BAB 1
Teori Middle Range yang merupakan level kedua dari teori
keperawatan. Teori Middle Range cukup spesifik untuk memberikan petunjuk riset
dan praktik, cukup umum pada populasi klinik dan mencakup fenomena yang sama. Sebagai
petunjuk riset dan praktek, middle range theory lebih banyak digunakan dari
pada grand theory, dan dapat diuji dalam pemikiran empiris. Perlu diyakini
bahwa penerapan suatu teori keperawatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
akan berdampak pada peningkatan kualitas asuhan keperawatan. Pelayanan
keperawatan sebagai pelayanan profesional akan berkembang bila didukung oleh
teori dan model keperawatan serta pengembangan riset keperawatan dan
diimplementasikan didalam praktek keperawatan.
Pelayanan keperawatan merupakan bagian penting dalam pelayanan
kesehatan yang bersifat komprehensif meliputi biopsikososiokultural dan
spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat,
baik dalam keadaan sehat maupun sakit dengan pendekatan proses keperawatan.
Pelayanan keperawatan yang berkualitas didukung oleh pengembangan teori dan
model konseptual keperawatan. Asuhan keperawatan merupakan pendekatan ilmiah
dan rasional dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang ada, dengan
pendekatan yang dilakukan tersebut bentuk penyelesaian masalah keperawatan
dapat terarah dan terencana dengan baik, dimana dalam asuhan keperawatan
terdapat beberapa tahap yaitu pengkajian, penegakkan diagnosa,
perencanaan, implimentasi tindakan, dan evaluasi.
Model konseptual keperawatan dikembangkan oleh
para ahli keperawatan dengan harapan dapat menjadi kerangka berpikir perawat,
sehingga perawat perlu memahami konsep ini sebagai kerangka konsep dalam
memberikan askep dalam praktik keperawatan.
Salah satu teori keperawatan dalam tingkatan middle range theory adalah teori trajectory illness yang bisa diterapkan
dalam proses keperawatan. Teori Trajectory
Illness membahas tentang perangkap teoritis tersebut dengan membingkai
fenomena ini dalam perspektif sosiologis yang menekankan pengalaman gangguan
yang berkaitan dengan penyakit dalam konteks perubahan proses interaksional dan
sosiologis yang pada akhirnya mempengaruhi respons seseorang terhadap gangguan
tersebut. Pendekatan teoritis ini mendefinisikan kontribusi teori ini terhadap
keperawatan, yaitu koping bukanlah fenomena stimulus-respons sederhana yang
dapat dipisahkan dari konteks kehidupan yang kompleks. Kehidupan berpusat pada
tubuh yang hidup, oleh karena itu gangguan fisiologis penyakit merasuki konteks
kehidupan lainnya untuk menciptakan cara baru untuk hidup, dan perasaan yang
baru terhadap diri sendiri. Sesuai
dengan tingkatannya sebagai middle range
teori keperawatan, teori trajectory
illness sudah dapat diterapkan secara langsung dalam praktik keperawatan.
Teori tersebut memiliki karakteristik khusus sebagai middle range theory, yaitu terdapat scope tertentu dalam penerapannya. Menurut Murray (2005), pasien dengan kanker merupakan satu dari
tiga cakupan teori trajectory illness
yaitu yang termasuk dalam kategori periode singkat penurunan fungsi. Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik membahas teori trajectory illness yang dikaitkan dengan
analisis teori terhadap pendekatan proses keperawatan.
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Memahami
penerapan teori trajectory illness dalam proses asuhan
keperawatan
1.2.2 Tujuan
Khusus
1.2.2.1 Menganalisis
konsep dan definisi Teori trajectory
illness
1.2.2.2
Menganalisis proposisi / asumsi Teori trajectory illness
1.2.2.3
Menganalisis cakupan/scope Teori trajectory illness
1.2.2.4 Menganalisis
Teori trajectory
illness berdasarkan pendekatan proses
keperawatan
1.1 Sistematika
Penulisan
Makalah ini terdiri dari 4 bab
yaitu bab 1
menjelaskan tentang latar belakang,
tujuan,
dan sistematika penulisan makalah. Bab 2 menjelaskan tinjauan teori
mengenai Teory Trajectory illness . Bab 3 adalah
pembahasan,
menjabarkan tentang penerapan
empiris Teory Trajectory illness, dan
bab
4 adalah bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran
dari pembahasan makalah.
BAB 2
TINJAUAN
TEORITIS
2.1. Sejarah Teori Trajectory of Illness
Theory of Illness Trajectory
dikenalkan oleh dua tokoh yaitu Carolyn L. Wiener dan Marylin J. Dodd. Carolyn
L. Wiener lahir pada tahun 1930 di San Francisco. Dia memperoleh gelar sarjana
di bidang ilmu interdisipliner dari San Francisco State University pada tahun
1972. Wiener menerima gelar Magister Sosiologi dari University of California,
San Francisco (UCSF) pada tahun 1975. Dia tinggal di UCSF untuk melanjutkan
gelar doktor dalam sosiologi, dan dia menyelesaikan gelar Ph.D. pada tahun
1978. Setelah menerima gelar Ph.D., Wiener menerima posisi asisten sosiolog
penelitian di UCSF, dimana dia menjalani karir profesionalnya hingga mencapai
gelar profesor pada tahun 1999. Wiener saat ini adalah profesor emeritus di
Departemen Ilmu Sosial dan Perilaku di School of Nursing di UCSF. Penelitiannya
berfokus pada organisasi di institusi kesehatan, penyakit kronis, dan kebijakan
kesehatan. Dia telah mengajarkan metode penelitian kualitatif, mendidik siswa
keperawatan dan sosiologi dan ilmuwan yang berkunjung di UCSF, dan melakukan
banyak seminar dan lokakarya, secara nasional dan internasional, dengan metode Ground Theory. Sepanjang kariernya,
keunggulan Wiener mendapatkan beberapa penghargaan terhormat. Pada tahun 2001,
dia memberikan ceramah pembuka dalam sebuah rangkaian internasional yang
berjudul "Critiquing Health
Improvement" di Nottingham University, School of Nursing di Inggris.
Pada tahun 2001, dia bekerja sebagai honorer di kumpulan UCSF "Celebrating Women Faculty," sebuah
acara peresmian yang menghormati fakultas perempuan atas prestasinya. Hubungan
kolaboratif Wiener dengan almarhum Anselm Strauss (co-originator dengan teori
ground ground dari Barney Glaser) dan pengalamannya dalam Teori Grounded dibuktikan oleh presentasinya
yang diundang pada Perayaan Kehidupan dan Kerja Anselm Strauss di UCSF pada
tahun 1996, pada sebuah konferensi yang berjudul Anselm Strauss, seorang ahli
teori: Dampak tinta pada Ilmu Pengetahuan Jerman dan Eropa di Magdeburg, Jerman
pada tahun 1999, dan pada Kolomium Riset Anselm Strauss di UCSF pada tahun
2005. Wiener sangat dicari seorang konsultan metodologis untuk peneliti dan
mahasiswa dari berbagai spesialisasi.Diseminasi penelitian dan makalah
metodologis merupakan ciri khas karya Wiener. Dia menghasilkan aliran
penelitian dan arahan teori dari pertengahan 1970-an. Sebagai tambahan, dia
menulis atau mengajukan beberapa buku (Strauss, Fagerhaugh, Suczek, et al.,
1997; Wiener, 1981, 2000; Wiener & Strauss, 1997; Wiener & Wysmans,
1990). Karya awalnya berfokus pada lintasan penyakit, biografi, dan
perkembangan teknologi medis. Dari akhir 1980 sampai 1990an, Wiener berfokus
pada penanganan, ketidaktahuan, dan pertanggungjawaban di rumah sakit.
Kajiannya menunjukkan manajemen kualitas dan perancangan ulang di rumah sakit
dan saling mempengaruhi agensi dan rumah sakit terhadap pertanggungjawaban
membawa sebuah buku, yang berjudul Elusive
Quest (Wiener, 2000). Dalam buku ini, Wiener menjelaskan teknik-teknik peningkatan
kualitas dari industri perusahaan di lingkungan rumah sakit dimana profesional
dari berbagai disiplin ilmu memberikan perawatan yang sangat canggih kepada
pasien yang biogardnya menolak kategorisasi dan yang tentu saja tidak masuk
akal. Wiener memiliki konsep bahwa kinerja rumah sakit dapat diukur secara
kuantitatif. Semua karya Wiener didasarkan pada keahlian metodologinya dan
perspektif sosiologisnya.
Marylin J. Dodd
lahir pada tahun 1946 di Vancouver, Kanada. Dia menyebut dirinya sebagai
perawat terdaftar yang sedang belajar di Rumah Sakit Umum Vancouver di British
Columbia, Kanada. Dia melanjutkan pendidikannya, mendapatkan gelar sarjana dan
magister keperawatan dari University of Washington pada tahun 1971 dan 1973,
masing-masing. Dodd bekerja sebagai instruktur dalam keperawatan di University
of Washington setelah lulus dengan gelar masternya. Pada tahun 1977, Dodd
kembali ke akademisi dan menyelesaikan gelar Ph.D. dalam keperawatan dari Wayne
State University. Dia kemudian menerima posisi Asisten Profesor di UCSF. Selama
masa jabatannya di sana, Dodd bekerja sebagai pengajar penuh, menjabat sebagai
Direktur Pusat Manajemen Sosiologi di UCSF. Pada tahun 2003, dia dianugerahi
Sharon A. Lamb Endowed Chair in Symptom Management di UCSF School of
Nursing.Program penelitian teladan Dodd difokuskan pada keperawatan onkologi,
spesialisasi, perawatan diri dan manajemen simpati. Catatannya yang luar biasa
dari penelitian yang didanai memberikan bukti keunggulan dan ketenaran dari
pekerjaannya. Dia telah dengan terampil menjalin dana internal dan eksternal
sederhana dengan 23 tahun pendanaan National Institutes of Health untuk
melanjutkan penelitiannya. Lintasan penelitiannya telah berkembang tanpa cela
saat ia semakin memanfaatkan studi deskriptif dan studi intervensi yang
menggunakan metodologi percobaan klinis acak untuk memperluas pemahaman tentang
fenomena kompleks dalam perawatan kanker.
Penelitian Dodd
dirancang untuk menguji intervensi perawatan diri (PRO-SELF Program) untuk
mengelola efek samping pengobatan kanker (mucositis) dan
gejala kanker (kelelahan, nyeri). Penelitiannya berjudul PRO-SELF: Program Pengendalian Nyeri, Pendekatan yang Efektif untuk
Manajemen Rasa Sakit Kanker, diterbitkan dalam Forum Keperawatan Onkologi
(Barat, Dodd, Paul, et al., 2003). Dodd mengajar di Spesialis Perawatan
Onkologi. Pada tahun 2002, dia membentuk dua program baru ("Biomarker I dan
II") yang dikembangkan oleh Center
for Symptom Management Faculty Group.Karir Dodd yang terkenal telah
mendapatkan beberapa penghargaan bergengsi. Di antara penghargaan ini, dia
dikenal sebagai rekan dari American Academy of Nursing (1986). Keunggulan dan
kontribusinya yang signifikan terhadap keperawatan onkologi dibuktikan olehnya
karena telah berkontribusi pada Onkologi Keperawatan/ Schering Excellence dalam Research Award (1993, 1996), Penelitian
Original Terbaik dalam Perawatan Kanker (1994, 1996), the Oncology Nursing Society
Bristol-Myers Distinguished Researcher Career Award (1997), dan Onkologi
Keperawatan Masyarakat / Chiron Keunggulan Beasiswa dan Konsistensi Kontribusi
terhadap Sastra Keperawatan Onkologi.
Carolyn L.
Wiener; Marylin J. Dodd 595 Penghargaan Karir (2000). Pada tahun 2005,
Dodd menerima penghargaan Episteme Laureate (Nobel Prize in Nursing) bergengsi
dari Sigma eta Tau International. Daftar penghargaan mengesankan sebagian
menunjukkan besarnya penghargaan profesional dan kekaguman yang Dodd telah
mengumpulkan sepanjang karirnya.Pada awal tahun 1980an, dia menerbitkan
beberapa artikel terfokus setiap tahun, dan kecepatan ini hanya dipercepat. Dia
telah menulis atau mendokumentasikan 130 artikel jurnal peer-review berbasis data, tujuh buku dan banyak bab buku, dan
banyak edukasi, laporan konferensi, dan makalah tinjauan (1978, 1987, 1988,
1991, 1997, 2001, 2004). Banyak presentasi di pertemuan ilmiah di seluruh dunia
menonjolkan karya ini. Dodd telah menjadi pembicara di seluruh Amerika Utara,
Australia, Asia, dan Eropa. Layanan aktif Dodd ke universitas, School of
Nursing, Department of Physiological Nursing, dan berbagai organisasi profesi
dan organisasi publik dan dewan peninjau jurnal menambah catatan pelayanannya
terhadap profesi keperawatan. Dodd adalah anggota fakultas untuk beberapa
kursus pascasarjana dan terlibat dalam program beasiswa dalam program master,
doktor, dan postdoctoral di UCSF.
2.2. Sumber Teoritis
Menjalani sebuah penyakit dapat
menciptakan gangguan dalam kehidupan normal seseorang. Gangguan tersebut dapat
mempengaruhi seluruh aspek kehidupan, termasuk fungsi fisiologis, interaksi
sosial, dan konsep diri. Salah satu hal yang menjadi respon terhadap gangguan
tersebut adalah koping. Karena proses seputar perjalanan penyakit terapat di
dalam konteks kehidupan seseorang, maka respon koping secara inheren terletak
pada interaksi sosiologis dengan orang lain dan proses biografi diri. Koping
sering digambarkan sebagai ringkasan strategi yang digunakan untuk mengelola
gangguan, usaha untuk menyekat tanggapan spesifik terhadap satu peristiwa yang
hidup dalam kompleksitas konteks kehidupan, atau label nilai yang diberikan
pada perilaku responsif (misalnya, baik atau buruk) yaitu dijelaskan secara
kolektif sebagai coping. Namun, interaksi yang kompleks antara gangguan
fisiologis, interaksi dengan orang lain, dan konstruksi konsep biografi tentang
diri memberi jaminan perspektif penanganan yang lebih canggih.
Teori Trajectory Illness membahas tentang perangkap teoritis tersebut
dengan membingkai fenomena ini dalam perspektif sosiologis yang menekankan
pengalaman gangguan yang berkaitan dengan penyakit dalam konteks perubahan
proses interaksional dan sosiologis yang pada akhirnya mempengaruhi respons
seseorang terhadap gangguan tersebut. Pendekatan teoritis ini mendefinisikan
kontribusi teori ini terhadap keperawatan, yaitu koping bukanlah fenomena
stimulus-respons sederhana yang dapat dipisahkan dari konteks kehidupan yang
kompleks. Kehidupan berpusat pada tubuh yang hidup, oleh karena itu gangguan
fisiologis penyakit merasuki konteks kehidupan lainnya untuk menciptakan cara
baru untuk hidup, dan perasaan yang baru terhadap diri sendiri. Tanggapan terhadap gangguan yang
disebabkan oleh penyakit terjalin kedalam berbagai konteks yang dihadapi dalam
kehidupan seseorang dan interaksi dengan pelaku lain dalam situasi kehidupan
tersebut.
Dalam kerangka sosiologis ini,
Wiener dan Dodd menanggapi kekhawatiran serius mengenai atribusi konseptual
berlebihan pada peran dari ketidakpastian untuk memahami tanggapan terhadap
kehidupan dengan gangguan penyakit (Wiener & Dodd, 1993). Pepatah lama
mengatakan bahwa tidak ada sesuatu dalam kehidupan yang pasti, kecuali kematian
dan pajak. Hidup penuh dengan ketidakpastian, namun penyakit (terutama penyakit
kronis) menimbulkan ketidakpastian dengan cara yang mendalam. Sakit kronis
melebih-lebihkan ketidakpastian hidup bagi mereka yang dikompromikan (yaitu,
karena penyakit) dalam kemampuan mereka untuk menanggapi
ketidakpastian ini. Jadi, walaupun konsep ketidakpastian memberikan lensa
teoretis yang berguna untuk memahami trajectory
illness, tidak dapat diposisikan secara teoritis sehingga dapat membayangi
secara konseptual konteks dinamis hidup dengan penyakit kronis. Dengan kata
lain, trajectory illness didorong
oleh pengalaman penyakit yang hidup dalam konteks yang secara inheren tidak
pasti dan melibatkan diri dan orang lain. Aliran konteks kehidupan yang dinamis
(biografi dan sosiologis) menciptakan arus ketidakpastian dinamis yang
menggunakan berbagai bentuk, makna, dan kombinasi saat hidup dengan penyakit
kronis. Dengan demikian, menoleransi ketidakpastian adalah untaian teoritis
kritis dalam Teori trajectory illness.
2.3. KONSEP UTAMA DAN DEFINISI
Konsepsi
diri berdasarkan pada fisik dan dirumuskan berdasarkan kemampuan yang dirasakan
untuk membentuk kegiatan biasa atau yang diharapkan untuk mencapai tujuan
berbagai peran. Interaksi dengan orang lain berpengaruh besar
pada pembentukan konsep diri. Peran yang bervariasi adalah tindakan seseorang
tersebut memonitor reaksi orang lain dan perasaan diri dalam proses pembentukan
yang terintegrasi. Kunci unsur dalam konteks biografi sebagai berikut:
a.
Identitas
Konsepsi diri pada waktu tertentu yang menyatukan
beberapa aspek pribadi dan terletak pada tubuh
b.
Temporalitas
Waktu biografi yang tercermin dalam aliran
berkelanjutan peristiwa kejadian hidup yang tiada henti, persepsi dari masa
lalu, sekarang, dan kemungkinan hubungan di masa depan ke dalam konsepsi diri
c.
Tubuh
Aktivitas hidup dan persepsi turunan yang berbasis di
dalam tubuh
Penyakit
terutama kanker sangat mengganggu konsepsi diri yang biasa atau sehari-hari dan
diperparah oleh tindakan dan reaksi yang dirasakan orang lain dalam konteks
sosiologis kehidupan. Gangguan ini meresap kedalam unsur biografi interdependen (identitas,
temporalitas, dan tubuh). Gangguan atau perasaan disekuilibrium ini ditandai
oleh rasa kehilangan kendali, sehingga menjadi keadaan yang ketidakpastian.
Seiring konteks kehidupan terus terungkap, dimensi ketidakpastian terwujud,
tidak dalam urutan linier tahap atau fase, tapi dalam perbedaan yang mengganggu
persepsi tentang tubuh yang tidak menentu, tidak pasti temporalitas, dan
identitas yang tidak pasti.
Pengalaman
penyakit selalu ditempatkan dalam konteks biografis, yaitu penyakit yang
dialami secara terus-menerus dalam domain kehidupan yang berhubungan dengan
penyakit ketidakpastian bervariasi dalam dominasi lintas lintasan penyakit
melalui arus persepsi diri dan interaksi dengan orang lain yang dinamis.
Aktivitas hidup dan hidup dengan penyakit adalah bentuk pekerjaan. Lingkup
pekerjaan meliputi orang dan semua orang lain dengan siapa dia berinteraksi,
termasuk keluarga dan penyedia layanan kesehatan. Ini merupakan jaringan pemain
disebut total organisasi. Orang sakit (atau pasien) adalah pekerja pusat.
Namun, semua pekerjaan terjadi di dalam dan saling mempengaruhi. Disusun oleh
total organisasi. Jenis pekerjaan yang diselenggarakan pada trajectory yang dilakukan oleh pasien dan keluarga:
a.
Pekerjaan
terkait penyakit
Diagnostik, manajemen gejala, regimen perawatan, dan
pencegahan krisis
b.
Pekerjaan
sehari-hari
Aktivitas hidup sehari-hari, menjaga rumah tangga,
menjaga sebuah kependudukan, mempertahankan hubungan, dan rekreasi
c.
Pekerjaan
biografis
Pertukaran informasi, ekspresi emosional, dan
pembagian tugas melalui interaksi dalam total organisasi
d.
Pekerjaan
pengurangan ketidakpastian
Kegiatan diundangkan untuk mengurangi dampak temporal,
tubuh, dan ketidakpastian identitas
Keseimbangan
jenis pekerjaan ini bersifat dinamis, responsif, berfluktuasi sepanjang waktu,
situasi, persepsi, dan beragam pemain dalam total organisasi untuk mendapatkan
rasa keseimbangan (control).
Keterkaitan ini di antara jenis pekerjaan tercipta sebuah ketegangan yang
ditandai dengan pergeseran dominasi jenis pekerjaan melintasi lintasan. Yang
penting adalah konteks biografi berakar pada tubuh. Saat tubuh berubah selama
perjalanan sakit dan perawatan, kapasitas untuk melakukan jenis pekerjaan
tertentu dan akhirnya identitas seseorang adalah berubah. Kontribusi utama dari
pekerjaan ini adalah penggambaran jenis pekerjaan pengurangan ketidakpastian.
Kegiatan ini diberlakukan untuk mengurangi dampak dari berbagai keadaan
ketidakpastian yang diinduksi dalam menjalani kemoterapi kanker. Strategi ini
sangat dinamis dan responsif dan terjadi dikombinasi dan konfigurasi bervariasi
di seluruh lintasan penyakit untuk pemain yang berbeda dalam organisasi. Mereka
yang memberlakukan strategi ini mempengaruhi konsepsi diri saat mereka memantau
tanggapan orang lain terhadap strategi yang mereka coba kelola dalam hidup
dengan penyakit.
Domain
|
Sumber Ketidakpastian
|
Dimensi Ketidakpastian
|
Ketidakpastian Temporary
Harapan yang diupayakan
tentang arus kejadian kehidupan yang terganggu
Sebuah disfungsi temporal di
biografi
Ketidakpastian Tubuh
Perubahan yang berhubungan
dengan penyakit dan perawatan berpusat di kemampuan seseorang tampil
dalam kegiatan yang melibatkan penampilan, fungsi fisiologis, dan respon
terhadap pengobatan
Ketidakpastian Identitas
Interpretasi diri
terdistorsi sebagai tubuh gagal untuk
melakukan dengan cara biasa, dan harapan terkait dengan arus kejadian
(temporalitas) diubah oleh penyakit dan pengobatan.
|
Hidup dianggap berada pada
keadaan konstan fluks terkait
untuk penyakit dan pengobatan.
Masa lalu diri dipandang berbeda (misalnya cara
penggunaannya).
Harapan diri saat ini yang terdistorsi oleh penyakit dan pengobatan.
Antisipasi masa depan diri
diubah
Iman dalam tubuh terguncang
(kegagalan tubuh)
Konsepsi yang pertama terbentuk (seperti dulu)
berawal dengan keadaan yang berubah dari tubuh saat ini danmengubah harapan
untuk bagaimana tubuh bisa tampil di masa depan.
Kegagalan tubuh dan kesulitan membaca tubuh baru ini
membuat kesulitan pembentukan konsep diri.
Keterlambatan temporalitas menganggu harapan.
|
Hilangnya prediksi prediktif temporal
keprihatinan seputar:
Durasi: berapa lama
• Kecepatan: seberapa cepat
• Frekuensi: seberapa sering pengalaman
waktu terdistorsi (yaitu, terbentang, dibatasi, atau
tidak terbatas)
Ambiguitas dalam membaca tanda tubuh. Kekhawatiran
seputar:
· Apa yang sedang dilakukan terhadap tubuh
• Resistansi tubuh terlarang
•Khasiat dan risiko pengobatan
• Kambuhnya penyakit
Latihan kehidupan yang diharapkan hancur berantakan.
Bukti didapat dari kemampuan membaca tubuh tidak
bisa ditafsirkan dalam hal kerangka pemahaman.
Harapan dipertahankan meski mengubah keadaan.
|
|
|
|
2.4. Asumsi Utama
Manusia adalah fokus
dari teori Wiener dan Dodd tentang trajektori sakit. Teori ini menjelaskan
asumsi utama yang mencerminkan turunannya dalam sebuah perspektif sosiologis
Teori ini meliputi tidak hanya komponen fisik dari penyakit, tetapi “total
organisasi kerja yang dilakukan selama perjalanan penyakit” (Wiener&Dodd,
1993 dalam Alligood, 2014). Trajektori sakit secara teoritis berbeda dari
perjalanan suatu penyakit. Dalam teori ini, trajektori sakit tidak terbatas
pada orang yang menderita penyakit. Sebaliknya, organisasi keseluruhan
melibatkan orang sakit, keluarga, dan professional perawatan kesehatan yang
memberikan perawatan (Alligood, 2014).
Teori ini menjelaskan
penggunaan istilah kerja. “Para pemain yang bervariasi dalam organisasi
memiliki berbagai jenis pekerjaan; namun, pasien adalah pekerja sentral dalam
trajektori sakit”. Pekerjaan yang hidup dengan penyakit menghasilkan
konsekuensi tertentu yang menyerap kehidupan orang-orang yang terlibat. Pada
gilirannya, konsekuensi dan konsekuensi timbal balik berada diseluruh
organisasi, melibatkan organisasi, melibatkan organisasi keseluruhan dengan
pekerja pusat (yaitu, pasien) melalui trajektori hidup dengan penyakit.
Hubungan antara para pekerja di dalam trajektori adalah sebuah atribut yang
“memengaruhi baik manajemen dari perjalanan penyakit itu, maupun nasib orang
yang sakit” (Wiener & Dodd, 1993, dalam
Alligood, 2014).
2.5. Penegasan Teoritis
Konteks untuk
pekerjaan dan hubungan sosial yang memengaruhi pekerjaan hidup dengan penyakit
dalam teori trajektori sakit berbasis pada karya yang dipengaruhi oleh Corbin
dan Strauss (1988). Sebagai pekerja pusat, tindakan-tindakan dilakukan
seseorang untuk mengelola dampak hidup dengan penyakit dalam berbagai konteks,
termasuk biografis (konsepsi diri) dan sosiologis (interkasi dengan orang
lain). Dari perspektif ini, mengelola gangguan (atau koping terhadap
ketidakpastian) melibatkan interaksi pasien dengan berbagai pemain dalam
organisasi serta kondisi sosial eksternal. Mengingat kompleksitas interaksi
tersebut di beberapa konteks dan dengan banyak pemain di seluruh trajektori
sakit, koping adalah sebuah proses yang sangat bervariasi dan dinamis
(Alligood, 2014).
Awalnya, diantisipasi
bahwa trajektori hidup dengan kanker memiliki fase-fase yang kelihatan atau
tahapan yang dapat diidentifikasi oleh pergeseran besar masalah, tantangan, dan
kegiatan yang dilaporkan. Ini adalah alasan untuk mengumpulkan data kualitatif
di tiga titik selama pengobatan kemoterapi. Bahkan, gagasan ini tidak berlaku:
status fisik pasien dengan kanker dan konsekuensi sosial-psikologis penyakit dan
pengobatan adalah tema sentral pada semua titik pengukuran sepanjang trajektori
(Alligood, 2014).
Para penulis secara
konseptual menyamakan ketidakpastian dengan hilangnya kontrol, menggambarkan
sebagai “aspek yang paling bermasalah dari hidup dengan kanker”. Penegasan
teoritis ini tercermin lebih lanjut dalam identifikasi proses sosial-psikologis
inti dari hidup dengan kanker, :mentoleransi ketidakpastian yang menyertai
penyakit” (Wiener&Dodd, 1993 dalam Alligood, 2014). Faktor-faktor yang
memengaruhi tingkat ketidakpastian diungkapkan oleh pasien dan keluarga yang
berbasis dalam kerangka kerja teoritis dari total organisasi dan kondisi
sosiologis eksternal, termasuk sifat dukungan keluarga, sumber daya keuangan,
dan kualitas bantuan dari penyedia layanan kesehatan (Alligood, 2014).
2.6. Penggunaan Bukti Empiris
Teori Trajectory sakit diperluas melalui analisis sekunder data kualitatif
yang dikumpulkan selama studi longitudinal prospektif yang memeriksa koping dan
perawatan diri keluarga selama 6 bulan pengobatan kemoterapi. Sampel untuk
studi yang lebih besar termasuk 100 pasien dan keluarga mereka. Setiap pasien
telah didiagnosis menderita kanker (payudara, paru-paru, kolorektal,
ginekologi, atau limfoma) dan sedang dalam proses menerima kemoterapi untuk pengobatan
penyakit awal atau untuk kekambuhan kembali. Subjek dalam studi ini didesain
setidaknya satu anggota keluarga yang bersedia untuk berpartisipasi dalam studi
ini.
Meskipun ukuran kuantitatif maupun kualitatif digunakan dalam pengumpulan
data untuk studi yang lebih besar, teori ini diperoleh melalui analisis
kualitatif data. Wawancara terstruktur seputar koping keluarga dilakukan di
tiga titik selama pengobatan kemoterapi. Para pasien dan anggota keluarga
diminta untuk mengingat bulan sebelumnya dan kemudian mendiskusikan masalah
paling penting atau tantangan yang harus mereka hadapi, tingkat kesulitan yang
diciptakan oleh masalah itu dalam keluarga, dan kepuasan mereka dengan
manajemen dari masalah itu.
Perhatian yang cermat diberikan untuk konsistensi pengumpulan data: anggota
keluarga konsisten dan hadir untuk setiap wawancara, panduan wawancara yang
terstruktur, dan perawat-pewawancara yang sama melakukan setiap titik
pengumpulan data terhadap sebuah keluarga yang diberikan. Proses wawancara direkam,
dibuat transkripsi secara kata perkata, dan kehadiran perawat yang merekam di
setiap wawancara untuk mencatat frase kunci ketika wawancara berlangsung lebih
lanjut untuk meningkatkan ketelitian metodologis. Hasil pengumpulan data
terdiri dari 300 wawancara (tiga wawancara untuk masing-masing 100 unit
pasien-keluarga) diperoleh pada titik-titik yang bervariasi dengan tujuan
pengobatan kemoterapi untuk kanker.
Ketika data untuk studi yang lebih besar dianalisis, menjadi jelas bagi
Dodd (peneliti utama) bahwa data wawancara kualitatif memberikan wawasan yang
signifikan yang selanjutnya dapat
menginformasikan studi. Wiener, seorang ahli teori grounded yang bekerja
sama dengan Strauss,salah satu pendiri metode ini, kemudian direkrut untuk
melakukan analisis data wawancara sekunder. Perlu dicatat bahwa metode teori grounded biasanya melibatkan sebuah
proses perulangan bersamaan dalam pengumpulan dan analisis data (Glaser, 1978;
Glaser & Strauss, 1965). Ketika wawasan teoretis diidentifikasi,
pengumpulan data sampling dan selanjutnya secara teoritis didorong untuk
menyempurnakan konsep, dimensi, variasi, dan kasus negatif yang muncul. Namun,
dalam proyek ini, data telah dikumpulkan sebelumnya menggunakan panduan
wawancara terstruktur; dengan demikian, ini adalah analisis sekunder dari
kumpulan data yang telah ada.
Keahlian Wiener dalam teori grounded menunjukkan adaptasi dari metode teori
ground untuk aplikasi data sekunder yang terbukti berhasil. Pada dasarnya,
prinsip yang mendasari analisis (yaitu, paradigma coding/pengkodean) diterapkan
untuk kumpulan data yang sudah ada sebelumnya. Penyelidikan analitis
melanjutkan secara induktif untuk mengungkapkan proses sosial-psikologis
inti di seputar yang dijelaskan oleh teori ini. Dimensi ketidakpastian, proses
manajemen, dan konsekuensi-konsekunsi dijelaskan lebih lanjut untuk
mengungkapkan konsistensi internal dari perspektif teoritis dari trajektori
sakit.
Ketika mempertimbangkan penggunaan metode teori grounded yang diadaptasi
untuk menganalisis bukti empiris yang sudah ada sebelumnya, beberapa wawasan
mendukung integritas karya ini. Pertama, Wiener dipersiapkan dengan baik untuk
pengembangan aplikasi baru dari metode ini melalui pelatihan dan pengalamannya
sebagai ahli teori grounded.
Kredibilitas metodologis peneliti ini mendukung perluasannya dari sebuah metode
penelitian tradisional menjadi sebuah aplikasi baru dalam perspektif
disiplinnya (sosiologi). Dukungan lebih lanjut adalah dari ukuran kumpulan
data: 100 pasien dan keluarga diwawancarai masing-masing tiga kali, untuk total
300 wawancara, satu kumpulan data yang sangat besar untuk penelitian
kualitatif. Oberst menunjukan bahwa volume data yang diberikan ini,beberapa
kemiripan sampling teoritis (dalam kumpulan data penuh) kemungkinan akan
diizinkan oleh para peneliti (Oberst, 1993). Tapi ukuran kumpulan data belaka
tidak menceritakan keseluruhan cerita.
Sampling pasien yang memiliki kankerkisaran jenis-jenis yang relatif luas
(mulai dari kanker ginekologi sampai kanker paru-paru) dan baik pasien yang
menjalani pengobatan kemoterapi awal maupun mereka yang menerima pengobatan
untuk kekambuhan berkontribusi secara signifikan terhadap variasi dalam kumpulan
data. Strategi-strategi pengambilan sampel pada akhirnya memberikan kontribusi
untuk membangun sampel yang sesuai, terutama untuk mengungkapkan perspektif
perubahan trajektori dari waktu ke waktu. Akhirnya, meskipun format wawancara
yang terstruktur, adalah penting untuk dicatat bahwa pasien dan keluarga
berdialog tentang peristiwa-peristiwa bulan sebelumnya dalam bentuk "brainstorming" (Wiener &
Dodd, 1993, hal 18). Teknik ini memungkinkan subjek untuk memperkenalkan hampir
semua topik yang menjadi perhatian mereka (terlepas dari struktur wawancara
berikutnya). Transkripsi rekaman secara kata per kata dari dialog-dialog ini
memberikan kontribusi terhadap variasi dan ketepatan kumpulan data yang
dihasilkan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa bukti empiris diambil
melalui wawancara yang dilakukan dalam studi yang lebih besar menyediakan data
yang memadai dan sesuai untuk analisis sekunder menggunakan metode teori ground
yang secara tepat disesuaikan.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1. Penerapan theory of illness trajectory pada pasien kanker
Penyakit kanker sering
dirasakan sebagai penyakit yang tidak ada akhirnya, ancaman baru, dan pasien
senantiasa merasa dalam ketdakpastian. Pengingkaran, kecemasan, dan penerimaan
adalah reaksi emosional pasien yang dianggap normal dengann diagnosa kanker. Ketidakpastian muncul
ketika peristiwa yang akan dijalani memiliki banyak kemungkinan-kemungkinan, yang
berhubungan dengan risk atau benefits dari pengobatan kanker. Kecemasan terjadi
ketika seseorang merasa terancam baik fisik maupun psikologisnya misalnya harga
diri, gambaran diri, dan identitas ego. Dikatakan oleh Mishel (2006) bahwa
sikap seseorang pada penyakitnya, ditentukan oleh persepsi ketidakpastian
mereka yang didukung dengan pengetahuan masing-masing individu.
3.2. Ketidakpastian Temporary
Ketidakpastian yang pertama
pada pasien kanker adalah ketidakpastian temporary. Ketidakpastian ini timbul
dikarenakan ketidakpastian terhadap prognosis penyakit, bagaimana cara
penyembuhannya, serta bagaimana perubahan yang terjadi dalam kehidupannya di
masa yang akan datang. Pasien merasa cemas akan situasi penyakit yang
dihadapinya mulai dari putus harapan, tidak lagi melihat sinar cerah, muncul
pengingkaran, ancaman terhadap kelangsungan hidup, dan kemungkinan cacat atau
kehilangan fungsi tubuh. Penerimaan pasien dapat dipengaruhi secara negatif
oleh keluhan penyakit yang mengancam, stadium sangat lanjut dari kanker,
kurangnya dukungan karena
kurangnya komunikasi antara dokter atau para pemberi pelayanan, masalah-masalah
didalam keluarga, atau kesulitan didalam hubungan dengan orang tercinta. Terkadang informasi
tentang penyakit
pasien tidak dijelaskan secara
rinci, prosedur pengobatan yang dijalani dan perawatan setelah tindakan
pengobatan
sehingga ada ketidakpastian akan apa yang terjadi jika pengobatan dilakukan (Neuman,
2012).
Sikap pasien terhadap penyakit
kanker dan pengobatannya
juga bisa disebabkan oleh beberapa hal. Kemampuan kognitif
pasien tentang penyakit kanker dan pengobatannya berbeda. Pencarian informasi oleh tiap-tiap pasien
berbeda-beda sehingga persepsi mereka pun berbeda. Kurangnya pengetahuan dan
informasi pasien mengenai penyakit, tidak jelasnya diagnosis, prognosis, dan
gejala-gejala yang akan muncul setelah pengobatan kanker juga menjadi penyebab persepsi
ketidakpastian mengenai hasil pengobatan yang akan dijalani (Madeo, al., 2012). Ketika
melakukan terapi pengobatanpun, pasien kanker akan mengalami perasaan
ketidakpastian terhadap
lama pengobatan yang harus dijalaninya dan keberhasilan/penyembuhan yang
didapat setelah pengobatan. Begitu
juga kejadian tak terduga pada efek samping pada treatment kanker dan gangguan hubungan
sosial pasien dengan kerabat sekitar membuat ketidakpastian pada pasien kanker
tersebut.
Persepsi ketidakpastian
seseorang akan mengakibatkan sikap yang positif atau negatif pada seseorang. Pasien
kanker juga pada umumnya dikuasai oleh perasaan tidak berguna,
kekhawatiran karena merasa dirinya hanya
menjadi beban keluarga dan orang lain, serta rasa malu, kesepian dan terasing
karena jauh dari teman atau ditinggalkan keluarga. Ketidakpastian akan masa depan
juga muncul dikarenakan perasaan pasien bahwa ia tidak mempunyai arti dan
manfaat bagi keluarga dan orang lain. Kehadiran keluarga, pasangan, dan pemberi
bantuan kesehatan sangat penting untuk dukungan, pengenalan dan pengakuan akan
ketidakpastian dan ancaman tersbut. Sesudah penyembuhan, ketidakpastian dan
ancaman tetap menganggu ketenangan pasien, dikarenakan ketidakpastian akan
berulangnya kembali penyakit kanker tersebut atau kemungkinan kanker berikutnya
dapat lebih parah dan kemampuan tubuh dalam mengontrol penyakitnya.
Peran struktur internal dalam
diri manusia dan struktur eksternal seperti dukungan sosial dari
keluarga, lingkungan sosial, dan para pemberi pelayanan kesehatan menjadi peran yang
mendukung dalam mengatasi ketidakpastian. Peran perawat dalam hal ini adalah memberikan informasi
yang sebenar-benarnya tentang apapun yang pasien ingin ketahui terkait penyakit
kanker dan pengobatannya, senantiasa mendampingi pasien dalam waktu-waktu yang
dianggap sulit oleh pasien, memberikan support mental dalam masa perawatannya,
serta memaksimalkan peran dan dukungan moral dari keluarga selama proses
penyembuhan pasien kanker tersebut.
3.3. Ketidakpastian Identitas
Ketidakpastian identitas
merupakan interpretasi diri yang menyimpang sebagai tubuh yang gagal untuk melakukan aktivitas dengan cara biasa dan
harapan terkait dengan arus kejadian (temporalitas) yang diubah oleh penyakit
dan pengobatan. Identitas ego berarti definisi ego berdasarkan atribut atau
trait yang membedakan diri dengan orang lain dan hubungan personal yang
dimilikinya. Setiap individu memiliki identitas yang berbeda sesuai dengan
latar belakang budaya, nilai-nilai
diri, kepercayaan, tujuan masa depan dan cara kita mendefinisikan diri
bergantung pula pada situasi dan konteks sosial. Perkembangan identitas ego
terbukti menjadi prediktor yang penting bagi tingkat rasa keingintahuan
individu (Jones & Hartmann, 1988 dalam Dumas, 2012)
Sebuah ketidakpastian identitas
ini bersumber dari kegagalan tubuh dan kesulitan membaca tubuh dalam
membuat pembentukan konsep diri. Pada pasien kanker saat pertama kali mendapati
diagnosanya adalah kanker sebagai sebuah kejutan. Ada perasaan ilusif, shock, sesuatu yang tidak nyata,
perasaan kaget, kesal, ketakutan, rasa tidak berdaya dan kesulitan untuk
percaya bahwa mereka sakit parah.
Sehingga pasien mencoba untuk mendorong mengeluarkan pikiran tersebut, tetapi
faktanya itu adalah “aku”.(Missel, Pedersen, Hendriksen, Tewes, & Adamsen,
2015)
Kegelisahan
dan depresi yang terjadi terus menerus akan berakibat pemikiran yang negative
tentang kanker. Sehingga identifikasi awal akan memfasilitasi intervensi yang
akan ditargetkan. Intervensi pencegahan harus fokus pada pengurangan ruminasi
dan memberikan dukungan emosional. (Lam et al., 2013). Perawat
merupakan bagian penting dari manajemen ketidakpastian. Perawat dapat
menyesuaikan intervensi untuk memenuhi kebutuhan spesifik seseorang. Penanganan
ketidakpastian identitas berbeda tergantung fase yang dialami. Misalnya, saat
menangani ketidakpastian di fase akut atau krisis, intervensi mungkin berbeda
dengan fase stabil. Selama fase krisis, mungkin ada sedikit ketidakpastian
daripada saat penyakit stabil. Ini bisa jadi karena selama tahap penyakit yang
lebih serius, tujuan pengelolaannya adalah untuk menghapus ancaman
hidup.Sebaliknya, selama fase stabil atau comeback persepsi ketidakpastian
dapat mengungkapkan ketidakpastian yang meningkat. (Christensen, 2015).
3.4. Ketidakpastian Tubuh
Ketidakpastian penderita kanker juga meliputi
ketidakpastian tubuh. Ketidakpastian tubuh meliputi perubahan yang berhubungan
dengan penyakit dan perawatan berpusat di kemampuan seseorang tampil dalam
kegiatan yang melibatkan penampilan, fungsi fisiologis, dan respon terhadap
pengobatan pada penderita kanker. Menurut Desen (2008), banyak terapi yang dilakukan
terhadap kanker, diantaranya kemoterapi yang umumnya digunakan untuk terapi
sistemik dan kanker dengan metastasis klinis ataupun subklinis. Pada kanker
stadium lanjut secara lokal, kemoterapi sering menjadi satu satunya metode
pilihan yang efektif. Hingga saat ini obat anti kanker jenis kemoterapi yang
sudah dapat digunakan secara klinis mencapai 70 jenis lebih.
Obat-obat kemoterapi sering menimbulkan
efek samping bagi pasien terutama mual muntah dengan derajat yang bervariasi.
Obat golongan Sisplatin, Karmustin, dan Siklofospamid merupakan jenis obat yang
mempunyai kemampuan tinggi dalam menimbulkan mual muntah. Lebih dari 90% pasien
yang menggunakan obat golongan ini mengalami muntah (Hesketh, 2008). Mual
muntah yang dialami pasien kanker menyebabkan penderita kanker tidak dapat
beraktivitas optimal dikarenakan rasa tidak nyaman dari keluhan mual serta
kondisi tubuh yang tidak stabil akibat terjadinya muntah yang sering terjadi.
Penderita kanker dapat tidak berdaya dalam menghadapi respon dari pengobatan
kanker ini jika tidak didukung oleh support system dari berbagai sumber.
Fakta lain dari pengobatan kemoterapi pada
pasien kanker yaitu tidak selektif kerjanya. Dampak dari terapi itu beberapa
sel-sel normal/ sehat yang memiliki aktifitas pembelahan yang tinggi seperti
sel-sel sumsum tulang, akar rambut, kulit, kelenjar kelamin akan terhambat
(Sutandio , 1999). Dampak rambut rontok dapat menyebabkan ketidakpastian tubuh
pada pasien. Bagaimana koping pasien agar dapat tetap produktif dengan
penampilan tubuhnya yang telah berubah dari keadaan sebelumnya, akan sangat
ditentukan oleh support system yang adekuat. Dari keseluruhan ketidakpastian
yang ada, perawat bertugas untuk menjembatani dan mengkomunikasikan pentingnya
peningkatan support system bagi
pasien.
3.5 Kelebihan dan kekurangan penerapan theory of illness trajectory pada pasien Kanker
Sesuai dengan tingkatannya
sebagai middle range teori
keperawatan, teori trajectory illness
sudah dapat diterapkan secara langsung dalam praktik keperawatan. Teori
tersebut memiliki karakteristik khusus sebagai middle range theory, yaitu terdapat scope tertentu dalam penerapannya. Menurut Murray (2005), pasien dengan kanker
merupakan satu dari tiga cakupan teori trajectory
illness yaitu yang termasuk dalam kategori periode singkat penurunan
fungsi. Pasien dengan kanker mengalami penurunan fungsi yang cukup drastis,
yang digambarkan dalam grafik berikut.
Implikasi keperawatan yang muncul dari fenomena tersebut
adalah bagaimana perawat dan tenaga kesehatan lainnya dapat mempersiapkan
kematian yang terbaik bagi pasien, sesuai dengan konsep perawatan paliatif. Adanya
kebutuhan akan pemberian asuhan yang berkelanjutan pada pasien kanker, teori
trajectory illness banyak dikembangkan, salah satunya oleh Christensen (2015). Kelebihan dari modifikasi
teori trajectory illness adalah teori tersebut memiliki struktur pengkajian,
intervensi, dan management goal yang
lengkap dan komprehensif, serta mencakup seluruh fase yang mungkin muncul pada
pasien dengan penyakit terminal. Struktur perawatan tersebut dapat membantu memudahkan perawat dalam mengetahui
kebutuhan fokus pasien di setiap fase, sehingga perawat dapat memenuhi
kebutuhan pasien dengan tepat.
Kerangka kerja dari teori trajectory illness juga dapat digunakan
untuk mendeskripsikan perilaku penderita kanker dalam menjalani kehidupannya,
seperti yang dilakkan oleh Klimmek & Wenzel (2013). Hasil pengamatan tentang
perilaku pasien dengan kanker juga dapat menberikan peringatan bagi perawat
agar mampu mengenali gejala ketidakpastian pasien dengan penyakit kanker lebih
awal, agar pasien terhindar dari keadaan keputusasaan.
Namun kembali pada prinsip
bahwa teori trajectory illness ini
hanya memberikan gambaran konseptual, pasien tidak boleh hanya dimasukkan ke
dalam kategori yang ditetapkan tanpa melakukakn tinjauan kondisi. Pasien memiliki
kemungkinan untuk meninggal pada tahap yang berbeda dengan pasien yang lain, serta
memiliki tingkat perkembangan penyakit bisa saja bervariasi. Seorang pasien
bisa saja memiliki penyakit penyerta lain selain kanker sehingga prioritas dan
kebutuhannya berubah. Kekurangan dari teori trajectory illness ini juga masih
membutuhkan pengembangan terhadap poin-poin pengkajian yang lebih aplikatif,
seperti pertanyaan-pertanyaan yang digunakan dalam pengkajian yang disatukan
menjadi intrumen pengkajian. Namun karena beragamnya jenis pengkajian yang
dibedakan berdasarkan fase, maka pada fase tertentu perawat tidak bisa
menggunakan pengkajian dari fase yang lain. Hal ini menjadi kekurangan karena
perawat harus bisa mengidentifikasi terlebih dahulu seorang pasien sedang
berada di fase apa, lalu menentukan jenis pengkajian serta intervensi apa yang
tepat digunakan pada pasien tersebut.
BAB 4
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
Theory of Illness Trajectory dikenalkan oleh dua tokoh
yaitu Carolyn L. Wiener dan Marylin J. Dodd. Carolyn L. Wiener. Teori ini menjelaskan
penggunaan istilah kerja. “Para pemain yang bervariasi dalam organisasi
memiliki berbagai jenis pekerjaan; namun, pasien adalah pekerja sentral dalam
trajektori sakit”. Pekerjaan yang hidup dengan penyakit menghasilkan
konsekuensi tertentu yang menyerap kehidupan orang-orang yang terlibat. Pada
gilirannya, konsekuensi dan konsekuensi timbal balik berada diseluruh
organisasi, melibatkan organisasi, melibatkan organisasi keseluruhan dengan
pekerja pusat (yaitu, pasien) melalui trajektori hidup dengan penyaki Menjalani
sebuah penyakit dapat menciptakan gangguan dalam kehidupan normal seseorang.
Gangguan tersebut dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan, termasuk fungsi
fisiologis, interaksi sosial, dan konsep diri. Salah satu hal yang menjadi
respon terhadap gangguan tersebut adalah koping. Karena proses seputar
perjalanan penyakit terapat di dalam konteks kehidupan seseorang, maka respon
koping secara inheren terletak pada interaksi sosiologis dengan orang lain dan
proses biografi diri.
Asumsi utama teori ini adalah Manusia adalah fokus dari teori
Wiener dan Dodd tentang trajektori sakit. Teori ini menjelaskan asumsi utama
yang mencerminkan turunannya dalam sebuah perspektif sosiologis Teori ini
meliputi tidak hanya komponen fisik dari penyakit, tetapi “total organisasi
kerja yang dilakukan selama perjalanan penyakit. Konsep utama teori ini adalah
ketidakpastian identitas, peran dan tubuh. Kelebihan dari modifikasi teori
trajectory illness adalah teori tersebut memiliki struktur pengkajian,
intervensi, dan management goal yang
lengkap dan komprehensif, serta mencakup seluruh fase yang mungkin muncul pada
pasien dengan penyakit terminal. Struktur perawatan tersebut dapat membantu memudahkan perawat dalam mengetahui
kebutuhan fokus pasien di setiap fase, sehingga perawat dapat memenuhi
kebutuhan pasien dengan tepat.Kerangka kerja dari teori trajectory illness juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan
perilaku penderita kanker dalam menjalani kehidupannya
DAFTAR
REFERENSI
Alligood,
Martha Raile. 2017. Nursing theories and
their work. Singapore: Elsevier
Christensen, D. (2015). The Health Change Trajectory
Model. Advances in Nursing Science, 38(1), 55–67.
https://doi.org/10.1097/ANS.0000000000000061
Klimmek,
R., & Wenzel, J. (2013). NIH Public Access, 39(6). https://doi.org/10.1188/12.ONF.E499-E510.Adaptation
Lam,
W. W. T., Soong, I., Yau, T. K., Wong, K. Y., Tsang, J., Yeo, W., … Fielding,
R. (2013). The evolution of psychological distress trajectories in women
diagnosed with advanced breast cancer: A longitudinal study. Psycho-Oncology,
22(12), 2831–2839. https://doi.org/10.1002/pon.3361
Missel,
M., Pedersen, J. H., Hendriksen, C., Tewes, M., & Adamsen, L. (2015).
Diagnosis as the First Critical Point in the Treatment Trajectory. Cancer
Nursing, 38(6), E12–E21. https://doi.org/10.1097/NCC.0000000000000209
Murray,
S. A. (2005). Illness trajectories and palliative care. Bmj, 330(7498),
1007–1011. https://doi.org/10.1136/bmj.330.7498.1007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar