prinsip dasar yang perlu
dipertimbangkan :
a. Pada sawan yang
sangat jarang dan dapat dihilangkan faktor pencetusnya, pemberian obat harus
dipertimbangkan.
b. Pengobatan
diberikan setelah diagnosis ditegakkan.
c. Obat yang
diberikan disesuaikan jenis sawannya.
d. Sebaiknya menggunakan
monoterapi karena dengan cara ini foksisitas akan berkurang
e. Dosis obat
disesuaikan secara individu
f. Evaluasi
hasilnya
g. Pengobatan
dihentikan setelah sawan hilang selama minimal 2-3 tahun
Tabel obat pilihan berdasarkan jenis sawan
Bangkitan
|
Jenis Obat
|
Fokal / parsial
Sederhana
Kompleks
Tonik klonik umum
Tonik klonik
Mioklonik
Absens / petitmal
|
CBZ, PB, PTH
CBZ, PB, PTH, VAL
CBZ, PB, PTH, VAL
CBZ, PB, PTH VAL
CLON, VAL
CLON, VAL
|
CBZ :
Karbamazepin
PTH : Fenitoin
CLON : Klonazepam
PB : Fenobarbital
VAL : Asam
Valproat
Tabel dosis obat anti epilepsi dan konsentrasi dalam plasma
Jenis Obat
|
Dosis (mg/kg BB/hari
|
Cara pemberian
|
Konsentrasi dalam plasma
(Vg / mm3)
|
Fenabarbital
Fenitoin
Karbamazepin
Asam valporat
Klonazepam
Diazepam
|
1 – 5
4 – 20
4 – 20
10 – 60
0.05 – 0.12
0.05 – 0.015
0.4 – 0.16
|
1 x /hari
1 – 2 x/hari
3 x / hari
3 x /hari
3 x /hari
IV
Pre rectal
|
20 – 40
10 – 20
4 – 10
50 – 100
10 – 80
0.3 – 0.7
|
2. Pengobatan
Psikososial
Pasien diberikan penerangan bahwa
dengan pengobatan yang optimal sebagian besar akan terbebas dari sawan. Pasien
harus patuh dalam menjalani pengobatannya sehingga dapat terbebas dari sawan
dan dapat belajar, bekerja dan bermasyarakat secara normal.
B,Proses Pengkajian
1. Pengkajian
1. Biodata yang
dikaji adalah nama, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan, agama serta data
keluarga.
2. apa yang
terjadi selama serangan :
Apakah ada kehilangan kesadaran /
pingsan ?
Apakah ada kehilangan kesadaran
sesaat (lena) ?
Apakah pasien menangis, hilang
kesadaran, jatuh ke lantai ?
Apakah disertai komponen motorik
seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik,
kejang atonik ?
Apakah pasien menggigit lidah ?
3. Sesudah
serangan
Apakah pasien : alergi, bingung,
sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara dan lain-lain
Apakah ada perbahan dalam gerakan
misanya hemiplegia sementara
Sesudah serangan apakah pasien
masih ingat apa yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan
Apakah terjadi perubahan tingkat
kesadaran, pernafasan atau frekuensi denyut jantung
Evaluasi kemungkinan terjadi cidera
selama kejang (memar, luka goresan).
4. Riwayat sebelum
serangan
Apakah ada gangguan tingkah laku,
emosi ?
Apakah disertai aktivitas otonomik
yaitu berkeringat, jantung berdebar ?
Apakah ada aura yang mendahului
serangan, baik sensori, auditorik, alfaktorik maupun visual.
5. Riwayat
penyakit
Sejak kapan serangan seperti di
atas terjadi ?
Pada usia berapa serangan pertama
terjadi ?
Frekuensi serangan
Apakah ada keadaan yang
mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang tidur, keadaan emosional ?
Apakah penderita pernah menderita
sakit berat, khususnya yang disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang ?
2. Diagnosa Keperawatan
1. Potensi terjadi
luka/trauma fisik sehubungan dengan kehilangan kesadaran yang tiba-tiba
2. Tidak efektif
jalan nafas sehubungan dengan terjadinya sumbatan lender atau sekret
ditrakeobronkial.
3. Gangguan konsep
diri : rendah diri sampai dengan punyai penyakit epilepsi.
4. Kurangnya
pengetahuan tentang penyakitnya
5. Tidak
efektifnya “koping” individu sampai dengan cacat psikososial dan sosial
6. Potensial
terjadinya serangan berulang atau status epileptikus.
3. Intervensi
1. Mengontrol
serangan dan mencegah serangan berulang
a. Kenali
penyebab/stimuli yang dapat mendapatkan rangsangan.
b. Kenali aura
sebelum terjadi serangan
c. Anjurkan agar
pasien / keluarga untuk mencatat kejadian-kejadian serangan (jumlah, lamanya,
waktu kejadian, pola tidur/makanan) untuk membantu menentukan terapi
d. Tekankan pentingnya
mendapatkan obat ahli epilepsi yang teratur dan tidak boleh menghentikan obat
tanpa pengawasan dokter
e. Jelaskan kepada
pasien efek dari obat anti epilepsi
f. Anjurkan pasien
untuk memeriksakan darah secara teratur untuk mengevaluasi apakah obat
antiepilepsi menekan hemopoiesis.
2. Perawatan
sewaktu terjadi serangan
a. Pada saat
pasien mendapat serangan pasien tidak boleh ditinggalkan, karena bisa terjadi
bahaya-bahaya misalnya luka fisik, aspirasi, lidah tergigit.
b. Miringkan
kepala pasien untuk mencegah aspirasi
c. Jika sempat
masukkan penekan lidah dengan segera ke dalam mulut
d. Bila serangan tidak
terjadi di tempat tidur letakkan bantal di bawah kepala pasien atau letakkan
kepala pasien di pangkuan perawat untuk mencegah kepala pasien terbentuk di
lantai.
e. Alat-alat yang
membahayakan disingkarkan
f. Ekstremitas
harus ditahan tapi tidak boleh terlalu kuat
g. Pakaian-pakaian
yang sempit dilonggarkan
h. Catat semua
gejala-gejala dan tanda-tanda serangan
i.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti epilepsi.
3. Setelah
serangan
a. Bila pasien
tidak sadar
- Jaga
agar saluran nafas menjadi lancar, dengan memiringkan kepala pasien.
- Jaga
agar tanda-tanda vital tetap normal
-
Kebutuhan cairan dan elektrolit harus diperhatikan misalnya diberi infuse dan
makanan cair mellaui pipa penduga
b. Kaji apakah
pasien dapat mengingat apa yang telah terjadi
c. Beri rasa aman
pada pasien
d. Kaji apakah terjadi
trauma fisik
4. Meningkatkan
harga diri
a. Diskusikan
dengan pasien bagaimana pendapat pasien mengenai penyakitnya
b. Kenali
kekuatan/keterampilan pasien agar pasien dapat hidup di masyarakat dengan baik.
c. Dorong pasien
dapat mempergunakan kekuatan atau hal-hal yang positif pada dirinya sehingga
dapat mengurangi stress
5. Pendidikan
untuk pasien
a. Pasien harus
mengerti tentang kondisi penyakitnya
b. Perlunya minum
obat secara teratur
c. Jelaskan
faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan
-
Jumlah yang tidak adekuat dari obat anti epileptic dalam darah
-
Obat-obatan anti epileptic yang tidak cocok
-
Hyperventilasi
-
Trauma otak, demam, penyakit
-
Kurang / tidak teratur
-
Stress emosional
-
Perubahan-perubahan hormonal seperti kehamilan dan menstruasi
-
Nutrisi yang buruk
-
Tidak seimbang cairan dan elektrolit
-
Alcohol / obat-obatan
d. Jelaskan tentang
konsekuensi-konsekuensi psikososial tentang :
-
Pekerjaan
-
Mengendarai mobil
-
Sport dan rekreasi
-
Mandi
-
Kehamilan
-
Minum-minuman alcohol
- Ada
tanda pengenal harus dinasehatkan untuk membawa keterangan di dalam dompetnya
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Epilepsi adalah gangguan kronik otak
dengan gejala-gejala yang kompleks dari beberapa gangguan fungsi otak yang
cirinya adalah serangan berulang-ulang. Bangkitkan kejang merupakan satu
manifestasi daripada muatan listrik yang berlebihan disel neuron saraf pusat.
(Helwiyah, S.Kp, Gangguan Konduksi, 77).
Penyebabnya.Idiopatik sebagian besar epilepsi pada anak
adalah epilepsi idiopatik.
Faktor herediter : ada beberapa
penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan.
Faktor genetic : pada kejang demam dan breath holding
spells.
Penanggulangan penderita epilepsi tidak
hanya bersifat pemberian obat-obatan untuk
mencegah terjadinya serangan, akan tetapi juga memperhatikan
aspek-aspek lain,
diantaranya aspek psikososial, keluarga, pekerjaan,
pendidikan, dan sebagainya.
B.Saran
Diharapkan kepada bagi mahasiswa/i dapat menambah wawasan
dan pengetahuan khususnya dengan masalah keperawatan tentang
penyakit Epilepsi dan juga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari
hari.
DAFTAR PUSTAKA
John Gibson, Diagnosa Gejala
Penyakit Untuk Para Perawat, 2000. Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta.
Kapita Selekta Kedokteran, 1982.
FKUI, Jakarta, Media Aesculapius.
Niluh Gede Yasmin Asih, S.Kp. 1996. Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persarafan, EGC : Jakarta.
Ngastiah, 1997, Perawatan Anak
Sakit, EGC : Jakarta.
Suddarth and Brunner, 2002, Keperawatan
Medikal Bedah, Vol. 3. EGC : Jakarta.