BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Meningokel adalah satu dari tiga jenis
kelainan bawaan spina bifida. Meningokel adalah meningens yang menonjol
melaluivertebrata yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi
cairan dibawah kulit. Angka kejadiannya 3 dari 1000 kelahiran.
Meningokel adalah penonjolan dari
pembungkus medulla spinalis melalui spina bifida dan terlihat sebagai benjolan
pada permukaan. Pembengkakan kistis ini ditutupi oleh kulit yang sangat tipis.
Pada kasus tertentu kelainan ini dapat dikoreksi dengan pembedahan. Pembedahan
terdiri dari insisi meningokel dan penutupan dura meter.Kemudian kulit diatas
cacat ditutup. Hidrosefalus kemungkinan merupakan komplikasi yang memerlukan
drainase. (Prinsip
Keperawatan
Pediatric, Rosa M. sachrin. Hal-283)
Meningokel merupakan kelainan kongenital
SSP yang paling sering terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel
biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas.Kantong
hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam
durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik.
Bayi akan menjadi normal sesudah operasi. (IKA-FKUI. Hal-1136)
Meningokel
adalah penyakit kongenital dari kelainan embriologis yang disebut neural tube
defect (NTD) yaitu adanya defek pada penutupan spina yang berhubungan dengan
pertumbuhan yang abnormalnya korda spinalis atau penutupannya.
B. Etiologi/penyebab
Penyebab spesifik dari meningokel atau
belum diketahui. Banyak factor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat
dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah
konsepsi. Hal- hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar
vitamin maternal rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi klomifen dan asam
valfroat: dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba
neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin
prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan pediatric e/3 [Cecila
L. Betz & Linda A. Sowden.2002] hal-468)
Kelainan
konginetal SSP yang paling sering dan penting ialah defek tabung
neural yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup.
Bermacam-macam penyebab yang berat menentukan morbiditas dan mortalitas, tetapi
banyak dari abnormalitas ini mempunyai makna klinis yang kecil dan hanya dapat
dideteksi pada kehidupan lanjut yang ditemukan secara kebetulan. (Patologi Umum
Dan Sistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999. hal-885)
Gangguan
pembentukan komponen janin saat dalam kandungan.
Penonjolan
dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan
akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh
yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau bagian bawahnya.
C. Tanda dan gejala
Gejalanya
bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar
saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala,
sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh
korda spinalis atau akar saraf yang terkena.
Gejala
pada umumnya berupa penonjolan seperti kantung dipunggung tengah sampai bawah
pada bayi baru lahir. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki,
penurunan sensasi, inkontinesia uri maupun inkontinensia tinja. Korda spinalis
yang tekena rentan terhadap infeksi (meningitis).
-
Gangguan persarafan
-
Gangguan mental
-
Gangguan tingkat kesadaran
D. Deteksi
prenatal
Terdapat
kemungkinan untuk menentukan adanya beberapa NTD terbuka selama masa prenatal.
Pemindaian ultrasuara pada uterus dan peningkatan konsentrasi alfafetoprotein
(AFP), suatu gamma, globulin yang spesifik pada fetus, dalam cairan amnion
mengindikasikan adanya arensefali atau mielomeningokel. Waktu yang tepat untuk
melakukan pemeriksaan diagnostic ini adalah pada usia gestasi 16 dan 18 minggu,
sebelum konsentrasi AFP yang normalnya menurun, dan pada saat yang tepat untuk
melakukan aborsi terapeutik. Pengambilan sampel virus koronik (chorionic villus
sampling, CVS) juga merupakan pemeriksaan untuk diagnostik NTD pada masa
prenatal.
Prosedur diagnostic di atas direkomendasikan untuk semua
ibu yang telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan
ditawarkan bagi semua wanita hamil. Selain itu, rencana kelahiran dengan sesar
dapat menurunkan disfungsi motorik. (buku ajar keperawatan pediatrik, Donna L.
Wong. Hal-1425)
E.
Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester
pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen.
Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindrom down, dan
kelainan bawaan lainnya.
Sebanyak 85%
wanita yang mengandung bayi spina bifida, akan memiliki kadar serum alfa
petoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif yang palsu tinggi,
karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk
memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina
bifida. Kadang dilakukan amniosentesis.
Setelah bayi
lahir dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan
lokasi kelainan, pemeriksaan USG tulang belakang bias menunjukkan adanya
kelainan pada korda spinalis maupun vertebrata, serta pemeriksaan CT-Scan atau
MRI tulang belakang kadang-kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan lokasi
kelainan.
F.
Penatalaksanaan medis dan bedah
Tujuan dari
pengobatan awal meningokel adalah mengurangi kerusakan saraf, meminimalkan
komplikasi (misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam menghadapi
kelainan ini.
Pembedahan
dilakukan pada periode neonatal untuk mencegah rupture. Perbaikan dengan
pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrosefalus dilakukan pada
saat kelahiran. Pencangkokan kulit diperlakukan bila lesinya besar. Antibiotic
profilaktik diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang
dilakukan tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi
tersebut pada berbagai system tubuh.
Terapi fisik
dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot.
Untuk mengobati dn mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan
lainnyadiberikan antibiotic. Untuk membantu memperlancar aliran kemih bias
dilakukan penekanan lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang
harus dilakukan pemasangan kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan buang
air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi
gejala muskulo skeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan dari
ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Keleinan saraf lainnya diobati
sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Kadang-kadang
pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus.
Seksio sesarae
terencana, sebelum melahirkan, dapat mengurangi kerusakan neurologis yang
terjadi pada bayi dengan defek korda spinalis.
Penatalaksanaan:
1.
Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan kedalam incubator
dengan kondisi tanpa baju.
2.
Bayi dalam posisi telungkup atau tidurjika kantungnya
besar untuk mencegah infeksi.
3.
Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah dan ahli
ortopedi, dan ahli urologi, terutama untuk tidakan pembedahan, dengan
sebelumnya melakukan informed consent.
Lakukan
pengamatan dengan cermat terhadap adanya tanda-tanda hidrosefalus (dengan
mengukur lingkar kepala setiap hari) setelah dilakukan pembedahan atau juga
kemungkinan terjadinya meningitis (lemah, tidak mau minum, mudah terangsang,
kejang dan ubun-ubun akan besar menonjol). Selain itu, perhatikan pula banyak
tidaknya gerakan tungkai dan kaki, retensi urin dan kerusakan kulit akibat
iritasi urin dan feses.
G.
Pencegahan
Risiko dapat dikurangi dengan mengonsumsi asam folat. Kekurangan asam
folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena
kelainan ini terjadi sangat dini.
Kepada
wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengonsumsi asam folat
sebanyak 0.4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
BAB II
Penutup
A. Kesimpulan
Kelainan
kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur
bayi
yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur.Kelainan kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera
setelah lahir.Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering
diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat.
Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling
sering terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat
di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas.Kantong hanya berisi
selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak
terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan
menjadi normal sesudah operasi.
B. Saran
Deteksi dini dan pencegahan pada
awal kehamilan dianjurkan untuk
semua ibu yang telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan
dan
pemeriksaan ditawarkan bagi semua wanita hamil
DAFTAR PUSTAKA
1. Cecila L. Betz & Linda A.
Sowden.2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3.
EGC: Jakarta.
2. Diane M. Fraser. Dkk. 2009.Myles Buku Ajar Kebidanan. EGC: Jakarta.
3. Elizabet J. Corwin. 2000. Buku saku patofisiologi. EGC: Jakarta
4. J.C.E. Underwood. 1999. Patologi Umum Dan Sistematik. Vol 2. EGC:
2. Diane M. Fraser. Dkk. 2009.Myles Buku Ajar Kebidanan. EGC: Jakarta.
3. Elizabet J. Corwin. 2000. Buku saku patofisiologi. EGC: Jakarta
4. J.C.E. Underwood. 1999. Patologi Umum Dan Sistematik. Vol 2. EGC:
Jakarta
5. Linda Juall Carpenito-moyet.
2006. Buku saku diagnosis keperawatan
Edisi 10. EGC: Jakarta
6. Marliynn E. Doengoes, Dkk.
1999.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi
3.
EGC: Jakarta
7. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Bag. 3. EGC: Jakarta.
8. Rosa m. Saccharin. 1996. Prinsip keperawatan pediatric edisi 2. EGC;
7. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Bag. 3. EGC: Jakarta.
8. Rosa m. Saccharin. 1996. Prinsip keperawatan pediatric edisi 2. EGC;
Jakarta
9. Staf Pengajar IlmuKesehatan
Anak. 1985.Ilmu kesehatan anak volume
3.
FKUI : Jakarta.
10. Taslim S. Soetomenggolo,
Sfyan Ismael. 1999. Buku Ajar Neurologi Anak.
BP IDAI: Jakarta.
11. Wiknjosastro, Hanifa . dkk.
1999.Ilmu kebidanan.Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiharjo: Jakarta.
12. Wong , Donna L dkk. 2008.
Buku ajar keperawatan pediatric vol 2. EGC:
Jakarta.
13. Wong , Donna L. 2004. Pedoman
klinis keperawatan Pediatrik Edisi 4 .
EGC: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar