ASUHAN KEPERAWATAN BATU GINJAL



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Penyakit batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang cukup serius, baik di Indonesia maupun di dunia. Batu ginjal adalah suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu di ginjal maupun di saluran kemih (Pratomo, 2007). Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ginjal dapat terus menetap dan perlahan-lahan membesar di dalam ginjal sehingga menyebabkan kerusakan permanen pada ginjal.
Penyakit batu ginjal sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insiden dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Angka kejadian batu ginjal di Indonesia pada 2002 adalah 37.636 kasus baru dengan jumlah kunjungan 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat 19.018 orang, dengan jumlah kematian 378 orang.






B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Setelah dilakukan seminar dan pembahasan, diharapkan mahasiswa mengerti tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Batu Ginjal (Urinary calculi).

2.      Tujuan Khusus
Setelah dilakukan seminar dan pembahasan, diharapkan mahasiswa mampu untuk:
a.       Memahami pengertian, penyebab, jenis, serta tanda dan gejala yang muncul pada penyakit Batu Ginjal (Urinary calculi).
b.      Menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja untuk perawatan pasien penderita Batu Ginjal (Urinary calculi).
c.       Menguraikan prosedur perawatan yang digunakan untuk pasian penderita Batu Ginjal (Urinary calculi).












BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.    Sistem Perkemihan
1.      Definisi
Sistem urinal (urinary tract) adalah suatu sistem saluran dalam tubuh manusia, meliputi ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra yang berfungsi untuk membersihkan tubuh dari zat-zat yang tidak diperlukan. Zat yang diolah oleh sistem ini selalu berupa zat yang larut dalam air.
Sistem perkemihan adalah suatu sistem yang di dalamnya terjadi penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat yang tidak digunakan oleh tubuh. Zat ini akan larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine. Zat yang dibutuhkan tubuh akan beredar kembali dalam tubuh melalui pembuluh darah kapiler ginjal, masuk kedalam pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh. Sistem perkemihan merupakan sistem rangkaian organ yang terdiri atas ginjal, ureter, cesika urinaria, dan uretra (Syaifuddin: 285, 2006).

2.      Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan terdiri atas:
a.       Ginjal
b.      Ureter
c.       Kandung kemih
d.      Uretra
Ginjal mengeluarkan sekret urine; ureter mengeluarkna urine dari ginjal ke kandung kemih; kandung kemih bekerja sebagai penampung urine; dan uretra mengeluarkan urine dari kandung kemih (Nursalam: 3, 2008).

a.      GINJAL
1)      Anatomi Struktur Makroskopik
Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan berbentuk seperti biji kacang. Terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Kutup atas ginjal kanan terletak setinggi kosta 12, sedangkan kutup atas ginjal kiri terletak setinggi kosta 11. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan kebawah oleh adanya lobus hepatis dexter yang besar.
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritoneum didepan 2 koska terakhir dan 3 otot-otot besar-transverius abdominis, kuadratus lumbirum dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kelenjar adrenal terletak diatas masing-masing ginjal. Setiap ginjal pada orang dewasa memiliki panjang 12 sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan beratnya antara 120 sampai 150 gram.

2)      Struktur Mikroskopik Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, loop henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
Secara spesifik dinyatakan bahwa bila sebuah ginjal kita iris memanjang, maka akan tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
a)      Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.

b)      Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.

c)      Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).

3)      Fisiologi Ginjal
a)      Fisiologi ginjal menurut Price, yaitu;
-          Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285m-osmolaritas dengan mengubah ekskresi air.
-          Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
-          Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan dengan mengeluarkan H+ dan membentuk kembali HCO3.
-          Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea, asam urat, dan kreatinin
-          Menghasilkan renin, penting untuk pengaturan tekanan darah
-          Menghasilkan eritopoetin, faktor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh sum-sum tulang
-          Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya
-          Degradasi insulin
-          Menghasilkan prostaglandin

b)     Perdarahan Ginjal
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior.




c)      Persarafan Ginjal
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.

4)      Tes Fungsi Ginjal
a)      Tes untuk protein
Bila ada kerusakan pada glomerulus atau tubulus, maka protein bocor masuk ke urin.
b)      Mengukur konsentrasi urea darah
Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum, maka ureum darah meningkat diatas kadar normal 20-40mg/100cc darah karena filtrasi mengukur glomerulus harus turun sampai 50%  sebelum kenaikan kadar urea darah terjadi
c)      Tes konsentrasi
Tes ini dilakukan dalam keadaan puasa selama 12 jam untuk melihat kenaikan BJ urin.
b.      URETER
1)      Anatomi Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. berdiameter 3 mm, Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak menyempit pada sambungan pelvis ginjal. Tempat ureter melewati tempat yang sempit adalah dititik ureter melewati kandunh kemih.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a)      Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa), terdiri dari jaringan ikat/fibrosa yang memberikan kekuatan bagi jaringan.
b)      Lapisan tengah (lapisan otot polos), melakukan kontraksi peristaltik, kontraksi ini dilakukan setiap 4-5 kali permenit.
c)      Lapisan sebelah dalam (lapisan mukosa), menghasilkan mucus yang berfungsi melindungi sel/jaringan akibat pergerakan peristaltik.

2)      Fisiologi Ureter
Fungsi ureter adalah untuk menyalurkan urin ke kandung kemih dan aliran urin ke kandung kemih dilakukan akibat gaya tarik bumi dan peristaltik otot polos dalam dinding ureter, selain itu lapisan-lapisan dinding ureter tersebut dapat menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.

c.       VESIKA URINARIA (KANDUNG KEMIH)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). letaknya dibelakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria mempunyao bentuk, ukuran dan posisi  sesuai dengan jumlah cairan di dalamnya, dengan kata lain vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet. Jika kandung kemih kosong terletak pada pelvis minor dan jika penuh akan terdorong kedepan memasuki rongga abdomen. Leher kandung kemih terletak 3-4 cm dibelakng simfisis fubis dan merupakan bagian organ yang paling rendah dan tetap.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
1)      Lapisan sebelah luar (Tunika muskularis), terdiri dari jaringan penyambung yang berisi pembuluh darah, pembuluh limfe, dan serabut saraf.
2)      Lapisan tengah (Tunika submukosa), terdiri dari serat otot polos dan jaringan elastis yang terdiri dari 3 permukaan, biasanya disebut otot-otot destrusor.
3)      Lapisan bagian dalam (Mukosa), terdiri dari lapisan epitel transisional.

Vesika urinaria mempunyai 2 sfingter (cincin otot, bila berkontraksi akan menutup lubang yang bersangkutan), yaitu:
1)      Sfingter uretra interna, terdiri dari otot polos, dan bekerja dibawah kontrol involunter
2)      Sfingter uretra eksterna, merupakan lapisan otot rangka yang diperkuat oleh diafragma pelvis, bekerja dibawah kontrol volunteer.

d.      URETHRA
Merupakan saluran sempit yang membentang dari orifisium uretra internal yang terdapat pada kandung kemih hingga orifisium uretra eksternal, yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm dan berfungsi sebagai kanal komunis untuk sistem reproduksi dan sistem perkemihan.

Terdiri dari 3 bagian, yaitu:
1)      Urethra pars Prostatica, terletak dari kandung kemih melewati kelenjar prostat
2)      Urethra pars membranosa (terdapat spinchter urethra externa), penetrasi dari pelvis masuk ke penis
3)      Urethra pars spongiosa, terletak di sepanjang penis sampai orifisium eksternal.

Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (menurut Taylor), 3-5 cm (menurut Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi sistem perkemihan. sfingter internal urethra bersifat involunter sedangkan sfingter eksternal bersifat volunteer. 
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
1)      Lapisan otot polos
merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
2)      Lapisan submukosa
lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
3)      Lapisan mukosa.

B.     Batu Ginjal
1.      Definisi
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di ginjal. Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan poinefrosis, urosepsis, abses ginjal ataupun pielonefritis (Muttaqin dan Sari: 108, 2011)
            Nefrolitiasis merujuk pada penyakit batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk didalam saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi didalam urine. Sebanyak 60% kandungan batu ginjal terdiri dari kalsium oksalat, asam urat, magnesium, ammonium, dan fosfat atau gelembung asam amino (Nursalam: 65, 2008).
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000).

2.      Etiologi
Ada beberapa faktor yang memungkinkan terbentuknya batu pada saluran kemih, yaitu sebagai berikut;
a.       Penyebab dan faktor predisposisi:
1)      Hiperkalemia dan hiperkalsiuria disebabkan oleh bebrapa kelebihan terkait reabsorpsi kalsium dari tulang (hiperparatiroidisme), asidosis tubulus ginjal, dan kelebihan asupan vitamin D, susu, dan alkali.
2)      Dehidrasi kronis, asupan cairan yang buruk, dan imobilitas.
3)      Diet tinggi purin dan abnormalitas metabolisme purin (hiperuremia dan gout)
4)      Infeksi kronis dengan urea mengandung bakteri (proteus vulgaris)
5)      Sumbatan kronis dimana urine tertahan akibat benda asing dalam saluran kemih.
6)      Kelebihan absorpsi oksalat dalam penyakit inflamasi usus
b.      Pelepasan ADH yang menurun dan peningkatan konsentrasi, kelarutan, dan pH urin.
c.       Lamanya kristal terbentuk didalam urin dipengaruhi oleh mobilisasi rutin
d.      Gangguan reabsorpsi ginjal dan gangguan aliran urin
e.       Infeksi saluran kemih
f.       Kurangnya asupan air dan diet tinggi purin mengandung zat penghasil batu
g.      Idiopatik  (Muttaqin dan Sari; 108, 2011)
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik yaitu:
a.       Faktor intrinsik, meliputi:
1)      Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
2)      Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3)      Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita. Lelaki dikatakan memiliki risiko dua hingga empat kali lebih besar dibandingkan perempuan. Dari penelitian Chen, hal ini dipengaruhi oleh reseptor hormon androgen yang ada pada lelaki.

b.      Faktor ekstrinsik, meliputi:
1)      Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu).
2)      Iklim dan temperatur.
3)      Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4)      Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
5)      Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

3.      Patofisiologi
Zat pembentuk batu dapat mengendap di urine jika ambang kelarutannya terlampaui. Pada rentang yang disebut rentang metastabil, pembentukan kristal mungkin tidak terjadi sama sekali atau hanya berjalan dengan sangat lambat, meskipun larutan sangat jenuh. Namun, jika konsentrasinya meningkat melebihi rentang metastabil, maka terjadilah kristalisasi.
            Pada peningkatan filtrasi dan ekskresi zat penghasil batu akan membuat peningkatan konsentrasi didalam plasma. Jadi, hiperkalsiuria dan fosfaturia terjadi akibat peningkatan absorpsi di usus dan mobilisasi dari tulang. Hiperkalsemia dapat disebabkan oleh kelainan metabolik pada pemecahan asam amino atau melalui peningkatan absropsinya di usus. Hiperurisemia terjadi akibat suplai yang berlebihan, sintesis baru yang meningkat, atau peningkatan pemecahan purin. Batu xantin dapat terjadi jika pemebentukan purin sangat meningkat dari pemecahan purin xantin menjadi asam urat dihambat.
            Gangguan reabsorpsi ginjal merupakan penyebab yang sering dari peningkatan eksresi ginjal pada hiperkalsiuria dan merupakan penyebab tetap pada sistinuria.
            Pelepasan ADH menyebabkan peningkatan konsentrasi zat pembentuk batu melalui peningkatan konsentrasi urine. Kelarutan beberapa zat bergantung pada pH urine. Fosfat mudah larut dalam urine yang asam, tetapi sukar larut dalam urine yang alkalis.
            Faktor lain yang juga penting adalah berapa lama sebenarnya kristal yang telah terbentuk tetap berada di dalam urine yang sangat jenuh.
            Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis, serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kali kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu  staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal mempengaruhi timbulnya batu ginjal.
            Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter.
Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelaianan struktur saluran kemih sebelah atas. Obstruksi diureter menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis, batu di pielum kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosespsis, abses ginjal, abses perinefritik, abses paranefritik ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut terjadi kerusakan ginjal dan jika mengenai kedua sisi dapat mengakibatkan gagal ginjal permanen.
(Muttaqin dan Sari;110, 2011)





4.      Teori Terbentuknya Batu
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian dijadikan dalam beberapa teori:
a.      Teori inti matriks
Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi organik sebagai inti antara lain mukopolisakarida dan muhoprotein yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
b.      Teori super saturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentukan batu dalam urin seperti sistin, asam urat dan kalsium oksalat mempermudah terbentuknya batu.
c.       Teori presipitasi
Perubahan pH pada urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin.
d.     Teori berkurangnya faktor penghambat
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, piropospat

5.      Klasifikasi Batu Ginjal
Menurut Silbernagl (2007), senyawa yang paling sering ditemukan dalam batu ginjal adalah kalsium oksalat (sekitar 70%), kalsium fosfat atau magnesium-amonium fosfat 30%), serta xantin atau sistin (<5 108="" 2011="" dan="" sari="" span="" uttaqin="">
a.       Batu Kalsium
Merupakan jenis yang paling sering dan mengandung kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau keduanya. Faktor predisposisinya adalah volume urine yang rendah, kadar kalsium urine tinggi, oksalat urine tinggi, dan sitrat urin rendah.
Pembentukan batu ini biasanya idiopatik dan berkaitan dengan:
1)      Hiperkalsiuria keadaan ini biasanya idiopatik dan berkaitan dengan peningkatan absorpsi di usus, yang dapat menyebabkan hiperparatiroidisme primer.
2)      Hiperoksaluria dapat terjadi akibat kelebihan asupan, kelebihan absorpsi dikolon pada penyakit ileus, atau kelainan metabolism bawaan.
3)      Hipositraturia  keadaan ini timbul akibat asidosis tubular ginjal distal, yang menyebabkan kelebihan metabolisme sitrat pada motokondria.

b.      Batu Asam Urat
Natrium urat bersifat relative tidak larut dalam pH asam. Sebagian kasus bersifat idiopatik dengan kadar urat darah dan urin normal, namun seringkali dengan urin asam. Urin yang asam diproduksi ketika terjadi kehilangan isi usus yang bersifat alkali akibat diare, ileotomi, atau penyalahgunaan laksan. Penyebab sekundernya meliputi kelainan metabolisme purin bawaan turnover atau kematian sel yang cepat, terutama selama kemoterapi kanker.

c.       Batu Sistin
Sistin bersifat relatif tidak larut, terutama pada pH asam. defek resesif autosomal pada transporter asam amino dibasic menurunkan reabsorpsi sistin di tubulus, sehingga menyebabkan sistinuria.

d.      Batu Struvit (Infeksi)
Batu ini sering kali merupakan batu cetak (staghorn) besar yang mengandung magnesium amonium fosfat dan kalsium fosfat. Infeksi, biasanya akibat Proteus sp, menghasilkan urease yang memecah ureum menjadi ion amonium. Peningkatan pH memacu kristalisasi kalsium fosfat dan amonium membentuk kristal dengan magnesium dan fosfat .
(O’Callaghan; 105, 2007)

6.      Manifestasi Klinik
a.       Nyeri pinggang yang berat, seringkali menyebar ke selangkangan
b.      Gejala gastrointestinal: meliputi mual, muntah, diare, dan perasaan tidak nyaman di perut berhubungan dengan refluks renointestinal dan penyebaran saraf antara ureter dan intestin.
c.       Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis ginjal serta ureter proksimal yang menyebabkan kolik;
1)      Batu ureter yang besar  menimbulkan gejala atau sumbatan seperti saat turun ke ureter (kolik uretra)
2)      Batu kandung kemih menimbulkan gejala yang mirip sistitits.
d.      Sumbatan: batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran kemih: suhu tubuh naik dan menggigil.
e.       Obstruksi meregangkan kapsul ginjal, menyebabkan nyeri hebat dengan peningkatan produksi prostaglandin ginjal.
f.       Aliran urine tiba-tiba terhenti, dengan nyeri pada penis atau perineum.
(Nursalam; 66, 2008)

7.      Komplikasi
a.       Gagal ginjal
Terjadinya karena kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah yang disebut kompresi batu pada membrane ginjal oleh karena suplai oksigen terhambat. Hal ini terjadi akibat sumbatan yang lama menyebabkan iskemik ginjal dan jika dibiarkan menyebabkan gagal ginjal (Nursalam; 67, 2008).
b.      Infeksi
Dalam aliran urin yang statis merupakan tempat yang baik untuk perkembangan mikroorganisme akibat adanya obstruksi. Sehingga akan menyebabkan infeksi pada peritoneal (Nursalam; 67, 2008).
c.       Hidronefrosis
Oleh karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan menumpuk diginjal dan lama-kelamaan ginjal akan membesar karena penumpukan urin.
d.      Avaskuler ischemia
Terjadi karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga terjadi kematian jaringan.

8.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Pemeriksaan penunjang dasar mencakup urinalisis, kalsium, fosfat, asam urat, kreatinin, dan ureum serta serum,
b.      Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya: leukosituria, henaturia, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu
c.       Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea
d.      Pemeriksaan fungsi ginjal untuk memonitor penurunan fungsi
e.       Pemeriksaan elektrolit untuk keterlibatan peningkatan kalsium dalam darah
f.       Pemeriksaan foto polos abdomen, IVP USG, urogram, untuk menilai posisi, besar, bentuk batu pada saluran kemih serta mengevaluasi derajat sumbatan
g.      Analisa material batu jika memungkinkan kristal dapat diidentifikasi melalui mokroskop polarisasi , difraksi sinar-X, dan spektroskopi infra merah
(Muttaqin dan Sari; 113, 2011)

9.      Penatalaksaan Keperawatan
Penatalaksanaan menurut klasifikasi pembentukan batu ginjal:
a.       Batu Kalsium: asupan cairan ditingkatkan dan asupan kalsium, natrium, dan protein hewani dikurangi.
b.      Batu Asam Urat: mengurangi asupan purin dan diet, meningkatkan volume urin dan alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat atau kalium sitrat.
c.       Batu Sistin: meningkatkan asupan cairan yang baik dan alkalinisasi dengan natrium bikarbonat.
d.      Batu Infekai: pengangkatan batu, antibiotik, dan skrining predisposisi pembentukan batu.
(O’Callaghan; 105, 2007)

10.  Penatalaksaan Medis
Tujuan dari penatalaksanaan medis adalah menurunkan komplikasi pada ginjal dan menghilangkan keluhan. Penatalaksanaan yang diberikan adalah sebagai berikut:
a.       Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang dapat dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G . Terapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum yang berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik. bendofluezida 5 – 10 mg/hr.
b.      Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.
c.       Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor (alat gelombang kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin.
Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
1)      Pielolititomi: jika batu berada di piala ginjal
2)      Nefrotomi: bila batu terletak di dalam ginjal atau nefrektomi
3)      Ureterolitotomi: bila batu berada dalam ureter
4)      Sistolitotomi: jika batu berada di kandung kemih

11.  Pencegahan Batu Ginjal
Beberapa tindakan yang dapat mencegah terjadinya batu ginjal adalah sebagai berikut :
a.       Minumlah air yang cukup, setidaknya 2 liter air sehari atau satu gelas setiap jamnya (lebih banyak bila cuaca panas atau saat banyak beraktivitas fisik). Dengan minum banyak air, urin akan bertambah sehingga mengurangi konsentrasi garam dan mineral.
b.      Minumlah sepanjang hari. Bila minum hanya di pagi hari, maka air tersebut akan dibuang melalui kencing dalam dua jam berikutnya sehingga konsentrasi garam dan mineral di siang hari meningkat. Jadi harus membiasakan minum lebih sering.
c.       Pilih makanan yang kaya vitamin A. Asupan vitamin A sebesar 5000 IU per hari (setara 60 gram wortel) menyehatkan fungsi sistem urin dan mencegah pembentukan batu ginjal. Makanan yang kaya vitamin A adalah brokoli, melon, ikan, dan hati. Namun, berhati-hatilah jangan terlalu banyak mengkonsumsi makanan bervitamin A dari sumber hewani, karena kelebihan vitamin A justru menyebabkan masalah kesehatan lain.
d.      Kurangi garam dalam makanan. Dengan mengurangi garam maka akan mengurangi kadar kalsium dalam urin.
e.       Jangan berlebihan mengkonsumsi susu dan produk susu (keju, yogurt, es krim, dll) yang berkalsium tinggi. Kelebihan kalsium akan dibuang oleh tubuh melalui urin sehingga meningkatkan risiko batu ginjal.
f.       Jangan berlebihan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium oksalat tinggi seperti cokelat, kacang, bayam, anggur, merica, teh dll.
g.      Jangan berlebihan mengkonsumsi vitamin C dan D karena dapat mempermudah pengkristalan kalsium oksalat. Konsumsi 3 atau 4 gram vitamin Cdan 400 IU vitamin D setiap hari sudah memenuhi kebutuhan sebagian besar orang.
h.      Perbanyak mengkonsumsi makanan yang mengandung magnesium dan vitamin B6 karena dapat mengurangi kadar kalsium oksalat dalam air seni.
i.        Mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena makanan tersebut menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di dalam air kemih.
j.        Kembangkan pola hidup aktif. Kalsium adalah unsur pembentuk tulang. Dengan hidup aktif maka akan membantu pembentukan kalsium menjadi tulang. Sebaliknya, gaya hidup kurang gerak mendukung kalsium untuk beredar dalam darah dan berisiko menjadi kristal.
k.      Kurangi juga makanan mengandung asam urat terlalu tinggi seperti kangkung, bayam, kembang kol dan olahan melinjo.
l.        Konsumsi buah semangka, karena buah ini memiliki manfaat yang sangat bagus bagi tubuh khususnya ginjal. Bahkan buah ini sering disebut sebagai pencuci darah alami.
m.    Jangan mengkonsumsi vitamin C secara berlebihan. Untuk orang dewasa, batas vitamin C yang disarankan maksimal 2.000 mg per hari
n.      Jangan memanaskan olahan sayur bayam, sebab ini termasuk salah satu pembentuk batu ginjal.


BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antara perawat dengan klien, keluarga dan masyarakat untuk mencapai kesehatan yang optimal (Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk, 2000):
A.    Pengkajian
1.      Identitas
Data yang diperoleh meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal masuk MRS dan diagnosa medis.
2.      Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling menggangu ketidak nyamanan dalam aktivitas atau yang menggangu  saat ini.
3.      Riwayat Kesehatan Sekarang
Di mana mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di bawa ke RS.
4.      Riwayat Kesehatan Penyakit Dahulu
Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam ginjal.
5.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan dari orang tua.

B.     Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan
1.      Aktifitas/Istirahat.
Riwayat : pekerjaan,dehidrasi,infeksi,imobilisasi
Gejala :   pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajang pada lingkungan bersuhu   tinggi. Keterbatasan aktivitas/immobilisasi sehubungan dengan kondisi     sebelumnya.
2.      Sirkulasi
Tanda :   peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal jantung), Kulit hangat dan  kemerahan, pucat.

3.      Eliminasi
Gejala :   riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus), penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
Tanda :   oliguria, hematuria, piuria, dan perubahan pola berkemih.
4.      Makan dan Minum
Gejala :   mual/muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat, dan atau fosfat, ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup.
Tanda : distensi abdominal, penurunan atau takadanya bising usus, dan muntah
5.      Nyeri / rasa tidak nyaman
Keluhan nyeri harus dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran nyeri,skala nyeri, aktivitas yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya nyeri, riwayat muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama sebelumnya. Apakah nyeri sampai menimbulkan kokik atau tidak.
6.      Adanya riwayat mengkonsumsi obat-obatan.
7.      Respon emosi : cemas
8.      Pengetahuan tentang penyakitnya

C.    Pemeriksaan Fisik
1.      Keadaan umum: klien biasanya lemah, kesadaran komposmetis, adanya perubahan TTV sejunder dari nyeri kolik.
2.      Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi, berkeringat dingin, dan nausea.
3.      Inspeksi: pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuria, retensi urine, dan sering miksi. Adanya kolik menyebabkan pasien terlihat mula dan muntah
4.      Palpasi: palpasi ginjal dilakukan untuk mengindentifikasi massa. Dapat teraba ginjal pada sisi sakit pada beberapa kasus, seperti pada penderita dengan obstruksi berat atau dengan hidronefrosis.
5.      Perkusi: perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kostovertebra dan didapatkan respon nyeri, tanda gagal ginjal dan retensi urin.
6.      Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada pasien dengan urosepsis (Muttaqin dan Sari; 112, 2011).
D.    Pemeriksaan penunjang
1.      Pemeriksaan penunjang dasar mencakup urinalisis, kalsium, fosfat, asam urat, kreatinin, dan ureum serta serum, pemeriksaan ini diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan penyebab batu.
2.      Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya: leukosituria, henaturia, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu
3.      Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea
4.      Pemeriksaan fungsi ginjal untuk memonitor penurunan fungsi
5.      Pemeriksaan elektrolit untuk keterlibatan peningkatan kalsium dalam darah
6.      Pemeriksaan foto polos abdomen, IVP USG, urogram, untuk menilai posisi, besar, dan bentuk batu pada saluran kemih serta mengevaluasi derajat sumbatan
7.      Analisa material batu jika memungkinkan kristal dapat diidentifikasi melalui mokroskop polarisasi, difraksi sinar-X, dan spektroskopi infra merah

E.     Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri kolik b/d aktivitas peristaltic otot polos sistem kalises, peregangan dari terminal saraf sekunder dari adanya batu pada ginjal
2.      Perubahan pola miksi b/d retensi urine, sering BAK, hematuria sekunder dari iritasi saluran kemih.
3.      Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik.
4.      Kecemasan b/d prognosis pembedahan, tindakan invasive diagnostic.
5.      Kurang informasi b/d rencana pembedahan, tindakan diagnostik invasif (ESWL), perencanaan pasien pulang.





F.     Rencana Keperawatan
1.      Nyeri b/d aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises, peregangan dari terminal saraf sekunder dari adanya batu pada ginjal.
Tujuan                   : dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang, hilang atau teradaptasi
Kriteria evaluasi    :
- secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, skala nyeri 0-4
- dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
- ekspresi pasien rileks
Intervensi
Rasional
Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1-10) dan penyebarannya. Perhatiakn tanda non verbal seperti: peningkatan TD dan DN, gelisah, meringis, merintih, menggelepar
Membantu evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas pleksus saraf dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat menimbulkan gelisah, takut/cemas
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologidan noninvasif
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
Lakukan menejemen nyeri keperawatan:
-    Istirahatkan pasien


-    Manajemen lingkungan tenang dan batasi pengunjung
-    Beri kompres hangat pada pinggang


-    Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam

-    Ajarkan tehnik distraksi  pada saat nyeri


-    Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung

-     Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer sehingga akan meningkatkan suplai darah ke jaringan
-     Menurunkan stimulasi nyeri eksternal dan menjaga kondisi O2 di ruangan
-     Vasodilatasi dapat menurunkan spasme otot dan kontraksi otot pinggang sehingga menurunkan stimulasi nyeri
-     Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder
-     Menurunkan stimulus internal sehingga menurunkan persepsi nyeri.
-     Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyeri dan membantu kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
Kolaborasi pemberian obat sesuai program terapi:
-       Analgetik






-       Antispasmodik



-       Kortikosteroid



-     Analgetik (gol. narkotik) biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik ureter dan meningkatkan relaksasi otot/mental.
Menurunkan refleks spasme, dapat menurunkan kolik dan nyeri.

-     Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu.

-      Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan risiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.

2.      Perubahan pola miksi b/d retensi urine, sering BAK, hematuria sekunder dari iritasi saluran kemih.
Tujuan             : dalam waktu 1 x 24 jam pola eliminasi optimal sesuai kondisi pasien
Kriteria hasil    :
-          Frekuensi miksi dalam batas 5-8x/24 jam
-          Pasien mampu minum 2000 cc/24 jam dan kooperatif untuk menghindari cairan yang mengiritasi kandung kemih
Intervensi
Rasional
Kaji pola berkemih dan cata produksi urine tiap 6 jam
Mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih dengan frekuensi miksi
Anjurkan pasien untuk minum 2000cc/hari
Mempertahankan fungsi ginjal, pemberian air secara oral adalah pilihan terbaik untuk mendukung aliran darah renal dan membilas bakteri dari traktus  urinarus
Hindari minuman kopi, the, kola, dan alcohol
Menurunkan iritasi dengan menghindari minuman yang bersifat mengiritasi saluran kemih
Pantau hasil pemeriksaan laboratorium  (elektrolit, BUN, kreatinin)
Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit menjukkan disfungsi ginjal
1.   Berikan obat sesuai indikasi:
-       Asetazolamid (Diamox), Alupurinol (Ziloprim)


-       Hidroklorotiazid (Esidrix, Hidroiuril), Klortalidon (Higroton)


-       Amonium klorida, kalium atau natrium fosfat (Sal-Hepatika)

-       Agen antigout mis: Alupurinol (Ziloprim)

-       Antibiotika

-       Natrium bikarbonat




-       Asam askorbat


-       Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk menurunkan pembentukan batu asam.

-       Mencegah stasis urine dan menurunkan pembentukan batu kalsium.


-       Menurunkan pembentukan batu fosfat


-       Menurunkan produksi asam urat.


-        Mungkin diperlukan bila ada ISK

-        Mengganti kehilangan yang tidak dapat teratasi selama pembuangan bikarbonat dan atau alkalinisasi urine, dapat mencegah pemebntukan batu.

-       Mengasamkan urine untuk mencegah berulangnay pembentukan batu alkalin.






3.      Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik.
Tujuan             : dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan asupan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria hasil    :
-          Klien dapat mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat
-          Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya
Intervensi
Rasional
Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, dan derajat penurunan berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah dan diare
Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilahn intervensi yang tepat
Fasilitasi klien memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi)
Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki asupan nutrisi
Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodic (sekali seminggu)
Mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, serta pemeriksaan peroral
Menurunkan rasa tidak enak karena sisa makanan atau bau obat yang dapat merangsang pusat muntah
Fasilitasi klien memperoleh diet sesuai indikasi dan anjrkan menghindari asupan dari agen iritan
Intake minuman mengandung kafein dihindari karena merupakan stimulant sistem saraf pusat yang meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi pepsin.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat
Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energy dan kalori
Kolaborasi dalam pemberian anti-emetik
Meningkatkan rasa nyaman gastrointestinal dan meningkatkan kemauan asupan nutrisi dan cairan peroral.


G.    Evaluasi
Tahapan akhir untuk mengakhiri dalam suatu diagnosa, perencanaan, dan sampai pelaksanaan, serta apakah ada hasil atau tetap dengan evaluasi, sebagai berikut:
1.      Penurunan keluahan dan respon nyeri
2.      Terjadi perubahan pola miksi
3.      Peningkatan asupan nutrisi
4.      Penurunan tingkat kecemasan
5.      Terpenuhinya informasi tentang rencana pembedahan, tindakan diagnostic invasif (ESWL), dan perencanaan pasien pulang.






















BAB IV
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN BATU GINJAL
DI RUANG MELATI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

A.    Pengkajian
Tanggal pengkajian  : 23 Februari 2012
Diagnosa Medis       : Nefrolitiasis Sinistra
1.      Identitas Klien
Nama                  :   Tn. A
Umur                  :   40 tahun
Suku bangsa       :   Melayu
Jenis  kelamin     :   Laki-laki
Pekerjaan            :   Buruh Tani
Pendidikan         :   SD
Alamat               :   Jl. Fajar No.15, Pekanbaru
Tanggal masuk   :   23 Februari 2012
Diagnosa masuk : Nefrolitiasis Sinistra

2.      Keluhan Utama
Nyeri didaerah perut menjalar ke pinggang, ada mual dan muntah namun hanya pada saat nyeri pinggang muncul, nyeri tekan pada perut bagian bawah

3.      Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri perut menjalar ke pinggang telah dialami klien kurang lebih 2 minggu yang lalu,  nyeri dengan  skala 8, Nyeri tekan pada perut bagian bawah, klien tampak meringis kesakitan dan sesekali memegang daerah yang sakit, terdapat  mual dan muntah tapi tidak sering, klien mengatakan selama ini kurang minum air putih. Klien mengatakan merasa susah BAK, tidak lancar, BAK sering terputus-putus, frekuensi BAK 6x/hari namun sedikit, warna urine kekuningan. Klien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya karena munculnya tiba-tiba, klien tidak tahu penyebabnya sehingga klien tampak cemas setiap kali perawat mendekatinya.

4.      Riwayat Penyakit dahulu
a.       Penyakit berat yang penah diderita:  Riwayat batu ginjal (-)
b.      Obat-obat yang biasa dikonsumsi :  tidak ada
c.       Kebiasaan berobat                         :  Puskesmas
d.      Alergi                                            :  tidak ada
e.       Kebiasaan merokok/alkohol          :  merokok/tidak ada kebiasaan konsumsi alkohol

5.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan di keluarganya tidak ada yang mengalami sakit ginjal


B.     Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan
1.      Aktifitas/Istirahat.
Keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisinya, aktivitasnya dibantu sebagian oleh keluarga dan klien mengeluhkan rasa nyeri
2.      Sirkulasi
Peningkatan TD: 150/60 mmHg, Nadi: 112x/i, RR: 28x/i
3.      Eliminasi
susah BAK, tidak lancar, BAK sering terputus-putus
Tanda : perubahan pola berkemih, retensio urine
4.      Makan dan Minum
Mual dan muntah namun hanya pada saat nyeri pinggang muncul, tidak minum air dengan cukup.
5.      Nyeri / rasa tidak nyaman
Nyeri perut menjalar ke pinggang telah dialami klien kurang lebih 2 minggu yang lalu,  nyeri dengan  skala 8, Nyeri tekan pada perut bagian bawah, sesekali ekspresi wajah meringis kesakitan dan sesekali memegang daerah yang sakit

6.      Adanya riwayat mengkonsumsi obat-obatan.
Tidak ada riwayat mengkonsumsi obat-obatan
7.      Respon emosi : cemas
8.      Pengetahuan tentang penyakitnya : kurang informasi

C.    Pemeriksaan Fisik
Tanda- tanda vital:
TD : 150/ 60mmHg,  Nadi 112 x/i,  suhu 370 C,  RR : 28x/i
1.    Kepala
Rambut         :    pendek, kotor, mudah rontok, distribusi tidak rata.
Mata             :    simetris, bersih
Hidung         :    Tidak ada perdarahan dan simetris
Mulut            :    bibir kering dan bau mulut
Gigi              :    tidak lengkap
Telinga          :    simetris, pendengaran tajam
2.    Leher
Bentuk simetris
Palpasi trakhea tidak teraba massa
Palpasi kelenjar thiroid : tidak teraba pembesaran kelenjar
3.    Dada
Inspeksi        :    Ekspansi dada simetris, warna kulit merata
Palpasi          :    Tidak teraba massa, ekspansi dada simetris
Perkusi         :    Resonan
Auskultasi    :    Terdengar BJ S1 dan BJ S2
4.    Abdomen
Inpseksi        :    Tidak terlihat adanya acites, tidak ada luka dan warna kulit merata
Palpasi          :    Tidak teraba massa, tidak teraba pembesaran hepar, adanya nyeri tekan 
                                pada abdomen bagian bawah
Perkusi         :    Timpani pada area lambung dan pekak pada area hepar
5.    Punggung dan pinggang
Inspeksi        :    Tidak tampak pembengkakan
Palpasi          :    Adanya nyeri tekan
Perkusi         :    Redup
6.    Genetalia
Tidak terpasang kateter
7.    Ekstremitas
Ekstremitas atas: tidak ada oedem, terpasang infus pada tangan sebelah kanan Ekstremitas bawah: tidak ada oedema

D.    Pemeriksaan Laboratorium
HB                    :    12 gr/dL                    NN: 13.5-18gr/dL                    
Leukosit            :    11.000/ul,                  NN: 6000 – 1000/ul
Trombosit          :    200.000/ul,                NN: 250.000-500.000/ul
Ureum               :    40/ul,            
Kreatinin           :    1,9/ul                         NN: 0,5-1,5 mg/dl
BUN                 :    40 mg/dl                    NN: 10 – 30 mg/dl

E.     Pemeriksaan Diagnostik
Rongten            :    Adanya tampak bayangan batu pada ginjal sebelah kiri
IVP                   :    Tampak pembengkakan pada ginjal, batu tampak jelas pada ginjal kiri
USG Ginjal       :    Tampak lokasi batu pada ginjal sebelah kiri, memiliki ukuran/diameter











F.     Analisa Data
No
Data
Penyebab
Masalah
Keperawatan
1
DS:
-  Klien mengatakan nyeri perut menjalar ke pinggang
DO:
-  Skala nyeri 8
Klien tampak meringis
-  Nyeri tekan pada perut bagian bawah
-  Klien tampak mengelus-elus daerah perut
TD: 150/60mmHg
Nadi: 112x/i
Suhu: 37oC
RR: 28x/i
Kelainan metabolik, pemecahan purin meningkat
Peningkatan absorpsi di usus
Hiperkalsemia
Peningkatan filtrasi
Konsentrasi zat pembentuk batu meningkat
Larutan metastabil
Proses kristalisasi
Pengendapan batu
Pembentukan batu ginjal
Respon obstruksi
Nyeri dipersepsikan
Nyeri Akut
2
DS:
-  Klien mengatakan merasa susah BAK, BAK tidak lancar, sering BAK terputus-putus
-  Klien sering merasa ingin BAK tapi tidak bisa keluar
DO:
-  Distensi pada abdomen bagian bawah (daerah sympisis)
-  Retensi urine
Pembentukan Batu ginjal
Respon obstruksi
Penurunan reabsorbsi dan sekresi turbulen
Gangguan fungsi ginjal
Penurunan produksi urine





Perubahan pola eliminasi urine: retensi urine
3


DS:
-  Klien mengatakan cemas karena tidak tahu tentang penyakitnya karena munculnya tiba-tiba, klien tidak tahu penyebabnya sehingga klien bertanya tentang penyakitnya

DO:
Klien tampak cemas
Pembentukan Batu ginjal
Gangguan fungsi ginjal
Perubahan status kesehatan; nyeri perut hingga ke pinggang, retensi urine
Respon psikologis
Kecemasan

Kecemasan

G.    Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri akut b/d peningkatan aktivitas peristaltik otot polos, peregangan dari terminal saraf sekunder dari adanya batu pada ginjal.
2.      Perubahan pola miksi b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, obstruksi mekanik, dan retensi urine
3.      Kecemasan b/d perubahan status kesehatan, tindakan invasif diagnostik

H.    Intervensi Keperawatan
1.      Nyeri akut b/d peningkatan aktivitas peristaltik otot polos, peregangan dari terminal saraf sekunder dari adanya batu pada ginjal.

Tujuan                   : dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang, hilang atau teradaptasi
Kriteria evaluasi    :
- secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, skala nyeri 0-4
- dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
- ekspresi pasien rileks
Intervensi
Rasional
Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1-10) dan penyebarannya. Perhatiakn tanda non verbal seperti: peningkatan TD dan DN, gelisah, meringis, merintih, menggelepar
Membantu evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas pleksus saraf dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat menimbulkan gelisah, takut/cemas
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologidan noninvasive
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
Lakukan menejemen nyeri keperawatan:
-    Istirahatkan pasien



-    Manajemen lingkungan tenang dan batasi pengunjung
-    Beri kompres hangat pada pinggang


-    Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam

-    Ajarkan tehnik distraksi  pada saat nyeri


-    Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung




-     Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer sehingga akan meningkatkan suplai darah ke jaringan

-     Menurunkan stimulasi nyeri eksternal dan menjaga kondisi O2 di ruangan
-     Vasodilatasi dapat menurunkan spasme otot dan kontraksi otot pinggang sehingga menurunkan stimulasi nyeri
-     Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder
-     Menurunkan stimulus internal sehingga menurunkan persepsi nyeri.
-     Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyeri dan membantu kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
Kolaborasi pemberian obat sesuai program terapi:
-       Analgetik





-     Analgetik  biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik ureter dan meningkatkan relaksasi otot/mental.
Menurunkan refleks spasme, dapat menurunkan kolik dan nyeri.






2.      Perubahan pola miksi b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, obstruksi mekanik, dan retensi urine
Tujuan             : dalam waktu 1 x 24 jam pola eliminasi optimal sesuai kondisi pasien
Kriteria hasil    :
-          Frekuensi miksi dalam batas 5-8x/24 jam
-          Pasien mampu minum 2000 cc/24 jam dan kooperatif untuk menghindari cairan yang mengiritasi kandung kemih
Intervensi
Rasional
Kaji pola berkemih dan cata produksi urine tiap 6 jam
Mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih dengan frekuensi miksi
Anjurkan pasien untuk minum 2000cc/hari
Mempertahankan fungsi ginjal, pemberian air secara oral adalah pilihan terbaik untuk mendukung aliran darah renal dan membilas bakteri dari traktus  urinarus
Hindari minuman kopi, teh, kola, dan alkohol
Menurunkan iritasi dengan menghindari minuman yang bersifat mengiritasi saluran kemih
Pantau hasil pemeriksaan laboratorium  (elektrolit, BUN, kreatinin)
Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit menjukkan disfungsi ginjal
Berikan obat sesuai indikasi:
-          Asetazolamid (Diamox), Alupurinol (Ziloprim)


-       Hidroklorotiazid (Esidrix, Hidroiuril), Klortalidon (Higroton)


-       Amonium klorida, kalium atau natrium fosfat (Sal-Hepatika)

-       Agen antigout mis: Alupurinol (Ziloprim)

-       Antibiotika

-       Natrium bikarbonat




-       Asam askorbat


-       Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk menurnkan pembentukan batu asam.

-       Mencegah stasis urine ddan menurunkan pembentukan batu kalsium.

-       Menurunkan pembentukan batu fosfat


-       Menurnkan produksi asam urat.


-        Mungkin diperlukan bila ada ISK

-        Mengganti kehilangan yang tidak dapat teratasi selama pembuangan bikarbonat dan atau alkalinisasi urine, dapat mencegah pemebntukan batu.

-       Mengasamkan urine untuk mencegah berulangnya pembentukan batu alkalin.


3.      Kecemasan b/d perubahan status kesehatan, tindakan invasif diagnostik
Tujuan             : dalam waktu 1x24 jam tingkat kecemasan pasien berkurang atau hilang
Kriteria hasil    :
Pasien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan dan wajah rileks
Intervensi
Rasional
Bantu pasien mengekspresikan perasaan takut dan marah
Cemas berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung selanjutnya
Beri dukungan kepada klien
Hubungan emosional yang baik antara perawat dengan pasien akan mempengaruhi penerimaan terhadap kecemasan. Keterbukaan mengenai setiap tindakan yang akan dilakukan diharapkan akan menghilangkan banyak ketakutan klien
Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat
Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu
Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan kecemasannya
Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan
Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat
Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi.


BAB V
KESIMPULAN

A.    Kesimpulan
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk didalam saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi didalam urine.
Penyebab batu ginjal antara lain, dehidrasi kronis, asupan cairan yang buruk, dan imobilitas, diet tinggi purin dan abnormalitas metabolisme purin, gangguan reabsorpsi ginjal dan gangguan aliran urin, infeksi saluran kemih. Dengan manifestasi klinik yang muncul antara lain, nyeri pinggang yang berat, gejala gastrointestinal, batu kandung kemih menimbulkan gejala yang mirip sistitits, suhu tubuh naik dan menggigil, nyeri hebat dengan peningkatan produksi prostaglandin ginjal, aliran urine tiba-tiba terhenti, dengan nyeri pada penis atau perineum.
Penatalaksanaan medis untuk betu ginjal berupa terapi medis dan simtomatik, terapi mekanik (Litotripsi), dan Tindakan bedah. Mencegah lebih baik daripada mengobati untuk itu berikut adalah pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari terbentuknya batu ginjal yaitu, minumlah air yang cukup, setidaknya 2 liter air sehari, pilih makanan yang kaya vitamin A, kembangkan pola hidup aktif, kurangi makanan mengandung asam urat terlalu tinggi, jangan berlebihan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium oksalat tinggi, jangan berlebihan mengkonsumsi susu dan produk susu, dan kurangi garam dalam makanan.

B.     Saran
-        Diharapkan kepada mahasiswa dapat mengerti dan memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan Batu Ginjal (Urinary calculi).
-        Diharapkan kepada mahasiswa untuk dapat mengaplikasikan proses keperawatan sebagai kerangka kerja untuk perawatan pasien penderita Batu Ginjal (Urinary calculi).
-        Diharapkan kepada mahasiswa untuk dapat mengaplikasikan prosedur perawatan yang digunakan untuk pasian penderita Batu Ginjal (Urinary calculi).

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylinn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
Muttaqin & Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam  & Baticaca. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
O’Callaghan. (2007). At a Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga
Purnomo, BB (2000), Dasar-Dasar Urologi, Jakarta: Sagung Seto
Syaifuddin. (2006). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika




























 

Tidak ada komentar: