A. Defenisi
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang
terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik
(Wong, Donna L. 2003).
B. Etiologi
1.
Faktor herediter
2. Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui
3. Akibat gagalnya prosessus maksilaris dan prosessus medialis menyatu
4. Dapat dikaitkan abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen (agen/faktor yang menimbulkan cacat pada embrio).
5. Beberapa obat (korison, anti konsulfan, klorsiklizin).
6. Mutasi genetic atau teratogen.
2. Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui
3. Akibat gagalnya prosessus maksilaris dan prosessus medialis menyatu
4. Dapat dikaitkan abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen (agen/faktor yang menimbulkan cacat pada embrio).
5. Beberapa obat (korison, anti konsulfan, klorsiklizin).
6. Mutasi genetic atau teratogen.
C. Patofisiologi
1.
Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama
fase embrio pada trimester I.
2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
4. penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.
2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
4. penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.
D. Manifestasi klinis
1.
Deformitas pada bibir
2. Kesukaran dalam menghisap/makan
3. Kelainan susunan archumdentis.
4. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
5. Gangguan komunikasi verbal
6. Regurgitasi makanan.
7. Pada Labio skisis
a. Distorsi pada hidung
b. Tampak sebagian atau keduanya
c. Adanya celah pada bibir
8. Pada Palati skisis
a. Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive.
b. Ada rongga pada hidung.
c. Distorsi hidung
d. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadn jari
e. Kesukaran dalam menghisap/makan.
2. Kesukaran dalam menghisap/makan
3. Kelainan susunan archumdentis.
4. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
5. Gangguan komunikasi verbal
6. Regurgitasi makanan.
7. Pada Labio skisis
a. Distorsi pada hidung
b. Tampak sebagian atau keduanya
c. Adanya celah pada bibir
8. Pada Palati skisis
a. Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive.
b. Ada rongga pada hidung.
c. Distorsi hidung
d. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadn jari
e. Kesukaran dalam menghisap/makan.
E. komplikasi
1. Gangguan bicara
2. Terjadinya atitis media
3. Aspirasi
4. Distress pernafasan
5. Resiko infeksi saluran nafas
6. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
7. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris sekunder akibat disfungsi tuba eustachius.
8. Masalah gigi
9. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan jaringan paruh.
2. Terjadinya atitis media
3. Aspirasi
4. Distress pernafasan
5. Resiko infeksi saluran nafas
6. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
7. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris sekunder akibat disfungsi tuba eustachius.
8. Masalah gigi
9. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan jaringan paruh.
F. Pemeriksaan penunjang
1.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan prabedan rutin (misalnya hitung darah lengkap
2. Pemeriksaan Diagnosis
a. Foto Rontgen
b. Pemeriksaan fisik
c. MRI untuk evaluasi abnormal
a. Pemeriksaan prabedan rutin (misalnya hitung darah lengkap
2. Pemeriksaan Diagnosis
a. Foto Rontgen
b. Pemeriksaan fisik
c. MRI untuk evaluasi abnormal
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan MedisPenatalaksanaan
bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin
ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya kemajuan teknik bedah,
orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi kosmetik
dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringan yang ada, maka
tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara bertahap.Biasanya penutupan
celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah berumur 1-2
bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang memuaskan dan bebas
dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis.
Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas.
Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masing-masing penderita.
Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.
2. Penta laksanaan Keperawatan
a. Perawatan Pra-Operasi:
1) Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi.
a) Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka
b) Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya.
c) Diskusikan tentang pembedahan
d) Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang positif terhadap bayi.
e) Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.
2) Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan pengobatan bayi.
a) Tahap-tahap intervensi bedah
b) Teknik pemberian makan
c) Penyebab devitasi
3) Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate.
a) Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot yang cocok.Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap.
b) Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding mulut.
c) Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah.
d) Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan
e) Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.
f) Akhiri pemberian susu dengan air.
4) Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas
a) Pantau status pernafasan
b) Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan
c) Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi
b. Perawatan Pasca-Operasi
1) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate
a) Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes atau sendok.
b) Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.
c) Lanjutkan dengan diet lunak
d) Sendawakan bayi selama pemberian makanan.
2) Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak.
a) Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
b) Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis)
c) Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan.
d) Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian makan untuk mencegah terjadinya aspirasi.
e) Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik.
f) Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri.
g) Perhatikan pendarahan, cdema, drainage.
h) Monitor keutuhan jaringan kulit
i) Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak steril, missal alat tensi
Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas.
Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masing-masing penderita.
Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.
2. Penta laksanaan Keperawatan
a. Perawatan Pra-Operasi:
1) Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi.
a) Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka
b) Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya.
c) Diskusikan tentang pembedahan
d) Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang positif terhadap bayi.
e) Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.
2) Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan pengobatan bayi.
a) Tahap-tahap intervensi bedah
b) Teknik pemberian makan
c) Penyebab devitasi
3) Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate.
a) Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot yang cocok.Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap.
b) Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding mulut.
c) Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah.
d) Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan
e) Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.
f) Akhiri pemberian susu dengan air.
4) Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas
a) Pantau status pernafasan
b) Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan
c) Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi
b. Perawatan Pasca-Operasi
1) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate
a) Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes atau sendok.
b) Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.
c) Lanjutkan dengan diet lunak
d) Sendawakan bayi selama pemberian makanan.
2) Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak.
a) Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
b) Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis)
c) Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan.
d) Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian makan untuk mencegah terjadinya aspirasi.
e) Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik.
f) Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri.
g) Perhatikan pendarahan, cdema, drainage.
h) Monitor keutuhan jaringan kulit
i) Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak steril, missal alat tensi
ASUHAN KEPAERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiotalatos kisis dari keluarga, berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing.
b. Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi
c. Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d. Kaji tanda-tanda infeksi
e. Palpasi dengan menggunakan jari
f. Kaji tingkat nyeri pada bayi
3. Pengkajia Keluarga
a. Observasi infeksi bayi dan keluarga
b. Kaji harga diri / mekanisme kuping dari anak/orangtua
c. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan
d. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur perawatan di rumah.
e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga.
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiotalatos kisis dari keluarga, berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing.
b. Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi
c. Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d. Kaji tanda-tanda infeksi
e. Palpasi dengan menggunakan jari
f. Kaji tingkat nyeri pada bayi
3. Pengkajia Keluarga
a. Observasi infeksi bayi dan keluarga
b. Kaji harga diri / mekanisme kuping dari anak/orangtua
c. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan
d. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur perawatan di rumah.
e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga.
B. Diagnosa keperawatan
1.
Kuping
Keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain atau krisis perkembangan
/keadaan dari orang terdekat mungkin muncul ke permukaan.
2. Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh bagian atas.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakseimbangan.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
6. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
2. Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh bagian atas.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakseimbangan.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
6. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
C. Intervensi
1.
DX.1
: Koping keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain dan krisis
perkembangan / keadaan dari orang lain terdekat mungkin muncul ke permukaan.
NOC.: Family kuping
KH :
a. Mengatur masalah
b. Mengekspresikan perasaan dan emosional dengan bebas
c. Menggunakan startegi pengurangan stress
d. Membuat jadwal untuk rutinitas dan kegiatan keluarga
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Family Support
a. Dengarkan apa yang diungkapkan
b. Bangun hubungan kepercayaan dalam keluarga
c. Ajarkan pengobatan dan rencana keperawatan untuk keluarga
d. Gunakan mekanisme kopoing adaptif
e. Mengkonsultasikan dengan anggota keluarga utnk menambahkan kopoing yang efektif.
2. DX.II: Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh bagian atas.
NOC : Risk Control
KH :
a. Monitor lingkungan faktor resiko
b. Gunakan strategi kontrol resiko yang efektif
c. Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko
d. Monitor perubahan status kesehatan
e. Monitor faktor resiko individu
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Aspiration Precaution
a. Monitor status hormonal
b. Hindari penggunaan cairan / penggunaan agen amat tebal
c. Tawarkan makanan / cairan yang dapat dibentuk menjadi bolu sebelum ditelan.
d. Sarankan untuk berkonsultasi ke Patologi
e. Posisikan 900 atau lebih jika memungkinkan.
f. Cek NGT sebelum memberi makan
3. DX. III : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidak seimbangan
NOC :
a. Menggunakan pesan tertulis
b. Menggunakan bahasa percakapan vokal
c. Menggunakan percakapan yang jelas
d. Menggunakan gambar/lukisan
e. Menggunakan bahasa non verbal
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Perbaikan Komunikasi
a. Membantu keluarga dalam memahami pembicaraan pasien
b. Berbicara kepada pasien dengan lambat dan dengan suara yang jelas.
c. Menggunakan kata dan kalimat yang singkat
d. Mendengarkan pasien dengan baik
e. Memberikan reinforcement/pujian positif pada keluarga
f. Anjurkan pasien mengulangi pembicaraannya jika belum jelas
4. DX. IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
NOC : Status Nutrisi
KH :
a. Stamina
b. Tenaga
c. Penyembuhan jaringan
d. Daya tahan tubuh
e. Pertumbuhan (untuk anak)
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Nutrition Monitoring
a. BB dalam batas normal
b. Monitor type dan jumlah aktifitas yang biasa dilakukan
c. Monitor interaksi anak/orangtua selama makan
d. Monitor lingkungan selama makan
e. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
f. Monitor turgor kulit
g. Monitor rambut kusam, kering dan mudah patah
h. Monitor pertumbuhan danperkembangan
5. DX. V : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
NOC : Tingkat Kenyamanan
KH :
a. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri.
b. Mampu mengenali nyeri (skal), intensitas, frekwensi, dan tanda nyeri.
c. TTV dalam batas normal
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Pain Management
a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meiputi : Lokasi, karkteristik, durasi, frekwensi, kualitas dan intensitas nyeri.
b. Observasi isarat-isarat non verbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan komunikasi teraupeutik agar pasien dapat nyaman mengekspresikan nyeri.berikan dukungan kepada pasien dan keluarga.
6. DX. VI : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
NOC : Risk Control
KH :
a. Monitor gejala kemunduran penglihatan
b. Hindari tauma mata
c. Hindarkan gejal penyakit mata
d. Gunakan alat melindungi mata
e. Gunakan resep obat mata yang benar
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Identifikasi Resiko
a. Identifikasi pasien dengan kebutuhan perawatan rencana berkelanjutan
b. Menentukan sumber yang finansial
c. Identifikasi sumber agen penyakit untuk mengurangi faktor resiko
d. Menentukan pelaksanaan dengan treatment medis dan perawatan.
NOC.: Family kuping
KH :
a. Mengatur masalah
b. Mengekspresikan perasaan dan emosional dengan bebas
c. Menggunakan startegi pengurangan stress
d. Membuat jadwal untuk rutinitas dan kegiatan keluarga
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Family Support
a. Dengarkan apa yang diungkapkan
b. Bangun hubungan kepercayaan dalam keluarga
c. Ajarkan pengobatan dan rencana keperawatan untuk keluarga
d. Gunakan mekanisme kopoing adaptif
e. Mengkonsultasikan dengan anggota keluarga utnk menambahkan kopoing yang efektif.
2. DX.II: Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh bagian atas.
NOC : Risk Control
KH :
a. Monitor lingkungan faktor resiko
b. Gunakan strategi kontrol resiko yang efektif
c. Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko
d. Monitor perubahan status kesehatan
e. Monitor faktor resiko individu
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Aspiration Precaution
a. Monitor status hormonal
b. Hindari penggunaan cairan / penggunaan agen amat tebal
c. Tawarkan makanan / cairan yang dapat dibentuk menjadi bolu sebelum ditelan.
d. Sarankan untuk berkonsultasi ke Patologi
e. Posisikan 900 atau lebih jika memungkinkan.
f. Cek NGT sebelum memberi makan
3. DX. III : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidak seimbangan
NOC :
a. Menggunakan pesan tertulis
b. Menggunakan bahasa percakapan vokal
c. Menggunakan percakapan yang jelas
d. Menggunakan gambar/lukisan
e. Menggunakan bahasa non verbal
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Perbaikan Komunikasi
a. Membantu keluarga dalam memahami pembicaraan pasien
b. Berbicara kepada pasien dengan lambat dan dengan suara yang jelas.
c. Menggunakan kata dan kalimat yang singkat
d. Mendengarkan pasien dengan baik
e. Memberikan reinforcement/pujian positif pada keluarga
f. Anjurkan pasien mengulangi pembicaraannya jika belum jelas
4. DX. IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
NOC : Status Nutrisi
KH :
a. Stamina
b. Tenaga
c. Penyembuhan jaringan
d. Daya tahan tubuh
e. Pertumbuhan (untuk anak)
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Nutrition Monitoring
a. BB dalam batas normal
b. Monitor type dan jumlah aktifitas yang biasa dilakukan
c. Monitor interaksi anak/orangtua selama makan
d. Monitor lingkungan selama makan
e. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
f. Monitor turgor kulit
g. Monitor rambut kusam, kering dan mudah patah
h. Monitor pertumbuhan danperkembangan
5. DX. V : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
NOC : Tingkat Kenyamanan
KH :
a. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri.
b. Mampu mengenali nyeri (skal), intensitas, frekwensi, dan tanda nyeri.
c. TTV dalam batas normal
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Pain Management
a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meiputi : Lokasi, karkteristik, durasi, frekwensi, kualitas dan intensitas nyeri.
b. Observasi isarat-isarat non verbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan komunikasi teraupeutik agar pasien dapat nyaman mengekspresikan nyeri.berikan dukungan kepada pasien dan keluarga.
6. DX. VI : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
NOC : Risk Control
KH :
a. Monitor gejala kemunduran penglihatan
b. Hindari tauma mata
c. Hindarkan gejal penyakit mata
d. Gunakan alat melindungi mata
e. Gunakan resep obat mata yang benar
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Identifikasi Resiko
a. Identifikasi pasien dengan kebutuhan perawatan rencana berkelanjutan
b. Menentukan sumber yang finansial
c. Identifikasi sumber agen penyakit untuk mengurangi faktor resiko
d. Menentukan pelaksanaan dengan treatment medis dan perawatan.
D. Evaluasi
1.
Diagnosa
I : Koping keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain atau krisis
perkembangan keadaan dari orang terdekat mungkin muncul ke permukaan.
Mengatur masalah
Mengekspresikan perasaan dan emosional dengan bebas
Menggunakan startegi pengurangan stress
Membuat jadwal untuk rutinitas dan kegiatan keluarga
2. Diagnosa II : Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh bagian atas.
Monitor lingkungan faktor resiko
Gunakan strategi kontrol resiko yang efektif
Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko
Monitor perubahan status kesehatan
3. Diagnosa III : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakseimbangan.
Menggunakan pesan tertulis
Menggunakan bahasa percakapan vokal
Menggunakan percakapan yang jelas
Menggunakan gambar/lukisan
Menggunakan bahasa non verbal
4. Diagnosa IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
Stamina
Tenaga
Penyembuhan jaringan
Daya tahan tubuh
Pertumbuhan (untuk anak)
5. Diagnosa V : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri.
Mampu mengenali nyeri (skal), intensitas, frekwensi, dan tanda nyeri.
TTV dalam batas normal
6. Diagnosa VI : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif.
Monitor gejala kemunduran penglihatan
Hindari tauma mata
Hindarkan gejal penyakit mata
Gunakan alat melindungi mata
Gunakan resep obat mata yang benar.
Mengatur masalah
Mengekspresikan perasaan dan emosional dengan bebas
Menggunakan startegi pengurangan stress
Membuat jadwal untuk rutinitas dan kegiatan keluarga
2. Diagnosa II : Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh bagian atas.
Monitor lingkungan faktor resiko
Gunakan strategi kontrol resiko yang efektif
Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko
Monitor perubahan status kesehatan
3. Diagnosa III : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakseimbangan.
Menggunakan pesan tertulis
Menggunakan bahasa percakapan vokal
Menggunakan percakapan yang jelas
Menggunakan gambar/lukisan
Menggunakan bahasa non verbal
4. Diagnosa IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
Stamina
Tenaga
Penyembuhan jaringan
Daya tahan tubuh
Pertumbuhan (untuk anak)
5. Diagnosa V : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeri.
Mampu mengenali nyeri (skal), intensitas, frekwensi, dan tanda nyeri.
TTV dalam batas normal
6. Diagnosa VI : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif.
Monitor gejala kemunduran penglihatan
Hindari tauma mata
Hindarkan gejal penyakit mata
Gunakan alat melindungi mata
Gunakan resep obat mata yang benar.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Betz,
Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.
2.
Hidayat,
Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
3. Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak
bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.
4. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak
Sakit. Jakarta : EEC.
5. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak
Sakit. Jakarta : EEC.
6. http://mvzpry.blogspot.com/2009/05/bab-i-pendahuluan.html
7.
http://appinet.blogspot.com/2010/03/labioskisispalatoskisis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar