Tindakan Keperawatan preoperatif
1.
Pengertian
Tindakan
keperawatan adalah setiap terapi perawatan langsung yang dilakukan perawat
untuk kepentingan klien, terapi tersebut termasuk terapi yang dilakukan perawat
berdasarkan diagnosis keperawatan, pengobatan yang dilakukan dokter berdasarkan
diagnosis medis, dan melakukan fungsi penting sehari – hari untuk klien yang
tidak dapat melakukannya ( Mc. Closkey dan Bulechek 1992 ) yang dikutip Barbara
J. G ( 2008 ).
Tindakan
keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam
rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan
untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun
pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat diperlukan karena
kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari kesuksesan persiapan
yang dilakukan selama tahap persiapan. Kesalahan yang dilakukan pada saat
tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap
selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara masing-masing komponen
yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal, yaitu kesembuhan
pasien secara paripurna ( Rothrock, 1999 ). Pengakajian secara integral dari
fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan
untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
2. Persiapan Klien di Unit Perawatan
a.
Persiapan Fisik
Persiapan
fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu
persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai persiapan
fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut Brunner
& Suddarth ( 2002 ), antara lain :
1)
Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum
dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara
umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu,
riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status
hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan
hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien
harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien
tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang
memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita
tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
2)
Status Nutrisi
Kebutuhan
nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit
trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan.
Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi
pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah
sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi,
dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan
penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis
yang bisa mengakibatkan kematian.
3)
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance
cairan perlu diperhatikan dalam
kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum
harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan
pemeriksaan di antaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l),
kadar kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 –
1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal.
Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit
obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan
dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria,
insufisiensi renal akut, dan nefritis akut, maka operasi harus ditunda menunggu
perbaikan fungsi ginjal, kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
4)
Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu.
Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan
dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement.
Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai
pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk
menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari
kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi
pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan operasi CITO (segera),
seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan lambung dapat
dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
5)
Pencukuran daerah operasi
Pencukuran
pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah
yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan
perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak
memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada
lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati
jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien
diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daerah
yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan
dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran
jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi,
herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur,
dan hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada
lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
6) Personal
Hygine
Kebersihan
tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor
dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang
dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi
sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika
pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka
perawat akan memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
7)
Pengosongan kandung kemih
Pengosongan
kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi
balance cairan.
8)
Latihan Pra Operasi
Berbagai
latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting
sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti :
nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan
yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain:
a)
Latihan Nafas Dalam
Latihan
nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah
operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu
beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu
teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah
anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan
benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut : Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah
duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
Letakkan tangan di atas perut, hirup udara sebanyak-banyaknya dengan
menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat. Tahan
nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara
perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut. Lakukan
hal ini berulang kali (15 kali). Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
b)
Latihan Batuk Efektif
Latihan
batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami
operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat
bantu nafas selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga ketika sadar pasien akan
mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir
kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien
setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien dapat
dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
Pasien
condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan
melintang di atas incisi sebagai bebat ketika batuk. Kemudian pasien nafas
dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
Segera
lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk
dengan mengandalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada
tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya
terhadap incisi. Ulangi lagi sesuai kebutuhan. Jika selama batuk daerah operasi
terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau
gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati
sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.
c)
Latihan Gerak Sendi
Latihan
gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi,
pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk
mempercepat proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai
pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien
yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau
takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena
justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih
cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir
pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya
dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis
vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada
perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan
perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun
kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta
melakukan secara mandiri.
Status
kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan
mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukung dan mempengaruhi
proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi
proses pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan dapat mengakibatkan
komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah
penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan/operasi.
b.
Persiapan Penunjang
Persiapan
penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak
mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi,
laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.
Sebelum
dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter
melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga
dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah
memutuskan bahwa pasien harus operasi maka dokter anestesi berperan untuk
menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter
anestesi juga memerlukan berbagai macam pemeriksaan laboratorium terutama
pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting
time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil
pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Berbagai
jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum operasi
(tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung pada
jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang
yang dilakukan pada pasien preoperasi antara lain :
1)
Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang
(daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized
Tomography Scan) , MRI (Magnetic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram,
Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro
Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
2)
Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit,
limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin
dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum,
kreatinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsum tulang
jika penyakit terkait dengan kelainan darah.
3)
Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh
untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan
untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis
saja.
4)
Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
5)
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan
rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam
(puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan
pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).
c.
Pemeriksaan Status Anestesi
Pemeriksaaan
status fisik untuk dilakukan pembiusan ditujukan untuk keselamatan selama
pembedahan. Sebelum dilakukan anestesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan
mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana
resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah
pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American Society of
Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik
anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan
sistem saraf.
d. Informed
Consent
Selain
dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain
yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung
gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus
menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh
karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan
surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan
anestesi).
Meskipun
mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat
dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi
nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan
bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam
keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami
operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi
nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan,
kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan.
Informed
Consent sebagai wujud dari upaya
rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang
bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan
persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait
dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko
dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat
pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan
segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan
dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak
pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham.
Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan
dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata
tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
e.
Persiapan Mental/Psikis
Persiapan
mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi
karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap
kondisi fisiknya.
Masalah
mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi adalah kecemasan. Maka perawat
harus mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi klien. Perawat perlu mengkaji
mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres.
Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu
pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan preoperasi, seperti
adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support
system.
Untuk
mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal yang
terkait dengan persiapan operasi, antara lain : Pengalaman operasi sebelumnya,
Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan operasi,
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun
penunjang, Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar
operasi dan petugas kamar operasi., Pengetahuan pasien dan keluarga tentang
prosedur (pre, intra, post operasi), Pengetahuan tentang latihan-latihan yang
harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setalah operasi, seperti :
latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll.
Persiapan
mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan
keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah
disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian
datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah
menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu.
Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk
diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien.
Persiapan
mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan
keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu
mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan
kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk
menjalani operasi.
Peranan
perawat dalam memberikan dukungan mental menurut Taylor ( 1997 ), dapat
dilakukan dengan berbagai cara:
1)
Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien
sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi,
hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat
kamar operasi, dll.
Dengan
mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi
lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak
menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi
yang akan dialami pasien.
2) Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum
setiap tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan
bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat
akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan
jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan dari
pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian informasi
yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan
mempersiapkan mental pasien dengan baik.
3)
Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala
prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa
bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
4) Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan
pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan
kecemasan pada pasien.
5)
Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti
valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan
pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
Pada
saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas
kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih
tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan
kesempatn untuk mengantar pasien sampai ke batas kamar operasi dan
diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar
operasi.
f.
Obat-Obatan Premedikasi
Sebelum
operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang
cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau
diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya diberikan sebelum pasien dioperasi.
Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya diberikan 1-2
jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali (
Sjamsuhidayat dan Dejong, 2004 ).
3.
Jenis – jenis Tindakan Keperawatan Preoperatif
Kegiatan
keperawatan yang dapat dilakukan sesuai peran perawat perioperatif antara lain
mengidentifikasi factor – factor yang mempengaruhi resiko pelaksanaan operasi,
mengkaji kebutuhan fisik dan psikologis dan memfasilitasi persiapan fisik dan
psikologis selama masa pra pembedahan (Taylor, 1997 ). Menurut Chitty Kay. K (
1997), Peran perawat dalam perawatan klien adalah pemberi pelayanan, pendidik,
konselor, manager, peneliti, dan kolaborator. Adapun implementasi ( tindakan)
keperawatan yang diselenggarakan dapat berupa melakukan tindakan,
mendelegasikan tindakan, melakukan pengajaran, memberikan konseling, melakukan
pencatatan dan pelaporan serta tetap menjalankan pengkajian berkelanjutan.
Pengkajian
terhadap kondisi fisik, psikologis, sosiokultural dan dimensi spiritual pada
klien penting karena pembedahan merupakan stressor utama psikologis,
mempengaruhi pola koping, support system dan kebutuhan sosiokultural. Penurunan
rasa cemas dan takut merupakan hal yang sangat penting selama masa pre operatif
karena stress emosional ditambah dengan stress fisik meningkatkan resiko
pembedahan (Taylor, 1997 ).
Adapun
tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan sesuai peran perawat
perioperatif antara lain :
a. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada
klien untuk menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana operasi
b. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati
dan perhatian
c. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur
operasi
d. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi
e. Mengajarkan batuk dan nafas dalam
f. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan
g. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi
h.
Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien selama operasi.
Sehari
sebelum operasi :
i. Memberikan dukungan emosional, menjawab pertanyaan
dan memberikan dukungan spiritual bila diperlukan
j. Melakukan pembatasan diet pre operasi
k. Menyiapkan kebutuhan eliminasi selama dan setelah
pembedahan
l.
Mencukur dan menyiapkan daerah operasi
Hari
pembedahan :
m.
Mengecek bahwa bahan dan obat – obatan telah lengkap
n.
Mengecek tanda – tanda vital
o.
Mengecek inform consent
p.
Melanjutkan persiapan nutrisi dan hidrasi
q.
Melepaskan protese dan kosmetik
r.
Melakukan perawatan mulut
s.
Mengosongkan blas dan bowel
t.
Mempersiapkan catatan yang diperlukan selama pre operasi
u.
Memberikan obat –obatan yang perlu diberikan ( sesuai order dokter )
Sedangkan
tindakan preoperasi menurut Kozier dan Erb ( 2009 ), diantaranya:
1) Menjelaskan perlunya dilakukan pemeriksaan
preoperasi ( misalnya laboratorium, sinar –X, dan elektrokardiogram )
2) Mendiskusikan persiapan usus bila diperlukan.
3) Mendiskusikan persiapan kulit termasuk daerah yang
akan dilakukan operasi dan mandi ( shower preoperasi ).
4) Mendiskusikan pengobatan preoperasi bila
diprogramkan.
5) Menjelaskan terapi individu yang diprogramkan oleh
dokter seperti terapi intravena, pemasangan kateter urin, atau selang
nasogastrik, penggunaan spirometer, atau stoking anti emboli.
6) Menjelaskan kunjungan ahli anestesi
7) Menjelaskan perlunya pembatasan makanan atau
minuman oral minimal 8 jam sebelum pembedahan.
8) Menyediakan table waktu yang umum untuk periode
preoperasi termasuk periode pembedahan.
9) Mendiskusikan perlunya melepas perhiasan, menghapus
make up dan melepas semua prosthesis ( misalnya kaca mata,gigi palsu, wig )
segera sebelum pembedahan.
10) Menginformasikan kepada klien mengenai area
operasi serta beritahu lokasi ruang tunggu bagi individu pendukung.
11) Mengajarkan latihan nafas dalam dan batuk, latihan
tungkai, cara mengubah posisi dan gerak.
12)
Melengkapi daftar tilik preoperasi.
Adapun
tindakan keperawatan yang perlu diberikan pada pasien preoperatif menurut
Potter & Perry ( 2005 ), pada hari pembedahan diantaranya:
a. Memeriksa isi rekam medis dan melengkapi
pencatatan, seperti pemeriksaan penunjang dan inform consent
b. Melakukan pengukuran tanda – tanda vital
c. Melakukan pembersihan pasien
d. Melakukan pemeriksaan rambut dan kosmetik
e. Melakukan pemeriksaan prostese
f. Mempersiapkan usus dan kandung kemih
g.
Melakukan pemasangan stoking anti emboli atau alat kompresi sekuensial
h. Meningkatkan martabat pasien dengan memberikan
privasi terhadap klien
i. Melakukan prosedur khusus seperti pemasangan NGT
j. Menyimpan barang – barang berharga pasien
k.
Memberikan obat preoperatif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar