KONSEP MEDIS
Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk
cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih
banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml/sekali defekasi (Hendarwanto,
1999).
Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair
lebih dari tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan
berlangsung singkat dalam beberapa jam atau beberapa hari.
Penyebab
Diare akut
karena infeksi (gastroenteritis) dapat ditimbulkan oleh:
1.
Bakteri : Escherichia coli,
Salmonella typhi, Salmonella para typhi A/B/C, Shigella dysentriae, Shigella
flexneri, Vivrio cholera, Vibrio eltor, Vibrio parahemolyticus, Clostridium perfrigens,
Campilobacter (Helicobacter) jejuni, Staphylococcus sp, Streptococcus sp,
Yersinia intestinalis, Coccidiosis.
2.
Parasit : Protozoa (Entamoeba
hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp) dan Cacing ( A.
lumbricodes, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. velmicularis, S.
stercoralis, T. saginata dan T. solium)
3.
Virus : Rotavirus, Adenovirus
dan Norwalk.
Penelitian di RS Persahabatan Jakarta Timur (1993-1994) pada 123
pasien dewasa yang dirawat di bangsal diare akut didapatkan hasil isolasi
penyebab diare akut terbanyak adalah E. coli (38 %), V. cholera Ogawa (18 %)
dan Aeromonas sp. 14 %).
Patofisiologi
Sebanyak kira-kira 9-10 liter cairan
memasuki saluran cerna setiap hari yang berasal dari luar (asupan diet) dan
dari dalam tubuh sendiri (sekresi cairan lambung, empedu dan sebagainya).
Sebagian besar jumlah tersebt diresorbsi di usus halus dan sisanya sebanyak
1500 ml memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari cairan usus besar akan
diresorbsi sehingga tersisa sejumlah 150-250 ml cairan ikut membentuk tinja.
Faktor-faktor fisiologis yang menyebabkan
diare sangat erat hubungannya satu sama lain. Misalnya, cairan dalam lumen usus
yang mengkat akan menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis karena
meningkatnya volume sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu
henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan waktu penyentuhan
makanan dengan mukosa usus sehingga penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain
terganggu. Bagan patofisiologi diare dan mekanisme kompensasi dengan larutan
gula garam secara sederhana dapat dilihat pada gambar berikut:
Dinding Epitel
Lumen Usus Entero toksin Sel Epitel Usus
AMP Siklik
Cl
(H2O, K+,
Na+, HCO3)
Glukosa
Na+
Glukosa
H2O
HCO3
Cl-
Na+
K+
Vaskuler
Mekanisme Kerja Enterotoksin AMP Siklik
dan Cara Kompensasi dengan Larutan
Gula Garam
Patogenesis
Dua hal umum
yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah faktor
kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh
untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut
yang terdiri atas faktor-faktordaya tahan tubuh atau lingkungan intern traktus
intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus dan juga mencakup flora
normal usus.
Penurunan
keasaman lambung pada infeksi shigella telah terbukti dapat menyebabkan
serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi
terhadap infeksi V.cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama
waktu diare dan gejala penyakit serta mengurangi kecepatan eliminasi agen
sumber penyakit. Peran imunitas tubuh dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi
Giardiasis yang lebih tinggi pada mereka yang kekurangan Ig-A. Percobaan lain
membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang suatu toksoid berulangkali akan
terjadi sekresi antibodi. Percobaan pada binatang menunjukkan berkurangnya
perkembangan S. typhi murium pada mikroflora usus yang normal.
Faktor kausal
yang mempengaruhi patogenitas antara lain daya penetrasi yang dapat merusak sel
mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus
halus serta daya lekat kuman pada lumen usus. Kuman dapat membentuk
koloni-koloni yang dapat menginduksi diare.
Berdasarkan
kemampuan invasi kuman menembus mukosa usus, bakteri dibedakan atas:
1.
Bakteri non-invasif
(enterotoksigenik)
Misalnya V.
cholera/eltor, Enterotoxigenic E Coli (ETEC) dan C. perfringens tidak merusak
mukosa, mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit
sesudah diproduksi yang mengaktivasi sekresi anion klorida dari sel ke dalam
lumen usus yang diikuti air, ion bokarbonat, natrium dan kalium sehingga tubuh
akan kekurangan cairan dan elektrolit yang keluar bersama tinja.
2.
Bakteri enterovasif
Misalnya
Enteroinvasive E. Coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, dan C.
perfringens type CV. cholera/eltor, Enterotoxigenic E Coli dan C. perfringens.
Dalam hal ini, diare terjadi akibat nekrosis dan ulserasi dinding usus. Sifat
diarenya sekretorik eksudatif., dapat tercampur lendir dan darah. Walaupun
demikian, infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai suatu
diare koleriformis.
Manifestasi
Klinis
Diare akut
karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia,
nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi
yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus,
berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih
menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala
ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena
kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam
karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat
pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan
Kussmaul)
Gangguan
kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak
terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang
sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia
jantung.
Penurunan
tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit
nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
Prinsip
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
1.
Rehidrasi sebagai prioritas
utama terapi.
2.
Tata kerja terarah untuk
mengidentifkasi penyebab infeksi.
3.
Memberikan terapi simtomatik
4.
Memberikan terapi definitif.
1.
Rehidrasi sebagai
prioritas utama terapi.
Ada 4 hal yang
penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat,
yaitu:
1)
Jenis cairan yang hendak
digunakan.
Pada saat ini
cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di
pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium
tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang
sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter
NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan
oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
2)
Jumlah cairan yang hendak
diberikan.
Pada prinsipnya
jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan
yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat dihitung
dengan cara/rumus:
-
Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan
dihitung dengan rumus:
BJ Plasma – 1,025
---------------------- x BB x 4 ml
0,001
-
Metode Pierce
Berdasarkan
keadaan klinis, yakni:
* diare ringan,
kebutuhan cairan = 5% x kg BB
* diare sedang,
kebutuhan cairan = 8% x kg BB
* diare ringan,
kebutuhan cairan = 10% x kg BB
-
Metode Daldiyono
Berdasarkan
skoring keadaan klinis sebagai berikut:
* Rasa haus/muntah =
1
* BP sistolik 60-90 mmHg =
1
* BP sistolik <60 mmhg="" span="" style="mso-tab-count: 3;"> 60>=
2
* Frekuensi nadi >120 x/mnt =
1
* Kesadaran apatis =
1
* Kesadaran somnolen, sopor atau koma = 2
* Frekuensi napas >30 x/mnt =
1
* Facies cholerica =
2
* Vox cholerica =
2
* Turgor kulit menurun =
1
* Washer women’s hand =
1
* Ekstremitas dingin =
1
* Sianosis =
2
* Usia 50-60 tahun = 1
* Usia >60
tahun =
2
Kebutuhan cairan
=
Skor
-------- x 10% x kgBB x 1 ltr
15
3)
Jalan masuk atau cara pemberian
cairan
Rute pemberian
cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan orali dengan
komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl stiap
liternya diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya pertama dan juga
setelah rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.
4)
Jadual pemberian cairan
Jadual rehidrasi
inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor diberikan dalam
waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat mungkin.
Jadual pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada
kehilangan cairan selama 2 jam fase inisial sebelumnya. Dengan demikian,
rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.
2.
Tata kerja terarah untuk
mengidentifkasi penyebab infeksi.
Untuk mengetahui
penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan dengan keadaan klinis diare tetapi
penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan biakan tinja disertai dengan
pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap.
Gangguan
keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diperjelas melalui pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah,
elektrolit, ureum, kreatinin dan BJ plasma.
Bila ada demam
tinggi dan dicurigai adanya infeksi sistemik pemeriksaan biakan empedu, Widal,
preparat malaria serta serologi Helicobacter jejuni sangat dianjurkan. Pemeriksaan
khusus seperti serologi amuba, jamur dan Rotavirus biasanya menyusul setelah
melihat hasil pemeriksaan penyaring.
Secara klinis
diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:
1)
Koleriform, diare dengan tinja
terutama terdiri atas cairan saja.
2)
Disentriform, diare dengan
tinja bercampur lendir kental dan kadang-kadang darah.
Pemeriksaan penunjang yang telah disinggung
di atas dapat diarahkan sesuai manifestasi klnis diare.
3.
Memberikan terapi
simtomatik
Terapi
simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan keuntungannya.
Antimotilitas usus seperti Loperamid akan memperburuk diare yang diakibatkan
oleh bakteri entero-invasif karena memperpanjang waktu kontak bakteri dengan
epitel usus yang seyogyanya cepat dieliminasi.
4.
Memberikan terapi
definitif.
Terapi kausal
dapat diberikan pada infeksi:
1)
Kolera-eltor: Tetrasiklin atau
Kotrimoksasol atau Kloramfenikol.
2)
V. parahaemolyticus,
3)
E. coli, tidak memerluka terapi
spesifik
4)
C. perfringens, spesifik
5)
A. aureus : Kloramfenikol
6)
Salmonellosis: Ampisilin atau
Kotrimoksasol atau golongan Quinolon seperti Siprofloksasin
7)
Shigellosis: Ampisilin atau
Kloramfenikol
8)
Helicobacter: Eritromisin
9)
Amebiasis: Metronidazol atau
Trinidazol atau Secnidazol
10) Giardiasis: Quinacrine atau Chloroquineitiform atau Metronidazol
11) Balantidiasis: Tetrasiklin
12) Candidiasis: Mycostatin
13) Virus: simtomatik dan suportif
KONSEP
KEPERAWATAN
Riwayat
Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan
klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah
4.
Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelelelahan, kelemahan
atau malaise umum
-
Insomnia, tidak tidur semalaman
karena diare
-
Gelisah dan ansietas
5.
Sirkulasi:
Tanda:
- Takikardia (reapon terhadap dehidrasi,
demam, proses inflamasi dan nyeri)
- Hipotensi
-
Kulit/membran mukosa : turgor
jelek, kering, lidah pecah-pecah
6.
Integritas ego:
Gejala:
-
Ansietas, ketakutan,, emosi
kesal, perasaan tak berdaya
Tanda:
-
Respon menolak, perhatian
menyempit, depresi
7.
Eliminasi:
Gejala:
-
Tekstur feses cair, berlendir,
disertai darah, bau anyir/busuk.
-
Tenesmus, nyeri/kram abdomen
Tanda:
-
Bising usus menurun atau
meningkat
-
Oliguria/anuria
8.
Makanan dan cairan:
Gejala:
-
Haus
-
Anoreksia
-
Mual/muntah
-
Penurunan berat badan
-
Intoleransi diet/sensitif
terhadap buah segar, sayur, produk susu, makanan berlemak
Tanda:
-
Penurunan lemak sub kutan/massa
otot
-
Kelemahan tonus otot, turgor
kulit buruk
-
Membran mukosa pucat, luka, inflamasi
rongga mulut
9.
Hygiene:
Tanda:
-
Ketidakmampuan mempertahankan
perawatan diri
-
Badan berbau
10. Nyeri dan Kenyamanan:
Gejala:
-
Nyeri/nyeri tekan kuadran kanan
bawah, mungkin hilang dengan defekasi
Tanda:
-
Nyeri tekan abdomen, distensi.
11. Keamanan:
Tanda:
-
Peningkatan suhu pada infeksi
akut,
-
Penurunan tingkat kesadaran,
gelisah
-
Lesi kulit sekitar anus
12. Seksualitas
Gejala:
-
Kemampuan menurun, libido
menurun
13. Interaksi sosial
Gejala:
-
Penurunan aktivitas sosial
14. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
-
Riwayat anggota keluarga dengan
diare
-
Proses penularan infeksi
fekal-oral
-
Personal higyene
-
Rehidrasi
Tes
Diagnostik
Lihat konsep
medis.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
15.
Kekurangan volume cairan b/d
kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual).
16.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus.
17.
Nyeri (akut) b/d
hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
18.
Kecemasan b/d perubahan status
kesehatan, perubahan status sosio-ekonomis, perubahan fungsi peran dan pola
interaksi.
19.
Kurang pengetahuan tentang
kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d pemaparan informasi terbatas, salah
interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
Dx.1
Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan
muntah serta intake terbatas (mual)
Intervensi dan
Rasional:
20.
Berikan cairan parenteral
sesuai dengan program rehidrasi
-
Sebagai upaya rehidrasi untuk
mengganti cairan yang keluar bersama feses.
21.
Pantau intake dan output.
-
Memberikan informasi status
keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan pengganti.
22.
Kaji tanda vital, tanda/gejala
dehidrasi dan hasil pemeriksaan laboratorium
-
Menilai status hidrasi,
elektrolit dan keseimbangan asam basa.
23.
Kolaborasi pelaksanaan terapi
definitif.
-
Pemberian obat-obatan secara
kausal penting setelah penyebab diare diketahui.
Dx.2
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi
nutrien dan peningkatan peristaltik usus.
Intervensi dan
Rasional:
1.
Pertahankan tirah baring dan
pembatasan aktivitas selama fase akut.
-
Menurunkan kebutuhan metabolik.
2.
Pertahankan status NPO (puasa)
selama fase akut/ketetapan medis dan segera mulai pemberian makanan per oral
setelah kondisi klien mengizinkan
-
Pembatasan diet per oral
mungkin ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan peristaltik sehingga
terjadi kekurangan nutrisi. Pemberian makanan sesegera mungkin penting setelah
keadaan klinis klien memungkinkan.
3.
Kolaborasi pemberian roborantia
seperti vitamin B 12 dan asam folat.
-
Diare menyebabkan gangguan
fungsi ileus yang berakibat terjadinya malabsorbsi vitamin B 12; penggantian
diperlukan untuk mengatasi depresi sum sum tulang, meningkatkan produksi SDM.
-
Defisiensi asam folat dapat
terjadi bila diare berlanjut akibat malabsorbsi.
4.
Kolaborasi pemberian nutrisi
parenteral sesuai indikasi.
-
Mengistirahatkan kerja
gastrointestinal dan mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih lanjut.
Dx.3 Nyeri
(akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
Intervensi dan
Rasional:
1.
Atur posisi yang nyaman bagi
klien, misalnya dengan lutut fleksi.
-
Menurunkan tegangan abdomen.
2.
Lakukan aktivitas pengalihan
untuk memberikan rasa nyaman seperti masase punggung dan kompres hangat abdomen
-
Meningkatkan relaksasi,
mengalihkan fokus perhatian kliendan meningkatkan kemampuan koping.
3.
Bersihkan area anorektal dengan
sabun ringan dan airsetelah defekasi dan berikan perawatan kulit
-
Melindungi kulit dari keasaman
feses, mencegah iritasi.
4.
Kolaborasi pemberian obat
analgetika dan atau antikolinergik sesuai indikasi
-
Analgetik sebagai agen anti
nyeri dan antikolinergik untuk menurunkan spasme traktus GI dapat diberikan
sesuai indikasi klinis.
5.
Kaji keluhan nyeri (skala
1-10), perubahan karakteristik nyeri, petunjuk verbal dan non verbal
-
Mengevaluasi perkembangan nyeri
untuk menetapkan intervensi selanjutnya.
Dx.4 Kecemasan
b/d perubahan status kesehatan, perubahan status sosio-ekonomis, perubahan
fungsi peran dan pola interaksi.
Intervensi dan
Rasional:
1.
Dorong klien untuk membicarakan
kecemasan dan berikan umpan balik tentang mekanisme koping yang tepat.
-
Membantu mengidentifikasi
penyebab kecemasan dan alternatif pemecahan masalah.
2.
Tekankan bahwa kecemasan adalah
masalah yang umum terjadi pada orang lain yang mengalami masalah yang sama
dengan klien.
-
Membantu menurunkan stres
dengan mengetahui bahwa klien bukan satu-satunya orang yang mengalami masalah
yang demikian.
3.
Ciptakan lingkungan yang
tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus dalam membantu klien.
-
Mengurangi rangsang eksternal
yang dapat memicu peningkatan kecamasan.
4.
Kolaborasi pemberian obat
sedatif bila diperlukan.
-
Dapat digunakan sebagai anti
ansitas dan meningkatkan relaksasi.
5.
Kaji perubahan tingkat kecemasan
(misalnya dengan indeks HARS)
-
Mengevaluasi perkembangan
kecemasan untuk menetapkan intervensi selanjutnya.
Dx.5 Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d pemaparan
informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan
kognitif.
Intervensi dan
Rasional:
1.
Kaji kesiapan klien mengikuti
pembelajaran, termasuk pengetahuan klien tentang penyakit dan perawatannya.
-
Efektivitas pembelajaran
dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar belakang pengetahuan
sebelumnya.
2.
Jelaskan tentang proses
penyakit, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan aktivitas sehari-hari.
-
Pemahaman tentang masalah ini
penting untuk meningkatkan partisipasi klien dan keluarga dalam proses
perawatan klien.
3.
Jelaskan tentang tujuan
pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta efek samping yang
mungkin timbul.
-
Meningkatkan pemahaman dan
partisipasi klien dalam pengobatan.
4.
Jelaskan dan tunjukkan cara
perawatan perineal setelah defekasi.
-
Meningkatkan kemandirian dan
kontrol klien terhadap kebutuhan perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi
pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan,
Ed.3, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Ed.4, EGC, Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I, Ed. Ke-3, BP FKUI, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar