A. PENGERTIAN TRAKHEOSTOMI
Trakheostomi adalah tindakan pembedahan
dengan membuat insisi pada trachea untuk memasukkan pipa trakheostomi (tracheostomy
tube), sehingga klien dapat bernafas melalui pipa tersebut (deWit,
1998:455).
Trakheostomi meerupakan prosedur penyelamatan hidup (life-saving
procedur) yang hanya dikerjakan ketika semua pilihan penatalaksanaan
jalan nafas (airway management) tidak mungkin dilaksanakan (Black &
Jacobs, 1997:1067). Prosedur ini dilakukan ketika pemasangan pipa endotrakheal
(endotracheal tube) melalui hidung maupun mulut tidak mungkin atau sulit
dilakukan (deWit, 1998:455).
Walaupun demikian trakheostomi tidak hanya dilakukan
sebagai prosedur darurat (emergency procedur). Prosedur ini juga dapat
dilaksanakan secara terencana (elective operation).
B. INDIKASI TRAKHEOSTOMI
Trakheostomi dikerjakan atas indikasi sebagai
berikut (Black & Jacobs, 1997:1067) :
a.
Dibutuhkan untuk penggunaan
jalan nafas buatan (artificial airway) yang lama
b.
Sumbatan jalan nafas bagian
atas
c.
Perdarahan jalan nafas bagian
atas
d.
Penurunan derajat kesadaran dan
ketidak mampuan untuk menjaga jalan nafas bagian bawah
e.
Ketidak mampuan untuk
membersihkan jalan nafas bagian bawah
f.
Dibutuhkan
untuk ventilasi mekanik yang terus menerus
g. Pemasangan pipa endotrakheal yang lam
dapat menyebabkan erosi dan infeksi
h.
Fraktur laring atau trachea
i.
Luka bakar jalan nafas (airway
burns)
C. TUJUAN TRAKHEOSTOMI
Menurut deWit (1998:455) trakheostomi dikerjakan untuk :
1. Membantu atau mengontrol ventilasi mekanik
yang digunakan dalam waktu yang lama
2.
Menyediakan fasilitas
penghisapan secret jalan nafas pada klien yang tidak bisa batuk
3.
Mencegah aspirasi substansi
mulut dan lambung (oral and gastric substance) seperti pada klien
tidak sadar atau paralysis
4.
Membuat jalan pintas (bypass)
pada konstriksi atau obstruksi jalan nafas (sebagai akibat darai ederma laring,
adanya benda asing atau tumor, prosedur pembedahan yang melibatkan leher, luka
bakar yang berat, trauma wajah atau dada)
D. MACAM-MACAM PIPA TRAKHEOSTOMI
Terdapat berbagai macam pipa trakheostomi (tracheostomy
tube). Variasi ini meliputi komposisi bahan pembentuknya, jumlah bagiannya,
bentuknya dan ukurannya (Black & Jacobs, 1997:1067). Menurut bahan
pembentuknya pipa trakheostomi bisa terbuat dare semiflexible plastic, rigid
plastic, atau metal. Berdasarkan jumlah bagiannya pipa trakheostomi ada
yang disebut single cannula karena hanya memiliki satu cannula dan
double cannula karena memiliki dua cannula. Di samping itu pipa
trakheostomi ada yang memiliki balon (cuffed) yang bisa dikembangkan dan
ada yang tidak memiliki balon (uncuffed). Pipa trakheostomi juga ada
yang memiliki lubang di outer cannula-nya yang disebut fenestrated
tracheostomy tube.
Berbagai
macam pipa trakheostomi tersebut tersedia dalam berbagai ukuran dan derajat
kelengkungan kurvanya. Sudut kelengkungannya biasanya antara 50 sampai 90
derajat. Disamping itu pipa trakheostomi ada yang panjang dan ada juga yang
pendek.
Pemilihan pipa trakheostomi harus disesuaikan
dengan kondisi klien. Diameter pipa trakheostomi harus lebih kecil dibanding
lubang trachea. Diameter pipa trakheostomi yang terlalu besar akan merusak
mukosa dinding trachea dan menyebabkan nekrosis. Tetapi diameter pipa
trakheostomi juga tidak boleh terlalu kecil, sehingga tidak mudah lepas.
Disamping diameter, panjang pipa trakheostomi juga harus dipertimbangkan. Pipa
yang terlalu pendek akan mudah lepas. Tetapi pipa yang terlalu panjang akan
mengenai karina dan akan merusaknya.
Berdasarkan bentuk
dan kegunaannya, macam-macam pipa trakheostomi dapat dijelaskan sebagai berikut
(Black & Jacobs, 1997:1068) :
1.
Universal Tracheostomy
Tube
Pipa trakheostomi yang paling umum adalah universal
tracheostomy tube yang memiliki tiga bagian, yaitu Outer cannula
with cuff, flange and pilot tube, inner cannula, obsturator. Ketiga
bagian ini digabung menjadi satu unit dan tidak boleh tertukar dengan unit yang
lain.
Outer cannula dimasukkan kedalam stoma
trakheostomi agar tetap terbuka, sehingga udara dapat melalui kanula tersebut. Outer
cannula memiliki flange atau neckplate yang memiliki lubang untuk
tali yang dapat diikatkan pada leher, sehingga dapat mempertahankan posisi
kanula.
Obsturator harus tetap berada di dalam outer cannula sebelum
dimasukkan ke dalam stoma trakheostomi. Ujung obsturator yang bulat dan
halus menghindari trauma pada saat dimasukkan. Obsturator harus segera
dilepas begitu outer cannula sudah dimasukkan kedalam stoma. Letakkan obsturator
didalam tempatnya dan tempatkan diatas kepala klien, sehingga mudah
dijangkau. Hal ini akan dibutuhkan bila sewaktu-waktu outer cannula-nya
lepas dan harus dimasukkan lagi.
Begitu obsturator dilepaskan dare outer cannula, inner
cannula harus segera dipasang. Kunci pada tempatnya agar tidak lepas. Inner
cannula menjaga jalan nafas tetap terbuka karena dapat dibersihkan lebih
sering. Inner cannula dapat diambil dan dibersihkan dengan mudah.
2.
Single-Cannula
Tracheostomy Tube
Pipa trakheostomi tipe ini lebih ramping
dibanding double-cannula tube. Karena tidak memiliki inner cannula,
sehingga tidak dapat dibersihkan untuk membuang secret. Klien dengan sibngle-cannula
tube harus mendapatkan humidification yang terus menerus untuk mencegah
sumbatan oleh penumpukan secret. Single-cannula tube yang lebih panjang digunakan untuk klien dengan
leher yang gemuk.
3.
Fenestrated Tracheostomy
Tube
Dinamakan fenestrated tracheostomy tube
karena memiliki lubang (fenestration) pada dinding outer cannula,
tepatnya di curvatura posterior. Ketika inner cannula dilepas,
lubang (fenestration) akan dilewati udara, sehingga memungkinkan klien
untuk bersuara. Hal ini karena udara yang melalui lubang tersebut akan
menggetarkan pita suara, sehingga dapat menimbulkan suara. Disamping itu, klien
juga dapat batuk lebih efektif. Prosedur ini digunakan pada :
a.
Klien yang sedang berada pada
tahap penyapihan dare pipa trakheostomi
b.
Klien yang membutuhkan pipa
trakheostomi dalam jangka waktu yang lama
Menurut Weilitz and Dettenmeier (1994)
pemakaian fenestrated tracheostromy tube tidak direkomendasikan untuk
klien yang beresiko terjadi aspirasi (Taylor, Lilis & LeMone, 1997:1346).
4.
Talking Tracheostomy
Untuk kepentingan ini dibutuhkan katub satu
arah (one-way valve) yang diikatkan 15 mm pada ujung akhir inner
cannula pada universal tracheostomy tube. Model ini memungkinkan klien berbicara
tanpa harus melepas pipa trakheostomi. Hal ini karena selama inspirasi udara
dapat memasuki paru melalui katub satu arah tersebut. Tetapi ketika ekspirasi,
katub akan menutup dan udara akan menggerakkan pita suara, sehingga dapat
digunakan untuk berbicara. Model ini juga memungkinkan klien untuk batuk lebih
efektif.
Talking tracheostomy ini tidak pernah digunakan bila tidak ada
ruangan di sekitar pipa trakheostomi yang memungkinkan dilewatai udara untuk
pernafasan. Sebelum penggunaan talking tracheostomy
ini balon pipa harus selalu dikempiskan. Pengembangan balon beresiko terjadinya
mati lemas (suffocation).
5.
Communitrach Tube
Pipa jenis ini
memungkinkan klien untuk berbicara, tetapi membutuhkan koordinasi. Suatu pipa
jalan udara (seperti pipa kedua) berada diluar communitrach dan hanya
membuka di atas balon. Terdapat sebuah pintu pada akhir dare pipa tersebut.
Ketika pintu tersebut ditutup, maka udara yang tertekan akan berjalan sepanjang
pipa tersebut dan akan menimbulkan getaran pada pita suara. Dengan demikian
klien dapat berbicara, walaupun tidak dengan suara yang normal.
6.
Tracheostomy Button
Tracheostomy button ini kadang-kadang digunakan selama masa penyapihan. Tracheostomy
button ini pendek dan memiliki sumbat yang bisa dirubah (removable) dengan
penutup satu arah di dalamnya. Sumbat ini hanya memungkinkan dilalui udara saat
inspirasi. Udara ekspirasi akan melalui saluran nafas bagian atas. Dengan
demikian klien akan dapat berbicara.
7.
Permanent Tracheostomy
Pada umumnya klien dengan permanent
tracheostomy menggunakan universal tracheostomy tube yang tidak
memiliki balon (cuffles) atau Olimpic tracheostomy button. Untuk
meminimalkan (mengaburkan) penampilan pipa trakheostomi, banyak klien yang
menggunakan low-profile inner cannula.
8.
Metal Tracheostomy Tube
Pipa jenis ini terbuat dare
sterling silver atau stainless steel. Yang paling terkenal dare
jenis ini adalah Jackson
tracheostomy tube. Pipa ini tidak memiliki balon (uncuffed). Pipa
metal paling sering digunakan mengikuti permanent tracheostomy
atau laringectomy. Inner cannula terkunci bersama dengan outer cannula.
E. KOMPLIKASI PEMAKAIAN PIPA TRAKHEOSTOMI
Pemakaian pipa trakheostomi
dapat menimbulkan berbagai macam masalah, yaitu (Black & Jacobs,
1997:1070):
1.
Nekrosis Dinding Trakhea
(Tracheal Wall Necrosis)
Nekrosis dapat terjadi antara dinding
posterior trachea dan esophagus. Keadaan ini disebut tracheoesophageal
fistula. Fistula ini memungkinkan udara memasuki lambung dan menyebabkan
distensi. Disamping itu juga dapat merangsang terjadinya aspirasi cairan
lambung (gastric contents). Fistula ini paling sering terjadi pada
pemakaian pipa trakheostomi yang menggunakan balon dan digunakan bersama dengan
pipa nasogstric (nasogstric tube).
Nekrosis pada dinding anterior trachea dapat menyebabkan erosi pada
arteri. Tetapi kondisi ini jarang terjadi.
2.
Dilatasi Trakhea
(Tracheal Dilatation)
Pemakaian pipa trakheostomi dalam jangka
waktu yang lama dapat menimbulkan dilatasi trachea. Hal ini terutama pada
penggunaan pipa trakheostomi dengan balon. Dilatasi trachea biasanya ditandai
dengan dibutuhkannya penambahan udara pada balon untuk memfiksasi pipa atau
ditemukannya pembengkakan pada dinding trachea pada rongten.
3.
Stenosis Trakhea
(Tracheal Stenosis)
Stenosis trachea berupa
suatau penyempitan saluran trachea yang dapat terjadi antara 1 minggu sampai 2
tahun setelah intubasi. Kondisi
ini merupakan hasil dari bentukan bekas luka yang mengalami keradangan.
4.
Sumbatan Jalan Nafas
(Airway Obstruction)
Aliran udara melalui pipa
trakheostomi dapat mengalami penyumbatan oleh berbagai sebab. Mungkin
disebabkan oleh berubahnya posisi pipa atau karena terlalu besarnya (overinflation)
balon, sehingga menekan ujung pipa. Disamping itu pembersihan kanula yang
kurang adekuat dapat menyebabkan penimbunan secret yang akan menyumbat jalan
nafas.
5.
Infeksi (Infection)
Trakheostomi meningkatkan resiko terjadinya infeksi. Hal ini karena
:
a.
Pemintasan system pertahanan
jalan nafas bagian atas (seperti penyaringan, penghangatan dan pelembaban
udara)
b.
Penurunan mucociliary
transport dan batuk termasuk peningkatan tumpukan secret.
Organisme yang sering
menimbulkan infeksi adalah Pseudomonas aeruginosa dan bakteri
gram negatif lainnya.
6.
Dekanulasi (Tube
Removal)
Pipa trakheostomi yang
tidak terikat dengan baik pada leher dapat lepas dari stoma. Tetapi tipe pipa
trakheostomi yang standard telah memiliki bagian pengamanan yang sangat baik,
sehingga resiko dekanulasi biasanya sangat rendah. Dekanulasi mungkin juga
terjadi pada saat penggantian tali leher. Disamping itu manipulasi pipa
trakheostomi atau pengisapan lendir (suctioning) dapat merangsang
terjadinya batuk, sehingga menimbulkan terjadinya dekanulasi. Dekanulasi yang terjadi sebelum 4 hari
akan menutup jalan udara, karena saluran buatan belum terbentuk.
7.
Emfisema Subkutan
(Subcutaneous Emphysema)
Emfisema subkutan dapat terjadi bila udara
dari insisi trakheostomi memasuki jaringan di bawah kulit dan berkumpul di
sekitar wajah, leher dan dada bagian atas. Pada daerah ini nampak bengkak (puffy)
dan pada penekanan ringan dengan jari teraba dan terdengar crackless.
Tetapi biasanya hal ini bukan masalah yang serius, karena udara akan diserap
oleh tubuh.
F. PENYAPIHAN DAN PELEPASAN PIPA TRAKHEOSTOMI
1.
Penyapihan dari pipa
trakheostomi
Bagi klien yang tidak membutuhkan ventilasi
mekanik (mechanical ventilation), penyapihan dimulai melalui
pengempisan balon untuk menentukan kemampuan klien mengelola secret tanpa
terjadi aspirasi karenanya. Pipa trakheostomi yang telah dikempiskan kemudian
dipertahankan untuk beberapa waktu sambil mamantau kemampuan klien untuk
bernafas melalui saluran nafas bagian atas.Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
mempertahankan kondisi ini tergantung status pernafasan (respiratory status)
dan rasa percaya diri klien. Tetapi biasanya proses penyapihan ini membutuhkan
waktu 2 –5 hari.
Penyumbatan pipa trakheostomi biasanya
dilakukan dengan memasukkan sumbat trakheostomi (decannulatioan stopper) kedalam
outer cannula. Hal ini akan menutup pipa trakheostomi dan aliran
udara pernafasan akan melalui saluran nafas yang normal.
Selama proses penyapihan ini, klien harus
selalu dikaji untuk tanda-tanda respiratory distress atau ventilation
impairment. Tanda-tanda tersebut antara lain :
a. Pola dan frekuensi nafas yang abnormal
b.
Digunakannya otot-otot bantu
pernafasan
c.
Nadi dan tekanan darah abnormal
d. Warna kulit dan membran mukosa abnormal
e.
Analisa gas darah abnormal
Bila terdapat tanda-tanda tersebut di atas,
segera hentikan proses penyapihan dan buka kembali pipa trakheostomi.
2.
Pelepasan Pipa
Trakheostomi (Decannulation)
Pipa trakheostomi dapat dilepas setelah klien
sukses menjalani masa penyapihan. Klien dikatakan sukses bila status dan fungsi pernafasannya stabil dengan
criteria sebagai berikut :
a.
Klien mampu bernafas dengan
nyaman selama trakheostomi disumbat (tracheostomy plugged)
b. Hasil analisa gas darah menunjukkan
tanda-tanda normal
c. Klien mampu untuk batuk dan mengelola
sekretnya
Pelepasan pipa
trakheostomi dilakukan bila klien menunjukkan criteria status dan fungsi
pernafasan yang stabil tersebut selama lebih dari 24 jam. Pernafasan klien
harus nyaman dan mantap selama masa tersebut.
Setelah pipa trakheostomi dilepas, tutup
stoma dengan kasa steril yang kering. Bersihkan kulit sekitar stoma, mucus
dengan hydrogen piroxide, dan bilas dengan normal saline. Kemudian
daerah penyembuhan luka tersebut ditutup dengan kasa steril yang kering. Kegiatan ini dilakukan setiap 8 jam sekali.
G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada klien post operasi
trakheostomi meliputi (Smith & Duell, 1992:645) :
a.
Kemungkinan adanya secret yang
kering atau basah di sekitar kanula atau pada penutup luka (tracheal
dressing)
b.
Kemungkinan adanya penumpukan
secret
c.
Perawatan rutin trachea yang
adekuat untuk klien
d. Kemampuan klien untuk bernafas melalui
saluran nafas yang normal
e. Status pernafasan klien : suara nafas,
frekuensi nafas, penggunaan otot-otot bantu pernafasan
f.
Kesulitan bernafas, pernafasan
cuping hidung, retraksi dan warna kuku
g.
Tanda-tanda vital
h.
Auskultasi suara paru
i.
Suara desisan kemungkinan
kebocoran udara
j.
Pilot baloon, mengempis atau mengembang
Sementara itu menurut Tucker,
et.al.(1992:279) pengkajian atau temuan pada klien post trakheostomi antara
lain :
1.
Pada pasien :
a.
Posisi trakheostomi
b.
Balon : ada, terkembang, kempis
c.
Ekspansi dada bilateral
d.
Sputum: jumlah, karakter
e.
Stoma: nyeri, bengkak, drainase
f.
Kecemasan
g.
Ketakutan akan mati kehabisan
nafas
h.
Tidak berdaya
i.
Hemoragi: gelisah, takikardi,
takipne, pernafasan bising, mengi, stridor, pucat, sianosis
j.
Emfisema subkutan atau
mediastina
k.
Pneumotoraks
l.
Cidera pada tiroid, saraf
laringeal
m.
Komplikasi trakheostomi:
infeksi stoma, hemoragi stoma, tekanan balon berlebihan
n.
Infeksi: peningkatan suhu
tubuh, aspirasi purulen
2.
Pada alat :
a.
Ukuran pipa trakheostomi
b.
Tipe pipa: punya balon atau
tidak, fenestrated
H.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN
MASALAH KOLABORATIF
Menurut Carpenito (1995:770) diagnosa
keperawatan dan masalah kolaboratif yang mungkin terjadi pada klien post
operasi trakheostomi antara lain :
1.
Diagnosa keperawatan
a.
Resiko tinggi ketidak efektifan
bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan peningkatan sekresi sekunder
terhadap trakheostomi, obstruksi cannula dalam atau perubahan posisi pipa
trakheostomi
b.
Resiko tinggi terhadap infeksi
yang berhubungan dengan penumpukan sekresi berlebihan dan pemintasan system
pertahanan jalan nafas bagian atas
c.
Kerusakan komunikasi verbal
yang berhubungan dengan ketidak mampuan untuk menghasilkan suara sekunder
terhadap trakheostomi
d.
Resiko tinggi terhadap
perubahan seksual yang berhubungan dengan perubahan penampilan atau takut
penolakan
e.
Resiko tinggi terhadap
perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan status puasa
post operasi, disfagia, odofagia, anoreksia, aspirasi
f.
Resiko tinggi terhadap ketidak
efektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan ketidak
cukupan pengetahuan tentang perawatan trakheostomi, ketidak waspadaan, tanda
dan gejala komplikasi, perawatan kedaruratan dan perawatan lanjut
2.
Masalah kolaboratif
a.
Potensial komplikasi: Hipoksia
b.
Potensial komplikasi: Hemoragi
c.
Potensial komplikasi: Edema
trachea
d.
Poensial komplikasi: Emfisema
subkutan
e.
Potensial komplikasi:
Pneumotoraks
f.
Potensial komplikasi: Fistula
trakheoesofageal
g. Potensial komplikasi: Perubahan posisi
pipa trakheostomi
h.
Potensial komplikasi: Ekstubasi
tidak sengaja
I.
RENCANA KEPERAWATAN
1.
Tujuan Perawatan (Objectives)
Menurut Smith & Duell (1992:646) tujuan (objectives)
perawatan pada klien post operasi trakheostomi adalah untuk:
a.
Mencegah sumbatan jalan nafas
melalui pengenceran (liquefying) dan penggerakkan (mobilizing)
secret
b.
Mencegah terjadinya infeksi
pada trachea
c. Memperbaiki fungsi pernafasan, sehingga
klien dapat bernafas dengan normal tanpa dukungan alat
d.
Menghisap secret lebih mudah
e.
Mengempiskan balon pipa
trakheostomi untuk memfasilitasi penghisapan
f.
Mencegah aspirasi selama makan
g.
Mencegah kerusakan trachea (tracheal
damage)
2.
Hasil yang diharapkan (Expected
Outcomes)
Hasil yang diharapkan (expected
outcomes) dari asuhan perawatan pada klien post operasi trakheostomi
meliputi (Smith & Duell, 1992:646):
a.
Ventilasi klien adekuat
tidak adanya respiratory distress
b. Sekret mudah dicairkan dan digerakkan
dengan instilasi normal saline
c.
Secret mudah dihisap
d.
Lokasi trakheostomi tidak
terjadi infeksi
e.
Klien mampu untuk makan tanpa
aspirasi bahan makanan
f.
Nekrosis trachea tidak terjadi
3.
Perawatan Segera Post
Operasi
Menurut
Tucker, et.al. (1992:280) perawatan segera yang dilakukan pada klien post
operasi trakheostomi antara lain :
a.
Perawatan di ruang pemulihan
b.
Pertahankan kepatenan jalan
nafas
§ Berikan humidifikasi pada trakheostomi
§ Lakukan penghisapan kalau perlu (perlu tidaknya penghisapan
tergantung hasil auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam). Penghisapan dilakukan bila terdengar
krekels dan ronkhi di atas jaln nafas yang besar. Gunakan tekhnik steril ketika
melakukan penghisapan. Sebelum melakukan penghisapan hiperoksigenasikan dan
hiperinflasikan paru klien.
§ Bersihkan inner cannula (bila ada) setiap 2 – 4 jam kalau
perlu
§ Hindari penyumbatan jalan nafas oleh alat tenun ketika membalikkan
klien
§ Tempatkan obsturator diatas kepala klien ( tempat tidur
bagian kepala)
§ Siapkan pipa trakheostomi dengan ukuran dan tipe yang sama
§ Siapkan resusitator genggam disamping tempat tidur
c.
Tinggikan bagian kepala tidur
450- 600 ; cegah leher agar tidak fleksi ke depan.
·
Pindahkan bantal bila perlu
·
Letakkan handuk kecil dibawah
bahu
d. Berikan oksigen atau ventilasi mekanik
sesuai pesanan dokter; lihat standard yang berhubungan
e. Bila digunakan pipa trakheostomi yang
memiliki balon (cuffed tracheostomy tube):
·
Pertahankan
pengembangan balon baik dengan tehnik volume kebocoran minimal atau oklusif;tes
tekanan dalam balon yang mengembang setiap 2 – 4 jam; tekanan balon harus tetap
dibawah 20 mmHg
·
Gunakan
tekanan rendah – selang dengan balon
f.
Auskultasi
dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 2- 4 jam; laporkan pada dokter bila
bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar.
·
Pantau
tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu tubuh setiap 4 jam
·
Pertahankan puasa
·
Kaji
stoma dan leher setiap 2 – 4 jam sesuai indikasi; laporkan rembesan konstan,
emfisema subkutan
·
Ajarkan
dan bantu pasien untuk berbalik, batuk dan nafas dalam setiap 2 jam
4.
Perawatan Terus Menerus
Perawatan terus
menerus dilakukan sebagai kelanjutan dari perawatan segera. Perawatan ini meliputi (Tucker, et.al., 1992:280) :
a.
Lanjutkan dengan perawatan
segera post operasi dan kurangi frekuensi fungsi keperawatan sesuai dengan
peningkatan kondisi klien
b. Pertahankan diet klien sesuai pesanan:
·
Kaji
kemampuan menelan (makan mungkin dilakukan melalui selang nasogastrik sampai
kemampuan menelan pulih kembali)
·
Mulai
memberikan makan dengan makanan semi padat
·
Kembangkan
balon sebelum memberikan makan dan biarkan berkembang selama 30 menit setelah
makan
·
Tes
refleksi menelan dengan gelatin; siapkan peralatan penghisapan
·
Observasi terhadap tanda aspirasi
dan fistula trakheoesofagus
c. Bersihkan kulit di sekitar stoma setiap 4
jam dan bila perlu:
·
Cuci dengan hydrogen peroxide
·
Bilas dengan larutan saline
·
Keringkan
·
Ganti
dan amankan ikatan trakheostomi bila perlu
d. Letakkan kasa 4 x 4 inchi di bawah pipa trakheostomi
e.
Lakukan perawatan trakheostomi
:
·
Setelah
intubasi setiap 4 jam selama dua hari
·
Perawatan rutin setiap 8 jam
dan bila perlu
f.
Bila trakheostomi permanen,
mulai untuk perawatan trakheostomi sementara klien melihatnya di cermin.
g.
Tetapkan cara berkomunikasi :
·
Siapkan alat tulis atau Magic
Slate di samping tempat tidur klien
·
Hindari pertanyaan yang
membutuhkan jawaban “ya” atau “tidak”
·
Tunggu
klien untuk menuliskan jawaban; jangan mengantisipasi akhir kalimat
·
Baca pernyataan klien dengan
keras
·
Berikan
dorongan klien untuk mengkomunikasikan perasaan-perasaannya
h.
Berikan dorongan emosi:
·
Berikan dorongan untuk
berkomunikasi dengan orang terdekat; Bantu pengunjung dan staf untuk tidak
mengucilkan klien dari pembicaraan atau berbicara secara perorangan dengan
orang lain
·
Tetaplah bersama klien selama
memungkinkan
·
Jawablah lampu pemanggil dengan
cepat
·
Atasi
rasa takut mati kehabisan nafas dan ketidakberdayaan
i.
Lepaskan
pipa trakheostomi sesuai pesanan dokter:
·
Sadarilah bahwa fenestrated
tracheostomy tube mungkin digunakan untuk proses pelepasan pipa
·
Sumbat sebagian pipa
trakheostomi. Pastikan bahwa balon dikempiskan saat semua prosedur dilakukan
·
Observasi klien terhadap adanya
tanda-tanda obstruksi pernafasan
·
Secara bertahap tingkatkan
ukuran sumbatan sampai trakheostomi secara lengkap dilepaskan; ingatkan dokter
bila klien dapat menoleransi oklusi trakheostomi sempurna dalam 24 jam.
j.
Bila trakheostomi ditujukan
dalam jangka panjang atau permanen, tetapkan cara berkomunikasi (alat tulis, magic
slate, lampu pemanggil dalam jangkauan, bel pemanggil)
k.
Lakukan instruksi pada :
·
Perawatan trakheostomi dan
stoma; bicarakan dan peragakan; sediakan cermin
·
Prosedur pencucian tangan
·
Prosedur penghisapan sebelum
perawatan trakheostomi
·
Prosedur perawatan inner
cannula
·
Penggantian ikatan trakheostomi
·
Pembersihan
kulit di sekitar stoma (gunakan hydrogen peroksida, bilas dengan larutan salin,
lalu keringkan)
D. PROSEDUR KEPERAWATAN
Prosedur keperawatan yang digunakan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien post operasi trakheostomi meliputi
(Smith & Duell, 1992:646) :
1.
Membersihkan inner cannula
2.
Merubah ikatan leher
3.
Melakukan penghisapan
trakheostomi
4.
Menggunakan resusitator manual
5.
Instilasi dengan normal
saline
6.
Plugging a tracheostomy
7.
Mengempiskan balon trachea
8.
Mengambangkan balon trachea
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. &
Jacobs, Esther M. (1997). Medical Surgical Nursing Clinical Management for
Continuity of Care (4th ed). Pensylvania: WB. Sauders Company.
Carpenito, Linda Juall. (1995). Rencana
asuhan & Dokumentasi Keperawatan : Diagnosa Keperawatan dan Masalah
Kolaboratif (edisi 2). Terjemahan oleh Yasmin Asih (ed). 1999. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
DeWit, Susan C. (1998). Esential
Medical Surgical Nursing.
Smith, Sandra F. & Duell, Donna J.
(1992). Clinical Nursing Skills (3rd ed). Connecticut: Appleton & Lange.
Taylor, C., Lillis, C. & LeMone, P.
(1997). Fundamental of Nursing : The Art and Science of Nursing Care
(3rd ed). New York:
Lippincott
Tucker, Susan M., et.al. (1992) Standar
Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi (edisi
5). Terjemahan oleh Monica Ester (ed). 1998. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar