1.
Pengertian Penemuan Pasien Tuberkulosis
Paru
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,
penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan
langkah pertama dalam kegiatan program penanggualangan TB. Penemuan dan
penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan
dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan
kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat (Depkes RI, 2008 : 13).
2. Strategi Penemuan
a.
Penemuan secara pasif dengan promosi
aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan ;
didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun
masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka TB.
Setiap orang yang datang ke UPK yang
mempunyai tanda dan gejala TB, dianggap sebagai tersangka (suspek) pasien TB,
dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
b.
Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB,
terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang
menujukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
c.
Penemuan secara aktif dari rumah
kerumah, dianggap tidak cost efektif.
3.
Pemeriksaan Dahak
Mikroskopis
Pemeriksaan
dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan
menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk menegakkan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
a.
S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada
saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
b.
P (pagi) : dahak dikumpulkan dirumah
pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan
sendiri kepada petugas UPK.
c.
S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK
pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
4.
Diagnosis TB Paru.
a.
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen
dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi – sewaktu (SPS).
b.
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan
dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB Nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
c.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya
berdasarkan pemeriksaan Foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
d.
Gambaran kelainan radiologik paru tidak
selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
5.
Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak
Mikorokopis TB Paru.
a.
Tuberkulosis paru BTA positif.
1)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA positif
2)
Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3)
Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif dan biakan kuman TB Positif.
4)
Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya
positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA
negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b.
Tuberkulosis paru BTA negatif.
Kriteria Diagnistik TB paru BTA negatif
harus meliputi :
1)
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
2)
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
3)
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
4)
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
6.
Klasifikasi Berdasarkan
Riwayat Pengobatan Sebelumnya.
a.
Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (4 minggu)
b.
Kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberculosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur)
c.
Pengobatan setelah putus berobat
(Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan
putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif
d.
Gagal (Failure) : Adalah pasien yang
hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulan kelima atau lebih selama pengobatan
e.
Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK
yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f.
Lain-lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi
ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus kronik, yaitu pasien dengan
hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
7.
Indikator
Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru
Untuk menilai
kemajuan atau keberhasilan penanggulangan program Penanggulangan TB digunakan
beberapa indikator. Indikator penanggulangan TB secara nasional ada 2 yaitu
Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR) dan Angka keberhasilan
Pengobatan (Succes Rate = SR)
Angka Penemuan
Kasus (Case Detection Rate = CDR) Adalah prosentase jumlah pasien baru BTA
positif yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah pasien baru BTA positif
yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut, CDR menggambarkan cakupan
penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut. Dalam hal ini Target CDR secara Nasional ditetapkan 70%.
Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia
dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu : 1) Wilayah Sumatra adalah 160 per
100.000 penduduk; 2) Wilayah Jawa dan Bali 110 per 100.000 penduduk; 3) Wilayah
Indonesia Timur 210 per 100.000 penduduk.
Khusus untuk propinsi DIY dan Bali adalah 68 per 100.000 penduduk.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Saku Petugas Kesehatan (2008). Pedoman
Nasional Penanggulan Tuberculosis, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar