Makalah asuhan keperawatan urolitiasis



  BAB   I
PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukannya batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian ini tidak sama di berbagai  belahan bumi. Di negara-negara berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli, sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas, hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari.
Di  Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini tiga merupakan penyakit terbanyak di bidang urologi di samping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.  
Batu saluran kemih (urolitiasis) dapat timbul pada organ-organ sistem perkemihan seperti : ginjal, ureter, kandung kemih. Batu itu sendiri disebut kalkuli. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urine. Kalkuli bervariasi dalam ukuran dari fokus mikroskopik sampai beberapa sentimeter dalam diameter yang cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu termasuk pH urine, kosentrasi zat terlarut urine, status urine, beberapa infeksi,diet tinggi kalsium, dan demineralisasi tulang. Kebanyakan batu mengandung kalsium, amoniomagnesium fosfat atau struvit, asam urat atau sistin. Perawatan di Rumah Sakit diperlukan sampai batu hilang dari saluran perkemihan dan komplikasi teratasi.   
1.2.    Tujuan        
a.       Tujuan umum   : Melatih kami dalam membuat asuhan keperawatan dengan baik dan benar, menambah wawasan tentang penyakit urolitiasis.
b.      Tujuan khusus
·         Memahami konsep urolitiasis sesuai dengan landasan teoritisnya.
·         Mampu membuat dan melaksanakan Asuhan Keperawatan dengan benar.

UROLITIASIS

A.    Defenisi
Urolitiasis/batu ginjal (kalkulus) adalah bentuk defosit mineral, paling umum oksalat Ca­­­2+ dan fosfat Ca2+ ; namun asam urat dan kristal lain juga pembentuk batu. (Doengoes,1997). 
Meskipun kalkulus ginjal  dapat terbentuk dimana saja dari saluran perkemihan, batu ini paling umum ditemukan pada pelvis dan kalik ginjal. Batu ginjal dapat tetap asimtomatik sampai keluar ke dalam ureter dan atau aliran urine terhambat, bila potensial untuk kerusakan adalah akut.

B.Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang belum terungkap (idiopatik). Faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorarng ada 2, yaitu  faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1.      Herediter
2.      Umur
3.      Jenis kelamin
Faktor ekstrinsik itu antara lain adalah :
1.      Geografi : pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah di Afika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2.      Iklim dan temperatur
3.      Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4.      Diet : diet benyak purin, oksalat, dan kalsiun mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
5.      Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas.
C.    Klasifikasi 
·         Menurut lokasi
Bagian proksimal  :  -  Nefrolitiasis
-  Pyelolitiasis
-  Ureterolitiasis
Bagian distal         :  -  Vesikolitiasis
   -  Uretralitiasis
·         Menurut komponen batu
-   Batu Kalsium ( kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran keduanya).
-   Batu Struvit (batu infeksi).
-   Batu Asam Urat
-   Batu jenis lain ( sistin, xanthin, triamteren dan batu silikat).

D.    Patofisiologi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura merupakan keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu merupakan kristalisasi dari mineral, matrik seperti pus, darah, tumor atau urat. Kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal) dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.


Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, kosentrasi solut di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih. Batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa.

E.Tanda dan Gejala
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau lokasi batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. 
·   Pasien dengan batu ginjal akan merasa pegal dan nyeri kolik pada daerah sudut kostovetebralis.
·   Pasien dengan batu ureter terdapat rasa nyeri mendadak disebabkan karena batu yang lewat, rasa sakit berupa rasa  pegal di CVA atau kolik yang menjalar ke perut bawah, bila batu di ureter paroksimal  nyeri menjalar ke abdomen. Bila batu di bagian distal maka nyeri menjalar ke inguinal.
·   Pasien dengan batu buli-buli terdapat gejala miksi yang lancar tiba-tiba berhenti dan terasa sakit yang menjalar ke penis. Miksi dapat lancar kembali bila posisi diubah.
·   Pasien dengan batu uretra dapat mengalami miksi yang tiba-tiba berhenti disertai rasa sakit yang hebat pada glans penis, batang penis, perineum dan rektum.
·   Hematuria seringkali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.


F. Pemeriksaan Penunjang
·         Foto Polos Abdomen
      Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling  sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non-opak (radio-lusen). 
·         Pielografi Intra Vena
      Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat penurunan fungsi ginjal, maka dapat dilakukan pemeiksaan pielografi retrogrd.
·         Ultrasonografi

G.    Penatalaksanaan
·         Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar sepontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan memberikan diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih.

·         Bedah Tertutup
Ø  ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat pemecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
Ø  Endourologi
Proses pemecahan batu yang dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi itu adalah :

1.      PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy)
      Mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
2.      Litotripsi
      Memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
3.      Ureteroskopi atau uretero-renoskopi
Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi.
·         Bedah Laparoskopi
Pembedahan ini untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
·         Bedah terbuka
Pengangkatan batu melalui pembedahan :
-          Pielolitotomi (batu diangkat dari pelvis ginjal)
-          Uretolitotomi (batu diangkat dari ureter)
-          otomi (batu diangkat dari kandung kemih)


ASUHAN KERERAWATAN PADA KLIEN 
DENGAN UROLITIASIS

I.       Pengkajian
A.    Data Biografi/Identitas klien
B.     Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama pasien pada saat menemui pelayanan kesehatan. Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri kolik, lokasi nyeri tergantung pada lokasi batu.
C.     Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat adanya Infeksi Saluran Kemih kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus).
D.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis.
E.     Pemeriksaan Fisik
·         Aktifitas/Istirahat
      Keterbatasan aktivitas/imobilisasi lama sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh, penyakit lama tak sembuh).
·         Sirkulasi
      Peningkat tekanan darah/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal). Kulit hangat dan kemerahan ; pucat
·         Eliminasi
      Penurunan haluaran urine (oliguria), kandung kemih penuh. Rasa terbakar, dorongan berkemih, di sertai adanya hematuria (bila terdapat kerusakan jaringan ginjal),  piuria ( bila terjadi infeksi) dan perubahan pola berkemih.
·         Gastrointestinal
      Mual/muntah, nyeri tekan abdomen, distensi abdominal, penurunan/tak adanya bising usus.
·         Neurosensori
Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi nyeri tergantung  pada lokasi batu, pada panggul di regio sudut costovertebral; nyeri dapat menyebar ke punggung, abdomen, dan turun ke inguinal. Nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis ginjal. Nyeri digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain. Adanya tanda perilaku distraksi, dan nyeri tekan pada area ginjal saat di palpasi.

II.    Prioritas Keperawatan     
·         Menghilangkan nyeri.
·         Mempertahankan fungsi ginjal adekuat.
·         Mencegah komplikasi.
·         Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.


III.  Tujuan Pemulangan
·         Nyeri hilang/terkontrol.
·         Keseimbangan cairan/elektrolit dipertahankan.
·         Komplikasi dicegah/minimal.
·         Proses penyakit/prognosis dan program terapi dipahami.

IV. Diagnosa Yang Mungkin Muncul.
a.       Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi ureteral.
b.      Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral.
c.       Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis pascaobstruksi.
d.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.

V.    Intervensi Keperawatan 
a.      Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi ureteral, ditandai dengan : 
·   Keluhan nyeri kolik.
·   Perilaku distraksi, gelisah, merintih, fokus pada diri sendiri nyeri wajah dan tegangan otot.
Tujuan :
·   Nyeri hilang.
Kriteria hasil :
·   Nyeri hilang dengan spasme terkontrol.
·   Tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.

Tindakan keperawatan :
1.      Catat lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10) dan penyebaran. Perhatikan tanda nonverbal, contoh peningkatan td dan nadi, gelisah, merintih.
2.      Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf terhadap perubahan kejadian/karakteristik nyeri.
3.      Berikan tindakan nyaman, contoh pijatan punggung, lingkungan istirahat.
4.      Bantu atau dorong dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 l/hari.
5.      Perhatikan keluhan peningkatan/menetapnya nyeri abdomen.
6.      Berikan kompres hangat pada punggung.
7.      Kolaborasi pemberian obat seperti narkotik, antispasmodik dan kortikosteroid.
Rasionalisasi
1.      Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan, gelisah dan ansietas berat.
2.      Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesik sesuai waktu (membantu dalam meningkatkan koping pasien dan menurunkan ansietas) dan mewaspadakan staf akan kemungkinan lewatnya batu/terjadi komplikasi. Penghentian tiba-tiba nyeri biasanya menunjukkan lewatnya batu.
3.      Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot, dan meningkatkan koping.
4.      Hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah pembentukan batu selanjutnya.
5.      Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasi urine ke dalam area perirenal. Ini membutuhkan kedaruratan bedah akut.
6.      Menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunkan refleks spasme.
7.      Biasanya narkotik diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik uretral dan meningkatkan relaksasi otot/mental. Antispasmodik menurunkan refleks spasme dan  dapat menurunkan kolik dan nyeri. Kortikosteroid mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu. 

b.      perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral ditandai dengan :
·         Penurunan haluaran urine (oliguria).
·         Kandung kemih terasa penuh.
·         Rasa terbakar.
·         Dorongan berkemih.
Tujuan :
·         Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya.
Kriteria hasil :
·         Berkemih dengan jumlah normal  dan perubahan pola berkemih teratasi.
·         Tidak mengalami tanda obstruksi.

Tindakan keperawatan
1.      Awasi pemasukan dan pengeluaran, karakteristik urine.
2.      Tentukan pola berkemih normal pasien dan pehatikan variasi.
3.      Dorong  pemasukan cairan.
4.      Periksa semua urine. Catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboraturium untuk analisa.
5.      Selidiki keluhan kandung kemih penuh; palpasi untuk distensi suprapubik. Perhatikan keluaran urine, adanya edema periorbital/tergantung.
6.       kolaborasi pemeriksaan laboraturium (bun, kreatinin, kultur urine dan sensitivitasnya).
7.      Kolaborasi pemberian obat.
8.      Kolaborasi untuk irigasi dengan asam atau larutan alkalin sesuai indikasi.
9.      Persiapkan pasien untuk prosedur endoskopi
10.  Kolaborasi untuk tindakan pielolitotomi terbuka, nefrolitotomi dan ureterolitotomi.

Rasionalisasi             
1.      Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi, seperti infeksi dan perdarahan.
2.      Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih.
3.      Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah dan debris serta dapat membantu lewatnya batu.
4.      Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi.
5.      Retensi urine dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan dan potensial risiko infeksi.
6.      Peningkatan bun, kreatinin, mengindikasikan disfungsi ginjal. Kultur urine menentukan adanya isk.
7.      Terapi diberikan sesuai dengan indikasi.
8.      Mengubah pH urine dapat membantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.  
9.      Kalkulus pada ureter distal dan tengan mungkin digerakkan oleh sistoskop endoskopi dengan penangkapan batu dalam kantung kateter.
10.  Pembedahan mungkin perlu untuk membuang batu yang terlalu besaruntuk melewati ureter.

c.       Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual/muntah ; diuresis pascaobstruksi
Tujuan :
·         Keseimbangan cairan.
Kriteria hasil :
·         Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil dan berat badan dalam rentang normal, nadi perifer normal, membran mukosa lembab dan turgor kulit baik.
Tindakan Keperawatan                                                                        
1.      Awasi pemasukan dan pengeluaran.
2.      Catat adanya muntah, diare.
3.      Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 l/hari.
4.      Awasi tanda vital. Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
5.      Kolaborasi pemberian cairan iv
6.      Kolaborasi untuk diet tepat, cairan jernih, makanan lembut.
7.      Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : antiemetik.




Rasionalisasi
1.      Membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya/derajat statis/kerusakan ginjal.
2.      Mual, muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung.
3.      Mempertahankan keseimbangan cairanuntuk homeostasis juga tindakan “mencuci” yang dapat membilas batu keluar.
4.      Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi.
5.      Mempertahankan volume sirkulasi, meningkatkan fungsi ginjal.
6.      Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas ginjal/membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi
7.      Menurunkan mual/muntah.


BAB IV
PENUTUP

4.1.  Kesimpulan
·         Urolitiasi (batu ginjal) adalah bentuk deposit mineral, paling umum kalsium oksalat dan kalsium fosfat, namun asam urat dan kristal lain juga pembentuk batu.
·            Faktor yang mempermudah terjadinya batu ada 2, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik diantaranya : herediter, umur dan jenis kelamin. Faktor ekstrinsik diantaranya : geografi, iklim dan temperatur, asupan air diet dan pekerjaan.
·   Urolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral.
·            Nyeri kolik merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien, lokasi nyeri dapat menunjukkan letak batu.
·            Terapi medikamentosa bisa dilakukan bila ukuran batu kurang dari 5 mm, dan terapi operatif dilakukan jika diameter batu > 1 cm,  dengan cara : bedah tertutup (ESWL, endourologi, bedah laparoskopi) dan bedah terbuka (pielolitotomi, uretolitotomi, sistolitotomi).
4.2.   Kritik dan Saran
Kami menyadari tentunya dalam penulisan makalah ini, banyak kekurangannya oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan. Kami berharap makalah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan urolitiasis dapat menambah pengetahuan tentang penyakit urolitiasis dan bermanfaat bagi kita semua.

Tidak ada komentar: