A.
KONSEP DASAR
1.
Definisi
a.
Tuberkolusis
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam
jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang
dikenal sebagai focus primer dari ghon ( Hood Alsagaff, th 1995. hal 73)
b.
Batuk Darah(Hemoptisis)
Batuk darah (hemoptisis)adalah darah atau dahak berdarah yang
dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dari
glottis kearah distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan
pembuluh darah tidak luas , sehingga
penutupan luka dengan cepat terjadi . (Hood Alsagaff, 1995, hal 301)
2.
Faktor- factor yang
mempengaruhi timbulnya masalah .
a.
anatomi dan fisiologi
System pernafasan terdiri dari hidung , faring , laring ,trakea ,
bronkus , sampai dengan alveoli dan
paru-paru
Gambar Anatomi Saluran Pernafasan
Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama , mempunyai dua
lubang/cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara ,
debu dan kotoran yang masuk dalam lubang hidung . hidung dapat menghangatkan
udara pernafasan oleh mukosa (Drs. H. Syaifuddin. B . Ac , th 1997 , hal 87 )
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan
jalan makanan , faring terdapat dibawah dasar tengkorak , dibelakang rongga
hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher . faring dibagi atas tiga
bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana yaitu nasofaring , bagian
tengah dengan istimus fausium disebut orofaring , dan dibagian bawah sekali
dinamakan laringofaring .(Drs .H.syafuddin. B.Ac 1997 hal 88)
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap
(16-20cincin), panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang
dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa . trakea dipisahkan oleh karina
menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri (Drs .H . Syaifuddin
.B. Ac th 1997, hal 88-89)
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama
kanan dan kiri , bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus
kiri cabang bronkus yang lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung – ujung
nya terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli (H.Syaifuddin B Ac th1997, hal 89-90).
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung – gelembung .paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan
tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus . Paru-paru terletak pada rongga dada
yang diantaranya menghadap ke tengah rongga dada / kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari
arteri bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri
pulmonalis yang berasal dari atrium kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru
ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira
1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut . sedangkan kapasitas paru-paru
adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru yang dalam
keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kuranglebih 5 liter.
(Drs. H. Syaifuddin . B.Ac .th 1997 hal 90 , EVELYN,C, PIERCE , 1995 hal 221)
Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara
yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh (ekspirasi) yang
terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru .proses
pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:
1.
Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan
proses aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan
mendorong dinding dada sedikit ke arah luar, akibatnya diafragma turun dan otot
diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta
eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara terdorong keluar. (NI LUH
GEDE.Y.A.SKp.1995.hal 124. Drs.H.Syaifuddin.B.Ac.1997.hal 91)
2.
Difusi Gas.
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area yang bertekanan
tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi
gas melalui membran pernafasan
yang dipengaruhi oleh factor ketebalan membran, luas permukaan membran,
komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2
dan CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang
berperan penting yaitu alveoli dan darah. (Ni Luh Gede.Y.A. SKP. Th 1995
hal 124, Drs. H. Syaifuddin. B.Ac.1997 hal 93 .Hood .Alsegaff th 1995 . hal 36-37)
3.
Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan
dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuknya O2 kedalam
sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk
oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3 % yang ditransportasikan ke dalam cairan
plasma dan sel .(Ni Luh Gede Y. A. Skp th1995 hal 125 Hood Alsegaff th 1995 hal
40).
b.
Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga
tempat yaitu saluran pernafasan , saluran pencernaan dan adanya luka yang
terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara ( airbone )
yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya
.(Sylvia.A.Price.1995.hal 754)
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang
ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar.
Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu
diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun
lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan
bersarang serta berkembangbiak di paru-paru. ( dr.Hendrawan.N.1996,hal 1-2 )
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang
bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah
bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar
getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan
lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai
permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari
1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi
dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa
membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama
ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi
dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar
melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag
yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses
tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang
biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami
pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani
pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah
nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain
paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau
usus.(Sylvia.A Price:1995;754)
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan
dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen
bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan
perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak
dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini
dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.(Syilvia.A Price:1995;754)
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena
penyumbatan trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal.
Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu
600-1000cc/24 jam.Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya
ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas.(Hood Al sagaff
dkk:1995;85-86).
3.
Dampak Masalah
Pada keadaan tubericulosis paru muncul
bermacam – macam masalah baik bagi penderita maupun keluarga.
a.
Terhadap penderita
Pola persepsi
dan tata laksana hidup sehat
Tidak semua penderita mengerti benar
tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam
perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan
pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah
dan para pekerja di lengkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau
gas buangan (dr. Hendrawan Nodesu 1996, hal 14 – 15)
Pola nutrisi dan
metabolisme
Pada penderita tuberculosis paru mengeluh
adanya anoreksia, nafsu makan menurun, badan kurus, berat badan menurun, karena
adanya proses infeksi (Marilyn. E. Doenges, 1999)
Pola aktivitas
Pada penderita TB paru akan mengalami
penurunan aktivitas dan latihan dikarenakan akibat dari dada dan sesak napas
(Marilyn. E. Doenges, 2000)
Pola tidur dan
istirahat
Dengan adanya nyeri dada dan baluk darah
pada penderita TB paru akan mengakibatkan tergantung kenyamanan tidur dan
istirahat (Marilyn. E. Doenges, 1999)
Pola hubungan
dan peran
Penderita dengan TB paru akan mengalami
gangguan dalam hal hubungan dan peran
yang dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari penularan terhadap anggota
keluarga yang lain. (Marilyn. E.
Doenges, 1999)
Pola persepsi
dan konsep diri
Ketakutan dan kecemasan akan muncul pada
penderita TB paru dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang
akhirnya membuat kondisi penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada
harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000)
Pola
penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama
maka akan mengakibatan stress pada diri penderita, sehingga banyak penderita
yang tidak menjutkan lagi pengobatan. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996, hal 23)
Pola eliminasi
Pada penderita TB paru jarang dan hampir
tidak ada yang mengeluh dalam hal kebiasaan miksi maupun defeksi
Pola senson dan
kognitif
Daya panca indera (perciuman, perabaan,
rasa, penglihatan dan pendengaran) tidak ditemukan adanya gangguan
Pola reproduksi
dan seksual
Pada penderita TB paru pola reproduksi
tidak ada gangguan tetapi pola seksual mengalami gangguan karena sesak nyeri
dada dan batuk.
b.
Dampak Masalah Keluarga
Pada keluarga yang salah satunya menderita
tuberkulosis paru menimbulkan dampak kecemasan akan keberhasilan pengobatan,
ketidaktahuan tentang masalah yang dihadapi, biaya yang cukup mahal serta
kemungkinan timbulnya penularan terhadap anggota keluarga yang lain.
B.
Asuhan Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan
digunakan metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 4
tahap yaitu : Pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (H. Lismidar,
1990, IX)
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi
proses keperawatan, pengkajian terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan
data, analisa data dan diagnosa keperawatan. (H. Lismidar, 1990. Hal 1)
a.
Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan
kegiatan yang dilakukan yaitu :
1).
Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan
satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan
Nodesul, 1996. Hal 1)
2).
Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang
di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengonbatan.
3).
Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura
serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
4).
Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
5).
Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (dr. Hendrawan
Nodesul, 1996).
6).
Pola fungsi kesehatan
a).
Pola persepsi dan tata laksana
hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal
didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi
udara dan tinggal dirumah yang sumpek. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996)
b).
Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
c).
Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan
atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
d).
Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri
dada akan menganggu aktivitas. (Marilyn. E. Doegoes, 1999)
e).
Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada
pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan
istirahat. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
f).
Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami
perasaan asolasi karena penyakit menular. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
g).
Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan,
rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.
h).
Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan
meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya. (Marilyn. E.
Doenges, 1999)
i).
Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola
reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
j).
Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama
maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan
terhadap pengobatan. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 23)
k).
Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk
menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.
7).
Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
a).
Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan
lembab, tugor kulit menurun
b).
Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat
pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi :
adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang
tertinggal, suara napas melemah. (Purnawan Junadi DKK, th 1982, hal 213)
Palpasi
: Fremitus suara meningkat. (Hood Alsogaff, 1995. Hal 80)
Perkusi :
Suara ketok redup. (Soeparman, DR. Dr. 1998. Hal 718)
Auskultasi : Suara napas brokial dengan
atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring. (Purnawan. J. dkk, 1982, DR.
Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)
c).
Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak
ada kelainan
d).
Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis,
bunyi P2 syang mengeras. (DR.Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)
e).
Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia,
berat badan turun. (DR.Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)
f).
Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat
kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
(Hood Al Sagaff, 1995. Hal 87)
g).
Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments
dengan GCS : 456
h).
Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan
pada genitalia
8).
Pemeriksaan penunjang
a).
Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran
patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim
dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas
paru – paru atau pada segmen superior lobus bawah. (Dr. dr. Soeparman. 1998).
Hal 719)
b).
Pemeriksaan laboratorium
(1).
Darah
Adanya kurang darah, ada sel – sel darah
putting yang meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses
aktif. (Head Al Sagaff. 1995. Hal 91)
(2).
Sputum
Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA)
pada sputum yang terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya
diambil pada pagi hari. (DR. Dr. Soeparman dkk, 1998. Hal 719, Barbara. T.
long. Long. Hal 447, th 1996)
(3).
Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah
orang yang dites telah mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis
bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein
Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 –
26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5
tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau
lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil
akan diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan. (DR. Dr. Soeparman,
1998, hal 721, Sylvia. A. price, 1995, hal 755, Barbara. C. long, 1996, hal
446)
b.
Analisa data
Data yang telah dikumpulkan kemudian
dianalisa untuk menentukan masalah klien. Masalah klien yang timbul yaitu,
sesak napas, batuk, nyeri dada, nafsu makan menurun, aktivitas, lemas,
potensial, penularan, gangguan tidur, gangguan harga diri.
c.
Diagnosa keperawatn
Tahap akhir dari perkajian adalah merumuskan Diagnosa keperawatan. Diagnosa
keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah
kesehatan klien yang dapat diatas dengan
tindakan keperawatan (H. Lismidar, 1990, 12)
Dari
analisa data diatas yang ada dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada klien
dengan tuberkulosis paru komplikasi haemaptoe sebagai berikut :
1).
Ketidakefektifan pola
pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk
(Marilyn E. Doenges, 1999)
2).
Perubahan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan keletihan, anorerksia atau dispnea.
(Marilyn. E. Doenges, 1999)
3).
Potensial terhadap transmisi
infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko potongan.
(Marilyn. E. Doenges, 1999)
4).
Kurang pengetahuan yang
sehubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
penatalaksanaan perawatan dirumah.
5).
Ketidakefektifan bersihan jalan
napas yang berhubugan dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk.
(Marilyn. E. Doenges, 1999)
6).
Potensial terjadinya kerusakan
pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan efektif proses dan
kerusakan membran alveolar – kapiler. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
7).
Ganggguan pemenuhan kebutuhan
tidur sehubungan daerah sesak napas dan nyeri dada. (lynda, J. Carpenito, 1998)
2.
Perencaaan
Setelah mengumpulkan data, mengelompokan
dan menentukan Diagnosa keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun
perencaan. Dalam tahap perencanaan ini meliputi 3 menentukan prioritas Diagnosa
keperawatan, menentukan tujuan merencanakan tindakan keperawatan.
Dan
Diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut :
a.
Diagnosa keperawatan pertama : ketidakefektifan pola pernapasan yang
sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk.
1.
Tujuan : pola nafas efektif
2.
Kriteria hasil :
-
klien mempertahankan pola
pernafasan yang efektif
-
frekwensi irama dan kedalaman
pernafasan normal (RR 16 – 20 kali/menit)
-
dipsnea berkurang
3.
Rencana tindakan
a).
Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori
pernapasan : catat setiap peruhan
b).
Kaji kualitas spotum : warna,
bau, knsistensi
c).
Auskultasi bunyi napas setiap 4
jam
d).
Baringan klien untuk
mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi.
e).
Bantu dan ajakan klien berbalik
posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai 4 jam.
f).
Kolaborasi dengan tim dokter
dalam pemberian obat - obatan
4.
Rasional
a).
Mengetahui penurunan bunyi
napas karena adanya sekret
b).
Mengetahui perubahan yang
terjadi untuk memudahkan pengobatan selanjutnya.
c).
Mengetahui sendiri mungkin
perubahan pada bunyi napas
d).
Membantu mengembangkan secara
maksimal
e).
Batuk dan napas dalam yang
tetap dapat mendorong sekret laluar
f).
Mencegah kekeringan mukosa
membran, mengurangi kekentalan sekret dan memperbesar ukuran lumen
trakeobroncial
b.
Diagnosa keperawatan kedua :
perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan
anoreksia, keletihan atau dispnea.
1).
Tujuan : terjadi peningkatan
nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda malnutrisi
2).
Kriteria hasil
-
Klien dapat mempertahankan
status malnutrisi yang adekuat
-
Berat badan stabil dalam batas yang normal
3).
Rencana tindakan
a).
Mencatat status nutrisi klien,
turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, riwayat mual / muntah atau
diare.
b).
Pastikan pola diet biasa klien
yang disukai atau tidak
c).
Mengkaji masukan dan
pengeluaran dan berat badan secara periodik
d).
Berikan perawatan mulut sebelum
dan sesudah tindakan pernafasan
e).
Dorong makan sedikit dan sering
dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
f).
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menetukan komposisi diet.
4).
Rasional
a).
Berguna dalam mendefenisikan
derajat / wasnya masalah dan pilihan indervensi yang tepat.
b).
Membantu dalam mengidentifukasi
kebutuhan / kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki
masakan diet.
c).
Berguna dalam mengukur
keepektifan nutrisi dan dukungan cairan
d).
Menurunkan rasa tidak enak
karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat
muntah.
e).
Memaksimalkan masukan nutrisi
tanpa kelemahan yang tak perlu / legaster.
f).
Memberikan bantuan dalam perencanaan
diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.
c.
Diagnosa keperawatan ketiga :
potensial terhadap tranmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengtahuan
tentang resiko patogen.
1).
Tujuan : klien mengalami
penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti yang ditunjukkan oleh
kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
2).
Kriteria hasil :
klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang
ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.
3).
Rencana tindakan.
a).
Identifikasi orang lain yang
berisiko. Contah anggota rumah, sahabat.
b).
Anjurkan klien untuk batuk /
bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta tehnik mencuci
tangan yang tepat.
c).
Kaji tindakan. Kontrol infeksi
sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan.
d).
Identifikasi faktor resiko
individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis.
e).
Tekankan pentingnya tidak
menghentikan terapi obat.
f).
Kolaborasi dan melaporkan ke
tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal.
4).
Rasional
a).
Orang yang terpajan ini perlu
program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi
b).
Perilaku yang diperlukan untuk
mencegah penyebaran infeksi
c).
Dapat membantu menurunkan rasa
terisolasi klien dengan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit
menular
d).
Pengetahuan tentang faktor ini
membantu klien untuk mengubah pola hidup dan menghindari insiden eksaserbasi
e).
Periode singkat berakhir 2
sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit
luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan
f).
Membantu mengidentifikasi
lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan penyebaran infeksi
d.
Diagnosa keperawatan keempat :
kurangnya pengetahuan yang berhungan dengan kuranganya impormasi tentang proses
penyakit dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
1). Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya
2). Kriteria hasil :
Klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai
perawatan diri.
3)
Rencana tindakan
a)
Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui
masalah, kelemahan, lingkungan, media yang terbaik bagi klien.
b)
Identifikasi gejala yang harus
dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan
bernafas.
c)
Jelaskan dosis obat, frekuensi
pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama,kaji potensial
interaksi dengan obat lain.
d)
Kaji potensial efek samping
pengobatan dan pemecahan masalah.
e)
Dorong klien atau orang
terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab pertanyaan secara nyata.
f)
Berikan intruksi dan imformasi
tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh jadwal obat.
g)
Evaluasi kerja pada pengecoran
logam / tambang gunung, semburan pasir.
4)
Rasional
a)
Belajar tergantung pada emosi
dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.
b)
Dapat menunjukkan kemajuan atau
pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
c)
Meningkatkan kerjasama dalam
program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi
klien.
d)
Mencegah dan menurunkan
ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam
program.
e)
Memberikan kesempatan untuk
memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan ansietas.
f)
Informasi tertulis menurunkan
hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan penguatkan
belajar.
g)
Terpajan pada debu silikon
berlebihan dapat meningkatkan resiko
silikosis, yang dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan.
e. Diagnosa keperawatan kelima :
ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan dengan sekret kental, kelemahan
dan upaya untuk batuk.
1)
Tujuan : jalan nafas efektif
2)
Kriteria hasil :
-
klien dapat mengeluarkan sekret
tanpa bantuan
-
klien dapat mempertahankan
jalan nafas
-
pernafasan klien normal (16 – 20 kali per
menit)
3)
Rencana tindakan :
a)
Kaji fungsi pernafasan seperti,
bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman penggunaan otot aksesori
b)
Catat kemampuan untuk
mengeluarkan mukosa / batuk efektif.
c)
Berikan klien posisi semi atau
fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan untuk nafas dalam.
d)
Bersihkan sekret dari mulut dan
trakea.
e)
Pertahanan masukan cairan
seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi.
f)
Lembabkan udara respirasi.
g)
Berikan obat-obatan sesuai
indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan kortikosteroid.
4)
Rasional.
a)
Penurunan bunyi nafas dapat
menunjukan atelektasis, ronkhi, mengi menunjukkan akumulasi sekret /
ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan
otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja penafasan.
b)
Pengeluaran sulit jika sekret
sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan oleh kerusakan paru atau luka
brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.
c)
Posisi membatu memaksimalkan
ekspansi paru dan men urunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan
gerakan sekret kedalam jalan napas bebas untuk dilakukan.
d)
Mencegah obstruksi /aspirasi
penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu mengeluaran sekret.
e)
Pemasukan tinggi cairan
membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah dilakukan.
f)
Mencegah pengeringan mambran
mukosa, membantu pengenceran sekret.
g)
Menurunkan kekentalan dan
perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen percabangan trakeobronkial berguna
padu adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia.
f.
Diagnosa keperawatan keenam : potensial
terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan
efektif paru dan kerusakan membran alveolar – kapiler.
1)
Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal
2)
Kreteria hasil :
-
Melaporkan tak adanya /
penurunan dispnea
-
Klien menunjukan tidak ada
gejala distres pernapasan
-
Menunjukan perbaikan ventilasi
dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal
3)
Rencana tindakan
a)
Kaji dispnea, takipnea,
menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan terbatasnya ekspansi
dinding dada
b)
Evaluasi perubahan pada tingkat
kesadaran, catat sionosis perubahan warna kulit, termasuk membran mukosa
c)
Tujukkan / dorong bernapas
bibir selama ekshalasi
d)
Tngkatkan tirah bang / batasi
aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
e)
Awasi segi GDA / nadi oksimetri
f)
Berikan oksigen tambahan yang
sesuai
4)
Rasional
a)
TB paru menyebabkan efek luas
dari bagian kecil bronko pneumonia sampai
inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat
sampai distress pernapasan
b)
Akumulasi sekret . pengaruh
jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ vital dan jarigan
c)
Membuat, sehingga tahanan
melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu menyebabkan udara melalui
paru dan menghilangkan atau menurtunkan napas pendek
d)
Menurunkan konsumsi oksigen
selama periode menurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala
e)
Penurunan kandungan oksigen
(PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan PaCO2
menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi
f)
Alat dalam memperbaiki
hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau
menurunya permukaan alveolar paru.
g. Diagnosa keperawatn ketujuh : Gangguan pemenuhan tidur
dan istirahat sehubungan dengan sesak napas dan nyeri dada.
1)
Tujuan : kebutuhan tidur
terpenuhi
2)
Kriteria hasil :
-
memahami faktor yang
menyebabkan gangguan tidur
-
Dapat menangani penyebab tidur
yang tidak adekuat
-
Tanda – tanda kurang tidur dan
istirahat tidak ada
3)
Rencana tindakan
a)
kaji kebiasaan tidur penderita
sebelum sakit dan saat sakit
b)
Observasi efek abot – obatan
yang dapat di derita klien
c)
Mengawasi aktivitas kebiasaan
penderita
d)
Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur.
e)
Ciptakan suasana dan lingkungan
yang nyaman
4)
Rasional
a)
Untuk mengetahui sejauh mana
gangguan tidur penderita
b)
Gangguan psikis dapat
terjadi bila dapat menggunakan
kartifosteroid temasuk perubahan mood dan uisomnia
c)
Untuk mengetahui apa penyebab
gangguan tidur penderita
d)
Memudahkan klien untuk bisa
tidur
e)
Lingkungan dan siasana yang
nyaman akan mempermudah penderita untuk tidur.
3. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini, fase
pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan
konsulidasi
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat
3. Keamanan fisik dan psikologia dilindungi
4. Dokumentasi intervensi dan
respon klien
( Budi Anna keliat, SKP,
th 1994, hal 13)
4.
Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dari proses
keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (Diagnosa, tujuan untervensi) harus
di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan
lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan
tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
Ada
tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh
mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif tersebut adalah :
1. Tujuan tercapai
2.
Tujuan tercapai sebagian
3.
Tujuan tidak tercapai
(Budi Anna Keliat, SKP, th 1994, hal 69
Tidak ada komentar:
Posting Komentar