1.
Pengertian Hipertensi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah
kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita
yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang peningkatan
tekanan darah sistolik lebih besar
atau sama dengan 140 mmHg dan peningkatan diastolik
lebih besar atau sama dengan 90 mmHg melebihi
140/90 mmHg, saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi
(Wikipedia, 2010).
Hipertensi adalah suatu keadaan
dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Penyebab tekanan darah
meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah
tepi dan peningkatan volume aliran darah darah (Hani,
2010)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung
atau pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan darah normal
adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 dinyatakan sebagai
hipertensi. Setiap usia
dan jenis kelamin memilki batasan masing – masing :
a. Pada pria
usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah waktu
berbaring > 130/90 mmHg.
b. Pada pria
usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya > 145/90 mmHg
c.
Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg,
dinyatakan hipertensi
(Sumber : Dewi dan
Familia, 2010 : 18).
2.
Klasifikasi Hipertensi
Tekanan darah diklasifikasikan
berdasarkan pengukuran rata – rata 2 kali pengukuran pada masing –
masing kunjungan. Perbandingan klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII dan JNC
VIII dapat dilihat di tabel berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Umur > 18 Tahun Menurut JNC
VII dan JNC VI
Kategori Tekanan Darah
( JNC VII)
|
Kategori Tekanan Darah
( JNC VII)
|
Tekanan Darah
Sistolik (mmHg)
|
Dan/atau
|
Tekanan Darah
Sistolik (mmHg)
|
Normal
|
Optimal
|
< 120mmHg
|
dan
|
< 80 mmHg
|
Pre
Hipertensi
|
_
|
120 – 139 mmHg
|
atau
|
80 – 89 mmHg
|
_
|
Normal
|
< 130 mmHg
|
dan
|
< 85mmHg
|
_
|
Normal Tinggi
|
130 – 139 mmHg
|
atau
|
85 – 89 mmHg
|
Hipertensi
|
Hipertensi
|
|
|
|
Derajat I
|
Derajat 1
|
140 – 159 mmHg
|
atau
|
90 – 99 mmHg
|
Derajat II
|
_
|
>160 mmHg
|
atau
|
> 100 mmHg
|
_
|
Derajat 2
|
160 – 179 mmHg
|
atau
|
100 – 109 mmHg
|
_
|
Derajat 3
|
>180 mmHg
|
atau
|
> 110 mmHg
|
(Sumber : Irza, 2009).
3.
Jenis Hipertensi
Dikenal juga keadaan yang disebut
krisis hipertensi. Keadaan
ini terbagi 2 jenis :
a.
Hipertensi
emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan darah melebihi 180/120
mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ, seperti otak, jantung,
paru, dan eklamsia atau lebih rendah dari 180/120mmHg, tetapi dengan salah satu
gejala gangguan organ atas yang sudah nyata timbul.
b.
Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi
(> 180/120mmHg) tetapi belum ada gejala seperti diatas. TD tidak
harus diturunkan dalam hitungan menit, tetapi dalam hitungan jam bahkan
hitungan hari dengan obat oral.
Sementara itu, hipertensi dibagi
menjadi 2 jenis berdasarkan penyebabnya :
a.
Hipertensi Primer adalah hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya (hipertensi essensial). Hal ini ditandai dengan
peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Sebagian
besar (90 – 95%) penderita termasuk hipertensi primer. Hipertensi primer juga
didapat terjadi karena adanya faktor keturunan, usia dan jenis kelamin.
b. Hipertensi
sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit sistemik lainnya,
misalnya seperti kelainan hormon, penyempitan pembuluh darah utama ginjal, dan
penyakit sistemik lainnya (Dewi dan Familia, 2010 :
22). Sekitar 5 – 10% penderita hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit
ginjal dan sekitar 1 – 2% disebabkan oleh kelainan hormonal atau pemakaian obat
tertentu misalnya pil KB (Elsanti, 2009 : 114 ).
4.
Faktor Risiko Hipertensi
Faktor risiko
hipertensi dibedakan atas:
a. Faktor
risiko yang tidak dapat diubah/dikontrol
1) Umur
Hipertensi erat kaitannya
dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi.
Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi. Dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia
lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% diatas umur
60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah
seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika
berumur lima puluhan dan enam puluhan.Dengan bertambahnya umur, risiko
terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala
usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih.
Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur.
Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan
hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa
memicu terjadinya hipertensi.
2) Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan
pria, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi. Prevalensi di Sumatera
Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta
(Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita. Sedangkan menurut Arif
Mansjoer, dkk, pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk
terjadinya hipertensi. Menurut Bustan bahwa
wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini
disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita (Sugiharto,
2007).
3) Faktor Keturunan
Menurut Nurkhalida (2003)
yang dikutip dari Sugiharto (2007), orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Faktor Keturunan dekat
yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena
hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi
dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Dari data
statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi. Menurut Sheps
(2006) yang dikutip dari Sugiharto (2007), hipertensi cenderung merupakan
penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka
sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua
orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit
tersebut 60%.
b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol
1) Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan
hipertensi. Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler
telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar
tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseorang lebih dari satu
pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang
tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang
diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan
endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan
hipertensi. Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan
darah segara setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap
rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam
paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin
sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada
kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan
menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat
karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja maka baik
tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat 10 mmHg.
Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti
mengisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan menghilang, tekanan darah
juga akan menurun dengan perlahan.
2) Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan hal yang
sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam
terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan
tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan
garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik
(sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi essensial mekanisme ini terganggu, di samping
ada faktor lain yang berpengaruh. Reaksi orang terhadap natrium berbeda-beda.
Pada beberapa orang, baik yang sehat maupun yang mempunyai hipertensi, walaupun
mereka mengkonsumsi natrium tanpa batas, pengaruhnya terhadap tekanan darah
sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Pada kelompok lain, terlalu banyak
natrium menyebabkan kenaikan darah yang juga memicu terjadinya hipertensi.
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi
hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang
minimal. Menurut penelitian Hull, menunjukkan adanya kaitan antara asupan
natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat
menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah.
3) Konsumsi Lemak
Jenuh
Kebiasaan
konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang
berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko
aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi
lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan
peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak
sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat
menurunkan tekanan darah.
4) Penggunaan Jelantah
Jelantah
adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk menggoreng,
dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Bahan dasar minyak
goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan
lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak
jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak
tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida,
sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein.
Hal yang menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak sawit mengandung
sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% ALTJ yang
didominasi asam lemak oleat sering juga disebut omega-9. minyak kelapa mengadung
80% ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga matahari
hampir 90% komposisinya adalah ALTJ. 5,31% Penggunaan minyak goreng sebagai
media penggorengan bisa menjadi rusak karena minyak goring tidak tahan terhadap
panas. Minyak goreng yang tinggi kandungan ALTJ-nya pun memiliki nilai tambah
hanya pada gorengan pertama saja, selebihnya minyak tersebut menjadi rusak.
Bahan makanan kaya omega-3 yang diketahui dapat menurunkan kadar kolesterol
darah, akan tidak berkasiat bila dipanaskan dan diberi kesempatan untuk dingin
kemudian dipakai untuk menggoreng kembali, karena komposisi ikatan rangkapnya
telah rusak. Minyak goreng terutama yang dipakai oleh pedagang goreng-gorengan
pinggir jalan, dipakai berulang kali, tidak peduli apakah warnanya sudah
berubah menjadi coklat tua sampai kehitaman. Alasan yang dikemukakan cukup
sederhana yaitu demi mengirit biaya produksi. Dianjurkan oleh Ali Komsan, bagi
mereka yang tidak menginginkan menderita hiperkolesterolemi dianjurkan untuk membatasi
penggunaan minyak goreng terutama jelantah karena akan meningkatkan pembentukan
kolesterol yang berlebihan yang dapat menyebabkan aterosklerosis dan hal ini
dapat memicu terjadinya penyakit tertentu, seperti penyakit jantung, hipertensi
dan lain-lain.
5) Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga
dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat cenderung hipertensi
meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti. Orang –
orang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak memiliki
tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum
sedikit. Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei
menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol. Mekanisme
peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga,
peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta
kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Diperkirakan
konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-20% dari semua
kasus hipertensi. Namun sudah menjadi
kenyataan bahwa dalam jangka panjang, minum minuman beralkohol berlebihan akan
merusak jantung dan organ-organ lain.
6) Obesitas
Obesitas atau
kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh > 25 (berat badan
(kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu faktor risiko
terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita
hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang
obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada
obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf
simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Obesitas
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar
massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan
makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh
darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding
arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan
kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan
natrium dan air. Menurut Alison Hull dalam penelitiannya menunjukkan adanya
hubungan antara berat badan dan hipertensi, bila berat badan meningkat diatas
berat badan ideal maka risiko hipertensi juga meningkat. Penyelidikan
epidemiologi juga membuktikan bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi
pasien hipertensi. Dibuktikan juga bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat
dengan timbulnya hipertensi dikemudian hari. Pada penelitian lain dibuktikan
bahwa curah jantung dan volume darah sirkulasi pasien obesitas dengan hipertensi
lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal
dengan tekanan darah yang setara. Obesitas mempunyai korelasi
positif dengan hipertensi.
7) Olahraga
Olahraga banyak
dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur
dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga
juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga
akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga
bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Kurangnya aktifitas fisik
meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan
berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut
jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras
pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin
besar tekanan yang dibebankan pada arteri.
8) Stres
Hubungan antara
stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress menjadi
berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Menurut
Sarafindo (1990) yang dikutip oleh Bart Smet, stres adalah suatu kondisi disebabkan
oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi
jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya
sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Stres adalah yang kita
rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tak mudah diatasi atau
melebihi daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya dengan efektif. Namun harus
dipahami bahwa stres bukanlah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar itu.
Stres adalah respon kita terhadap pengaruh-pengaruh dari luar itu. Stres atau
ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa
marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal
melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta
lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup
lama, tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis
atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau
penyakit maag. Menurut Slamet Suyono stres juga memiliki hubungan dengan
hipertensi. Hal ini diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan
tekanan darah secara intermiten. Apabila stress berlangsung lama dapat
mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap.
9) Penggunaan Estrogen
Estrogen
meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum ada data apakah
peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal
estrogen. MN Bustan menyatakan bahwa
dengan lamanya pemakaian kontrasepsi
estrogen (± 12 tahun berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah
perempuan. Oleh karena hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai
faktor sehingga dari seluruh faktor yang telah disebutkan diatas, faktor mana
yang lebih berperan terhadap timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan
pasti. Oleh karena itu maka pencegahan hipertensi yang antara lain dapat
dilakukan dengan menjalankan gaya hidup sehat menjadi sangat penting.
(Sumber: Sugiharto, 2007).
5.
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi
adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting
enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan
darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di
paru-paru, angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II. Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di
hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan
cara menarik cairan dari bagian intraseluler.
Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan
darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi
aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya
dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini, Waren, et. al. 2009).
6.
Tanda dan Gejala Hipertensi
Pada hipertensi
primer sering tidak menunjukan gejala apapun. Baru timbul gejala setelah adanya
komplikasi pada organ pasien, misalnya : mata, ginjal, otak dan jantung. Gejala
yang dirasakan bergantung pada tingginya tekanan darah. Gejala yang banyak
dirasakan oleh pasien hipertensi primer adalah sakit kepala, mimisan, jantung
berdebar – debar, dan sering buang air kecil dimalam hari. Keluhan yang
seringdirasakan dan dijumpai adalah pusing yang terasa berat pada bagian
tengkuk dan biasanya terjadi pada siang hari. Gejala lain adalah sesak napas,
sulit tidur, mata berkunang – kunang, mudah marah, dan cepat lelah ( Dewi dan
Familia, 2010 : 29 )
Dibawah ini gejala – gejala penyakit
akibat hipertensi sekunder yang disebabkan adanya kerusakan pada organ tubuh:
a. Gejala hipertensi yang dirasakan karena
adanya kelainan ginjal
1)
Sejarah penyakit ginjal yang turun - temurun
2)
Menderita
infeksi saluran kencing
3)
Sering buang air kecil dan merasa haus
4)
Sering
merasakan sakit dibagian pinggang
b.
Gejala hipertensi yang dirasakan karena
feokromositoma
1)
Sakit kepala hebat yang dating secara tiba – tiba
2) Wajah pucat
3) Keringat yang berlebihan
4) Jantung berdebar – debar sangat
kencang
c.
Gejala hipertensi akibat kelebihan hormon tiroid
1) Bola mata menonjol
2) Tremor
(Sumber :
Dewi dan Familia, 2010 : 30).
7.
Pencegahan Hipertensi
a) Diit
sehat dengan mengkonsumsi buah – buahan, sayur, makanan rendah kolesterol, membatasi konsumsi cafein, serta
penuhi kebutuhan kalsium dengan susu.
b) Enjoy your life. Segala sesuatu
permasalahan dalam hidup mencoba untuk menghadapinya dengan tenang dan bersikap
santai. Hindari stress dengan bersantai sejenak dan meninggalkan rutinitas
serta beristirahatlah sejenak setelah melakukan akivitas atau kesibukan
rutinitas.
c) Olahraga
yang teratur. Olahraga dapat melancarkan peredaran darah dan membakar lemak
sehingga tidak kelebihan berat badan.
d) Jaga
berat badan tidak terlalu gemuk, karena kegemukan berpontensi meningkatkan
risiko penyakit hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes.
e) Hindari
dan hentikan kebiasaan merokok yang dapat menyebabkan atherosclerosis (pengerasan dinding pembuluh darah) dan memudahkan
penggumpalan darah.
f) Periksakanlah
tekanan darah secara teratur atau rutin. Tekanan darah yang tinggi bisa membuat
pembuluh darah mengalami tekanan ekstra walaupun tidak menunjukan gejala.
g) Tingkatkan
pengetahuan dengan mengikuti perkembangan informasi tentang kesehatan.
(Sumber : Dewi dan Familia, 2010 :
104).
8.
Penatalaksanaan Hipertensi
a. Pengobatan non farmakologi
1) Diet
rendah garam / kolesterol / lemak jenuh
2)
Melakukan
relaksasi dan olahraga teratur
3) Berhenti
merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
4) Kembali
pada alam yaitu mengkonsumsi buah seperti : mentimun, semangka, seledri,
anggur, bawang putih, mengkudu, cokelat, leci, dan kentang.
5) Elektroakupuntur.
Prinsipnya pada penderita hipertensi yaitu menurunkan hiperaktivitas dari Yang
lever, memperkuat Yin ginjal dan mengurangi lembab serta memperlancar sirkulasi
cairan.
(Sumber : Dewi
dan Familia, 2010 : 84).
b. Pengobatan farmakologi
Obat
antihipertensi digolongkan menjadi 7 golongan yaitu :
1)
Golongan
diuretik
Obat – obat ini dapat bekerja dengan
mengeluarkan natrium melalui urine. Jenis obatnya antara lain :
a)
Tiazid
terdiri dari bendroflumetiazid,klorazid, klortalidon, hidroklorotiazid,
metiklotiazid, indapamid, metolazon dan politiazid. Yang sering
digunakan hidroklorotiazid (HCT) dengan dosis yang dianjurkan adalah 25 – 50
mg, 1- 2x per hari
b)
Loop terdiri dari bumetanid, asam etakrinik,
furosemid dan torsemid. Golongan ini lebih kuat dari golongan tiazid dan di
pakai apabila kurang efektif pada terapi
tiazid atau terdapat gagal ginjal.
c)
Hemat kalium terdiri dari amilorid, eplerenon,
spironilakton dan triamteren
2)
Penghambat
simpatetik
Obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatik dan mencegah
otak mengirim sinyal kepada system saraf untuk meningkatkan denyut jantung dan
menyempiitkan pembuluh darah. Contoh obatnya adalah matildopa, klonidin, dan
reserpin.
3)
Betabloker
Obat jenis ini bekerja dengan
menurunkan daya pompa jantung. Contoh obatnya : metoprolol,
propanolol, dan atenolol.
4) Vasodilator
Obat – obatan jenis ini bekerja
langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh
darah). Obat yang termasuk dalam
golongan ini adalah prasosin dan hidralazin.
5) Penghambat enzim konversi angiotensin
Tipe obat ini bekerja menghambat
pembentukan zat angiotensin II. Contoh obatnya adalah kaptopril.
6) Antagonis kalsium
Obat ini bekerja dengan menurunkan
daya pompa jantung yaitu menghambat kontraktilitas dengan mempengaruhi sel otot yang terdapat
pada dinding pembuluh darah arteri yang memiliki jalur kalium. Contoh obatnya adalah nifedipin,
diltiasem, dan verapamil
7) Penghambat reseptor angiotensin II
Obat ini bekerja dengan menghalangi
penempelan zat angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya
daya pompa jantung. Contoh obat golongan ini adalah candesartan, eprosartan,
losartan, olmesartan, telmisartan dan valsartan (diovan).
(Sumber : Dewi dan Familia, 2010 : 100).
9. Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko
utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke,
gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya
meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak
diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan
hidup sebesar 10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak
terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab
kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai
stroke dan gagal ginjal.
Dengan pendekatan
sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi.
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,
ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard.
Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya
mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat
terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient
Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi
hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya
tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan organ
target serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes melitus. (Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada individu
berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor resiko kardiovaskular yang
penting. Selain itu dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap
20/10 mmHg meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler
sebanyak dua kali (Anggraini, Waren, et. al, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Anggaraini, Ade Dian,
et.al (2009). Faktor –
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat di
Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari sampai Juni 2008. Diakses 20 Februari 2011 : Http://yayanakhyar.wordpress.com
Baike (2003). Hubungan
genetik terhadap penyakit kardiovaskuler. Diakses 20 februari 2011 : http://baike.baidu.com/view/2130696.htm
Corwin, Elizabeth J (2000). Buku Saku Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta
Depkes RI (2011). Epidemologi Penyakit Hipertensi. Diakses 12 April 2011: http: //www.depkes.org.
Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A+Plus Books, Yogyakarta
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2010). The 4th Scientific Meeting on Hypertension. Diakses 20 Desember 2010 : http://www.dinkesjatengprov.go.id
Elsanti, Salma (2009). Panduan Hidup Sehat : Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi, & Serangan Jantung. Araska, Yogyakarta
Ganong, William F (2002). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta
Genecards (2010).
Natriuretik Peptide Prekursor B. Diakses
20 Februari 2011 : http://www.genecards.org/cgi-bin/carddisp.pl?gene=NPPB
Genecards. Natriuretik Peptide Prekursor A (2010). Diakses 20
Februari 2011 : http://www.genecards.org/cgi-bin/carddisp.pl?gene=NPPA
Hani, Luthfi (2010). Pola Makan Penderita Hipertensi. Diakses 02 Februari 2010 : http://www.indonesiapower.co.id/index.php?option=com_conten&view=atikel&id=1302:pola-makan-penderita-hipertensi
Irza, Syukraini (2009). Analisa Faktor – Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung , Sumatera Barat. Diakses 20 februari 2011 : http://repository.usu.ac.id/.
Kita, Dokter (2010). Penyebab Hipertensi.
Diakses 20 Februari 2011 : http://www.totalkesehatananda.com/
Klabunde, Richard
E (2010). Tindakan
Peptides Natriuretik. Diakses
20 Februari 2011 : http://www.cvphysiology.com/Blood%20Pressure/BP017.html
Kowalski, Robert E (2010). Terapi Hipertensi : Program 8 Minggu Menurunkan Tekanan Darah Tinggi dan Mengurangi Risiko Serangan Jantung dan Stroke Secara Alami. Qanita, Bandung
Priyatno, Duwi (2010). Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Media Kom, Yogyakarta
Potter, Patricia A (2005). Buku Fundamental Keperawatan. EGC, Jakarta
Ruhyana (2007). Hipertensi
Penyebab Utama Penyakit Jantung. 2007, Diakses 1 April 2011: http://ruhyana.wordpress.com/2007/06/10/hipertensi-penyebab-utama-penyakit-jantung-2/
Sanif, Edial (2009) .
Hipertensi Pada Wanita.
Diakses 12 Februari 2011 http://www.jantunghipertensi.com/hipertensi/78.html
Scrib (2010). Hipokalemia dan Hipertensi. Diakses 6 Januari 2011 : http://www.scribd.com/doc/24546666/Hipokalemia-Dan-Hipertensi
Sugiharto, Aris (2007). Faktor – Faktor Risiko Hipertensi Grade II
Pada Masyarakat.2007, diakses 21
Maret 2011 : http://eprints.undip.ac.id/16523/1/Aris_Sugiharto.pdf.
UGM, Humas (2009). Cegah Hipertensi dengan
Pola Makan. Diakses 14
Januari 2011 : http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=1003
Wikipedia (2010). Pengertian
Jenis Kelamin. Diakses 21
Maret 2011 : http://id.wikipedia.org/wiki/Jenis_kelamin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar