a. Kepemimpinan
global
Globalisasi adalah terjadinya perubahan
tatanan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, baik ekonomi, politik dan
pemerintahan, sosial dan budaya, hukum, dan lain-lain yang berdampak pada
keadilan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, pemimpin dituntut dapat menjalan
peran dan fungsinya dengan perilaku kepemimpinannya yang mampu memengaruhi dan
menggerakkan bawahan dalam mengantisipasi dan menghadapi tantangan globalisasi (Jahidi, 2013). Kepemimpinan
dapat didefenisikan sebagai proses yang memiliki pengaruh antara pemimpin
dengan individu, kelompok, organisasi, dan komunitas dengan cara memberikan
inspirasi, melibatkan, dan menarik orang lain untuk ikut berpartisipasi dalam
pencapaian suatu tujuan. (Kelly and Tazbir, 2013).
Kepemimpinan memiliki banyak sekali
pengertian. Kepemimpinan merupakan kegiatan mempengaruhi orang lain.
Kepemimpinan merupakan proses untuk mempengaruhi aktivitas kelompok,
kepemimpinan merupakan kemampuan untuk memperoleh kesepakatan atau kepemimpinan
merupakan suatu usaha untuk mengerahkan oranglain mencapai tujuan tertentu.
Namun pada prinsipnya, kepemimpinan adalah berkenaan dengan seseorang
memengaruhi prilaku orang lain untuk suatu tujuan, tetapi bukan berarti setiap
orang yang memengaruhi orang lain disebut pemimpin (Yudiaatmaja, 2013). Kepemimpinan
merupakan kemampuan untuk mempengaruhi dan memotivasi suatu kelompok ke arah
pencapaian tujuan bersama yang lebih baik (Igiriza, 2017).
Kepemimpinan menurut Kadarusman, 2012,
terbagi 3, yaitu :
1) Self
Leadership
Memimpin diri sendiri agar jangan gagal
dalam menjalani hidup.
2) Team
Leadership
Merupakan memimpin orang lain, dan
disini dikenal dengan yang namanya pemimpin kelompok yang memahami apa yang
menjadi tanggung jawab dalam kepemimpinannya, menyelami kondisi bawahannya,
memiliki kesediaan untuk meleburkan diri dengan tuntutan dan konsekuensi dari tanggung
jawab yang dipikulnya, serta memiliki komitmen untuk membawa setiap bawahannya
mengekspolrasi kapasitas dirinya sehingga menghasilkan prestasi tinggi.
3) Organizational
Leadership
Memiliki pemimpin organisasi yang mampu
memahami bisnis perusahaan yang dipimpinnya, membangun visi misi
pengembangannya bisnisnya, kesediaan untuk melebur dengan tuntutan dan
konsekuensi tanggung jawab sosial, serta komitmen yang tinggi untuk menjadikan
perusahaan yang dipimpinnya sebagai pembawa keuntungan bagi komunitas baik
ditingkat lokal, nasional, maupun internasional.
Kepemimpinan dalam keperawatan ini
mengacu kepada pengaruh atau peranan perawat atau usaha perawat dalam
meningkatkan kesehatan klien, baik klien secara individu, keluarga, kelompok,
atau komunitas. Kepemimpinan dalam keperawatan berfungsi dalam menentukan arah
oleh karena itu seorang perawat untuk menjadi pemimpin harus memiliki
kepemimpinan klinis yang kuat dan kemampuan management yang efektif meskipun
tidak menempati posisi manajemen.
b. Karakteristik
Menrut
Levinson, 2006, karakteristik kepemimpinan;
1) Kemampuan
berpikit (thinking)
a) Kemampuan
berpikir abstrak, yaitu mampu membuat konsep, mengorganisasi dan menginterogasi
data yang berbeda ke dalam kerangka referensi yang sama.
b) Toleransi
terhadap ambiguitas, yaitu dapat mengatasi kekacauan sampai mencapai kejelasan
c) Cerdas,
yaitu mempunyai kapasitas tidak hanya abstrak tapi juga kemampuan praktis
d) Membuat
keputusan, yang berarti mengetahui apa yang harus dilakukan
2) Feeling
and Interrelationship
a) Memiliki
otoritas, yaitu mempunyai perasaan bahwa dia memiliki peran sebagai pemimpin
b) Aktif,
yaitu memiliki semangat dalam mengatasi masalah dan kebutuhan organisasi
c) Prestasi,
yaitu orientasi ke arah keberhasilan organisasi dari pada kekuasaan pribadi
d) Kepekaan
e) Keterlibatan,
yaitu melibatkan diri karena berpartisipasisebagai anggota organisasi
f) Matang,
yang berarti mempunyai hubungan yang baik.
g) Kemampuan
berartikulasi dalam membuat impresi atau kesan yang bagus
h) Menyesuaikan
diri dan mengelola stres dengan baik
i)
Memiliki rasa humor yang baik dan tidak
terlalu serius
3) Outward
Behavior characteristic
a) Visi,
yaitu menjelaskan tentang kemajuan dalam kehidupan dan karirnya, sebaik
organisasi dimana dia berada
b) Tekun,
yaitu mampu mengatasi tugas dan melepas dari kesulitan yang dihadapi
c) Integritas,
yaitu memiliki sistem nilai yang sudah terbentuk dengan baik, yang sudah diuji
dalam berbagai cara di masa lalu
d) Tanggung
jawab sosial, yaitu menghargai perlunya untuk mengasumsikan kepemimpinan yang
berkaitan dengan tanggung jawab itu
c. Gaya
kepemimpinan global
Secara
terminologi gaya setara dengan perilaku pemimpin. Gaya adalah cara di mana pemimpin
mempengaruhi bawahan (Luthans, 1977 dalam Saqib Khan et al., 2015). Chung-Hsiung
Fang dkk (2009) dalam Nanjudeswaras & Swamy (2014) mengidentifikasi gaya
kepemimpinan dapat mempengaruhi komitmen
organisasi dan kepuasan kerja secara
positif dan kepuasan kerja magang dapat mempengaruhi komitmen organisasi dan kinerja kerja. Ada
banyak cara untuk memimpin dan setiap pemimpin memiliki gaya tersendiri. Beberapa
gaya umum termasuk otokratis, laissez-faire, demokratis, transformasional dan
transaksional (Marquis & Huston, 2015 dalam Stanhope & Lancaster, 2016).
Gaya yang berbeda diperlukan untuk situasi yang berbeda dan setiap pemimpin perlu
tahu kapan harus memperlihatkan gaya pendekatan khusus.
1. Gaya
Kepemimpinan Otokratis
Gaya kepemimpinan ini sering dianggap sebagai
pendekatan klasik, dimana manajer mempertahankan sebanyak mungkin kekuasaan dan
otoritas pengambilan keputusan (Saqib Khan et al., 2015). Manajer tidak berkonsultasi dengan
karyawan dan karyawan tidak diizinkan memberi masukan apa pun. Karyawan diharapkan mematuhi
perintah tanpa menerima penjelasan apa pun. Motivasi lingkungan dihasilkan dengan menciptakan
serangkaian penghargaan dan hukuman terstruktur. Gaya kepemimpinan ini telah banyak dikritik
selama 30 tahun terakhir. Beberapa penelitian menunjukkan organisasi dengan
banyak pemimpin otokratis memiliki perputaran dan absensi yang lebih tinggi
daripada organisasi lain(Saqib Khan et al., 2015). Studi-studi ini menunjukkan bahwa pemimpin
otokratis:
➢
Mengandalkan ancaman dan hukuman untuk mempengaruhi karyawan
➢ Tidak
mempercayai karyawan
➢ Tidak izinkan
masukan karyawan
➢
Kepemimpinan otokratis tidaklah buruk. Terkadang ini adalah gaya paling efektif
untuk digunakan.
➢ Karyawan
baru yang tidak terlatih yang tidak tahu tugas yang harus dilakukan atau
prosedur mana yang harus diikuti.
➢ Pengawasan
yang efektif hanya dapat diberikan melalui perintah dan instruksi terperinci.
➢ Ada waktu
terbatas untuk membuat keputusan
Gaya
kepemimpinan otokratis tidak boleh digunakan saat:
➢ Karyawan tegang,
takut, atau kesal
➢ Karyawan
berharap agar pendapat mereka didengar
➢ Karyawan
mulai bergantung pada manajer mereka untuk membuat semua keputusan mereka
➢ Terdapat
moral karyawan yang rendah, perputaran dan absensi yang tinggi
Keuntungan Gaya Kepemimpinan Otokratis
➢ Kontrol
yang bagus
➢ Program
tidak terganggu
➢ Hukum:
Hukum perlindungan pemuda
➢ Tidak ada
diskusi panjang
➢ Anggota
kelompok tahu apa yang harus mereka lakukan
➢ Aturan
memberi keamanan
➢ Disiplin
Kekurangan Gaya Kepemimpinan Otokratis
➢ Tidak ada
pengembangan kebebasan memilih
➢ Kurang
inisiatif sendiri (ketakutan, kebencian terhadap anggota lain)
➢ Tidak ada
kepercayaan
➢ Kurang atau
tidak percaya diri
➢ Minat grup
ditekan
➢ Grup tidak
santai
➢ Persaingan
di antara anggota kelompok
➢ Kemampuan
mengkritik ditekan
➢
Independensi kelompok dilemahkan oleh otoritas pemimpin
➢ Talenta
tidak diakui dan karenanya tidak dipromosikan
2. Gaya
Kepemimpinan yang Otoriter
Pemimpin
otoriter, juga dikenal sebagai pemimpin otokratis, memberikan harapan yang
jelas untuk apa yang perlu dilakukan, kapan harus dilakukan, dan bagaimana itu
harus dilakukan (Saqib Khan et al., 2015). Ada juga pembagian yang jelas
antara pemimpin dan pengikut. Pemimpin otoriter membuat keputusan secara mandiri
dengan sedikit atau tanpa masukan dari anggota kelompok lainnya. Para peneliti
menemukan bahwa pengambilan keputusan kurang kreatif di bawah kepemimpinan
otoriter. Penyalahgunaan gaya ini biasanya
dipandang sebagai pengendali, suka memerintah, dan diktator. Kepemimpinan
otoriter paling baik diterapkan pada situasi di mana ada sedikit waktu untuk
pengambilan keputusan kelompok.
3. Gaya
Kepemimpinan Demokratis
Gaya
kepemimpinan demokratis juga disebut gaya partisipatif karena mendorong
karyawan untuk menjadi bagian dari pengambilan keputusan (Saqib Khan et al., 2015). Manajer demokratis membuat
karyawannya selalu mendapat informasi tentang semua hal yang memengaruhi pekerjaan
mereka dan berbagi pengambilan keputusan dan tanggung jawab pemecahan masalah. Gaya
ini menuntut pemimpin untuk menjadi seorang pelatih yang memiliki keputusan
terakhir, tetapi mengumpulkan informasi dari anggota staf sebelum membuat
keputusan. Kepemimpinan demokratis dapat menghasilkan karya berkualitas tinggi
dan kuantitas tinggi untuk jangka waktu yang lama. Banyak karyawan menyukai
kepercayaan yang mereka terima dan tanggapi dengan kerja sama, semangat tim,
dan semangat kerja yang tinggi. Ciri pemimpin demokratis:
·
Mengembangkan rencana untuk membantu karyawan
mengevaluasi kinerja mereka sendiri
·
Memungkinkan karyawan untuk menetapkan tujuan
·
Mendorong karyawan untuk tumbuh di pekerjaan dan
dipromosikan
·
Mengakui dan mendorong pencapaian
·
Seperti gaya lain, gaya demokrasi tidak selalu tepat.
Gaya ini paling berhasil bila digunakan dengan karyawan yang sangat terampil
atau berpengalaman atau ketika menerapkan perubahan operasional atau
menyelesaikan masalah individu atau kelompok.
Kepemimpinan
demokratis tidak boleh digunakan ketika:
·
Tidak ada cukup waktu untuk memasukkan pendapat banyak
orang
·
Lebih mudah dan lebih hemat biaya bagi manajer untuk
membuat keputusan.
·
Manajer merasa terancam oleh jenis kepemimpinan ini.
·
Keselamatan karyawan merupakan masalah penting.
Keuntungan Gaya Kepemimpinan yang Demokratis
➢ Cukup swadaya
➢ Kompromi disepakati
➢ Memotivasi
➢ Berbagai gagasan
➢ Memiliki kepercayaan diri dari anggota kelompok
➢ Memperkuat kepentingan publik
➢ Larangan dipahami
➢ Pemahaman tentang sebagian besar masalah
➢ Kemungkinan untuk tumbuh secara kreatif diberikan
➢ Kebebasan beropini
➢ Hak yang sama
➢ Membuat integrasi orang luar mungkin
Kekurangan gaya kepemimpinan Demokrat
➢
Menghabiskan banyak waktu untuk pemimpin
➢ Sulit bagi
pemimpin
➢ Sangat
bergantung pada usia
➢ Tidak ada
solusi optimal
➢ Banyak
diskusi dapat menjadi membosankan
4.
Gaya Kepemimpinan Laissez-Faire
Gaya
kepemimpinan Laissez-Faire juga dikenal sebagai hands-off¨style di mana manajer menyediakan sedikit atau tidak ada
arahan dan memberi karyawan kebebasan sebanyak mungkin (Saqib Khan et al., 2015). Semua otoritas atau kekuasaan
diberikan kepada karyawan dan mereka harus menentukan tujuan, membuat
keputusan, dan menyelesaikan masalah sendiri. Gaya kepemimpinan ini efektif digunakan
saat:
➢ Karyawan
sangat terampil, berpengalaman, dan terdidik.
Ø Karyawan
memiliki kebanggaan dalam pekerjaan mereka dan dorongan untuk melakukannya
dengan sukses sendiri.
Ø Ahli luar,
seperti staf spesialis atau konsultan digunakan
Ø Karyawan
dapat dipercaya dan berpengalaman.
Gaya ini tidak boleh digunakan saat:
Ø Gaya ini
membuat karyawan merasa tidak aman karena tidak adanya manajer.
Ø Manajer
tidak dapat memberikan umpan balik secara teratur untuk memberi tahu karyawan
seberapa baik kinerja mereka.
Ø Manajer
tidak dapat berterima kasih kepada karyawan atas kerja bagus mereka.
Ø Manajer
tidak memahami tanggung jawabnya dan berharap karyawan dapat melindunginya
Keuntungan Gaya
Kepemimpinan Laissez-faire
➢ Kebebasan
memilih
➢ Tidak ada
beban pada anggota tim
➢ Terkadang:
independen
➢ Pemimpin
grup sangat membutuhkan waktu persiapan
➢ Ada banyak
kebebasan
➢ Struktur
sosial sendiri
Ø Kurangnya
peluang pemimpin menjadi tidak populer
Kerugian Gaya Kepemimpinan
Laissez-faire
➢ Minoritas
yang tidak puas
➢ Toleransi
antara anggota grup dihancurkan
➢
Penyalahgunaan aturan
➢ Anggota tim
tidak lagi dianggap serius
➢ Anggota
yang lemah menahan diri
➢ Pengunduran
diri
➢ Bahaya
cedera yang tinggi terhadap hukum pengawasan.
5.
Gaya Kepemimpinan Birokratis
Kepemimpinan
birokrasi adalah tempat manajer mengelola "dengan buku" segala
sesuatu harus dilakukan sesuai prosedur atau kebijakan (Saqib Khan et al., 2015). Jika tidak dicakup oleh buku,
manajer mengacu pada tingkat berikutnya di atas dia. Manajer benar-benar lebih
dari seorang perwira polisi daripada seorang pemimpin. Dia menegakkan aturan.
Gaya ini bisa efektif ketika:
➢ Karyawan
sedang melakukan tugas rutin berulang kali.
➢ Karyawan
perlu memahami standar atau prosedur tertentu.
➢ Karyawan
bekerja dengan peralatan yang berbahaya atau rumit yang membutuhkan serangkaian
prosedur tertentu mengoperasikan.
➢ Pelatihan
keamanan atau keamanan sedang dilakukan.
➢ Karyawan
sedang melakukan tugas yang membutuhkan penanganan uang tunai.
Gaya ini tidak efektif ketika:
➢ Bentuk
kebiasaan kerja yang sulit dihilangkan, terutama jika tidak berguna lagi.
➢ Karyawan
kehilangan minat mereka dalam pekerjaan mereka dan rekan kerja mereka.
➢ Karyawan
hanya melakukan apa yang diharapkan dari mereka dan tidak lebih.
6.
Gaya
Kepemimpinan Transformasional
Bass &
Avolio (1993) dalam Nanjudeswaras &
Swamy (2014) membagi gaya kepemimpinan menjadi kepemimpinan transformasional dan
kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transformasional dimaknai sebagai
kepemimpinan yang melibatkan perubahan organisasi (Bass, 1985 dalam Hasanati,
2012).
Gaya kepemimpinan transformasional menghargai nilai dan ideal karyawan,
memotivasi mereka untuk menempatkan kepentingan organisasi di tempat pertama, dan
mendorong mereka untuk mencapai keadaan diri terbaik (Burns, 1978 dalam Xie et al., 2018). Gaya kepemimpinan transformasional membantu karyawan
mencapai tingkat permintaan yang lebih tinggi dan membangun suasana kepercayaan
antara pemimpin dan anggota tim.
memotivasi mereka untuk menempatkan kepentingan organisasi di tempat pertama, dan
mendorong mereka untuk mencapai keadaan diri terbaik (Burns, 1978 dalam Xie et al., 2018). Gaya kepemimpinan transformasional membantu karyawan
mencapai tingkat permintaan yang lebih tinggi dan membangun suasana kepercayaan
antara pemimpin dan anggota tim.
Kepemimpinan
transformasional terjadi ketika pemimpin menjadi lebih luas dan menjunjung
tinggi kepentingan karyawan, setelah mereka menghasilkan kesadaran dan
penerimaan untuk tujuan dan penugasan kelompok, jadi ketika mereka memadukan
karyawan untuk tampil bukan untuk kepentingan diri mereka sendiri tetapi untuk
kebaikan kelompok, pemimpin transformasional mendorong bawahan untuk melihat
masalah dari perspektif baru, memberikan dukungan dan dorongan mengkomunikasikan
suatu visi, menstimulasi emosi dan identifikasi (Nanjundeswaras & Swamy, 2014). Bruce dkk (1995) dalam
Nanjudeswaras & Swamy (2014) mengatakan kepemimpinan transformasional dapat
mendefinisikan dan mengartikulasikan visi untuk organisasi mereka dan gaya
kepemimpinan mereka dapat mempengaruhi atau
"mengubah" variabel tingkat individu seperti meningkatkan motivasi
dan variabel tingkat organisasi, seperti
menengahi konflik antar kelompok atau tim. Kepemimpinan transformasional
yang diungkapkan telah aktif mempengaruhi hasil individu dan organisasi seperti
itu sebagai kepuasan dan kinerja karyawan. Tingkat yang lebih tinggi kepemimpinan
transformasional dikaitkan dengan lebih tinggi
tingkat potensi kelompok.
Menurut Bass
dkk (1990) dalam Gopal, Rima, & Chowdhury (2014) seorang pemimpin dapat
mentransformasikan bawahannya melalui empat cara:
1.
Idealized Influence (kharisma): mempunyai
pengetahuan yang luas dibindangnya, membangkitkan kepercayaan dan memberi teladan
dalam hal sikap, perilaku, prestasi maupun komitme kepada bawahannya.
2.
Inspirational Motivation:
menantang dan memberikan inspirasi pada bawahan dengan melatih kepekaan dan menciptakan kegembiraan dalam
menyelesaikan pekerjaannya, membangkitkan semangat, optimisme
3.
Intellectual Stimulation: mendorong bahwan memunculkan ide-ide baru dan
inovatif atas masalah yang dihadapi
4.
Individualized
Consideration: memberikan perhatian sesuai dengan kebutuhan
individu untuk berprestasi dan berkembang.
Pemimpin yang menerpakan gaya transformasional akan
membawa dampak positif bak untuk organisasi maupun pengikutnya. Iklim dan
akibat yang diperoleh bawahanadalah meningkat motivasi kerja, antusiasme,
komitmen, kepuasan kerja, kesejahteraan, dan kesehatan.
7.
Gaya
Kepemimpinan Transaksional
Berbeda
dengan kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional melibatkan
suatu proses pertukaran (exchange
proccess) antara di mana para bawahan mendapatkan imbalan yang segera dan
nyata untuk melakukan perintah-perintah pemimpin (Bass, 1985 dalam Hasanati, 2012). Burn (1978) menerangkan
keterkaitan antara konsep kepemimpinan transformasional-transaksional dengan
teori tingkat kebutuhan dari Maslow, dijelaskan bahwa kebutuhan karyawan level
rendah seperti kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, dan diterima oleh orang
lain dipenuhi dengan kepemimpinan transaksional, sedang untuk memenuhi
kebutuhan karyawan dengan level lebih tinggi yaitu harga diri dan aktualisasi
diri hanya bisa dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan transformasional (Hasanati,
2012).
Pemimpin
transaksional pertama akan memvalidasi hubungan antara kinerja dan hadiah dan
kemudian menukarkannya dengan tanggapan yang tepat yang mendorong bawahan untuk
meningkatkan kinerja (Nanjundeswaras & Swamy, 2014). Pemimpin transaksional cenderung
fokus pada tugas penyelesaian dan kepatuhan karyawan dan para pemimpin ini sangat
bergantung pada penghargaan organisasi dan
hukuman untuk mempengaruhi kinerja karyawan. Berbagai identifikasi jenis
perilaku yang melekat pada kepemimpinan transaksional (Gopal et al., 2014; Xie et al., 2018) :
1)
Contingen
Reward : Bawahan menerima hadiah untuk
kinerja yang baik.
2)
Management
by Exception (Active) : Bawahan dimonitor dan kemudian dikoreksi jika perlu
untuk mereka tampil efektif
3)
Management
by Exception (Passive) : Bawahan menerima hukuman kontingen sebagai respons
jika standar kinerja tidak tercapai
a. Apa
kepemimpinan komunitas
Robbins
dan Coulter (2018) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi
anggota kelompok untuk mencapai tujuan. Demikian pula, kepemimpinan merupakan
proses mempengaruhi antara pemimpin dan individu, kelompok, organisasi,
komunitas, atau masyarakat dengan menginspirasi, mencerahkan, dan melibatkan
orang lain untuk berpartisipasi dalam pencapaian tujuan (Stanhope &
Lancaster, 2016). Pemimpin dalam masyarakat merupakan agen perubahan yang dapat
menciptakan kohesi dan pengaruh positif terhadap budaya organisasi melalui
perilaku dan praktik kepemimpinan yang dilakukan (Marcellino de Melo Lanzoni, Hörner Schlindwein
Meirelles, & Cummings, 2016). (The University of Cambridge Insitute for
Sustainability Leadership, 2017)
Sementara
kepemimpinan di semua domain berbagi beberapa kesamaan, kepemimpinan komunitas adalah
khas, karena kepemimpinan dalam domain komunitas beroperasi di bawah struktur
atau tujuan yang berbeda dari organisasi atau individu tertentu. Apa yang
membuat Kepemimpinan masyarakat yang khas adalah bahwa pemimpin komunitas tidak
dapat hanya mengandalkan kekuasaan
dan
otoritas formal untuk menyelesaikan sesuatu. Sebaliknya, seperti Pigg (1999)
menyampaikan, komunitas pemimpin harus bergantung pada jaringan dan pengaruh,
dan khususnya hubungan yang dikembangkan melalui interaksi ekstensif dalam
komunitas. Ini diklasifikasikan oleh sosiolog sebagai pendekatan interaksional,
dan secara khusus berfokus pada hubungan individu atau kelompok-kelompok yang
terlibat dalam suatu urutan tindakan, seringkali dalam konteks tertentu
(Fanelli, 1956). Wilkinson (1986)
mendefinisikan kepemimpinan
sebagai
tindakan yang dilakukan oleh individu yang membuat kontribusi khusus dan khusus
untuk aksi komunitas. Bonjean (1963) menyamakan reputasi dengan kepemimpinan
dan didefinisikan pemimpin sebagai anggota komunitas yang paling kuat dan
berpengaruh. Angell (1951) struktur kepemimpinan bergambar dengan
mengidentifikasi enam komponen yang berbeda dari interaksi dalam kepemimpinan
masyarakat: karakteristik pemimpin pada saat induksi ke kepemimpinan,
representasi kelompok dalam populasi, tingkat kepemimpinan kelompok di-tumbuh,
hubungan dengan populasi umum, hubungan di antara para pemimpin, dan teknik
kepemimpinan.
Salah
satu definisi kepemimpinan komunitas saat ini berasal dari Goeppinger (2002)
yang memandangnya sebagai proses interaktif antara individu dalam lokasi umum. Menurut
Gibb (1948), tiga prinsip terpenting dalam mendefinisikan kepemimpinan
1.
Relativitas terhadap situasi - bahwa ada masalah umum dan tujuan kelompok;
2.
Termasuk bekerja menuju beberapa tujuan obyektif; dan
3.
Menjadi proses rangsangan bersama - fenomena interaktif di mana
sikap,
cita-cita, dan aspirasi para pengikut memainkan peran penting dalam
menentukan
pemimpin.
Kepemimpinan masyarakat adalah
strategi penting yang memungkinkan masyarakat untuk menanggapi proyek
pengembangan masyarakat melalui partisipasi aktif dan mengambil tanggung jawab (Ricketts, 2005).
Kepemimpinan
masyarakat berbeda dari gagasan klasik kepemimpinan adalah "tentang"
pemimpin "yang meminta, membujuk, dan mempengaruhi 'pengikut'.
Kepemimpinan masyarakat biasanya kurang hierarkis, pemimpin informal,
non-terpilih dan sering didasarkan pada tindakan sukarela (serta bertindak
sebagai simbol untuk perubahan. Kepemimpinan harus dilihat tidak hanya sebagai
posisi dan otoritas tetapi juga sebagai yang muncul, interaktif dinamis (Martiskainen, 2017). Pemimpin dalam
komunitas harus memiliki pemahaman yang jelas dalam menetapkan prioritas dan
menjalin kerjasama yang baik di dalam maupun dil luar organisasi yang
diinginkan dan memiliki dampak pada pra syarat untuk perawatan (Bondas, 2006).
Kepemimpinan
keperawatan komunitas diperlukan untuk memastikan keseimbangan antara perawatan
akut jangka pendek di masyarakat dan penyediaan perawatan kesehatan primer yang
holistik sehingga tercipta keseimbangan antara kepedulian pasien, ramah
keluarga, dan ketertarikan masyarakat serta efektif secara ekonomis (Bondas, 2006; Kemp, Harris, & Comino, 2005). Kepemimpinan
dalam masyarakat harus mampu untuk menilai kebutuhan dan tren dengan cepat,
menggunakan semua data dan sumber informasi yang tersedia, kemudian
dikembangkan tindakan inovatif, merencanakan dan mengevaluasi hasil menggunakan
sistem pemantauan kualitas (Stanhope & Lancaster, 2016).
b.
Apa
karakteristik dan alasan kepemimpinan di komunitas memerlukan karakteristik
perilaku kepemimpinan
·
Karakteristik perilaku kepemimpinan di
komunitas
Kepemimpinan dilihat sebagai
kemampuan untuk memengaruhi, kualitas yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin
dalam keperawatan komunitas adalah integritas, keberanian, inisiatif, energi,
optimisme, ketekunan, keseimbangan, kemampuan untuk menangani stres dan
kesadaran diri. Pencapaian kualitas kepemimpinan yang efektif dalam keperawatan
komunitas memerlukan perilaku kepemimpinan yang efektif. Berikut adalah
beberapa karakteristik perilaku kepemimpinan perawat di komunitas (Whitebead, Weiss, & Tappen, 2010):
a. Menetapkan
prioritas.
Merencanakan perawatan untuk
kelompok klien atau pengaturan rencana strategis organisasi. Pemimpin Anda perlu
mengingat tiga hal dari prioritas yaitu mengevaluasi, mengeliminasi dan
mengestimasi.
b. Berpikir
kritis.
Berpikir kritis adalah berpikir hati-hati,
menganalisis segala sesuatu dalam mencapai keputusan tentang apa yang harus
dipercaya atau apa yang harus dilakukan. Inti dari pemikiran kritis adalah menumbuhkan
keinginan untuk bertanya dan menjadi terbuka terhadap ide-ide baru, serta cara-cara
baru untuk melakukan sesuatu. Untuk menghindari asumsi dan bias dari pemimpin dan
orang lain, tanyakan pada diri sendiri “Apakah saya memiliki informasi yang
saya butuhkan? Apakah ini akurat? Apakah saya memprediksikan situasi?”.
c. Menyelesaikan
masalah.
Kepemimpinan yang efektif terjadi
saat pemimpin membantu orang untuk mengidentifikasi masalah dan bekerja melalui
proses pemecahan masalah dengan menemukan solusi yang masuk akal.
d. Menghormati
individu.
Masing-masing individu memiliki
perbedaan keinginan dan kebutuhan. Misalnya, sebagian orang ingin nilai imbalan
psikologis yang lebih dominan; orang lain lebih senang mendapatkan gaji yang
layak. Tidak ada yang salah dengan salah satu dari sudut pandang ini. Pemimpin
yang efektif menerima perbedaan-perbedaan ini pada orang dan membantu mereka temukan
imbalan dalam pekerjaan mereka yang berarti untuk mereka.
e. Terampil
dalam komunikasi.
Terdiri dari mendengarkan orang
lain, mendorong pertukaran informasi dan memberikan umpan balik.
f. Mengomunikasikan
visi untuk masa depan.
Pemimpin yang efektif memiliki visi
untuk masa depan. Mengkomunikasikan visi ini kepada kelompok dan melibatkan
semua orang dalam bekerja menuju visi dapat menciptakan inspirasi yang membuat
orang terus melangkah maju ketika hal-hal menjadi sulit. Bahkan lebih baik,
visi yang dirumuskan tidak hanya memuaskan bagi karyawan tetapi juga memiliki
potensi yang kreatif dan inovatif. Visi ini adalah visi yang membantu membuat
pekerjaan menjadi berarti.
g. Mengembangkan
diri sendiri dan orang lain.
Belajar tidak hanya berhenti di
sekolah. PaPerawat berpengalaman mengatakan bahwa sekolah hanyalah permulaan, sekolah
itu hanya mempersiapkan seseorang untuk terus belajar. Pemimpin yang efektif tidak
hanya terus belajar tetapi juga mendorong yang lain melakukan hal yang sama.
Terkadang, pemimpin berfungsi sebagai guru. Di sisi lain, peran mereka terutama
untuk mendorong dan membimbing orang lain untuk mencari lebih banyak
pengetahuan (Whitebead et al., 2010).
·
Alasan mengapa keperawatan komunitas
memerlukan karakteristik perilaku kepemimpinan
Pemimpin keperawatan komunitas
bekerja sama dengan sejawat ataupun tenaga kesehatan lain serta masyarakat
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Perawat komunitas juga bertanggung
jawab pada populasi rentan dan risiko tinggi yang memerlukan perhatian lebih
banyak dalam hal pemeliharaan status kesehatan. Maka dari itu, pemimpin dalam
keperawatan komunitas harus dapat berpartisipasi dalam menyusun peraturan
publik dan organisasi, menyusun program promosi kesehatan serta lingkungan
hidup dan mampu bekerja sama secara interprofesional (Stanhope & Lancaster, 2016). Perilaku
kepemimpinan yang efektif seperti yang telah dijelaskan di atas sangat
diperlukan karena perawat yang memimpin di komunitas tidak hanya bekerja dengan
tim perawat saja, tetapi juga dengan tenaga kesehatan lain, masyarakat serta
pemangku kebijakan. Hal ini juga disebutkan oleh Cameron, Harbison, Lambert, & Dickson (2012) bahwa keperawatan
komunitas di Britania Raya (Inggris) telah pindah dari struktur datar praktisi
spesialis ke multidisiplin yang lebih bervariasi berbagai tingkatan, baik yang
terdaftar maupun tidak terdaftar. Meningkatnya kompleksitas tim, struktur
organisasi dan laju perubahan menimbulkan tantangan dalam membangun kepemimpinan
perawatan yang efektif, dan kepemimpinan klinis dalam keperawatan komunitas.
Selain itu, karakteristik kepemimpinan yang efektif juga berpengaruh pada
kesehatan klien. Hal ini dijelaskan oleh Holm & Severinsson (2014) bahwa salah
satu keunggulan dari perawatan berbasis komunitas untuk lansia adalah
memungkinkan lansia untuk mendapatkan kembali atau mempertahankan tingkat
kemandirian dan kesejahteraannya. Kepemimpinan dan manajemen keperawatan yang
efektif dapat meningkatkan hasil perawatan lansia yang lebih baik di komunitas.
Karakteristik kepemimpinan yang
baik sangat diperlukan oleh pemimpin keperawatan komunitas yang sesuai dengan
definisi kepemimpinan keperawatan dengan tujuan untuk memengaruhi perawat dalam
melaksanakan perannya dalam meningkatkan derajat kesehatan individu, keluarga,
kelompok dan komunitas sehingga derajat kesehatan masyarakat optimal.
c. Gaya
kepemimpinan apa yang tepat dipilih di komunitas, jelaskan alasannya.
Setiap
pemimpin di dalam keperawatan komunitas mengembangkan gaya kepemimpinan mereka
sendiri. Gaya kepemimpinan yang diterapkan di keperawatan komunitas harus dapat
diadaptasikan dan dapat digunakan dalam berbagai situasi untuk mencapai hasil
yang maksimal. Gaya Kepemimpinan di dalam keperawatan cukup bervariasi,
diantaranya yaitu otoriter, lasissez-faire, demokrasi, transformasi, dan
transaksional (Marquis & Huston, 2015). Adams (2010) menyebutkan bahwa gaya
kepemimpinan dibagi berdasarkan tingkat yang berbeda sesuai dengan tanggung
jawab perawat komunitas sebagai tenaga professional. Terdapat 3 struktur
tanggung jawab perawat dalam kepemimpinan di komunitas, yaitu tanggung jawab
kepada klien (sebagai klien yang bertemu dengan klinisian), tanggung jawab
kepada klinisian spesialis, dan tanggung jawab kepada perawat komunitas
spesialis (sebagai direktur kunjungan kesehatan).
1. Perawat
Bertanggung Jawab kepada Klien
Dalam
peran ini, perawat menggunakan gaya kepemimpinan otoriter, demokrasi, dan
transformasional. Melalui gaya kepemimpinan otoriter, perawat yang turun
langsung ke klien memiliki otoritas dan otonomi untuk memimpin dan memberikan
layanan atas nama klien dengan tetap memperhatikan kebutuhan masing-masing
individu. Selain itu, perawat pada peran ini juga dapat menerapkan gaya
kepemimpinan demokratis, seperti bekerja sama dengan spesialis klinis atau
bidang keilmuan lain untuk membangun layanan inovatif baru, mengumpulkan data,
dan menunjukkan hasil dari kegiatan yang telah dilakukan. Sedangkan gaya
transformasional dilakukan jika perawat tersebut juga berperan sebagai pemimpin
tim, perawat harus mampu memimpin tim secara bercampur, memastikan efektivitas,
dan memberikan hasil sesuai dengan standar pelaporan yang ada (Adams, 2010; Saqib Khan et al., 2015).
2. Perawat
Bertanggung Jawab kepada Klinisian Spesialis
Dalam peran perawat
bertanggung jawab kepada klinisian, perawat menggunakan gaya kepemimpinan
otoriter, demokratis, dan transformasional. Masing-masing gaya kepemimpinan
digunakan dalam tugas yang berbeda. Gaya kepemimpinan otoriter pada peran
penanggung jawab kepada klinisian digambarkan bahwa perawat komunitas memiliki
otoritas dan otonomi untuk memberikan dukungan profesional, pengawasan klinis,
dan bimbingan kepada rekan-rekan perawat komunitas lain yang terjun langsung
kepada masyarakat (Masterson & Gough, 2010; Adams, 2010; Saqib Khan et al., 2015).
Pada gaya kepemimpinan
demokrratis, hal yang dilakukan oleh perawat komunitas berkaitan dengan peran
penanggung jawab kepada klinisian spesialis diantaranya yaitu menentukan
pendidikan dan pelatihan perawat komunitas yang turun ke masyarakat, mendukung
pengembangan dan evaluasi layanan perawat komunitas, dan memastikan bahwa
seluruh praktik yang dilakukan adalah berdasarkan pada evidence based practice (Adams, 2010). Selian itu, dengan gaya
transformasional, perawat komunitas dapat terus mengupayakan layanan kesehatan
terbaik, mengembangkan mekanisme untuk mensosialisasikan keberhasilan melalui
publikasi maupun konferensi dengan dukungan penggunaan teknologi informasi.
Gaya trasformasi juga memungkinkan perawat komunitas untuk merangkul
kepemimpinan tim, baik di kementerian kesehatan atau organisasi-organisasi non
pemerintah, misalnya dalam kasus perawat komunitas yang bekerja dengan staf NGO
TB Care (Masterson & Gough, 2010; Adams, 2010).
3. Perawat
Bertanggung Jawab kepada Perawat Komunitas di Jenjang Direktur
Dalam
peran penanggung jawab di jajaran direksi, perawat komunitas berperan sebagai
pemimpin paling senior dari layanan keperawatan dan kunjungan kesehatan, posisi
ini setara dengan direktur yang berada di dewan komisi konsorsium (The Prime
Minister’s Commission on the Future Nursing and Midwifery, 2010). Sebagai
bagian dari direksi, perawat komunitas memastikan bahwa layanan mencerminkan
kebutuhan holistik, tidak hanya berfokus pada kondisi medis dan perawatan medis
yang diberikan perawat. Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam peran ini adalah
demokrasi, transformasional, dan laissez-faire.
Gaya
kepemimpinan demokrasi di dalam peran ini ditunjukkan perawat komunitas dengan
cara menjadi pemimpin yang inspiratif serta mendukung pengembangan keterampilan
kepemimpinan untuk jajaran di bawahnya. Pada saat yang sama, perawat komunitas
harus bertindak sebagai advokat di tingkat anggota dewan dengan membawa
aspirasi dari para professional kesehatan dan klien di masyarakat serta bekerja
bersama komisaris layanan dan prospek klinis (The Prime Minister’s Commission
on the Future Nursing and Midwifery, 2010; Adams, 2010).
Gaya
kepemimpinan transformasional di dalam peran penanggug jawab di jenjang direksi
dilakukan dengan cara memastikan bahwa risiko masalah kesehatan telah dikelola
dengan tepat, kualitas layanan kesehatan terjamin, dan hasil yang telah dicapai
disampaikan dengan baik. Tujuan keseluruhan perawat komunitas pada bagian ini adalah
membangun kapasitas kepemimpinan dan kemampuan tenaga kerja seluruh perawat di
dalamnya.( The Prime Minister’s Commission on the Future Nursing and Midwifery,
2010) Kesuksesan dalam peran ini dapat terlihat pada perawat yang memiliki visi
yang jelas, mampu mengelola kompleksitas, mengambil pendekatan dari bawah ke
atas, mampu berkomunikasi, serta mampu mendengarkan perawat lain yang berada di
garis depan (Adams, 2010). Setelah program pengembangan pelayanan tercapai,
para direktur keperawatan harus memastikan mekanisme komunikasi
diimplementasikan untuk dialog reguler dengan perawat yang memberikan layanan,
serta memfasilitasi dan memotivasi perawat klinis spesialis untuk merangkul
tanggung jawab kepemimpinan mereka sendiri (Masterson dan Gough, 2010).
Keberhasilan
kepemimpinan pada tingkat ini terlihat pada kemampuan perawat yang berada di
bawah kepemimpinannya untuk menerapkan gaya kepemimpinan laissez-faire.
Pada tingkat apapun di masyarakat, perawat komunitas diharapkan mampu menggunakan
kapasitas dan kemampuan profesional mereka untuk memberikan hasil yang efiesien
biaya dan secara mandiri menentukan kegiatan mereka (Adams, 2010; Masterson dan
Gough, 2010).
Daftar Pustaka
Adams,
C (2010). What Leadership Skills Will Community Nurses Need to Improve Outcomes
in the New NHS. Nursing Times, Vol
106 No. 48
Masterson,
A. & Gough, P. (2010). Adaptable leaders are crucial to the new NHS. Nursing Times; 106: 34, 23
Saqib
Khan, M., Khan, I., Afaq Qureshi, Q., Muhammad Ismail, H., Rauf, H., Latif, A.,
& Tahir, M. (2015). The Styles of Leadership: A Critical Review. Public
Policy and Administration Research, 5(3), 2225–2972.
The Prime
Minister’s Commission on the Future of Nursing and Midwifery. (2010). Front
Line Care: the Future of Nursing and Midwifery in England. Report of the Prime Minister’s Commission on the Future of Nursing and
Midwifery in England 2010. London: DH. http://tryurl.com/PM-commision
Bondas, T. (2006). Paths to nursing leadership. Journal
of Nursing Management, 14(5), 332–339.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2934.2006.00620.x
Cameron, S., Harbison, J., Lambert, V., & Dickson, C. (2012).
Exploring leadership in community nursing teams. Journal of Advanced Nursing,
68(7), 1469–1481. https://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2011.05869.x
Holm, A. L., & Severinsson, E. (2014). Effective nursing leadership of
older persons in the community - A systematic review. Journal of Nursing
Management, 22(2), 211–224. https://doi.org/10.1111/jonm.12076
Kemp, L. A., Harris, E., & Comino, E. J. (2005). Changes in community
nursing in Australia: 1995-2000. Journal of Advanced Nursing, 49(3),
307–314. https://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2004.03289.x
Marcellino de Melo Lanzoni, G., Hörner Schlindwein Meirelles, B., &
Cummings, G. (2016). Nurse Leadership Practices In Primary Health Care : A
Grounded Theory, 25(4), 1–9.
https://doi.org/10.1590/0104-07072016004190015
Martiskainen, M. (2017). The role of community leadership in the
development of grassroots innovations. Environmental Innovation and Societal
Transitions, 22, 78–89. https://doi.org/10.1016/j.eist.2016.05.002
Ricketts, K. G. (2005). The importance of community leadership to
successful rural communities in Florida. Dissertation Abstracts
International Section A: Humanities and Social Sciences, 66(6–A),
2070. Retrieved from
http://ovidsp.ovid.com/ovidweb.cgi?T=JS&PAGE=reference&D=psyc4&NEWS=N&AN=2005-99023-020
The University of Cambridge Insitute for Sustainability Leadership.
(2017). Global Definitions of Leadership and Theories of Leadership
Developement: Literature Review. A Report Commissioned by the British
Council. Retrieved from
https://www.cisl.cam.ac.uk/publications/publication-pdfs/Global-Definitions-Leadership-Theories-Leadership-Development.pdf
Whitebead, D. K., Weiss, S. A., & Tappen, R. M. (2010). Essentials
of nursing leadership and management (5th ed.). Philadelphia: F.A Davis
Company.
Stanhope, M.
& Lancaster, J. (2016). Public health nursing: Population centered
health care in the community. St. Louis Missouri: Elsevier Inc.
Bondas, T. (2006). Paths to nursing leadership. Journal
of Nursing Management, 14(5), 332–339.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2934.2006.00620.x
Cameron, S., Harbison, J., Lambert, V., & Dickson, C. (2012).
Exploring leadership in community nursing teams. Journal of Advanced Nursing,
68(7), 1469–1481. https://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2011.05869.x
Holm, A. L., & Severinsson, E. (2014). Effective nursing leadership of
older persons in the community - A systematic review. Journal of Nursing
Management, 22(2), 211–224. https://doi.org/10.1111/jonm.12076
Kemp, L. A., Harris, E., & Comino, E. J. (2005). Changes in community
nursing in Australia: 1995-2000. Journal of Advanced Nursing, 49(3),
307–314. https://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2004.03289.x
Marcellino de Melo Lanzoni, G., Hörner Schlindwein Meirelles, B., &
Cummings, G. (2016). Nurse Leadership Practices In Primary Health Care : A
Grounded Theory, 25(4), 1–9.
https://doi.org/10.1590/0104-07072016004190015
Martiskainen, M. (2017). The role of community leadership in the
development of grassroots innovations. Environmental Innovation and Societal
Transitions, 22, 78–89. https://doi.org/10.1016/j.eist.2016.05.002
Ricketts, K. G. (2005). The importance of community leadership to
successful rural communities in Florida. Dissertation Abstracts
International Section A: Humanities and Social Sciences, 66(6–A),
2070. Retrieved from http://ovidsp.ovid.com/ovidweb.cgi?T=JS&PAGE=reference&D=psyc4&NEWS=N&AN=2005-99023-020
The University of Cambridge Insitute for Sustainability Leadership.
(2017). Global Definitions of Leadership and Theories of Leadership
Developement: Literature Review. A Report Commissioned by the British
Council. Retrieved from
https://www.cisl.cam.ac.uk/publications/publication-pdfs/Global-Definitions-Leadership-Theories-Leadership-Development.pdf
Whitebead, D. K., Weiss, S. A., & Tappen, R. M. (2010). Essentials
of nursing leadership and management (5th ed.). Philadelphia: F.A Davis
Company.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar