A.
Pengertian
Intoksikasi (keracunan) adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam
tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Istilah
peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai manusia untuk
membasmi hama yang merugikan manusia. Termasuk peptisida ini adalah
insektisida. Ada dua macam insektisida
yang paling banyak digunakan dalam pertanian adalah :
- insektisida hidrokarbo khlorin (IHK = chlorinated hydrocarbon)
- insektisida fosfat organic (IFO = organo phosphate insecticide).
Yang paling sering digunakan
adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus meningkat. Sifat - sifat dari IFO adalah insektisida
poten yang paling banyak digunakan dalam
pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun dan
Sarin. Bahan ini menembus kulit yang normal (intact), juga dapat diserap di
paru dan saluran makanan, namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti
halnya golongan IHK.
Macam – macam IFO adalah Malathion (Tolly), Paraathion, Diazinon,
Basudin, Paraoxon dan lain – lain. IFO sebenarnya dibagi 2 macam yaitu IFO
murni dan golongan carbamate. Salah satu contoh golongan carbamate adalah
baygon.
B.
Patogenesis
IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim
asetilkolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan
normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis Akh dengan jalan mengadakan
ikatan Akh- KhE yang bersifat inaktif. Bila konsentrasi racun lebih tinggi
ikatan IFO – KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan AKh di
tempat – tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala rangsangan AKh yang
berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP
(menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP).
Pada keracunan IFO, ikatan IFO –KhE bersifat menetap (irreversible),
sedangkan pada keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible).
Secara farmakologis efek AKh dapat dibagi dalan 3 bagian, yaitu :
- Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkus dan jantung.
- Nikotinik, terutama pada otot – otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot pernapasan.
- SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang – kejang (konvulsi) sampai koma.
C.
Gambaran klinik
Yang paling
menonjol adalah kelainan visus, hiperaktivitas kelenjar ludah, keringat dan
saluran pencernaan, serta kesukaran bernapas.
Keracunan ringan
: anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, rasa takut, tremor lidah, kelopak mata,
pupil miosis.
Keracunan sedang
: nausea, muntah – muntah, kejang atau kram perut, hipersaliva, hiperhidrosis,
fasikulasi otot dan bradikardi.
Keracunan berat
: diare, pupil pi – point, reaksi cahaya negatif, sesak napas, sianosis, edema
paru, inkontinensia urine dan feses, konvulsi, koma, blokade jantung, akhirnya
meninggal.
D.
Pemeriksaan .
1.
Laboratorik.
Pengukuran kadar KhE dalam sel darah merah dan plasma, penting untuk
memastikan diagosis keracunan IFO akut maupun kronik (menurun sekian % dari
harga normal).
Keracunan akut :
ringan : 40 – 70 %
sedang : 20 – 40 %
berat : < 20 %.
Keracunan kronik bila kadar
KhE menurun sampai 25 - 50 %, setiap
individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan
baru diizinkan bekerja kembali bila kadar KhE telah meningkat > 75 % N.
2.
Patologi Anatomi (PA)
Pada keracunan
akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. Sering hanya ditemukan
edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru, otak dan organ – organ lain.
E.
Penatalaksanaan
1.
Resusitasi
Setelah jalan napas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernapasan
dan nadi. Infus dextrose 5 % kecepatan 15 – 20 tts/mnt, napas buatan + oksigen,
hisap lendir dalam saluran napas, hindari obat – obat depresan saluran napas,
kalau perlu respirator pada kegagalan napas berat. Hindar pernapasan buatan
dari mulut ke mulut sebab racun organofosfat
akan meracuni lewat mulut
penolong. Pernapasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau
menggunakan alat bag – valve – mask.
2.
Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar
atau dengan pemberian sirup ipecac 15 –30 ml. Dapat diulan setelah 20 menit
bila tidak berhasil.
Katarsis (intestinal lavage), dengan pemberian laksans bila diduga
racun telah sampai di usus halus dan tebal.
Kumbah lambung (KL atau gastric lavage), pada penderita yang
kesadaran yang menurun, atau pada mereka
yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila KL dikerjakan dalam 4 jam
setelah keracunan.
Keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis, katarsis dan KL sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan
terjadi kurang daari 4 – 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan KL sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa
endotrakeal berbalon, untuk mencegah aspirasi pneumonia.
3.
Antidotum
Atropin sulfat
(SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi AKh pada tempat penumpukan.
a.
Mula –mula diberikan bolus iv 1
– 2,5 mg
b.
Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg
setiap 5 – 10 – 15 menit sampai timbul gejala – gejala atropinisasi (muka
merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris, dan psikosis).
c.
Kemudian interval diperpanjang
setiap 15 – 30 – 60 menit, selanjutnya setiap 2 – 4 – 6 – 8 dan 12 jam
d.
Pemberian SA dihentikan minimal
setelah 2 X 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect
berupa edema paru dan kegagalan pernapasan akut yang sering fatal.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Pengkajian
difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan napas dan sirkulasi yang
mengancam jiwa, adaya gangguan asam basa, keadaan status jantung, status
kesadaran. Riwayat kesehatan : riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan,
berapa lama diketahui setelah keracunan,
ada masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan
dan kapan terjadinya.
B.
Masalah keperawatan
Masalah
keperawatan yang bisa timbul adalah tidak efektifnya pola napas, resiko tinggi
kekurangan cairan tubuh, gangguan kesadaran, tidak efektifnya koping indicidu.
C.
Intervensi
Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi
tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup, mencegah penyerapan dan
penawar racun (antidotum) yang meliputi resusitasi : air way, breathing dan
circulation, eliminasi untuk menghambat absorbsi melalui pencernaan dengan cara
kumbah lambung, emesis atau katartasis dan keramas rambut.
Berikan antidotum sesuai pesanan dokter
minimal 2 X 24 jam yaitu Atropin sulfat (SA).
Perawatan suportif meliputi pertahankan
agar pasien tidak sampai demam atau mengigil, monitor perubahan – perubahan
fisik seperti perubahan nadi yang cepat, distress pernapasan, sianosis,
diaphoresis, dan tanda – tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal
atau kematian. Monitor tanda vital setiap 15 menit untuk beberapa jam dan
laporkam perrubahannya segera kepada dokter. Catat tanda – tanda seperti
muntah, mual dan nyeri abdomen serta monitor semua muntah akan adanya darah.
Observasi feses dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan.
Jika pernapasan depresi, berikan oksigen
dan lakukan suction. Ventilator mungkin bias diperlukan.
Jika keracunan sebagai suatu usaha untuk
membunuh diri maka lakukan safety precautions. Konsultasi psikiatri atau
perawat psikiatris klinis. Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian,
reaksi depresi, psikosis, neurosis, mental retardasi dan lain – lain.
SUMBER :
1.
Lab./UPF Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Dr. Soetomo, (1994), “Pedoman Diagnosis dan Terapi”, Surabaya
2.
Phipps, etc. (1991), ”Medical
Surgical Nursing ; Cencept and Clinical Practice”, 4th,
Mosby Year Book, Toronto.
3.
Departemen Kesehatan RI,
(2000), “Resusistasi Jantung – Paru – Otak ; Bantuan Hidup Lanjut
(Advanced Life Support)”, Jakarta.
4.
Emerton, D.M., (1989), “Principles
and Practice of Nursing”, University of Queensland Press, Australia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar