SEMINAR KASUS ASUHAN KEPERAWATAN pada NY. L dengan Post. SECTIO CAESAREA di RUANGAN RAWAT GABUNG KEBIDANAN RSUP. Dr. M. DJAMIL PADANG



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Proses kehamilan dan persalinan tidak senantiasa berlangsung secara fisiologis, dapat pula secara patologik sehingga memerlukan intervensi medis untuk penatalaksanaannya. Walaupun sebaiknya persalinan berlangsung secara spontan, namun karena adanya gangguan yang mengancam keselamatan ibu dan bayi sehingga kadang-kadang persalinan perlu diakhiri dengan suatu pembedahan (Sarwono, 2005).
Sectio caesaria merupakan pembedahan yang dilakukan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding abdomen. Dewasa ini, pembedahan ini lebih aman karena adanya antibiotika, transfusi darah dan teknik operasai yang lebih sempurna serta anestesia yang lebih baik, sehingga kini mulai muncul  kecendurungan untuk melakukan sectio caesaria tanpa dasar yang cukup kuat (Sarwono, 2005).
Biasanya sectio caesaria dilakukan karena adanya kelainan pada janin seperti janin yang terlalu besar, ancaman gawat janin, kelainan bentuk panggul ataupun adanya hambatan jalan lahir (Bobak, 2005). Pasien post sectio akan mengalami nyeri/ketidaknyamanan karena insisi ataupun efek-efek anestesi, resiko penurunan elastisitas otot perut, resiko trombosis dan penurunan kemampuan ADL. Selain itu, sama halnya dengan pasien port partum normal, pasien post  sectio juga akan mengalami perubahan fisik dan psikologik setelah melahirkan. Oleh karena itu perlu dilakukan perawatan pada ibu, dengan dilakukannya perawatan maka kesehatan ibu dan bayi akan terjaga baik fisik maupun psikologik, selain itu dengan melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar, kelainan yang dialami ibu setelah melahirkan akan mudah dideteksi dan diobati dengan cepat. Berdasarkan hal di atas, maka kelompok tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan post sectio caesaria.

B.     TUJUAN
1.      Tujuan umum
Melakukan asuhan keperawatan pada klien Ny. L dengan post sectio caesaria
2.      Tujuan khusus
a.       Melakukan pengkajian dan analisa data pada klien Ny. L dengan post sectio caesaria
b.      Merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien Ny. L dengan post sectio caesaria
c.       Membuat rencana asuhan keperawatan pada klien Ny. L dengan post sectio caesaria
d.      Melakukan implementasi sesuai renpra pada klien Ny. L dengan post sectio caesaria
e.       Mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien Ny. L dengan post sectio caesaria












BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. SEKSIO SESARIA
1.      DEFINISI
Istilah sectio caesarea berasal dari bahasa latin caedere yang artinya memotong. Sedangkan definisi sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Rustam M, 1998).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).
Jenis – jenis operasi sectio caesarea
a.       Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1)      Sectio caesarea transperitonealis
a)      SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
ü  Mengeluarkan janin dengan cepat
ü  Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
ü  Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
ü  Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
ü  Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
b)      SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
ü  Penjahitan luka lebih mudah
ü  Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
ü  Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
ü  Perdarahan tidak begitu banyak
ü  Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
ü  Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
ü  Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
2)      SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
b.      Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1)      Sayatan memanjang ( longitudinal )
2)      Sayatan melintang ( Transversal )
3)      Sayatan huruf T ( T insicion )
2.      ETIOLOGI
Pada persalinan normal bayi akan keluar melalui vagina, baik dengan alat maupun dengan kekuatan ibu sendiri. Dalam keadaan patologi kemungkinan dilakukan operasi sectio caesarea. Adapun penyebab dilakukan operasi sectio caesarea adalah :
a. Kelainan dalam bentuk janin
1)   Bayi terlalu besar
      Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir.
2)      Ancaman gawat janin
      Keadaan gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan dokter memutuskan untuk segera melakukan operasi. Apalagi jika ditunjang oleh kondisi ibu yang kurang menguntungkan.
3)   Janin abnormal
      Janin sakit atau abnormal, misalnya gangguan Rh, kerusakan genetic, dan hidrosephalus (kepala besar karena otak berisi cairan), dapat menyebabkan diputuskannya dilakukan operasi.
4)   Bayi kembar
      Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
b. Kelainan panggul
    Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan. Terjadinya kelainan panggul ini dapat disebabkan oleh terjadinya gangguan pertumbuhan dalam rahim (sejak dalam kandungan), mengalami penyakit tulang (terutama tulang belakang), penyakit polio atau mengalami kecelakaan sehingga terjadi kerusakan atau patah panggul.
c. Faktor hambatan jalan lahir
    Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas (Dini Kasdu, 2003).


3.      PATOFISIOLOGI
WOC Terlampir

4.      KOMPLIKASI SEKSIO SESARIA
  • Pada ibu: infeksi puerperal, perdarahan, luka kandung kemih, embolisme paru, resiko rupture uteri pada kehamilan selanjutnya
  • Pada janin: komplikasi pada janin tergantung pada indikasi dilakukan seksio.
5.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
w  Pemantauan janin yaitu terhadap kesehatan janin
w  Pemantauan EKG
w  JDL dengan diferensial
w  Elektrolit
w  Hemoglobin/Hematokrit
w  Golongan dan pencocokan silang darah
w  Urinalisis
w  Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
w  Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
w  Ultrasound sesuai pesanan
w  (Tucker, Susan Martin, 1998)
w  Periksa tekanan darah, frekuensi nadi dan pernafasan, ukur jumlah urin yang tertampung dikantong urin, periksa/kultur jumlah perdarahan selama operasi.
w  Buat laporan operasi dan cantumkan hasil pemeriksaan diatas pada lembar laporan. Catat lama operasi, jenis kelamin, nilai APGAR dan kondisi bayi saat lahir, lembar operasi ditandatangani oleh operator.

B.     DISPROPORSI SEPALOPELVIK
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit lainnya. Disproporsi sefalopelvik digolongkan menjadi empat, yaitu:
ü  Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele, panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi.
ü  Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
ü  Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis, spondilolistesis.
ü  Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya.
1.      Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm.3 Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12 cm. Dari penelitian Thoms pada 362 nullipara diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram) pada wanita dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan panggul sedang atau luas.
Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit.
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas panggul menyebabkan kepala janin megapung bebas di atas pintu panggul sehingga dapat menyebabkan presentasi janin berubah. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas.

2.      Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul.Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea.3,4
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang.

3.      Penyempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.3
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.

C.    PERUBAHAN FISIOLOGIS DAN PSIKOSOSIAL PADA PERIODE POSTPARTUM
a.  Perubahan Fisiologis Pada Postpartum
Masa postpartum/puerperium/trimester keempat kehamilan merupakan masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal seperti sebelum hamil (Bobak, dkk, 2005). Pada masa ini terjadi berbagai perubahan pada organ-oragan tubuh, yaitu:
1.  Sistem reproduksi dan struktur terkait
ª  Uterus
Terjadi proses involusi uterus (proses kembalinya uterus ke keadaan seperti sebelum hamil). Seteleh janin lahir lahir, uterus kira-kira setinggi umbilikus. Setelah plasenta lahir, uterus berada 2 cm dibawah umbilikus, kemudian turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. pada hari ke 6 fundus akan berada pada pertengan umbilikus dan simfisis, dan tidak dapat dipalpasi lagi pada abdomen pada hari ke 9 postpartum.
Uterus yang waktu hamil beratnya mencapai 1000 gr, menjadi 500 gr setelah seminggu postpartum, 350 gr pada 2 minggu postpartum dan setelah minggu ke 6 postpartum jadi 50-60 gr (berat normal uterus 30 gr).
Setelah melahirkan kontraksi pada uterus tetap ada. Relaksasi dan kontraksi periodik yang sering dialami ibu postpartum terutama multipara dapat mengakibatkan rasa nyeri yang bertahan sepanjang awal masa puerperium.
Setelah melahirkan keluar rabasa dari uterus yang disebut lokia. Pada hari 1-3 disebut lokia rubra yang bewarna merah terang, terdiri atas darah, debris desidua dan debris trofoblastik. Setelah hari ke3, lokia berubah menjadi merah muda atau kecoklatan dan bertahan selama 10 hari, lokia ini disebut lokia serosa dan terdiri dari old blood, serum, leukosit, dan debris jaringan. Kemudian lokia serosa berubah warna menjadi kuning sampai putih (lokia alba) yang mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri.
ª  Serviks
Serviks agak menganga seperti corong, disebabkan korpus berkontraksi sedangkan serviks tidak. Warna serviks merah kehitaman karena penuh pembuluh darah, konsistensinya lunak. Segera setelah janin lahir, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan pada cavum uteri. Setelah 2 jam, dapat dimasukkn 2-3 jari dan setelah 1 minggu dapat dimasukkan 1 jari ke dalam cavum uteri.
ª  Vagina dan perineum
Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam pengikisan mucosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil sampai 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada minggu ke empat. Pada awalnya introitus mengalami eritematosa dan udematosa terutama pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Tanda-tanda  infeksi (nyeri, merah, panas, bengkak atau rabas). Atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa terjadi. Penyembuhan harus berlangsung dalam 2-3 minggu. Hemoroid (varises anus) sering terjadi. Gejala yang sering dialami adalah seperti rasa gatal, tidak Nyman dan perdarahan berwarna merah terang pada waktu defecator. Ukuran hemoroid biasanya mengecil beberapa minggu setelah bayi lahir. Mukosa vagina menjadi tipis dan rugae hilang. Rugae akan kembali terlihat sekitar minggu ke 4 dengan kondisi memipih. Sekresi vagina berkurang sehingga terjadi kekeringan lokal yang dapat menyebabkan dispareunia. Pada perineum, jika ada episiotomi penyembuhan harus berlangsung dalam 2-3 minggu.
Lokhea: Rubra Hari 1-3 Darah dengan bekuan, bau amis, meningkat dengan bergerak, meneteki dan peregangan Banyak bekuan, bau busuk, pembalut penuh darah, Serosa Hari 4-9 Pink atau coklat dengan konsistensi, serosanguineus, bau amis. Bau busuk, pembalut penuh darah, sedangkan Alba Hari 10 Kuning – putih, bau amis Bau busuk, pembalut penuh darah, lochea serosa menetap, kembali ke pengeluaran pink atau merah, pengeluaran lebih dari 2-3 minggu.
2.  Sistem Endokrin
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hPL (human placental lactogen), estrogen, dan kortisol serta plasental enzyme insulinase, sehingga membalik efek diabetogenik kehamilan sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna pada masa puerperium.
Penurunan kadar estrogen dan progesteron dan tingginya kadar prolaktin menyebabkan terjadinya produksi susu dan ejeksi susu akibat pelepasan oksitosin oleh hipofisis posterior yang terangsang karena isapan bayi.
3.  Abdomen
Pada hari pertama postpartum abdomen masih menonjol. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan seperti sebelum hamil. Pada keadaan-keadaan tertentu otot-otot dinding abdomen memisah yang disebut diastasis rectus abdominis.
4.  Sistem Urinarius
-          Glukosuria menghilang. Kadar BUN (blood urea nitrogen) meningkat pada masa postpartum karena otolisis uterus yang berinvolusi. Pecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga menyebabkan proteinuria ringan (+).
-          12 jam samapi hari ke 3 setelah melahirkan terjadi diaforesis luas terutama pada malam hari, yang bertujuan untuk membuang kelebihan cairan yang tertimbun. Diaforesis dan peningkatan jumlah urine dapat menyebabkan penurunan BB 2,5 Kg selama masa postpartum.
-          Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama melahirkan. Kombinasi dari trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun sehingga menyebabkan distensi kandung kemih yanga dapat menghambat kontraksi uterus sehingga beresiko untuk terjadinya perdarahan post partum.
5.  Sistem Pencernaan
-          Segera setelah melahirkan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar sehingga permintaan akan makanan menignkat 2 kali.
-          Motilitas dan tonus otot saluran pencernaan menurun, sehingga sering muncul penundaan BAB secara spontan sampai hari ke tiga. Hal ini juga bisa disebabkan oleh diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi.
6.  Payudara
ª  Ibu menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan kolostrum dapat dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai, biasanya pada hari ke 2-3 setelah ada produksi ASI, payudara akan teraba hangat dan keras ketika disentuh. Puting susu harus diperiksa untuk dikaji erektilitasnya.
ª  Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat, namun sekresi dan eksresi kolostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah melahirkan. Seiring dengan timbulnya produksi ASI, dapat terjadi pembengkakan (engorgement) pada payudara pada hari ke 3-4. Payudara teregang (bengkak), keras, nyeri bila ditekan dan teraba hangat. Jaringan yang ada disekitar payudara juga dapat terlibat. Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dalam 24-36 jam. Apabila bayi belum menghisap/dihentikan, laktasi berhenti dalam beberapa hari sampai satu minggu.
7.  Sistem Kardiovaskuler
·          Volume darah
Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum hamil, hipervolemia yang diakibatkan kehamilan ( peningkatan ± 40 % lebih dari volume tidak hamil dan menyebabkan kebanyakan ibu bisa menoleransi kehilangan darah saat melahirkan, banyk ibu yang kehilangan 300 – 400 ml darah sewaktu melahirkan bayi tunggal pervaginam atau sekitar dua kali lipat pada saat operasi cesarea
·          Curah jantung
Denyut jantung, volume sekuncup dan curah jantung meningkat selama masa hamil, stelah melahirkan keadaan ini meningkat lebih tinggi selama 30 – 60 menit  karena darah biasanya melintasi uteroplasenta tiba – tiba kembali ke sirkulasi umum.
·          Varises
Varises Bahkan varises vulva akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir
·         Tanda-tanda vital
Selama 24 jam pertama suhu dapat meningkat sampai 380 C sebagai akibat efek dehidrasi. Setelah 24 jam wanita harus tidak demam. Denyut nadi tetap tinggi selam jam pertama setelah bayi lahir. Kemudian mulai menurun dengan frekuensi yang tidak diketahuinya pada minggu kedelapan dan kesepuluh denyut nadi kembali ke frekuens sebelum hamil.pernapasan harus berada dalam rentang normal sebelum melahirkan, tekanan darah sedikit berubah atau menetap, hipotensi ortostatik dapat timbul dalam 48 jam pertama akibat pembengkakan limpa yang terjadi. Terjadi peningkatan kecil tekanan darah sampai hari ke empat setelah melahirkan. Fungsi pernapasan biasanya kembali normal setelah wanita melahirkan. Suhu tubuh dapat naik 0,5 0C dari normal, tapi tidak melebihi 380C. sesudah 12 jam pertama post partum, umumnya suhu kembali normal. Bila suhu > 380C, maka mungkin ada infeksi.
Segera setelah partus terjadi bradikardi. Bila terdapat takikardi sedangkan badan tidak panas, mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada vitium kardis. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibandingkan dengan suhu badan.
·         Komponen darah
Selama 72 jam sampai 7 hari setelah bayi lahir terjadi peningkatan hemoglobin dan hematokrit karena kehilangan plasma yang lebih besar dibanding kehilangan darah. Terjadi leukositosis selama 10-12 hari postpartum, dimana nilai leukosit 20000-25000 masih merupakan hal yang umum. Faktor-faktor pembekuan dan fibrinogen tetap meningkat dari kehamilan sampai awal puerperium. Kombinasi keadaan hiperkoagulasi, kerusakan pembuluh darah dan imobilitas mengakibatkan penigkatan resiko tromboembolisme, terutama setelah melahirkan sesaria.
8.  Sistem Neurologi
Rasa tidak nyaman yang diinduksi oleh kehamilan akan menghilang segera setelah bayi dilahirkan. Sindrom carpal turner dan rasa baal serta kesemutan biasanya menghilang karena hilangnya kompresi pada saraf median.
9.  Sistem Integumen
  Kloasma yang muncul pada saat hamil biasanya menghilang. Hiperpigmentasi pada areola dan linea nigra tidak hilang seluruhnya setelah bayi lahir, pada beberapa wanita menetap.
  Rambut halus yang lebat pada kehamilan biasanya menghilang, rambut kasar yang timbul akan menetap.

b.  Perubahan Psikososial pada Ibu sehubungan dengan Penyesuaiannya terhadap Peran sebagai Orang Tua
-      Fase dependen (taking-in)
Fase ini berlangsung selama 2-3 hari. Dimana pada fase ini ketergantungan ibu menonjol sebagai respon terhadap kebutuhan akan istirahat dan makanan, ibu memerlukan perlindungan dan perawatan. Pada waktu ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya dipenuhi oleh orang lain. Fase menerima/taking-in yang kuat hanya terlihat pada 24 jam pertama setelah ibu melahirkan.
Fase dependen ialah suatu waktu yang penuh kegembiraan dan kebanyakan orang tua sangat suka mengkomunikasikannya. Mereka merasa perlu menyampaikan pengalaman mereka tentang kehamilan dan kelahiran dengan kata-kata.
-      Fase dependen-mandiri (taking-hold)
Berlangsung 3-4 hari post partum, ibu lebih berkonsentrasi pada kemampuannya menerima tanggungjawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif sehingga membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu.
Pada fase ini, secara bergantian muncul kebutuhan untuk mendapat perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri. Ibu berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih tentang perawatan bayi atau merawat bayinya secara langsung.
Pada fase ini tidak jarang terjadi depresi, yang mungkin timbul karena merasa kehilangan dukungan yang pernah diterima saat hamil, jenuh dengan tanggung jawab sebagai orang tua, ataupun keletihan. Istilah depresi pascapartum ringan (baby blues) dapat dikaitkan dengan kadar glukokortikoid yang rendah pada awal postpartum atau terjadi hipotiroid subklinis

-      Fase interdependen (letting-go)
Pada fase ini, ibu dan keluarga bergerak maju sebagai suatu sistem dengan para anggota saling berinteraksi. Hubungan antar pasangan, walupun sudah berubah dengan adanya seorang anak, kembali menunjukkan karakteristik seperti awal.


BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

Pelaksanaan asuhan keperawatan masa nifas pada post operasi sectio caesaria melalui pendekatan proses keperawatan dengan melaksanakan
a.       Pengkajian
§ Identitas klien: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, no.MR
§ Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan nyeri post operasi, tidak nyaman/distensi abdomen dan kandung kemih, mulut kering, sulit BAB dan BAK. Jika ada perdarahan banyak maka muncul keluhan nyeri, sakit kepala, kelemahan, anemia.
§ Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit saluran urogenital seperti herpes virus, riwayat Seksio klasik, preeklamsi dan eklamsia selama masa kehamilan atau kehamilan dahulu, riwyat partus abnormal atau dengan bantuan pada kelahiran yang lalu. Riwayat tumor jalan lahir, riwayat stenosis serviks/vagina pada persalinan dahulu. Riwayat primapara tua.
§ Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat DM, hipertensi, jantung, ginjal, penyakit menular.
§ Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: bervariasi, baik sampai sedang
Kesadaran: bervariasai, dapat compos mentis sampai somnolen
TTV: TD dapat sedikit meningkat atau turun jika terjadi perdarahan, nadi meningkat bila perdarahan, suhu biasanya normal, jika meningkat mengindikasikan infeksi, nafas biasanya normal.
1.  Keadaan Umum
1. Keadaan Umum : Tingkat energi, self esteem, tingkat kesadaran.
2. BB, TB, LLA, Tanda Vital normal (RR konsisten, Nadi cenderung bradi cardy, suhu 36,2-38, Respirasi 16-24)
3. Kepala : Rambut, Wajah, Mata (conjunctiva), hidung, Mulut, Fungsi pengecapan; pendengaran, dan leher.
a.             Rambut                                                                                           : rambut dapat bersih atau kotor, warna bervariasi sesuai dengan ras, rambut tidak mudah/mudah dicabut.
b.             Mata                                                                                                : penglihatan baik, konjungtiva dapat anemis/tidak anemis, sklera tidak ikterik
c.             Wajah                                                                                              : kloasma gravidarum dapat ada/menghilang
d.            Hidung                                                                                            : hidung simetris, bersih, sekret (-), polip (-)
e.             Mulut                                                                                              : lidah bersih, mukosa dapat kring/lembab, carries bias ada atau tidak
f.              Leher                                                                                               : tidak ada pembengkakan kelenjer tiroid dan getah bening, hiperpigmentasi pada kulit (-)
2.  Pemeriksaan Thorak
Paru                                                                                                                   : Inspeksi: simetris kiri = kanan
Auskultasi: suara napas vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Palpaasi: Fremitus kiri = kanan
Jantung                                                                                                              : Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat
Auskultasi: bunyi jantung murni, Bising (-)
Palpasi: iktus cordis tidak teraba
3.  Payudara
Pembesaran, simetris, pigmentasi, warna kulit, keadaan areola dan puting susu, stimulation nepple erexi. Kepenuhan atau pembengkakan, benjolan, nyeri, produksi laktasi/kolostrum. Perabaan pembesaran kelenjar getah  bening diketiak. inspeksi kesimetrisan kiri = kanan, hiperpigmentasi areola dan papila (+), papila dapat menonjol/tidak, striae dapat ada atau tidak, kelenjer montgomery ada. dan palpasi apakah ada nyeri tekan, teraba atau tidaknya massa, produksi ASI bervariasi, sudah sudah ada dan belum, jika sudah ada payudara teraba padat.
4.  Abdomen
Inspeksi : abdomen mungkin masih membesar, linea nigra bisa ada, bisa tidak, striae bisa ada, bisa tidak, terdapat luka operasi tertutup perban.
Palpasi : nyeri pada luka operasi, TFU di umbilicus setelah janin lahir, turun 1-2 jari tiap 24 jam, posisi di tengah, kontraksi baik. Terdapat diastasis rektus abdominis. Kandung kemih bisa distensi, bisa tidak (kosong).
Auskultasi : BU bisa tidak ada/menurun
5.  Genetalia
Perineum bersih, jumlah lokhea sedikit. Tidak terdapat laserasi pada perineum/jalan lahir.
6.  Ekstremitas bawah
Varises ada atau tidak, edema ada atau tidak, tanda Homan dapat positif atau negative. Refleks Patella: positif.
§ Pemeriksaan Psikologis
Pada hari 1-2 Ibu berada pada fase taking-in dimana ibu mengharapkan semua kebutuhannya dipenuhi oleh orang lain. Pada hari ke 3 ibu mulai berada pada fase taking-holk dimana ibu mempunyai keinginan untuk merawat bayinya secara mandiri dan juga ingin kebutuhannya dipenuhi. Keinginan tersebut muncul silih berganti.


Pemeriksaan diagnostik
Jumlah darah lengkap, Hb/Ht: mengkaji perubahan dari kadar praoperasi dan mengevalusi efek kehilangan darah pada pembedahan. Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika Hb < 10 g% dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit, Trombosit.
Urinalisis; kultur urine, darah,vaginal dan lokea: pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan individual
b.   Diagnosa
contoh diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan post operasi sectio caesaria yaitu ;
§  Resiko infeksi b.d prosedur invasif
§  Nyeri b.d kondisi pasca operasi.
§  Konstipasi b.d kelemahan otot, penurunan motilitas traktus urinarius
§  Resiko gangguan pola eliminasi urine b.d kerusakan sensorik motorik (manipulasi dan/atau trauma sekunder terhadap sectio caesaria).
§  Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan melalui rute abnornal (perdarahan), intake tidak adekuat
§  Resiko cidera b.d efek-efek anestesi, imobilisasi
§  Ansietas b.d krisis situasional, ancaman konsep diri, perubahan status peran
§  Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang perawatan melahirkan caesar.


RENCANA ASUKHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SECTIO CAESAREA
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan / Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi Keperawatan
(NIC)
Aktivitas
1
Resiko infeksi b.d prosedur invasif


a.   Pengetahuan : kontrol infeksi
-      dapat menyebutkan cara masuknya kuman
-      menyebutkan faktor-faktor yang mendukung terjadinya infeksi
-      menyebutkan tanda dan gejala infeksi
-      menyebutkan tindakan yang dapat mengurangi terjadinya infeksi
b.  Kontrol resiko
-      Mengetahui resiko
-      Memonitor faktor resiko lingkungan
-      Memonitor faktor resiko dari kebiasaan
-      Memodifikasi gaya hidup untuk menurunkan resiko

Ø  Pengontrolan infeksi




































Ø  Proteksi infeksi

§  Ciptakan lingkungan ( alat-alat, berbeden dan lainnya) yang nyaman dan bersih terutama setelah digunakan oleh pasien
§  Gunakan alat-alat yang baru dan berbeda setiap akan melakukan tindakan keperawatan ke pasien
§  Isolasikan pasien yang terkena penyakit menular
§  Tempatkan pasien yang harus diisolasi yang sesuai dengan kondisi pasien
§  Batasi jumlah pengunjung sesuai kondisi pasien
§  Ajari klien untuk mencuci tangan sebagai gaya hidup sehat pribadi
§  Instruksikan klien untuk mencuci tangan yang benar sesuai dengan yang telah diajarkan
§  Instruksikan kepada pengunjung untuk selalu mencuci tanagn sebelum dan sesudah memasuki ruangan pasien
§  Gunakan sabun antimikroba untuk proses cuci tangan
§  Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan kepada pasien
§  Terapkan kewaspadaan universal
§  Gunakan selalu handscoon sebagai salah satu ketentuan kewaspadaan universal
§  Gunakan baju yang bersih atau gown ketika menangani pasien infeksi
§  Gunakan sarung tangan yang steril, jika memungkinkan
§  Bersihkan kulit pasien dengan pembersih antibakteri
§  Jaga dan lindungi area atau ruangan yang diindikasikan  dan digunakan untuk tindakan invasive, operasi dan gawat darurat

§  Monitor tanda-tanda dan gejala sistemik dan local dari infeksi.
§  Monitor daerah yang mudah terinfeksi.
§  Monitor jumlah granulosit, WBC, dan perbedaan nilai.
§  Ikuti kewaspadaan neutropenic.
§  Batasi pengunjung.
§  Lindungi semua pengunjung dari penyakit menular.
§  Pertahankan teknik asepsis untuk pasien yang berisiko.
§  Pertahankan teknik isolasi.
§  Lakukan perawatan kulit untuk area yang oedem.
§  Inspeksi kulit dan membran mukosa yang memerah, panas, atau kering.
§  Inspeksi kondisi dari luka operasi
§  Tingkatkan intake nutrisi yang cukup.
§  Anjurkan intake cairan.
§  Anjurkan istirahat.
§  Monitor perubahan tingkat energi / malaise.
§  Anjurkan peningkatan mobilitas dan latihan.
§  Anjurkan nafas dalam dan batuk efektif.
§  Beri agen imun.
§  Instruksi pasien untuk mendapatkan antibiotik sesuai resep.
§  Ajari pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala dari infeksi dan kapan mereka dapat melaporkan untuk mendapatkan perawatan kesehatan.
§  Ajari pasien dan anggota keluarga bagaimana menghindari infeksi.
§  Hindari buah, sayuran, dan lada / merica dari diet pasien dengan neutropenia.
§  Hindari bunga dan tumbuhan segar dari area tempat pasien berada.
§  Berikan ruangan privasi jika dibutuhkan.
§  Laporkan kemungkinan adanya infeksi dalam upaya pengendalian infeksi.
§  Laporkan kebiasaan positif dalam mengendalikan infeksi.

2.
Nyeri b.d kondisi pasca operasi.

Batasan Karakteristik:
-      Melaporkan nyeri secara verbal dan nonverbal
-      Menunjukkan kerusakan
-      Posisi untuk mengurangi nyeri
-      Gerakan untuk melindungi
-      Tingkah laku berhati-hati
-      Muka topeng
-      Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
-      Fokus pada diri sendiri
-      Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan )
-      Tingkah laku distraksi (jalan-jalan, menemui orang lain, aktifitas berulang)
-      Respon otonom (diaporesis, perubaha tekanan darah, perubahan nafas, nadi dilatasi pupil)
-      Perubahan otonom dalam tonus otot (dalam rentang lemah ke kaku)
-      Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang, mengeluh)
-      Perubahan dalam nafsu makan





a.   Tingkat kenyamanan
-      fisik baik
-      psikologis baik
b.   Kontrol nyeri
-      mengetahui faktor penyebab
-      melaporkan nyeri terkontrol
c.   Tingkat nyeri
-          Melaporkan nyeri
-          Perubahan frekuensi napas
-          Perubahan tekanan darah
-          Perubahan nadi

Ø  Manajemen nyeri






















































































































Ø  Pemantauan TTV
§  Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.
§  Kaji ketidaknyamanan secara nonverbal, terutama untuk pasien yang tidak bisa mengkomunikasikannya secara efektif
§  Pastikan pasien mendapatkan perawatan  dengan analgesic
§  Gunakan komunikasi yang terapeutik agar pasien dapat menyatakan pengalamannya terhadap nyeri serta dukungan dalam merespon nyeri
§  Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri
§  Tentukan dampak nyeri terhadap kehidupan sehari-hari (tidur, nafsu makan, aktivitas, kesadaran, mood, hubungan sosial, performance kerja dan melakukan tanggung jawab sehari-hari)
§  Evaluasi pengalaman pasien atau keluarga terhadap nyeri kronik atau yang mengakibatkan cacat
§  Evaluasi bersama pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam menilai efektifitas pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan
§  Bantu pasien dan keluarga mencari dan menyediakan dukungan.
§  Gunakan metoda penilaian yang berkembang untuk memonitor perubahan nyeri serta mengidentifikasi faktor aktual dan potensial dalam mempercepat penyembuhan
§  Tentukan tingkat kebutuhan pasien yang dapat memberikan kenyamanan pada pasien dan rencana keperawatan
§  Menyediakan informasi tentang nyeri, contohnya penyebab nyeri, bagaimana kejadiannya, mengantisipasi ketidaknyamanan terhadap prosedur
§  Kontrol faktor lingkungan  yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien (suhu ruangan, pencahayaan, keributan)
§  Mengurangi atau menghapuskan faktor-faktor  yang mempercepat atau meningkatkan nyeri (spt:ketakutan, fatique, sifat membosankan, ketiadaan pengetahuan)
§  Mempertimbangkan kesediaan pasien dalam berpartisipasi, kemampuannya dalam berpartisipasi, pilihan yang digunakan, dukungan lain dalam metoda, dan kontraindikasi dalam pemilihan strategi mengurangi nyeri
§  Pilihlah variasi dari ukuran pengobatan (farmakologis, nonfarmakologis, dan hubungan atar pribadi) untuk mengurangi nyeri
§  Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih metoda mengurangi nyeri
§  Mendorong pasien dalam memonitor nyerinya sendiri
§  Ajari untuk menggunakan tehnik non-farmakologi (spt: biofeddback, TENS, hypnosis, relaksasi, terapi musik, distraksi, terapi bermain, acupressure, apikasi hangat/dingin, dan pijatan ) sebelum, sesudah dan jika memungkinkan, selama puncak nyeri , sebelum nyeri terjadi atau meningkat, dan sepanjang nyeri itu masih terukur.
§  Kolaborasikan dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan metoda dalam mengatasi nyeri secara non-farmakologi.
§  Menyediakan analgesic yang dibutuhkan dalam mengatasi nyeri
§  Menggunakan Patient-Controlled Analgesia (PCA)
§  Gunakan cara mengontrol nyeri sebelum menjadi menyakitkan (puncak nyeri)
§  Pengobatan sebelum beraktivitas untuk meningkatkan partisipasi , tapi evaluasi resiko pemberian obat penenang
§  Pastikan pretreatmen strategi analgesi dan/ non-farmakologi sebelum prosedur nyeri hebat
§  Kaji tingkat ketidaknyamanan bersama pasien, catat perubahan dalam catatan medis dan informasikan kepada tenaga kesehatan yang lain
§  Evaluasi efektifitas metoda yang digunakan dalam mengontrol nyeri secara berkelanjutan
§  Modifikasi metode kontrol nyeri sesuai dengan respon pasien
§  Anjurkan untuk istirahat/tidur yang adekuat untuk mengurangi nyeri
§  Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalamannya terhadap nyeri
§  Beritahu dokter jika metoda yang digunakan tidak berhasil atau jika ada komplain dari pasien mengenai metoda yang diberikan
§  Informasikan kepada tenaga kesehatan yang lain/anggota keluarga tentang penggunaan terapi non-farmakologi yang akan digunakan oleh pasien
§  Gunakan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu dalam manajemen nyeri
§  Mempertimbangkan pasien, keluarga, dan hal lain yang mendukung dalam proses manajemen nyeri
§  Menyediakan informasi yang akurat untuk meningkatkan pengetahuan keluarga terhadap respon nyeri
§  Menyertakan keluarga dalam mengembangkan metoda mengatasi nyeri
§  Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri ynag diberikan dalam interval yang ditetapkan.

§  Pantau tekanan darah, nada, suhu dan status pernapasan
§  Pantau tanda hipotermi atau hipertermi
§  Pantau ada tidaknya nadi dan kualitasnya
§  Pantau warna suhu dan kelembaban kulit

3
Resiko gangguan pola eliminasi urine b.d kerusakan sensorik motorik (manipulasi dan/atau trauma sekunder terhadap sectio caesaria).
Batasan karakteristik:
-      Inkontinensia
-      Tidak dapat ditahan
-      Nokturia
-      Keraguan berkemih
-      Sering berkemih
-      Disuria
-      Retensi



a.   Pemantauan urine
-      Mengetahui keinginan untuk BAK
-      Volume urine > 150 cc/BAK
-      Pengosongan kandung kemih komplit
-      Intake cairan dbn
b.   Eliminasi urine
-          Pola eliminasi dbn
-          Bau urine dbn
-          Jumlah urine dbn
-          Warna urine dbn
-          Partikel urine (-)
-          Ureum dbn
-          Disuria (-)
-          Elektrolit urine dbn

Ø  Manajemen eliminasi urine



















§  Monitor pengeluaran urine termasuk frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna
§  Monitor tanda dan gejala retensi urine
§  Ajarkan klien tanda dan gejala infeksi saluran kemih
§  Catat waktu terakhir eliminasi urine
§  Instruksikan klien dan keluarga untuk melaporkan pengeluaran urine
§  Dapatkan spesimen urine tengah untuk urinalisis
§  Laporkan pada dokter jika terjadi tanda dan gejalan infeksi saluran kemih
§  Ajarkan klien untuk mengambil spesimen urine tengah saat tanda infeksi terlihat
§  Ajarkan klien untuk minum 8 gelas cairan dengan makanan, antara makanan dan sore hari
§  Instruksikan klien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum tindakan


BAB IV
LAPORAN KASUS

A.  Identitas Klien
Nama                      : Ny. L
Umur                      : 30 Tahun
No.MR                   : 88.57.74
Tanggal Masuk       : 20 Oktober 2014
Tanggal Pengkajian: 21 Oktober 2014
Alamat                    : Jl. Berok Nipah No 18 Padang
Diagnosa Medis     : Post SC

B.  Data Umum Kesehatan
1.      Riwayat Kesehatan Sekarang
a.      Alasan masuk
Klien masuk RSUP Dr M Djamil Padang pada tanggal 20 Oktober 2014 dengan keluhan nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 3 jam yang lalu. Keluar air yang banyak dari kemaluan sejak 1 jam yang lalu. Nyeri dirasakan semakin kuat dengan skala nyeri 6.
b.      Keluhan
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 21 Oktober 2014, klien mengeluhkan nyeri pada bekas luka operasi SC, pusing. Klien mengatakan belum mampu untuk berjalan. Klien mengeluhkan tidak ada selera makan, makanan habis hanya ¼ dari porsi yang diberikan.
c.       Faktor Pencetus
Ny.L dengan Grand Aterm (G3P2A0H2)
d.      Lama Keluhan
Nyeri dirasakan 1hari semenjak operasi SC.
            Masalah Keperawatan :
-          Nyeri akut
2.      Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelumnya klien tidak pernah dirawat di rumah sakit dan klien juga tidak mempunyai penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi, dan TBC.
3.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan.
4.      Riwayat menstruasi
Klien menerche umur 12 tahun, siklus menstruasi teratur, lamanya 5-6 hari, saat haid ganti 2-3x ganti/hari, tidak ada nyeri haid (-).
5.      Riwayat Perkawinan
Klien menikah 1 kali pada tahun 2008.
C.  Status Obstetri
1.      Nifas hari ke 2 (dua)
2.      Riwayat persalinan yang lalu
-          2009, anak perempuan, bbl 3100gr, cukup bulan, lahir spontan di tolong bidan, hidup dan sehat.
-          2011, anak laki-laki, bbl 2900gr, cukup bulan, lahir spontan ditolong bidan, hidup dan sehat
3.      Komplikasi nifas yang lalu : tidak ada komplikasi nifas yang lalu.
Masalah keperawatan : -
D.  Pemeriksaan Fisik
1.      Pemeriksaan Umum     : Sedang
Kesadaran                    : Compos Mentis
Tanda-tanda Vital        : TD     : 120/80 mmHg
   N      : 86 x/i
   P       : 22 x/i
   S       : 36,8 oc
2.      Keadaan Umum
-          Kepala
Rambut lurus, hitam, tidak ada ketombe, agak berkeringat, dan tidak mudah dicabut. Tidak ada pembengkakan di kepala.
-          Wajah
Terdapat Cloasma Gravidarum
-          Mata
Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, dan sklera tidak ikterik.
-          Hidung
Hidung bersih, tidak terdapat polip.
-          Mulut dan gigi
Mukosa mulut lembab, terdapat caries gigi, lidah bersih.
-          Telinga
Simetri kiri dan kanan, telinga bersih, tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
-          Leher
Tidak teraba pembesaran Tiroid dan pembesaran kelenjar getah bening.
3.      Pemeriksaan Thorak
1)      Paru
I      : Dada simetris kiri dan kanan, normo chest.
Pa   : Fremitus kiri dan kanan.
Pe   : Sonor,
Au  : bunyi nafas vesikuler, wheezing (-) Ronki (-)
2)      Jantung
I      : Ictus cordis tidak terlihat
Pa   : Ictus cordis teraba 1 jari medial linea Mid Clavicula RIC V.
Au  : Irama jantung teratur, bising tidak ada.
3)      Payudara
I      : Simetris kiri dan kanan, tidak ada bekas luka operasi, hiperpigmentasi pada areola mamae, terdapat kelenjar Mongomeri, papila mamae menonjol.
Pa   : Tidak teraba massa, terdapat colostrum (+)
Masalah keperawatan : tidak ada
4.      Abdomen
I            : Simetris kiri dan kanan, terdapat Linea Nigra, terdapat Strie Albican, terdapat insisi vertikal.
Pa         : TFU 2 jari dibawah Umbilikus, posisi Fundus Medial,
Pe         : Tympani
Au        : Bising Usus normal
5.      Perineum
Tidak ada varises, Lochea Rubra (merah)
6.      Ekstremitas
Atas      : Tidak terdapat luka, kekuatan otot 5, capila refil <3 dtk="" span="">
Bawah  : Kaki oedem. Varises (-), reflek patella (+), tidak ada tromboflebitis.
E.  Aktivitas/ Istirahat
Klien sulit tidur, dan sering terbangun. Klien belum bisa berjalan, dan hanya bisa duduk.
F.   Integritas Ego / Psikososial
Klien mengatakan sangat senag dengan kelahiran anak kembarnya.
G. Eliminas
BAB : Klien belum BAB semenjak Post Op.
BAK : 1-2 kali.
H.  Neurosensori
Klien mengatakan belum mampu berjalan, dan aktivitas dibantu oleh keluarga dan perawat.
I.     Nyeri/ketidaknyamanan
Klien mengatakan nyeri pada daerah luka Operasi SC di abdomen, skala nyeri 6. Nyeri dirasakan bertambah saat bergerak/ pindah posisi.
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut
J.    Pemeriksaan diagnostik
Tanggal 20 Oktober 2014
Hb              : 10,8 g/dl                    (12-14)
Leukosit     : 12.100 /mm3              (5000 – 10000)
Trombosit   : 280.000 /mm3            (150000 – 400000)
Hematokrit : 26 %                          (37 – 43)


ANALISA DATA

NO
Data
Etiologi
Masalah
1.
DS
ü Klien  menyaakan nyeri pada  luka bekas operasi
ü Klien  mengatakan sakitnya operasi
Tertusuk-tusuk
Klien mengatakan nyeri timbul dan bertambah ketika bergerak
DO
ü Skla nyeri 6
ü Tampak  luka insisi bekas operasi  post sc tertutup perban dengan panjang 12 cm
ü Tampak  wajah klien meringis menahan nyeri
ü Klien tampak bergerak hati- hati  saat berubah posisi
agen  cedara  fisik (insisi, sectio caesaria)
Nyeri akut
2.
DS
ü Klien mengatakan kebutuhannya dibantu keluarga, perawat dan  bidan
ü Klien mengatakan belum mampu berjalan   aktivitas ditempat tidur
ü Pasien  mengatakan tidak ada selera makan  dan porsi makan  hanya habis ¼ porsi
DO
ü Hb:10,2 g/dl
ü Klien tampak berbaring ditempat tidur
kelemahan umum
Fatigue
3.
DO
ü Terdapat luka insisi  bekas operasi post ,sc tertutup perban dengan panjang  12 cm
ü Pasien belum  bisa  banyak  bergerak dan malas  miring kanan/kiri setelah operasi
ü Leukosit 12.000/mm3
post op sc
Resiko infeksi



RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No
NANDA
NOC
NIC
1.
Nyeri nyeri akut  b.d  agen cedera fisik(insisi cectio caesaria
Kontrol nyeri
ü Nyeri tes kontrol
ü Tingkat kenyamanan baik
ü Tingkat nyeri menurun
Manajemen jeri
ü Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi , krakteristik,durasi,frekwensi, kualitas intensitas dan penyebab
ü Ajarkan posisi yang baik saat istirahat /senyaman mungkin
ü Tentukan dapak nyeri  terhadp kehidupan sehari hari
ü Kontrol faktor ligkungan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan
ü Anjurkan kliens istirahat
ü Kolaborasi pemberian analgetik
2.
Fatique b.d  kelemahan umum
ü Intoleransi aktivitas  batas normal
ü Tingkat  kelemahan berkurang
ü Status perawatan diri meningkat
Manajemen energi
ü Kaji batas kekuatan fisik klien
ü Kaji  penyebab kelemahanmenurut klien
ü Monitori intake makanan untuk sumber energi
ü Monitori pola tidur pasien
3.
Resiko infeksi b.d post operasi
Penyembuhan luka primer
ü Tidak ada kemerahan  sekitar luka
ü Drainase pus
Pengontrolan infeksi
ü Pantau tanda dan gejala infeksi
ü Perhatikan kulit disekitar area yang berresiko
ü Pertahankan teknik aseptik
ü Posisikan pasien miring kanan dan miring kiri untuk drainase cairan luka
ü Membatasi jumlah kunjungan
ü Kolaborasi pemberian antibiotik
ü Menganti balutan sesuai indikasi




CATATAN PERKEMBANGAN

(Selasa 21 Oktober 2014)
No
Diagnosa
Implememtasi
Evaluasi
1
Nyeri nyeri akut  b.d  agen cedera fisik(insisi cectio caesaria
ü Melakukan penilaian nyeri secar komprehensif
üMemberikan posisi yang nyaman untuk istirahat
üMemberikan analgetik asam mepenamat 500mg/oral
üAjarkan teknik napas dalam
S
-    Klien mengatakan nyeri pada bekas oprasi
-    Klien mengtakan sakitnya seperti tertusuk-tusuk
-    Klien mengatakan nyeri hilang timbul dan meningkat jika klien berpindah posisi
O
-    Skla nyeri = 6
-    Tampak lika oprasi  insesi sectio caesaria tertutup perban dengan panjang ±12 cm
-    Tampak wajah klien meringis menahan nyeri
-    Klien nampak sangat berhati-hati saat perubahan posisi
A
-    Nyeri akut belum teratasi
P
-     Intervensi dilanjutkan

2
Fatique b.d  kelemahan umum
üMengkaji kekuatan fisik klien
üMengkaji penyebab kelemahan fisik klien
üMonitori intake makanan
üMemonitori pola tidur pasien
S
-    Klien mengatakan belum bisa beraktivitas karena badannya terasa lemah
-    Kebutuhan klien dibantu oleh perawat, bidan dan keluarga
-    Klien mengatakan tidak ada napsu makan
O
-    Klien hanya menghabiskan makanan ¼ porsi
-    Klien nampak lemah
A
-    Masalah belum teratasi
P
Intervensi dilanjutkan
3
Resiko infeksi b.d post operasi
üMemantau tanda-tanda infeksi memantau keadaaan kulit
üMemantau keadaaan kulit diantara luka
üMembatasi jumlah kunjungan
üMempertahankan teknik aseptik ketika melakukan tindakan
S:
-    Pasien mengtakan oprasi sudah 2 hari
-    Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
-    Pengunjung telah dibatasi
-    Pasien nampak sudah miring kiri kanan
A
Sebagian masalah teratasi
P
Intervensi dilanjutkan


(Rabu, 22 Oktober 2014)

No

Implementasi
Evaluasi
1
Nyeri nyeri akut  b.d  agen cedera fisik(insisi cectio caesaria
ü Melakukan penilaian nyeri secar komprehensif
üMemberikan posisi yang nyaman untuk istirahat
üMemberikan analgetik asam mepenamat 500mg/oral
üAjarkan teknik napas dalam
S
-    Klien mengatakan nyeri pada bekas oprasi sudah berkurang
-    Klien mengatakan nyeri masih terasa jika berpindah posisi
O
-    Skla nyeri = 5
-    Tampak luka oprasi  insesi sectio caesaria tertutup perban dengan panjang ±12 cm
-    Luka bekas oprasi kering tidak ada pus
A
-    Nyeri akut teratasi sebagian
P
-     Intervensi dilanjutkan

2
Fatique b.d  kelemahan umum
üMengkaji kekuatan fisik klien
üMengkaji penyebab kelemahan fisik klien
üMonitori intake makanan
Memonitori pola tidur pasien
S
-    Klien mengatakan sudah mulai duduk dan miring kiri kananKebutuhan
-    klien dibantu oleh perawat, bidan dan keluarga
-    Klien mengatakan napsu makan mulai meningkat
O
-    Klien hanya menghabiskan makanan ½ porsi
-    Klien nampak mulai ada tenaga
A
Patique teratasi sebagian
P
Intervensi dilanjutkan
3
Resiko infeksi b.d post operasi
üMemantau tanda-tanda infeksi memantau keadaaan kulit
üMemantau keadaaan kulit diantara luka
üMembatasi jumlah kunjungan
Mempertahankan teknik aseptik ketika melakukan tindakan
S:   -
O:
-    Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
-    Kunjungan keluarga di batasi
-    Pasien sudah memulai melakukan gerakan
A :
Sebagian Masalah teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan



(Kamis, 23 Oktober 2014)
No

Implementasi
Evaluasi
1
Nyeri nyeri akut  b.d  agen cedera fisik(insisi cectio caesaria
ü Melakukan penilaian nyeri secar komprehensif
üMemberikan posisi yang nyaman untuk istirahat
üMemberikan analgetik asam mepenamat 500mg/oral
üAjarkan teknik napas dalam
S
-    Klien mengatakan nyeri pada bekas oprasi sudah berkurang
O
-    Skla nyeri = 4
-    Tampak luka oprasi  insesi sectio caesaria tertutup perban dengan panjang ±12 cm
-    Luka bekas oprasi kering tidak ada pus
A
-    Nyeri akut teratasi
P
-    Pasien diperbolehkan pulang

2
Fatique b.d  kelemahan umum
üMengkaji kekuatan fisik klien
üMengkaji penyebab kelemahan fisik klien
üMonitori intake makanan
Memonitori pola tidur pasien
S
-    Klien mengatakan sudah mulai berjalan di sekitar tempat tidur, dan ke kamar mandi
-    Klien mengatakan napsu makan tidak ada masalah lagi
O
-    Klien hanya menghabiskan makanan ¾ porsi
-    Klien nampak mulai beraktivitas tampa bantuan
A
Patique teratasi
P
Pasien diperbolehkan pulang
3
Resiko infeksi b.d post operasi
üMemantau tanda-tanda infeksi memantau keadaaan kulit
üMemantau keadaaan kulit diantara luka
üMembatasi jumlah kunjungan
Mempertahankan teknik aseptik ketika melakukan tindakan
S:   -
O:
-    Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
-    Luka bagus, tidak ada pus,kulit sekitar tidak menunjukkan tanda peradangan
A :
Masalah teratasi
P:
Pasien diperbolehkan pulang

BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada Ny. L dengan post sestio caesaria hari ke 2, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
  1. Keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian adalah masih terasa nyeri pada luka operasi, nyeri bertambah saat banyak gerak; klien belum mampu menyusui secara efektif. Selain itu klien juga butuh informasi tentang perawatan diri bayi.
  2. Diagnosa keperawatan yang muncul adalah:
a.       Nyeri b.d luka post SC
b.      Menyusui tidak efektif b.d kurang pengatahuan ibu
c.       Kurang pengetahuan (tentang perawatan diri dan bayi)  b.d keterbatasan paparan informasi.
d.      Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual dan intake kurang.
e.       Gangguan pola tidur b.d nyeri dan asing dengan lingkungan
f.       Resiko infesi b.d personal hygiene yang kurang
  1. Intervensi keperawatan yang dilakukan disesuaikan dengan prioritas masalah yang muncul pada klien.
  2. Tindakan yang dilakukan diaplikasikan secara mandiri dan kolaborasi sesuai dengan prioritas masalah klien.
  3. Selama 3 hari dilakukan intervensi keperawatan, dari 6 masalah yang muncul pada klien, masalah nyeri teratasi, masalah menyusui tidak efektif teratasi, masalah gangguan pola tidur teratasi, masalah resiko infeksi teratasi sebagian, masalah kurang pengetahuan teratasi sebagian dan masalah nutrisi tidak teratasi.


B.     Saran
  1. Bagi Perawat
      Diharapkan kepada perawat untuk mengajarkan dan mendorong pasien dengan post sectio caesaria untuk melakukan mobilisasi dini, selain itu pasien juga diinformasikan tentang nutrisi setelah operasi karena masih ada mispersepsi tentang nutrisi setelah operasi.
Diharapkan kepada perawat untuk tetap mempertahankan pengajaran perawatan bayi pada pasien.
  1. Bagi Mahasiswa
      Bagi mahasiswa keperawatan khususnya yang sedang atau akan melakukan praktek di rumah sakit agar mampu melakukan asuhan keperawatan secara holistik dengan melakukan pengkajian secara jeli dan mendalam terkait kasus yang ditemui, mampu menentukan masalah keperawatan sesuai prioritas berdasarkan data yang diperoleh pada pengkajian, mampu menyusun rencana keperawatan terkait masalah yang ditemui dan mampu melakukan implementasi sesuai dengan rencana yang telah disusun serta mampu melakukan evaluasi terhadap masalah berdasarkan implementasi yang telah dilakukan









DAFTAR PUSTAKA

Bobak, dkk. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas edisi 4. Jakarta: EGC.
McCloskey dan Bulecheck. (2006). Nursing intervention classification (NIC). Mosby: United State of America.
Hamilton, P. M. (2006). Dasar-dasar keperawatan maternitas. Jakarta: EGC.
Johnson, M. dan Moorhead. (2000). Nursing outcomes classification (NOC). Mosby: United State of America.
Wilkinson, M, W. (2007). Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.
Sarwono P. (2005). Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Tidak ada komentar: