A. SIKLUS
KEHIDUPAN KELUARGA
Dalam siklus
kehidupan keluarga terdapat tahap-tahap yang dapat diprediksi. seperti
individu-individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan yang
berturut-turut, keluarga sebagai sebuah unit juga mengalami tahap-tahap
perkembangan yang berturut-turut. Perkembangan
keluarga merupakan proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga meliputi;
perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggota keluarga disepanjang waktu.
Perubahan ini terjadi melalui beberapa tahapan atau kurun waktu tertentu. Pada
setiap tahapan mempunyai tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tahapan
tersebut dapat dilalui dengan sukses.
Perawat perlu
memahami setiap tahapan perkembangan keluarga serta tugas tugas
perkemabangannya. Hal ini penting mengingat tugas perawat dalam mendeteksi
adanya masalah keperawatan yang dilakukan terkait erat dengan sifat masalah
yaitu potensial atau actual (Friedman, 1998). Formulasi tahap-tahap
perkembangan keluarga yang paling banyak digunakan untuk keluarga inti dengan
dua orang tua adalah 8 tahap siklus kehidupan keluarga dari Dupal, 1977 (lihat
tabel 1) Selain itu Charter dan McGoldrick, 1988 belakangan membuat model
enam tahap yang sama bagi para ahli terapi keluarga. Tabel 2 membandingkan
tahap-tahap perkembangan siklus kehidupan keluarga dari Dupall dan Charter dan
Goldrick.
Dalam paradigma dari
Dupall, ia menggunakan tingkat umur dan tingkat sekolah dari anak yang paling
tua sebagai tonggak untuk interval siklus kehidupan, dengan pengecualian untuk
dua tahap terakhir kehidupan keluarga ketika anak-anak sudah tidak ada lgi di
rumah. Apalagi terdapat beberapa anak dalam keluarga, terjadi beberapa tumpang
tindih tahap-tahap yang berbeda. Sebaliknya Charter dan McGoldrick, 1988
merumuskan tahap siklus kehidupan
keluarga yang berfokus pada hal-hal penting dimana anggota keluarga
masuk dan keluar dari keluarga, jadi mengganggu keseimbangan keluarga.
Penekanan disini diletakkan pada hubungan-hubungan yang berubah, yang menjadi
syarat sehingga keluarga bisa bergerak dari satu tahap siklus kehidupan ke
tahap berikutnya.
1. Keluarga Pemula (juga menuju pasangan menikah atau tahap pernikahan).
Perkawinan dari sepasang insan menandai
bermulanya sebuah keluarga baru – keluarga yang menikah atau prokreasi dan
perpindahan dari keluarga asal atau status lajang ke hubungan baru yang intim.
Tahap perkawinan atau pasangan menikah saat ini berlangsung lebih lmbat.
Misalnya, menurut data sensus Amerika Serikat tahun 1985, 75 persen pria dan 57
persen wanita Amerika Serikat masih belum menikah pada usia 21 tahun, ini
merupakan suatu pergeseran yang berarti dari 55 persen dan 36 persen
masing-masing dalam tahun 1970.
Tugas-tugas perkembangan keluarga:
menciptakan sebuah perkawinan yang saling memuaskan, menghubungkan jaringan
persaudaraan secara harmonis, dan keluarga berencana merupakan tiga tugas
perkembangan yang penting dalam masa ini.
a.
Membangun perkawinan yang saling memuaskan
Ketika
dua orang diikat dalam ikatan perkawinan, perhatian awal mereka adalah
menyiapkan suatu kehidupan bersama yang baru. Sumber-sumber dari dua orang
digabungkan, peran-peran mereka berubah, dan fungsi-fungsi barupun diterima.
Belajar hidup bersama sambil memenuhi kebutuhan kepribadian yang mendasar
merupakan sebuah tugas perkembangan yang penting. Pasangan harus saling
menyesuaikan diri terhadap banyak hal kecil yang bersifat rutinitas. Misalnya
mereka harus mengembangkan rutinitas untuk makan, tidur, bangun pagi,
membersihkan rumah, menggunakan kamar mandi bergantian, mencari rekreasi dan
pergi ke tempat-tempat yang menyenangkan bagi mereka berdua.
Dalam
proses saling menyesuaikan diri ini, terbentuk satu kumpulan transaksi berpola
dan lalu dipelihara oleh pasangan tersebut, dengan setiap pasangan memicu dan
memantau tingkah laku pasangannya.
Tabel 1. Tahap Pertama Siklus Kehidupan
Keluarga Inti dengan Dua Orang Tua, dan Tugas-Tugas Perkembangan yang
bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
|
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
|
Keluarga Pemula
|
1.
Membangun perkawinan yang saling memuaskan.
2.
Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis.
3.
Keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai
orangtua)
|
Diadaptasi
dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Keberhasilan
dalam mengembangkan hubungan tergantung pada saling menyesuaikan diri yang baru
saja dibicarakan, dan tergantung kepada komplementaritas atau kecocokkan
bersama dari kebutuhan dan minat pasangan. Sama pentingnya bahwa perbedaan-perbedaan
individu perlu diketahui. Dalam hubungan yang sehat, perbedaan-perbedaan
dipandang untuk memperkaya hubungan perkawinan. Pencapaian hubungan perkawinan
yang memuaskan tergantung pada pengembangan cara-cara yang memuaskan untuk
menangani “perbedaan-perbedaan tersebut” (Satir, 1983) dan konflik-konflik.
Cara yang sehat untuk memecahkan masalah adalah berhubungan dengan kemampuan
pasangan untuk bersikap empati ; saling mendukung, dan mampu berkomunikasi
secara terbuka dan sopan (Raush et al, 1969) dan melakukan pendekatan terhadap
konflik atas rasa saling hormat menghormati (Jackson dan Lederer, 1969).
Malahan,
sejauhmana kesuksesan mengembangkan hubungan perkawinan tergantung pada
bagaimana masing-masing pasangan dibedakan atau dipisahkan dari keluarga asal
masing-masing (tugas perkembangan sebelumnya). Orang dewasa harus pisah dengan
orangtuanya dalam upaya untuk membentuk identitas dirinya sendiri dan hubungan
intim yang sehat. McGoldrick (1988) memberikan sebuah deskripsi yang amat bagus
tentang proses ini dan masalah-masalah psikososial selama masa ini.
Banyak
pasangan mengalami masalah-masalah penyesuaian seksual, serikali disebabkan
oleh ketidaktahuan dan informasi yang salah yang mengakibatkan kekecewaan dan
harapan-harapan yang tidak realistis. Malahan, banyak pasangan yang membawa
kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan yang tidak terpenuhi kedalam
hubungan mereka, dan hal-hal ini dapat mempengaruhi hubungan seksual secara
merugikan. (Goldenberg dan Goldenberg, 1985)
b.
Menghubungkan jaringan persaudaraan secara
harmonis
Perubahan peran dasar
terjadi dalam perkawinan pertama dari sebuah pasangan, karena mereka pindah
dari rumah orangtua mereka ke rumah mereka yang baru. Bersamaan dengan itu,
mereka menjadi anggota dari tiga keluarga, yaitu : menjadi anggota keluarga
dari keluarga mereka sendiri yang baru saja terbentuk.
Pasangan tersebut
menghadapi tugas-tugas memisahkan diri dari keluarga asal mereka dan
mengupayakan berbagai hubungan dengan orangtua mereka, sanak saudara dan dengan
ipar-ipar mereka, karena loyalitas utama mereka harus diubah untuk kepentingan
hubungan perkawinan mereka. Bagi pasangat tersebut, hal ini menuntut
pembentukan hubungan baru dengan setiap
orangtua masing-masing, yaitu hubungan yang tidak hanya memungkinkan
dukungan dan kenikmatan satu sama lain, tapi juga otonomi yang melindungi
pasangan baru tersebut dari campur tangan pihak luar yang mungkin dapat merusak
bahtera perkawinan yang bahagia.
c.
Keluarga berencana
Apakah ini memiliki anak atau tidak dan
penentuan waktu untuk hamil merupakan suatu keputusan keluarga yang sangat
penting. Littlefield (1977) menekankan pentingnya pertimbangan
semua rencana kehamilan keluarga ketika seseorang bekerja di bidang perawatan
maternitas. Tipe perawatan kesehatan yang didapat keluarga sebagai sebuah unit
selama masa prenatal sangat mempengaruhi kemampuan keluarga mengatasi
perubahan-perubahan yang luar biasa dengan efektif setelah kehamilan bayi.
d.
Masalah-masalah kesehatan
Masalah-masalah utama adalah penyesuaian
seksual dan peran perkawinan, penyuluhan dan konseling keluarga berencana,
penyuluhan dan konseling pranatal, dan komunikasi. Konseling semakin perlu
diberikan sebelum perkawinan. Kurangnya informasi sering mengakibatkan
masalah-masalah seksual dan emosional, ketakutan, rasa bersalah, kehamilan yang
tidak direncanakan, dan penyakit-penyakit kelamin baik sebelum maupun sesudah
perkawinan. Kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan ini menghambat pasangan
tersebut merencanakan kehidupan mereka dan memulai hubungan dengan dasar yang
mantap.
Konsep-konsep perkawinan tradisional sedang
ditantang oleh hubungan cinta, perkawinan berdasarkan hukum adat, dan
perkawinan homoseks. Orang yang memasuki perkawinan tanpa pernikahan memerlukan
banyak konseling dari tugas perawatan kesehatan untuk mendapatkan bantuan. Dalam hal ini,
perawat keluarga terperangkap diantara dua “keluarga”, keluarga orientasi dan
keluarga perkawinan. Dalam situasi semacam itu, para profesional kesehatan
keluarga tidak perlu membuat penilaian-penilaian yang bermanfaat tetapi mencoba
membantu setiap kelompok dari kedua kelompok tersebut agar mereka dapat
memahami diri mereka sendiri dan saling memahami satu sama lain (Williams dan
Leaman, 1973).
1) Keluarga Berencana.
Karena Keluarga
Berencana merupakan tanggungjawab utama dari perawat yang bekerja dengan
keluarga, maka bidang ini perlu dibahas lebih mendalam. Keluarga berencana yang
kurang diinformasikan dan kurang efektif mempengaruhi kesehatan keluarga dalam
banyak cara : mobiditas dan moralitas ibu-anak ; menelatarkan anak ; sehat
sakit orangtua ; masalah-masalah perkembangan anak, termasuk inteligensia
kemampuan belajar dan perselisihan dalam perkawinan. Pembentukan keluarga
dengan sengaja dan terinformasi meliputi membuat keputusan sendiri tentang
kapan dan/atau apakah ingin mempunyai anak, terlepas dari pertimbangan
kesehatan keluarga.
Jumlah
kelahiran di Amerika Serikat sedang menanjak, dalam tahun 1975 mengalami
penurunan dan terus mengalami kenaikan setelah itu hingga tahun 1990, seperti
yang diproyeksikan dalam tahun 1984 hingga 1990 (Family Service America,
1984). Meningkatnya kehamilan remaja yang sangat besar, khususnya diantara
wanita kulit hitam yang belum menikah dan terutama dipandang sebagai masalah
karena kerentanan dan kurangnya sumber-sumber pada kelompok remaja yang malang
ini (Chilman, 1988). Kehamilan penyebab utama remaja wanita keluar dari
sekolah dan juga penyebab sering terjadinya perkawinan prematur. Dalam
perkawinan, kehamilan awal (sebelum dua tahun) mengurangi penyesuaian
perkawinan. Semua ini merupakan faktor-faktor kesehatan mental yang penting
bagi orangtua dan anak-anak (Cohn dan Lierberman, 1974).
Kesehatan fisik ibu dan anak merupakan masalah utama yang
didokumentasikan dalam penelitian kebidanan dan perinatal. Jarak kelahiran
antara 2 dan 4 tahun dan usia ibu 20 tahunan merupakan faktor-faktor yang
menguntungkan dalam mengurangi mortalitas dan mobiditas ibu dan bayi. Jumlah
keluarga yang optimal, jarak dan waktu kelahiran mengurangi mortalitas bayi
(Cohn dan Lieberman, 1974).
Angka kehamilan berencana semakin meningkat, karena
banyak wanita dan pasangan menggunakan alat kontrasepsi. Empat puluh lima
negara bagian, dan juga Distrik Columbia telah membuat undang-undang yang
membolehkan gadis-gadis remaja berusia di bawah 18 tahun mendapatkan
kontrasepsi tanpa ijin dari orangtua. Namun sebagian besar remaja dan wanita dewasa muda yang
aktif secara seksual tidak mendapat pelayanan keluarga berencana (Chilman,
1988).
Perbedaan antara kelompok miskin dan kaya dalam menggunakan alat
kontrasepsi yang efektif berhubungan dengan aksesibilitas pelayanan (Manisoff,
1977) dan ketidaktahuan tentang kehamilan dan kontrasepsi dikalangan remaja
(Weatherley dan Cartoof, 1988). Faktor-faktor agama dan sosiopolitik menjadi
pengengah untuk mengurangi hak-hak reproduktif wanita dan pasangannya. Seperti
diawal tahun 1990-an, karena menentang hak untuk melakukan aborsi secara legal
maka perjuangan mempertahankan pelayanan saat ini agar tetap tersedia merupakan
masalah yang sedang berkembang. Pendanaan masyarakat dari pemerintah untuk
keluarga berencana, khususnya untuk aborsi telah dipotong, dan pelayanan
terbatas pada kaum miskin dan orang muda.
Selain kebutuhan untuk klinik medis yang banyak dan undang-undang yang
membolehkan remaja menerima perawatan, program pendidikan kesehatan keluarga berencana
dan seks yang efektif perlu direncanakan dilakukan di sekolah-sekolah, gereja
dan lembaga-lembaga kesehatan. Pelayanan-pelayanan seperti itu harus difokuskan
tidak hanya pada premis-premis umum bahwa keluarga berencana merupakan satu
tujuan dalam keluarga itu sendiri, tapi pada keuntungan-keuntungan kesehatan
dari keluarga berencana bagi individu dan bagi
pertumbuhan dan perkembangan keluarga.
Akan tetapi, memaksakan keluarga berencana pada
keluarga bukanlah sesuatu yang etis, karena hal tersebut menghancurkan
inisiatif, integritas, dan kompetensi. Gadis-gadis remaja yang menginginkan
bayi perlu mengkonsultasikan kesiapan fisik dan emosi untuk menjadi orang tua
dan perlindungan yang realistis terhadap kehamilan bersama-sama dengan
supervisi kesehatan yang baik. Tapi hanya sedikit saja dilakukan untuk
mengimbangi tekanan-tekanan masyarakat terhadap seks dan perkawinan dengan
pendidikan kontrasepsi yang realistis.
e.
Diagnosa yang mungkin pada keluarga pemula
1)
Gangguan komunikasi verbal
2)
Perubahan proses keluarga
3)
Perubahan penampilan peran
4)
Gangguan interaksi social
5)
Disfungsi seksual
f.
Peran perawat
1)
Konselon pada penyesuaian seksual & peran
marital
2)
Gusru konselon dalam perencanaan keluarga
3)
Koordinator untuk konseling menjadi orang tua
4)
Fasilitator dalam hubungan kekerabatan interpersonal
2. Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua
adalah bayi sampai umur 30 bulan)
Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak
pertama sehingga bayi berusia 30 bulan. Biasanya orangtua tergetar hatinya
dengan kelahiran pertama anak mereka, tapi agak takut juga. Kekuatiran terhadap
bayi biasanya berkurang setelah beberapa hari, karena ibu dan bayi tersebut
mulai saling mengenal. Akan tetapi kegembiraan yang tidak dibuat-buat ini
berakhir ketika seorang ibu baru tiba di rumah dengan bayinya setelah tinggai
di rumah sakit untuk beberapa waktu.
Ibu dan ayah tiba-tiba berselisih dengan
semua peran-peran mengasyikkan yang telah dipercayakan kepada mereka. Peran
tersebut pada mulanya sulit karena perasaan ketidakadekuatan menjadi orangtua
baru ; kurangnya bantuan dari keluarga dan teman-teman, dan para profesional
perawatan kesehatan yang bersifat membantu dan sering terbangun tengah malam
oleh bayi yang berlangsung 3 hingga 4 minggu. Ibu juga letih secara psikologis
dan fisiologis. Ia sering merasakan beban tugas sebagai ibu rumah tangga dan
barangkali juga bekerja, selain merawat bayi. Khususnya terasa sulit jika ibu
menderita sakit atau mengalami persalinan dan pelahiran yang lama dan sulit
atau seksio besar.
Kedatangan bayi dalam rumah tangga
menciptakan perubahan-perubahan bagi setiap anggota keluarga dan setiap
kumpulan hubungan. Orang asing telah masuk ke dalam kelompok ikatan keluarga
yang erat, dan tiba-tiba keseimbangan keluarga berubah setiap anggota keluarga
memangku peran yang baru dan memulai hubungan yang baru. Selain seorang bayi
yang baru saja dilahirkan, seorang ibu, seorang ayah, kakek nenekpun lahir.
Istri sekarang harus berhubungan dengan suami sebagai pasangan hidup dan juga
sebagai ayah dan sebaliknya. Dan dalam keluarga yang memiliki anak sebelumnya,
pengaruh kehadiran seorang bayi sangat berarti bagi saudaranya sama seperti
pada pasangan yang menikah. Mengatakan pada seorang anak untuk menyesuaikan
diri dengan seorang adik laki-laki atau perempuan yang baru mungkin sama dengan
suami mengatakan pada istrinya bahwa ia membawa ke rumah seorang nyonya yang ia
cintai dan ia terima sama derajatnya (William dan Leanman, 1973). Ini
merupakan suatu perkembangan kritis bagi
semua yang terlibat.
Oleh sebab itu, meskipun kedudukan sebagai
orangtua menggambarkan tujuan yang teramat penting bagi semua pasangan,
kebanyakan pasangan menemukannya sebagai perubahan hidup yang sangat sulit.
Penyesuaian diri terhadap perkawinan biasanya tidak sesulit penyesuaian
terhadap menjadi orangtua. Meskipun bagi kebanyakan orang tua merupakan
pengalaman penuh arti dan menyenangkan, kedatangan bayi membutuhkan perubahan
peran yang mendadak. Dua faktor penting yang menambah kesukaran dalam menerima
peran orangtua adalah bahwa kebanyakan orang sekarang tidak disiapkan untuk
menjadi orang tua dan banyak sekali mitos berbahaya yang tidak realistis
meromantiskan pengasuhan anak didalam masyarakat kami (Fulcomer, 1977). Menjadi
orangtua merupakan satu-satunya peran utama yang sedikit dipersiapkan dan kesulitan
dalam transisi peran mempengaruhi hubungan perkawinan dan hubungan orangtua dan
bayi secara merugikan.
Perubahan-perubahan sosial yang dramatis
dalam masyarakat Amerika juga memiliki pengaruh yang kuat pada orangtua baru.
Banyaknya wanita yang bekerja di luar rumah dan memiliki karier, naiknya angka
perceraian dan masalah perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi dan aborsi yang
sudah lazim, dan semakin meningkatnya biaya perawatan dan memiliki anak
merupakan faktor-faktor yang menyulitkan tahap siklus awal kehidupan pengasuh
anak (Bradt, 1988 ; Miller dan Myers-Walls, 1983).
a. Masa Transisi
menjadi Orangtua.
Kelahiran
anak pertama merupakan pengalaman keluarga yang sangat penting dan sering
merupakan krisis keluarga, sebagaimana yang digambarkan secara konsisten pada
penelitian keluarga selama tahap siklus kehidupan keluarga ini (Clark, 1966 ;
Hobbs dan Cole, 1976 ; LeMaster, 1957). Untuk mengetahui bagaimana anak yang
baru lahir mempengaruhi keluarga, LeMaster, 1957, dalam studi klasik tentang
penyesuaian keluarga terhadap kelahiran anak pertama, mewawancarai 46 orang tua
dari kalangan kelas menengah di Kota (berusia 25 – 25 tahun) dan memperkirakan
sejauhmana mereka dalam keadaan krisis. Ia menemukan bahwa 17 persen pasangan
tidak mengalami masalah atau hanya masalah-masalah sedang, tapi sisanya
mengalami masalah berat atau luar biasa. Masalah-masalah yang paling lazim
dilaporkan adalah :
1)
Suami merasa diabaikan (ini paling sering disebutkan oleh suami)
2)
Terhadap peningkatan perselisihan dan argumen antara suami dan istri.
3)
Interupsi dalam jadwal yang kontinu “begitu lelah sepanjang waktu”,
merupakan sebuah kometar khas).
4)
Kehidupan seksual dan sosial terganggu dan menurun.
Akan
tetapi, studi-studi belakangan ini, Hobbs dan Cole (1976), tidak menemukan
pasangan yang melaporkan krisis
ekstensif sebanyak yang dilaporkan oleh LeMaster. Studi-studi tentang “keluarga
dalam krisis” menyatakan bahwa keluarga-keluarga mempunyai pemikiran yang salah
dan idealis tentang menjadi orang tua sebelum kelahiran anak pertama dan
kekuatan perkawinan menurun secara tajam dengan lahirnya anak pertama (Miller
dan Solye, 1980).
Clark,
(1966) melakukan sebuah studi tentang keluarga secara kelahiran seorang bayi
baru menyatakan kesulitan dalam penyesuaian diri menyangkut orangtua dan
kebutuhan yang penting setelah kelahiran terhadap kesinambungan pelayanan
keperawatan di rumah dan di klinik.
Sebuah
studi penting yang lain menyangkut transisi pasangan menjadi langka dilakukan
oleh La Rossa, (1981). Para peneliti ini mengkonseptualisasikan proses transisi
seperti yang dijelaskan dengan baik oleh model konflik, dimana terdapatnya
waktu luang, konflik kepentingan diantara orangtua, legitimasi terhadap
penentuan masalah-masalah perkawinan menyebabkan konflik antara kedua orangtua.
Miller
dan Myers – Walls (1983), berdasarkan atas tinjauan studi mereka terhadap
orangtua, meringksa stressor mengasuh anak yang spesifik yang diidentifikasi
dalam penelitian. Stressor yang paling sering disebutkan adalah sedikitnya kebebasan pribadi karena tanggungjawab
menyangkut anak, selain itu diidentifikasi juga kurangnya waktu dan
persahabatan dalam perkawinan. Bahkan lebih banyak tekanan perkawinan
dilaporkan pada pasangan yang sulit memiliki anak atau pasangan memiliki anak
dengan masalah kesehatan yang serius atau cacat.
b. Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Setelah
lahir anak pertama, keluarga mempunyai beberapa tugas yang penting. Suami,
istri, dan bayi semuanya belajar peran-peran yang baru sementara keluarga inti
memperluas fungsi dan tanggungjawab. Ini meliputi penggabungan tugas
perkembangan yang terus menerus dari setiap anggota kelurga dan keluarga secara
keseluruhan (Duvall, 1977).
Tabel 2. Tahap Kedua Siklus Kehidupan
Keluarga Inti yang sedang mengasuh anak dan Tugas-Tugas Perkembangan yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga |
Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
|
Keluarga sedang mengasuh anak
|
1.
Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap
(mengintegrasikan bayi baru ke dalam keluarga).
2.
Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan
dan kebutuhan anggota keluarga.
3.
Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
4.
Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan
menambahkan peran-peran orangtua dan kakek dan nenek.
|
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988)
; Duvall dan Miller (1985)
Kelahiran
seorang anak membuat perubahan-perubahan yang logika dalam organisasi keluarga.
Fungsi-fungsi pasangan suami istri harus dibedakan untuk memenuhi
tuntutan-tututan baru perawatan dan penyembuhan. Sementara pemenuhan tanggungjawab
ini bervariasi menurut posisi sosial budaya suami istri, sebuah pola yang umum
adalah untuk orang tua agar menerima peran-peran tradisonal atau pembagian
tanggungjawab (La Rossa dan La Rossa, 1981). Hubungan dengan keluarga
besar paternal dan maternal perlu disusun kembali dalam tahap ini. Peran-peran
baru perlu dibuat kembali berkenaan menjadi kakek nenek dan hubungan antara
orangtua dan kakek-nenek (Bradt, 1988).
Peran yang paling penting bagi perawat keluarga bila
bekerja dengan keluarga yang mengasuh anak adalah mengkaji peran sebagai
orangtua bagaimana kedua orangtua berinteraksi dengan bayi baru dan merawatnya,
dan bagaimana respons bayi tersebut. Klaus dan Kendall (1976), Kendall (1974),
Rubbin (1967), dan yang lainnya menguji dampak penting dari sentuhan dan
kehangatan awal setelah melahirkan ; hubungan positif antara orangtua anak pada
hubungan orangtua dan anak di masa datang. Sikap orangtua tentang mereka
sendiri sebagai orangtua, sikap mereka terhadap bayi mereka, karakteristik
komunikasi orangtua dan stimulasi bayi (Davis, 1978) adalah bidang-bidang
terkait yang perlu dikaji.
Perubahan-perubahan peran dan adaptasi terhadap
tanggungjawab orangtua yang baru biasanya lebih cepat dipelajari oleh ibu
daripada ayah. Anak merupakan realita pada calon ibu dari pada ayah, yang
biasanya mulai merasa seperti ayah pada saat kelahiran, tapi kadang-kadang jauh
lebih lambat dari itu (Minuchin, 1974). Ayah seringkali tetap netral pada
awalnya sementara wanita secara cepat menyesuaikan diri dengan struktur keluarga
yang baru.
Kebiasaan dimana kebanyakan ayah secara tradisional
tidak diikutsertakan dalam proses perinatal secara pasti memperlambat pria
melakukan perubahan peran yang penting ini dan oleh karena itu menghalangi
keterlibatan emosional mereka. Sayangnya, kesadaran yang meningkat tentang
peran penting yang dipangku ayah dalam perawatan anak dan perkembangan anak
telah menimbulkan keterlibatan ayah yang lebih besar dalam perawatan bayi
dikalangan kelas menengah (Hanson dan Bozett, 1985).
Ibu dan ayah menumbuhkan dan mengembangkan peran orangtua
mereka dalam berespons terhadap tuntutan-tuntutan yang berubah terus menerus
dan tugas-tugas perkembangan dari orang muda yang sedang tumbuh, keluarga
secara keseluruhan, dan mereka sendiri. Menurut Friedman (1957), orangtua
melewati 5 tahap perkembangan secara berturut-turut. Dua tahap pertama meliputi
fase kehidupan keluarga ini. Pertama, selama bayi, orangtua mempelajari arti
dari isyarat-isyarat yang dikekspresikan oleh bayi untuk mengutarakan
kebutuhan-kebutuhannya. Dengan setiap anak lahir berturut-turut, orangtua akan
mengalami tahap yang sama ini sehingga mereka menyesuaikan setiap
isyarat-isyarat unik bayi.
Tahap kedua ini perkembangan orangtua adalah belajar
untuk menerima pertumbuhan dan perkembangan anak yang terjadi dalam masa usia
bermain – khususnya orangtua yang baru memiliki anak pertama – membutuhkan
bimbingan dan dukungan. Orangtua perlu memahami tugas-tugas yang harus dikuasai
oleh anak dan kebutuhan anak akan keselamatan, keterbatasan dan latihan buang
air (toilet training). Mereka perlu memahami konsep kesiapan perkembangan,
konsep tentang “saat yang tepat untuk mengajar mereka”. Pada saat yang sama
pula orangtua perlu bimbingan dalam memahami tugas-tugas yang harus mereka
kuasai selama tahap ini.
Pola-pola komunikasi perkawinan yang baru berkembang
dengan lahirnya anak, dimana pasangan berhubungan satu sama lain baik sebagai
suami istri maupun sebagai orangtua. Pola transaksi suami istri terbukti telah
berubah secara drastis. Feldman (1961) mengamati bahwa orang tua bayi berbicara
dan berkelakar lebih sedikit, pembicaraan yang merangsang lebih sedikit dan
kualitas interaksi perkawinan yang menurun. Beberapa orangtua merasa kewalahan
dengan bertambahnya tanggungjawab, khususnya mereka yang suami maupun istri
sama-sama bekerja secara penuh.
Pembentukan
kembali pola-pola komunikasi yang memuaskan termasuk masalah dan perasaan
pribadi, perkawinan dan orangtua adalah sangat penting. Pasangan harus terus
memenuhi setiap kebutuhan-kebutuhan psikologis dan seksual dan juga berbagi dan
berinteraksi satu sama lain dalam hal tanggungjawab sebagai orangtua. Hubungan
seksual suami istri umumnya menurun selama kehamilan dan selama 6 minggu masa
postpartum. Kesulitan-kesulitan seksual selama masa berikutnya umum terjadi,
yang timbul dari faktor-faktor seperti ibu tenggalam dalam peran barunya,
keletihan dan perasaan menurunnya daya tarik seksual dan juga perasaan suami
bahwa ia “tersingkir” oleh bayinya.
Sekarang
komunikasi keluarga termasuk anggota ketiga, membentuk tiga serangkai. Orangtua harus belajar
untuk merasakan dan melihat tangisan komunikasi dari bayinya. Misalnya,
tangisan bayi perlu dibedakan kedalam ekspresi ketidaknyamanan, rasa lapar,
rangsangan yang berlebihan, sakit, atau letih.
Dan bayi mulai memberikan respon terhadap rangkulan, timangan dan
berbicara yang kemudian diterima dan dikuatkan oleh orangtua. Konseling keluarga berencana biasanya berlangsung
saat pemeriksaan setelah postpartum 6 minggu. Orangtua kemudian harus didorong
secara terbuka untuk mendiskusikan jarak kelahiran dan perencanaan. Melihat
meningkatkan tuntutan-tuntutan keluarga dan pribadi yang dibawakan oleh bayi,
orangtua perlu menyadari bahwa kehamilan dengan jarak rapat dan sering dapat
berbahaya bagi ibu, dan juga ayah, saudara bayi, dan unit keluarga.
Tahap siklus kehidupan ini memerlukan penyesuaian
hubungan dalam keluarga besar dan dengan teman-teman. Ketika anggota keluarga
lain mencoba mendukung dan membantu orangtua baru ini, ketegangan bisa muncul.
Misalnya, meskipun kakek nenek dapat menjadi sumber pertolongan yang besar bagi
orangtua baru, namun kemungkinan konflik tetap ada karena perbedaan nilai-nilai
dan harapan-harapan yang ada antar generasi tersebut. Meskipun pentingnya memiliki jaringan sosial atau
sistem pendukung sosial untuk mencapai kepuasan dan perasaan positif tentang
kehidupan keluarga, keluarga muda perlu mengetahui kapan mereka butuh bantuan
dan dari siapa mereka harus menerima bantuan tersebut dan juga kapan mereka
harus menggantungkan diri pada sumber-sumber dan kekuatan merek sendiri
(Duvall, 1977).
Hubungan perkawinan yang kokoh dan bergairah sangat
penting bagi stabilitas dan moral keluarga. Hubungan suami istri yang memuaskan
akan memberikan pasangan dengan kekuatan dan tenaga “bagi” bayi dan satu sama
lain. Tuntutan-tuntutan dan tekanan-tekanan yang bertentangan, seperti
antara loyalitas ibu terhadap bayi dan
terhadap suami, merupakan persoalan dan dapat menyiksa. Tipe konflik semacam
ini dapat menjadi sumber sentral ketidakbahagiaan selama tahap siklus kehidupan
ini.
c. Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah-masalah utama
keluarga dalam tahap ini adalah pendidikan maternitas yang terpusat pada
keluarga, perawatan bayi yang baik, pengenalan dan penanganan masalah-masalah
kesehatan fisik secara dini, imunisasi, konseling perkembangan anak, keluarga
berencana, interaksi keluarga dan bidang-bidang peningkatan kesehatan umum
(gaya hidup). Masalah-masalah kesehatan lain selama periode dari kehidupan
keluarga ini adalah inaksesibilitas dan ketidakadekuatan fasilitas-fasilitas
perawatan anak untuk ibu yang bekerja, hubungan akan-orangtua, masalah-masalah
mengasuh anak termasuk penyalahgunaan dan kelalaian terhadap anak dan
masalah-masalah transisi peran orang tua.
d. Kemungkinan diagnose
1)
Gangguan Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
2)
Disfungsi seksual
3)
Gangguan tumbuh kembang
4)
Menyusui tidak efektif
5)
Resiko cidera
6)
Perubahan penampilan peran
7)
Gangguan komunikasi verbal
e. Peran perawat
1)
Monitor perawatan prenatal dan perujukan untuk masalah-masalah kehamilan
2)
Konselor pada nutrisi prenatal
3)
Konselor pada kebiasaan maternal prenatal
4)
Pendukung amnionsintesis
5)
Konselor pada menyusui
6)
Koordinator dengan layanan pediatrik
7)
Penyelia imunisas
3. Keluarga dengan Anak
Usia Prasekolah (anak tertua berumur 2 hingga 6
tahun).
Tahap ketiga siklus
kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama berusia 2 ½ tahun dan berakhir
ketika anak berusia 5 tahun. Sekarang, keluarga mungkin terdiri dari tiga
hingga lima orang, dengan posisi suami-ayah, istri-ibu, anak laki-laki-saudara,
anak perempuan-saudari. Keluarga lebih menjadi majemuk dan berbeda (Duvall dan
Miller, 1985).
Kehidupan keluarga
selama tahap ini penting dan menuntut bagi orangtua. Kedua orangtua banyak
menggunakan waktu mereka, karena kemungkinan besar ibu bekerja, baik bekerja
paruh waktu atau bekerja penuh. Namun, menyadari bahwa orangtua adalah “arsitek
keluarga”, merancang dan mengarahkan perkembangan keluarga (Satir, 1983),
adalah penting bagi mereka untuk memperkokoh kemitraan mereka secara singkat,
agar perkawinan mereka tetap hidup dan lestari.
Anak-anak usia
prasekolah harus banyak belajar pada tahap ini, khususnya dalam hal kemadirian.
Mereka harus mencapai otonomi yang cukup dan mampu memenuhi kebutuhan sendiri
agar dapat menangani diri mereka sendiri tanpa campur tangan orangtua mereka
dimana saja. Pengalaman di kelompok bermain, taman kanak-kanak, Project Head
Start, pusat perawatan sehari, atau program-program sama lainnya merupakan
cara yang baik untuk membantu perkembangan semacam ini. Program-program
prasekolah yang terstruktur sangat bermanfaat dalam membantu orangtua dengan
anak usia prasekolah yang berasal dari dalam kota dan berpendapatan rendah.
Peningkatan yang tajam dalam IQ dan keterampilan sosial telah dilaporkan
terjadi setelah anak menyelesaikan sekolah taman kanak-kanak selama 2 tahun
(Kraft et al, 1968).
Banyak sekali keluarga
dengan orangtua tunggal berada dalam tahap siklus kehidupan ini. Dalam tahun
1984, 50 persen keluarga kulit hitam dan 15 persen keluarga kulit putih di
Amerika Serikat dipimpin oleh satu orangtua, dan 88 persen dari keluarga ini
dikepalai oleh ibu (Nortan and Glick, 1986). Di kalangan keluarga dengan
orangtua tunggal, ketegangan yang timbul dari peran mengasuh anak untuk anak
usia prasekolah, ditambah lagi dengan peran-peran lain adalah besar.
Pusat-pusat perawatan sehari bagi bayi dan anak usia prasekolah dengan kualitas
yang layak dan baik sulit ditemukan jika ditempatkan dikebanyakan kominitas.
Ibu-ibu yang bekerja dan ibu-ibu yang masih remaja secara khusus memerlukan
fasilitas-fasilitas dan program-program perawatan anak yang lebih baik (Adams
dan Adams, 1990).
a. Tugas-tugas perkembangan
keluarga.
Keluarga tumbuh baik
dalam jumlah maupun kompleksitas. Perlunya anak-anak usia prasekolah dan anak
kecil lainnya untuk mengeksplorasi dunia sekitarnya, dan kebutuhan orangtua
untuk memiliki privasi mereka sendiri menjadikan perumahan dan ruang yang
adekuat sebagai masalah utama. Peralatan dan fasilitas-fasilitas juga perlu
bersifat melindungi anak-anak, karena pada tahap ini kecelakaan menjadi
penyebab utama kematian dan cacat. Mengkaji keamanan rumah merupakan hal yang
penting bagi perawat kesehatan komunitas dan penyuluhan kesehatan perlu
dimasukkan sehingga orangtua dapat mengetahui resiko yang ada dan cara-cara
menegah kecelakaan (Tabel 3).
Tabel 3. Tahap III Siklus
Kehidupan Keluarga Inti dengan anak usia pra sekolah dan Tugas-Tugas
Perkembangan Keluarga yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga |
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
|
Keluarga dengan anak usia Prasekolah.
|
1.
Memenuhi kebutuhan anggota
keluarga seperti rumah, ruang bermain, privasi, keamanan.
2.
Mensosialisasikan anak.
3.
Mengintegrasi anak yang baru sementara tetap memenuhi
kebutuhan anak-anak yang lain.
4.
Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga
(hubungan perkawinan dan hubungan orangtua dan anak) dan di luar keluarga
(keluarga besar dan komunitas).
|
Diadaptasi dari Carter dam McGoldrick (1988)
; Duvall dan Miller (1985)
Karena
daya tahan spesifik terhadap banyak bakteri dan penyakit virus dan paparan yang
meningkat, anak-anak usia prasekolah sering menderita sakit dengan satu
penyakit infeksi minor secara bergantian. Penyakit infeksi sering terjadi
bolak-balik dalam keluarga. Sering ke dokter, merawat anak-anak yang sakit,
kembali ke rumah untuk menjemput anak sakit dari taman kanak-kanak merupakan
krisis mingguan. Jadi kontak anak dengan penyakit infeksi dan menular dan
kerentanan umum mereka terhadap penyakit merupakan masalah-masalah kesehatan
utama.
Kecelakaan,
jatuh, luka bakar dan laserasi juga cukup sering terjadi. Kejadian-kejadian ini
lebih sering ditemukan dalam keluarga besar, keluarga di mana pengasuh dewasa
tidak ada (orangtua sering tidak di rumah), dan keluarga dengan pendapatan
rendah. Keamanan lingkungan dan pengawasan anak yang adekuat merupakan kunci
untuk mengurangi kecelakaan.
Suami-ayah
menerima lebih banyak keterlibatan dalam tanggungjawab rumah tangga selama
tahap perkembangan keluarga ini daripada tahap lain, persentase terbesar dalam
tahap ini digunakan untuk aktifitas perawatan anak. Keterlibatan ayah dalam
perawatan anak saat ini benar-benar penting, karena hubungan ini dengan anak
usia prasekolah dapat membantu anak mengindentifikasi jenis kelaminnya. Khusus
bagi anak laki-laki dalam usia 5 tahun, penting sekali bagi mereka untuk
bergaul secara rapat dengan lingkungan terbatas yang kuat, ayah yang hanya atau
pengganti ayah sehingga identitas peran laki-laki dapat terbentuk (Walters,
1976).
Peran
yang lebih matang juga diterima oleh anak-anak usia prasekolah, yang secara
perlahan-lahan menerima lebih banyak tanggungjawab perawatan dirinya sendiri, plus
membantu ibu atau ayah dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Di sini bukan
produktifitas anak yang penting, melainkan proses belajar yang berlangsung.
Berlawanan
dengan harapan, penelitian membuktikan bahwa kelahiran anak kedua dalam
keluarga memiliki efek yang bahkan lebih merusak hubungan perkawinan dari pada
kelahiran anak pertama. Feldman (1961) melaporkan bahwa peran orangtua membuat
peran-peran perkawinan lebih sulit, seperti terungkap dalam observasi berikut
ini : pasangan suami istri masing-masing merasakan perubahan kepribadian yang
negatif ; mereka kurang puas dengan keadaan di rumah, terdapat banyak interaksi
yang berorientasi pada tugas, pembicaraan pribadi lebih sedikit dan pembicaraan
yang berpusat pada anak lebih banyak, kehangatan yang diberikan kepada anak
lebih banyak dari pada yang diberikan satu sama lain, dan tingkat kepuasan
hubungan seksual lebih rendah (Feldman, 1969).
Penelitian
yang cukup terkenal ini paralel dengan laporan dan observasi para konselor
keluarga bahwa hubungan perkawinan sering mengalami keguncangan dalam tahap
siklus ini. Sebenarnya, banyak sekali perceraian yang terjadi dalam tahun-tahun
seperti ini karena ikatan perkawinan yang lemah atau tidak memuaskan. Privasi
dan waktu bersama merupakan kebutuhan yang utama. Konseling perkawinan dan
kelompok-kelompok pertemuan perkawinan merupakan sumber-sumber yang penting
dikalangan kelas menengah. Akan tetapi keluarga tanpa sumber-sumber ekonomi,
hanya memiliki bantuan yang terbatas untuk memperkokoh upaya penyelamatan
perkawinan. Terdapat trend bagi para pastur dan pendeta untuk menjadi terlatih
sebagai konselor perkawinan dan konselor keluarga yang tidak bisa mengupayakan
terapi pribadi.
Tugas utama dari keluarga adalah mensosialisasikan anak.
Anak-anak usia prasekolah mengembangkan sikap diri sendiri (konsep diri) dan
dapat secara cepat belajar mengekspresikan diri mereka, seperti tampak dalam
kemampuan menangkap bahasa dengan cepat. Tugas lain selama masa ini menyangkut
bagaimana mengintegrasikan anggota keluarga yang baru (anak kedua dan ketiga)
semasa masih memenuhi kebutuhan anak yang lebih tua. Penggeseran seorang anak
oleh bayi baru lahir secara psikologis merupakan suatu kejadian traumatik.
Persiapan anak-anak menjelang kelahiran seorang bayi membantu memperbaiki
situasi, khususnya jika orangtua sensitif terhadap perasaan dan tingkah laku
anak yang lebih tua. Persaingan dikalangan kakak beradik (sibling rivalry)
biasanya diungkapkan dengan memukul atau berhubungan secara negatif dengan
bayi, tingkah laku regresif, melakukan
kegiatan-kegiatan yang menarik perhatian. Cara terbaik menangani persaingan
dikalangan kakak adik adalah dengan
meluangkan waktu setiap hari untuk berhubungan lebih erat dengan anak
yang lebih tua untuk meyakinkannya bahwa ia masih dicintai dan dikehendaki.
Kira-kira saat anak mencapai usia prasekolah, orangtua
memasuki tahap pengasuhan anak yang
ketiga, salah satunya belajar berpisah dari anak-anak ketika mereka mulai masuk
ke kelompok bermain, tempat penitipan anak, atau taman kanak-kanak. Tahap ini
berlangsung terus selama usia prasekolah hingga memasuki awal usia sekolah. Pisah seringkali terasa
sulit bagi orangtua dan mereka perlu mendapat dukungan dan penjelasan tentang
bagaimana penguasaan tugas-tugas perkembangan
anak usia prasekolah memberikan kontribusi untuk semakin meningkatnya
otonomi mereka.
Pisah dari orangtua juga sulit bagi anak-anak usia
prasekolah. Pisah dapat terjadi karena orangtua pergi bekerja, ke rumah sakit,
melakukan perjalanan atau berlibur. Persiapan keluarga untuk pisah dengan anak
sangat penting dalam membantu anak menyesuaikan diri terhadap perubahan. Membantu
keluarga untuk mendapatkan pelayanan keluarga berencana setelah kelahiran
seorang bayi, atau melanjutkan kontrasepsi jika tidak terdapat kehamilan, juga
diindikasikan. Misalnya, adalah tidak biasa bagi seorang wanita untuk berhenti
menggunakan alt kontrasepsi karena terlambat haid dengan keyakinan bahwa ia
hamil, hanya untuk mencari tahu apakah kehamilannya terjadi karena hubungan
seks tanpa perlindungan kontrasepsi.
Kedua orangtua perlu memiliki kesenangan dan kontak
di luar rumah untuk mengawetmudakan mereka sehingga mereka dapat melaksanakan
berbagai tugas-tugas dan tanggungjawab di rumah. Orangtua dari golongan kelas
rendah dan orang tunggal sering tidak punya kesempatan untuk melakukan hal ini,
dan keluarga-keluarga ini mendapat kepuasan paling sedikit terhadap pergaulan
mereka dan komunitas yang lebih luas karena posisi mereka yang terasing dan
kekurangan sumber-sumber yang tersedia bagi mereka.
b. Masalah-masalah kesehatan
Banyak sekali masalah
kesehatan yang telah diidentifikasi sepanjang pembahasan kita tentang keluarga
dengan anak usia prasekolah. Seperti telah dinyatakan sebelumnya, masalah
kesehatan fisik yang utama adalah penyakit-penyakit menular yang lazim pada
anak dan jatuh, luka bakar, keracunan dan kecelakaan-kecelakaan yang lain yang
terjadi selama usia prasekolah.
Masalah-masalah
kesehatan psikososial keluarga yang utama adalah hubungan perkawinan. Beberapa
studi mencoba meneliti menurunnya kepuasan yang dialami oleh banyak pasanga
selama tahun-tahun ini dan perlunya penanganan terhadap masalah ini untuk
memperkokoh dan memberikan semangat pada unit lain yang vital ini.
Masalah-masalah kesehatan lain yang penting adalah persaingan diantara
kakak-adik, keluarga berencana, kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan,
masalah-masalah pengasuhan anak seperti membatasi lingkungan (disiplin),
penganiayaan dan menelantarkan anak, keamanan di rumah dan masalah-masalah
komunikasi keluarga.
Strategi-strategi
promosi kesehatan umum berhubungan erat selama tahap ini, karena tingkah laku
gaya hidup yang dipelajari selama masa kanak-kanak dapat menyebabkan
konsekuensi-konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang. Pendidikan kesehatan
keluarga diarahkan pada pencegahan masalah-masalah kesehatan utama seperti
merokok, penyahagunaan obat-obatan dan alkohol, seksualitas manusia, keselamatan,
diet dan nutrisi, olahraga dan penanganan stress/dukungan sosial. “Tujuan utama
bagi para perawat yang bekerja dengan keluarga dan anak usia prasekolah adalah
membantu mereka membentuk gaya hidup yang sehat dan memfasilitasi pertumbuhan
fisik, intelektual, emosional dan sosial secara optimal. (Wilson, 1088, hal. 177).
c. Kemungkinan
diagnosa
1)
Resiko cidera
2)
Resiko trauma
3)
Resiko keracunan
4)
Resiko infeksi
5)
Gangguan penanganan pemeliharaan rumah
6)
Perubahan menjadi orang tua
7)
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
8)
Gangguan komunikasi verbal
d. Peran
perawat
1)
Monitor perkembangan awal masa kanak-kanak, perujukan bila ada indikasi
2)
Pendidik dalam tindakan pertolongan pertama dan kedaruratan
3)
Koordinator dg layanan pediatri
4)
Penyelia imunisasi
5)
Konselor pada nutrisi dan latihan
6)
Pendidik dlm isu pemecahan masalah mengenai kebiasaan kesehatan
7)
Pendidik tentang higiene perawatan gigi
8)
Konselor pada keamanan lingkungan di rumah
9)
Fasilitator dalam hubungan interpersonal
4. Keluarga dengan Anak
Usia Sekolah (anak tertua berumur 6 hingga 13 tahun).
Tahap ini dimulai ketika
anak pertama telah berusia 6 tahun dan mulai masuk sekolah dasar dan berakhir
pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja. Keluarga biasanya mencapai jumlah
anggota maksimum, dan hubungan keluarga di akhir tahap ini (Duvall, 1977).
Lagi-lagi tahun-tahun pada masa ini merupakan tahun-tahun yang sibuk. Kini,
anak-anak mempunyai keinginan dan kegiatan-kegiatan masing-masing, disamping
kegiatan-kegiatan wajib dari sekolah dan dalam hidup, serta kegiatan-kegiatan
orangtua sendiri. Setiap orang menjalani tugas-tugas perkembangannya
sendiri-sendiri, sama seperti keluarga berupaya memenuhi tugas-tugas
perkembangannya sendiri (Tabel 7). Menurut Erikson (1950), orangtua berjuang
dengan tuntutan ganda yaitu berupaya mencari kepuasan dalam mengasuh generasi
berikutnya (tugas perkembangan generasivitas) dan memperhatikan perkembangan
mereka sendiri ; sementara anak-anak usia sekolah bekerja untuk mengembangkan sense
of industry – kapasitas untuk menikmati pekerjaan dan mencoba mengurangi atau
menangkis perasaan rendah diri.
Tabel 7. Tahap IV Siklus
Kehidupan Keluarga Inti dengan anak usia sekolah, dan Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga |
Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
|
Keluarga dengan anak usia sekolah
|
1.
Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan
prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat.
2.
Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
3.
Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga
|
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988),
Duvall dan Miller (1985)
Tugas
orangtua pada tahap ini adalah untuk belajar menghadapi pisah dengan atau lebih
sederhana, membiarkan anak pergi. Lama kelamaan hubungan dengan teman sebaya
dan kegiatan-kegiatan diluar rumah akan memainkan peranan yang lebih besar
dalam kehidupan anak usia sekolah tersebut. Tahun-tahun ini dipenuhi oleh
kegiatan-kegiatan keluarga, tapi ada juga kekuatan-kekuatan yang secara
perlahan-lahan mendorong anak tersebut pisah dari keluarga sebagai persiapan menuju masa remaja.
Orangtua yang mempunyai perhatian diluar anak mereka akan merasa lebih mudah
membuat perpisahan yang perlahan-lahan. Akan tetapi, dalam contoh-contoh dimana
peran ibu merupakan sentral dan satu-satunya peran yang signifikan dalam
kehidupan wanita, maka proses pisah ini merupakan sesuatu yang menyakitkan dan
dipertahankan mati-matian.
Selama
tahap ini orangtua merasakan tekanan yang luar biasa dari komunitas di luar
rumah melalui sistem sekolah dan berbagai asosiasi di luar keluarga yang
mengharuskan anak-anak mereka menyesuaikan diri dengan standa-standar komunitas
bagi anak. Hal ini cenderung mempengaruhi keluarga-keluarga kelas menengah
untuk lebih menekankan nlai-nilai tradisional pencapaian dan produktifitas, dan
menyebabkan sejumlah keluarga dari kelas pekerja dan banyak keluarga miskin
merasa tersingkir dari dan konflik dengan sekolah dan / atau nilai-nilai
komunitas.
Kecacatan
pada anak-anak akan ketahuan selama periode kehidupan anak ini. Para perawat
sekolah dan guru akan mendeteksi banyak
defek penglihatan, pendengaran, wicara, selain kesulitan belajar, gangguan
tingkah laku, dan perawatan gigi yang tidak adekuat, penganiayaan anak,
penyalahgunaan zat dan penyakit-penyakit menular (Edelman dan Mandle, 1986).
Bekerja dengan keluarga dengan peran sebagai konselor dan pendidik dalam bidang
kesehatan, selain untuk memulai rujukan yang layak untuk skrining lanjutan,
membutuhkan energi yang sangat banyak dari seorang perawat sekolah. Ia juga
bertindak sebagai narasumber bagi guru sekolah, memungkinkan guru mampu
menangani kebutuhan-kebutuhan kesehatan individu atau yang telah lazim dari
siswa-siswa secara lebih efektif.
Ada
banyak keadaan cacat yang terdeteksi selama tahun-tahun sekolah, termasuk
epilepsi serebral palsi, retardasi mental, kanker, kondisi ortopedik. Fungsi
pertama perawat kesehatan disini disamping fungsi rujukan, mengajar dan
memberikan konseling kepada orangtua mengenai kondisi tersebut akan membantu
keluarga melakukan koping sehingga pengaruh yang merugikan dari cacat tersebut
pada keluarga dapat diminimalkan.
Bagi anak-anak dengan masalah tingkah laku,
perawat keluarga di sekolah, klinik, kantor, dokter dan lembaga-lembaga
komunitas harus mengupayakan
keterlibatan orangtua secara aktif. Memulai rujukan untuk
konseling/terapi keluarga sering amat bermanfaat dalam membantu keluarga agar
sadar akan masalah-masalah keluarga yang mungkin akan mempengaruhi anak usia
sekolah secara merugikan. Jika orangtua dapat menata kembali masalah tingkah
laku anak sebagai sebuah masalah keluarga yang berupaya mencari resolusi dengan
fokus yang baru tersebut, akan tercapai lebih banyak fungsi-fungsi keluarga dan
tingkah laku anak yang sehat (Bradt, 1988)
a. Tugas
perkembangan keluarga
Salah satu tugas orangtua yang sangat penting
dalam mensosialisasikan anak pada saat ini meliputi meningkatkan prestasi anak
pada saat ini meliputi meningkatkan prestasi anak di sekolah. Tugas keluarga
yang signifikan lainnya adalah mempertahankan hubungan perkawinan yang bahagia.
Sekali lagi dilaporkan bahwa kebahagiaan perkawinan selama tahap ini menurun.
Dua buah penelitian yang besar menguatkan observasi ini (Burr, 1970 ; Rollins
dan Feldman, 1970). Meningkatkan komunikasi yang terbuka dan mendukung hubungan
suami istri merupakan hal yang vital dalam bekerja dengan keluarga dan anak
usia sekolah.
b. Kemungkinan diagnosa dan peran perawat sama
dengan keluarga dengan anak usia pra sekolah
5. Keluarga dengan Anak Remaja (anak
tertua berumur 13 hingga 25 tahun).
Ketika anak pertama melewati umur 13 tahun,
tahap kelima dari siklus kehidupan keluarga dimulai. Tahap ini berlangsung
selama 6 hingga 7 tahun, meskipun tahap ini dapat lebih singkat jika anak
meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak masih tinggal di
rumah hingga 19 atau 20 tahun. Anak-anak lain dalam rumah biasanya masih dalam
usia sekolah. Tujuan keluarga yang terlalu enteng pada tahap ini yang
melonggarkan ikatan keluarga memungkinkan tanggungjawab dan kebebasan yang
lebih besar bagi remaja dalam persiapan menjadi dewasa muda (Duvall, 1977).
Preto (1988) dalam membahas tentang
transformasi sistem keluarga dalam masa remaja, menguraikan metamorfosis
keluarga yang terjadi. Metamorfosis ini meliputi “pergeseran yang luar biasa
pada pola-pola hubungan antar generasi, dan
sementara pergeseran ini pada awalnya ditandai dengan kematangan fisik
remaja, pergeseran ini seringkali sejalan dan bertepatan dengan perubahan pada
orangtua karena mereka memasuki pertengahan hidup dan dengan transformasi utama
yang dihadapi oleh kakek nenek dalam usian tua”
Tahap kehidupan keluarga ini mungkin yang
paling sulit, atau sudah tentu yang paling banyak diperbincangkan dan ditulis
(Kidwell et al, 1983). Keluarga Amerika dipengaruhi oleh tugas-tugas
perkembangan remaja dan orangtua dan menciptakan konflik dan kekacauan yang
luar biasa yang tidak bisa dihindarkan. Tugas perkembangan remaja
menghendaki pergerakan dari
ketergantungan dan kendali orangtua dan orang dewasa lainnya, melalui periode
aktifitas dan pengaruh kelompok teman sebaya yang kokoh hingga saat menerima
peran-peran orang dewasa (Adams, 1971).
Tantangan utama dalam bekerja dengan keluarga
dengan anak remaja bergerak sekitar perubahan perkembangan yang dialami oleh
remaja dalam batasan perubahan kognitif, pembentukan identitas, dan pertumbuhan
biologis (Kidwell et al, 1983), serta konflik-konflik dan krisis yang
berdasarkan perkembangan. Adams (1971) menguraikan tiga aspek proses
perkembangan remaja yang menyita banyak perhatian, yakni emansipasi (otonomi
yang meningkat), budaya orang muda (perkembangan hubungan teman sebaya),
kesenjangan antar generasi (perbedaan nilai-nilai dan norma-norma antara
orangtua dan remaja).
a.
Peran, tanggung jawab dan masalah keluarga
Tidak
perlu dikatana bahwa orangtua mengasuh remaja merupakan tugas paling sulit saat
ini. Namun demikian, orangtua perlu tetap tegar menghadapi ujian batas-batas
yang tidak masuk akan tersebut, yang telah terbentuk dalam keluarga ketika
keluarga mengalami proses “melepaskan.” Duvall (1977) juga mengidentifikasi
tugas-tugas perkembangan yang penting pada masa ini yang menyelaraskan
kebebasan dengan tanggungjawab ketika remaja menjadi matang dan mengatur
diri mereka sendiri. Friedman (1957)
juga mendefinisikan serupa bahwa tugas orangtua selama tahap ini adalah belajar
menerima penolakan tanpa meninggalkan anak.
Ketika
orangtua menerima remaja apa adanya, dengan segala kelemahan dan kelebihan
mereka, dan ketika mereka menerima sejumlah peran mereka pada tahap
perkembangan ini tanpa konflik atau sensitivitas yang tidak pantas, mereka
membentu pola untuk semacam penerimaan diri yang sama. Hubungan antara orangtua
dan remaja seharusnya lebih mulus bila orangtua merasa produktif, puas dan
dapat mengendalikan kehidupan mereka sendiri (Kidwell et al, 1983) dan
orangtua/keluarga berfungsi secara fleksibel (Preto, 1988).
Schultz
(1972) dan lain-lain telah mengungkapkan pandangan mereka bahwa kompleksitas
kehidupan Amerika yang telah meningkat telah membuat peran orangtua tidak
jelas. Orangtua merasa berkompetisi dengan berbagai kegiatan sosial dan
institusi – mulai dari otoritas sekolah dan konselor hingga keluarga berencana
dan seks pranikah dan pilihan kumpul kebo. Faktor-faktor lain menambah pengaruh
mereka yang semakin berkurang tersebut. Karena adanya spesialisasi jabatan dan
profesi, orangtua tidak lagi bisa membantu anak-anak mereka dengan
rencana-rencana untuk bekerja. Mobilitas penduduk dan kurangnya hubungan orang
dewasa yang kontinu bagi remaja dan orangtua, selain ketidakmampuan banyak
orangtua untuk mendiskusikan masalah-masalah pribadi, seks, dan masalah-masalah
yang berkaitan dengan obat-obatan secara terbuka dan tidak menghakimi bersama
anak-naka mereka juga memberikan kontribusi pada masalah-masalah orangtua-remaja.
Tabel 8. Tahap Siklus V Kehidupan Keluarga
Inti dengan anak remaja danTugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga |
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
|
Keluarga dengan anak remaja
|
1.
Menyeimbangkan kebebasan dan tanggungjawab ketika
remaja menjadi dewasa dan semakin mandiri.
2.
Memfokuskan kembali hubungan perkawinan.
3.
Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan
anak-anak.
|
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
b.
Tugas-tugas perkembangan keluarga
Tugas perkembangan yang utama dan pertama
adalah menyeimbangkan kebebasan dengan tanggungjawab ketika remaja matur dan
semakin mandiri (Tabel 8). Orangtua harus mengubah hubungan mereka dengan
remaja putri atau putranya secara progresif dari hubungan dependen yang
dibentuk sebelumnya ke arah suatu hubungan yang semakin mandiri. Pergeseran
yang terjadi pada hubungan anak-orangtua ini salah satu hubungan khas yang
penuh dengan konflik-konflik sepanjang jalan.
Agar keluarga dapat beradaptasi dengan sukses
selama tahap ini, semua anggota keluarga, khususnya orangtua, harus membuat
“perubahan sistem” utama yaitu, membentuk peran-peran dan norma-norma baru dan
“membiarkan” remaja. Kidwell dan kawan-kawan (1983) meringkas perubahan yang
diperlukan ini. “Secara paradoks, sistem (keluarga) yang dapat membiarkan
anggotanya adalah sistem yang akan bertahan dan menghasilkan sistem itu sendiri
secara efektif pada generasi-generasi berikutnya”.
Orangtua yang dalam upaya memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri, tidak membiarkan anak-anaknya, seringkali
menemukan “revolusi” oleh remaja bila perpisahan berlangsung kemudian. Orangtua
dapat juga mempercayai anak agar mandiri secara prematur, dengan mengabaikan
kebutuhan-kebutuhan ketergantungannya. Dalam hal ini remaja dapat gagal
mencapai kemandirian (Wright dan Leahey, 1984).
Menyangkut tiga tahap terakhir, hubungan
perkawinan juga merupakan pusat perhatian. Tugas perkembangan keluarga yang
kedua bagi pasangan suami istri adalah memfokuskan kembali hubungan perkawinan
(Wilson, 1988). Banyak sekali pasangan suami istri yang telah begitu terikat
dengan tanggungjawab sebagai orangtua sehingga perkawinan tidak lagi memainkan
suatu peran utama dalam kehidupan mereka. Suami biasanya menghabiskan banyak
waktu diluar rumah karena bekerja dan melanjutkan kariernya, sementara itu,
istrinya juga bekerja sementara itu, istrinya juga bekerja sementara mencoba
meneruskan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dan tanggungjawab sebagai orangtua.
Dalam situasi seperti ini, hanya tersisa sedikit waktu dan energi untuk
hubungan perkawinan.
Akan tetapi disisi lain, karena anak-anak
lebih bertanggungjawab terhadap diri
mereka sendiri, pasangan suami-istri meninggalkan rumah untuk meniti karier
mereka atau dapat menciptakan kesenangan-kesenangan perkawinan setelah
anak-anaknya telah meninggalkan rumah (postparental). Mereka dapat mulai
membangun fondasi untuk tahap siklus kehidupan keluarga berikutnya.
Tugas perkembangan keluarga yang ketiga yang
mendesak adalah untuk para anggota keluarga,
khususnya orangtua dan remaja, untuk berkomunikasi secara terbuka.
Karena adanya kesenjangan antar generasi, komunikasi terbuka seringkali hanya
merupakan suatu cita-cita, bukan suatu realita. Seringkali terdapat saling tolak
menolak antara orang tua dengan remaja menyangkut nilai dan gaya hidup.
Orangtua yang berasal dari keluarga dengan berbagai macam masalah terbukti seringkali menolak dan memisahkan diri dari
anak mereka yang tertua, sehingga mengurangi sauran-saluran komunikasi terbuka
yang mungkin telah ada sebelumnya.
Mempertahankan etika dan standar moral
keluarga merupakan tugas perkembangan keluarga lainnya (Duvall dan Miller,
1985). Meskipun aturan-aturan dalam keluarga perlu diubah, etika dan standar moral keluarga perlu tetap dipertahankan oleh orangtua.
Sementara remaja mencari nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mereka
sendiri, adalah sangat penting bagi
orangtua untuk mempertahankan dan mengetatkan
prinsip-prinsip dan standar-standar mereka. Remaja sangat sensitif
dengan ketidakcocokkan antara apa dikatakan dengan apa yang dipraktikkan. Namun
demikian, orangtua dan anak-anak dapat belajar dari satu dan sama lain dalam
masyarakat yang majemuk dan berubah dengan cepat ini saat ini. Transformasi
nilai dari kaum muda juga mentransformasikan keluarga. Adopsi gaya hidup yang
lebih bebas dan sederhana mengembangkan transformasi nilai yang mempengaruhi
setiap saat kehidupan keluarga (Yankelowich, 1975).
c.
Masalah-masalah kesehatan
Pada tahap ini kesehatan fisik anggota
keluarga biasanya baik, tapi promosi kesehatan tetap menjadi hal yang penting.
Faktor-faktor resiko harus diidentifikasikan dan dibicarakan dengan keluarga,
seperti pentingnya gaya hidup keluarga yang sehat. Mulai dari usia 35 tahun,
resiko penyakit jantung koroner meningkat dikalangan pria dan pada usia ini
anggota keluarga yang dewasa merasa lebih rentan terhadap penyakit sebagai
bagian dari perubahan-perubahan perkembangan dan biasanya mereka ini menerima
strategi-strategi promosi kesehatan. Sedangkan pada remaja, kecelakaan-terutama
kecelakaan mobil-merupakan bahaya yang amat besar, dan patah tulang dan cidera
karena atletik juga umum terjadi.
Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol,
keluarga berencana, kehamilan yang tidak dikehendaki, dan pendidikan dan
konseling seks merupakan bidang-bidang perhatian yang relevan. Dalam
mendiskusikan topik ini dengan keluarga, perawat dapat terjebak dalam
perselisihan atau masalah antara orangtua dan kaum muda. Remaja biasanya
mencari pelayanan kesehatan menyangkut uji kehamilan, penggunaan obat-obatan,
uji AIDS, keluarga berencana dan aborsi, diagnosis dan perawatan penyakit
kelamin. Agaknya telah menjadi trend yang sah bagi remaja untuk menerima
perawatan kesehatan tanpa izin orangtua. Bila orangtua diikutsertakan maka
dilakukan wawancara terpisah sebelum mereka dikumpulkan.
Kebutuhan kesehatan yang lain adalah dalam
bidang dukungan dan bantuan untuk memperkokoh hubungan perkawinan dan hubungan
remaja dengan orangtua. Konseling langsung yang bersifat menunjang dan memulai
rujukan ke sumber-sumber dalam komunitas untuk konseling, dan juga pendidikan
yang bersifat rekreasional, dan pelayanan lainnya mungkin diperlukan.
Pendidikan promosi kesehatan umum juga diindikasikan.
d.
Kemungkinan diagnosa
1)
Resiko trauma
2)
Gangguan komunikasi verbal
3)
Koping individu tidak efektif
4)
Perubahan menjadi orang tua
5)
Perubahan proteksi
6)
Perubahan proses keluarga : Alkoholisme
e.
Peran perawat
1) Pendidik tentang
faktor-faktor resiko terhadap kesehatan
2) Pendidik dalam issu
pemecahan masalah mengenai alkohol, merokok, diit dan latihan
3) Fasilitator tentang
keterampilan-keterampilan interpersonal dengan remaja dan orang tua
4) Pendukung, konselor,
perujukan langsung pada sumber-sumber kesehatan mental
5)
Konselor pada keluarga berencana
6)
Perujukan untuk penyakit hubungan seksual
7)
Peserta dalam organisasi komunitas pada
pengendalian penyakit
6. Keluarga yang
Melepaskan Anak Usia Dewasa Muda (mencakup anak pertama
sampai anak terakhir) yang meninggalkan rumah.
Permulaan dari fase kehidupan keluarga ini ditandai
oleh anak pertama meninggalkan rumah orangtua dengan “rumah kosong”, ketika
anak-anak terakhir meninggalkan rumah. Tahap ini dapat singkat atau agak
panjang, tergantung pada berapa banyak anak yang ada dalam rumah atau berapa
banyak anak yang melum menikah yang masih tinggal di rumah setelah tamat dari
SMA dan perguruan tinggi. Meskipun tahap ini biasanya 6 atau 7 tahun, dalam
tahun-tahun belakangan ini, tahap ini berlangsung lebih lama dalam keluarga dengan
dua orangtua, mengingat anak-anak yang lebih tua baru meninggalkan orangtua
setelah selesai sekolah dan mulai bekerja.
Motifnya adalah seringkali ekonomi-tingginya biaya
hidup bila hidup sendiri. Akan tetapi, trend yang meluas dikalangan dewasa
muda, yang umumnya menunda perkawinan, hidup terpisah dan mandiri dalam tatanan
hidup mereka sendiri. Dari sebuah survey besar yang dilakukan terhadap orang
Kanada ditemukan bahwa anak-anak yang berkembangan dalam keluarga dengan
orangtua tiri dan keluarga dengan orangtua tunggal meninggalkan rumah lebih
dini dari pada mereka yang dibesarkan dalam keluarga dengan dua orangtua.
Perbedaan ini tidak dipandang karena dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi,
melainkan karena perbedaan orangtua dan lingkungan keluarga (Mitchel et al,
1989).
Fase ini ditandai oleh tahun-tahun puncak persiapan
dari dan oleh anak-anak untuk kehidupan dewasa yang mandiri. Orangtua, karena
mereka membiarkan anak mereka pergi, melepaskan 20 tahun peran sebagai orangtua
dan kembali pada pasangan perkawinan mereka yang asli. Tugas-tugas
perkembangan menjadi penting karena keluarga tersebut berubah dari sebuah rumah
tangga dengan anak-anak ke sebuah rumah tangga yang hanya terdiri dari sepasang
suami dan isteri. Tujuan utama keluarga adalah reorganisasi keluarga menjadi
sebuah unit yang tetap berjalan sementara melepaskan anak-anak yang dewasa
kedalam kehidupan mereka sendiri (Duvall, 1977). Selama tahap ini pasangan
tersebut mengambil peran sebagai kakek nenek-perubahan lainnya dalam peran
maupun dalam citra diri mereka.
Usia pertengahan awal, yang merupakan usia rata-rata
di mana para orangtua melepaskan anak mereka yang tertua ditandai sebagai masa
kehidupan yang “terperangkap” ; terperangkap antara tuntutan-tuntutan kaum muda
dan harapan-harapan dari mereka yang lebih tua dan terperangkap antara dunia
kerja dan tuntutan yang bersaing dan keterlibatan keluarga, dimana seringkali
tampaknya tidak mungkin memenuhi tuntutan-tuntutan dari kedua bidang tersebut.
Akan tetapi studi-studi membuktikan bahwa mereka yang berusia pertengahan
mungkin merasa tertekan atau terjepit diantara kutub orangtua dan muda, paling
tidak bagi individu-individu golongan kelas menengah dan kelas atas, mereka
senantiasa dapat mengapresiasikan bagaimana mereka dan prestasi mereka :
“Mereka senantiasa mengetahui bahwa mereka adalah para pembuatan keputusan negara ; mereka yang menggambarkan
kualitas umum kehidupan dalam masyarakat ini. Masyarakat tergantung kepada
kepemimpinan dan produktifitas dari orang yang berasal dari golongan usia
pertengahan (Kerchoff, 1976).
a. Tugas-tugas
perkembangan keluarga
Sebagaimana keluarga membantu anak tertua dalam
melepaskan diri, orangtua juga membantu anak mereka yang lebih kecil agar
mandiri. Dan ketiga anak laki-laki atau perempuan yang “dilepas” menikah, tugas
keluarga adalah memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga
yang baru lewat perkawinan dan menerima nilai-nilai dan gaya hidup dari
pasangan itu sendiri (Tabel 9)
Tabel 9. Tahap VI
Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang melepaskan anak usia dewasa muda dan
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga |
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
|
Keluarga melepas anak dewasa
muda
|
1. Memperluas siklus
keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru yang didapatkan melalui
perkawinan anak-anak.
2. Melanjutkan untuk
memperbaharui dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan.
3.
Membantu orangtua lanjut usia dan
sakit-sakitan dari suami maupun istri.
|
Diadaptasi dari Carter
dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Dengan rumah yang telah kosong, orangtua memiliki waktu
lebih banyak untuk mencurahkan perhatian pada kegiatan-kegiatan dan
hubungan-hubungan lain. Mereka tidak tumbuh saling berjauhan dari satu sama
lain dimana mereka tidak dapat melembagakan atau membentuk kembali peran suami
dan isteri yang pernah mereka lakukan. LeShan (1973) memandang tahap ini
sebagai tantangan bagi hubungan perkawinan. Ketika anak-anak meninggalkan
rumah, perkawinan menghadapi momen kebenaran ; apakah ada cukup kekuatan untuk
mempertahankannya tanpa alasan kedudukan sebagai orangtua?
Masa ini biasanya jauh lebih sulit bagi wanita daripada
pria. Pada kebanyakan keluarga, peran sentral dan abadi – abadi dalam arti bahwa peran tersebut telah berlangsung
selama 20 tahun-bagi wanita adalah peran sebagai seorang ibu. Meskipun saat ini
kurang lazim karena banyak wanita sekolah atau meniti karier, identitas dan
perasaan kompetensi wanita didasarkan pada menjadi sebagai seorang ibu yang
baik. Meskipun tahun-tahun perpisahan dengan anak yang berlangsung perlahan-lahan mendahului
tahap ini, pelepasan anak secara psikologis seringkali terjadi secara mendadak.
Dengan perginya anak, ibu yang tidak lagi bekerja menemukan dirinya sendiri
dalam sebuah rumah yang bersih (tidak ada banyak pekerjaan lagi) dan tidak lagi
tempat yang dituju atau tujuan terhadap eksistensinya.
Suami-suami dari golongan menengah keatas pada puncak
kariernya menghabiskan banyak waktu di luar rumah, masa-masa untuk meraih
sukses dalam jabatan, finansial, dan profesi dan mencoba memenuhi aspirasi mereka sebelum terlambat. Banyak wanita yang
begitu asyik dengan anak-anaknya sehingga tidak mempersiapkan diri untuk tahap
kehidupan mereka ini dan tidak mempunyai komitmen-komitmen yang sama-sama akan
dipenuhi yang mana dalam komitmen-komitmen tersebut dalam rangka untuk
menginvestasikan tenaga dan talenta mereka. Krisis pada usia pertengahan lebih
hebat bagi wanita bukan hanya karena anak-anak meninggalkan rumah dan
ketidakhadiran suami mereka, melainkan juga karena perasaan kehilangan
feminitas pada awal manupouse (biasanya antara 45 hingga 55 tahun) dan
kehilangan kecantikan ketika tanda-tanda ketuaan mulai tampak. Jika seorang
wanita mempunyai komitmen di luar rumah (mis, bekerja dan kegemaran), biasanya
ia memiliki masalah yang jauh lebih sedikit daripada ia tetap berada di rumah menjalankan
fungsi peran tradisional sebagai ibu rumah tangga dan seorang ibu secara penuh.
Pria dalam masa usia pertengahan juga menghadapi krisis
perkembangan. Salah satu kemungkinan krisis tersebut adalah dorongan untuk maju
dalam karier dan realisasi bahwa mereka belum berhasil dan belum mencapai aspirasi mereka. Juga
tanda-tanda menurunnya maskulinitas, seperti tenaga menurun, potensi dan gairah
seks berkurangnya, dan juga figur, rambut, tanda-tanda kulit menua dan cemas
dalam hal keuangan ; semuanya merupakan stressor bagi pria dalam tahap siklus
kehidupan keluarga ini, dan menekankan krisis perkembangan usia pertengahan
yang terjadi.
Friedman (1957) mengulangi pernyataan pentingnya hubungan
perkawinan dengan menggolongkan tahap perkembangan orangtua pada titik ini
dalam siklus kehidupan keluarga sebagai pembentuk suatu kehidupan baru
bersama-sama. Tugas perkembangan penting lainnya dari keluarga dengan usia
pertengahan adalah membantu mertua dari suami dan istri yang lanjut usia dan
sakit-sakitan. Meskipun perawatan orangtua yang lanjut usia dan/atau tidak
mandiri bukanlah fungsi yang diharapkan dari keluarga Amerika dengan
pengecualian pada beberapa kelompok etnis, suami dan istri diharapkan dapat
membantu dan menyokong anggota keluarga yang lebih tua semaksimal mungkin.
Aktifitas tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk – mulai dari menelepon
secara rutin hingga bantuan finansial, transportasi dan mengunjungi serta
merawat orangtua mereka di rumah. Di Amerika, keluarga hanya bertanggungjawab atas
generasi berikutnya, keturunan, dan hanya untuk satu generasi sebelumnya yaitu
orangtua (Kalish, 1975).
Keluarga dengan tiga generasi, meskipun bukan pada pola
biasa, namun hal ini bukan tidak lazim, khusus pada keluarga-keluarga etnis
Asia, Spanyo-Portugis, Yunani, Italia, dan Keluarga Yahudi. Paling sering di
Amerika Serikat, keluarga dengan multi generasi tampaknya akan berkembang
terutama bil keluarga inti dipecah oleh kematian dan pereceraian, tapi
kelayakan keuangan atau kebutuhan perawatan anak juga mendorong tatanan
kehidupan semacam itu. Sebenarnya orangtua yang telah lanjut usia
menghendaki hidup secara mandiri
sehingga tidak mempengaruhi kehidupan anak-anak mereka, yang lebih penting
adalah untuk mempertahankan perasaan kompoten, mandiri dan privasi (Bengston et
al, 1987 ; Troll, 1971). Orangtua juga harus menyingkirkan keputusan mereka
untuk menempatkan orangtua mereka di panti perawatan atau fasilitas pensiunan
atau board-and-care selama tahun-tahun ini.
Secara singkat dapat dilihat bahwa anak-anak akan
memisahkan diri, orangtua perlu belajar lagi untuk mandiri. Dalam menyesuaikan
diri kembali, perkawinan harus terus berjalan jika kebutuhan-kebutuhan orangtua
harus dipenuhi. Orangtua harus mengatur kembali hubungan mereka untuk
berhubungan satu sama lain sebagai pasangan menikah dari pada hanya sebagai
orangtua. Agar tahap ini menjadi lengkap, anak-anak harus mandiri sementara
tetap menjaga ikatan dengan orangtua
b.
Masalah-masalah kesehatan
Masalah utama kesehatan
meliputi masalah komunikasi kaum dewasa muda dengan orangtua mereka ;
masalah-masalah transisi peran bagi suami istri, masalah orang yang memberikan
perawatan (bagi orangtua lanjut usia) dan munculnya kondisi kesehatan tingkat
kolesterol tinggi, obesitas dan tekanan darah tinggi. Keluarga berencana bagi
remaja dan dewasa muda tetap penting. Masalah-masalah manupouse dikalangan
wanita umum terjadi. Efek-efek yang dikaitkan dengan kebiasaan minum, merokok
yang lama dan praktek diet semakin lebih jelas. Terakhir, perlunya strategi
promosi kesehatan dan “gaya hidup sehat” menjadi lebih penting bagi anggota
keluarga yang dewasa.
7. Orangtua Usia
Pertengahan
Tahap ketujuh dari
siklus kehidupan keluarga, tahap usia pertengahan bagi orangtua, dimulai ketika
anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada saat pensiun atau kematian
salah satu pasangan. Tahap ini biasanya dimulai ketika orangtua memasuki usia 45-55
tahun dan berakhir pada saat seorang pasangan pensiun, biasanya 16-18 tahun
kemudian. Biasanya pasangan suami istri dalam usia pertengahannya merupakan
sebuah keluarga inti meskipun masih berinteraksi dengan orangtua mereka yang
lanjut usia dan anggota keluarga lain dari keluarga asal mereka dan juga
anggota keluarga dari hasil perkawinan keturunannya. Pasangan postparental
(pasangan yang anak-anaknya telah meninggalkan rumah) biasanya tidak terisolasi
lagi saat ini ; semakin banyak pasangan usia pertengahan hidup hingga
menghabiskan sebagian masa hidupnya dalam fase postparental, dengan
hubungan ikatan keluarga hingga empat generasi, yang merupakan hal yang biasa
(Troll, 1971).
Tahun pertengahan
meliputi perubahan-perubahan pada penyesuaian perkawinan (seringkali lebih
baik), pada distribusi kekuasaan antara suami dan isteri (lebih merata), dan
pada peran (diferensiasi peran perkawinan meningkat) (Leslie dan Korman, 1989).
Bagi banyak keluarga yang kepuasan maupun status ekonominya meningkat (Rollins
dan Feldman, 1970), tahun-tahun ini dipandang sebagai usia kehidupan yang
paling baik. Misalnya, Olson, McCubbin, dkk (1983) dalam sebuah survey besar,
bersifat nasional dan representatif terhadap keluarga utuh kelas menengah yang
didominasi oleh kulit putih ditemukan bahwa kepuasan perkawinan dan keluarga,
serta kualitas hidup bertambah dan memuncak selama fase postparental.
Keluarga-keluarga usia pertengahan umumnya secara ekonomi lebih baik daripada
tahap-tahap siklus kehidupan lain (McCollough dan Rutenbergm 1988).
Partisipasi kekuatan
buruh yang meningkat oleh wanita dan berpendapatan yang lebih tinggi dari pada
periode sebelumnya oleh pria bertanggungjawab untuk keamanan ekonomi yang
dialami oleh kebanyakan keluarga usia pertengahan. Kegiatan-kegiatan waktu
luang dan persahabatan yang dinikmati satu sama lain disebut faktor utama yang
menimbulkan kebahagiaan. Kepuasan seksual juga memiliki korelasi yang positif
dengan komunikasi yang lebih baik dan kepuasan perkawinan (Levin dan Levin,
1975), meskipun para suami dengan usia pertengahan mungkin mengalami penurunan
kemampuan seksual. Komunikasi suami istri yang intim sangat penting untuk
mempertahankan pengertian dan keinginan satu sama lain dalam tahun-tahun ini.
Akan tetapi bagi
sejumlah pasangan, tahun-tahun ini umumnya sulit dan berat, karena
masalah-masalah penuaan, hilangnya anak, dan adanya suatu perasaan dalam diri
mereka bahwa mereka gagal menjadi membesarkan anak dan usaha kerja.
Selanjutnya, tidak jelas apa yang terjadi dengan kepuasan perkawinan dan
keluarga melewati siklus kehidupan berkeluarga. Beberapa studi tentang kepuasan
perkawinan memperlihatkan bahwa kepuasan perkawinan menurun tajam setelah
perkawinan berlangsung dan terus menurun hingga tahun pertengahan (Leslie dan
Korman).
a.
Tugas-tugas perkembangan keluarga
Pada saat anak bungsu meninggalkan rumah, banyak wanita
yang menyalurkan kembali tenaga dan hidup mereka dalam persiapan untuk mengisi
rumah yang telah ditinggalkan anak-anak. Bagi sejumlah wanita, krisis usia
pertengahan (telah dibicarakan dalam tahap sebelumnya) dialami selama masa awal
siklus kehidupan ini. Wanita berupaya mendorong anak mereka yang sedang sedang
tumbuh agar mandiri dengan menegaskan kembali
hubungan mereka dengan anak-anak tersebut (tidak mengusik kehidupan
pribadi dan kehidupan keluarga mereka). Dalam upaya untuk mempertahankan
perasaan yang sehat dan sejahtera, lebih banyak wanita memulai gaya hidup yang
lebih sehat yaitu pengontrolan peran badan,
diet seimbang, program olahraga yang teratur, dan istirahat yang cukup,
dan juga memperoleh dan menikmati karier, pekerjaan, kecakapan yang kreatif.
Dalam hal kerja, pria mungkin mengalami frustasi dan
kekecewaan yang sama yang terdapat dapat tahap sebelumnya. Di satu pihak, pria
mungkin berada pada puncak kariernya dan tidak perlu bekerja sekeras
sebelumnya, atau dilain pihak mereka mungkin merasa pekerjaan mereka bersifat
monoton setelah 20 – 30 tahun menekuni pekerjaan yang sama. Banyak sekali pekerja
kelas menengah menderita karena “fenomena lateau” – dimana tidak ada lagi
kenaikan gaji dan promosi – menyebabkan mereka merasa bosan. Dalam kondisi ini,
ketidakpuasan terhadap karier catatan mencapai proporsi lampu kuning, membuat
banyak orang pada kerja pertengahan ini tidak kerja karena ketidakpuasan,
bosan, dan stagnasi. Karena secara tradisional bekerja merupakan peran sentral
bagi pria dalam hidup, pengalaman ketidakpuasan terhadap pekerjaan ini amat
mempengaruhi tingkat stress dan status kesehatan umum.
Pengupayaan aktifitas dan hobbi di waktu luang sangat
berarti selama berlangsungnya tahap ini, karena lebih banyak waktu yang
tersedia dan persiapan kecil harus berlangsung secara lebih terencana.
Tugas perkembangan yang penting pada tahap ini adalah
penentuan lingkungan yang sehat (Tabel 10). Dalam masa inilah upaya untuk
melaksanakan gaya hidup sehat menjadi lebih menonjol bagi pasangan, meskipun
kenyataannya bahwa mungkin mereka telah melakukan kebiasaan-kebiasaan yang
sifatnya merusak diri selama 45 – 65 tahun. Meskipun dapat dianjurkan sekarang,
mereka “lebih baik sekarang dari pada tidak pernah” adalah selalu benar,
agaknya terlalu terlambat untuk mengembalikan perubahan-perubahan fisiologis
yang telah terjadi serti aertritis akibat in aktivitas, tekanan darah tinggi
karena kurangnya olahraga, stress yang berkepanjangan, menurunnya kapasitas
vital akibat merokok.
Tabel 10. Tahap VII
Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan orang tua usia pertengahan dan
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga |
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
|
Orangtua usia pertengahan
|
1.
Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan.
2.
Mempertahankan hubungan-hubungan yang memuaskan dan
penuh arti dengan para orangtua lansia dan anak-anak.
3.
Memperkokoh hubungan perkawinan.
|
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988),
Duvall dan Miller (1985)
Motivasi
utama orang usia pertengahan untuk memperbaiki gaya hidup mereka adalah karena
adanya perasaan rentan terhadap penyakit yang dibangkitkan bila seorang teman
atau anggota keluarga mengalami serangan jantung, stroke atau kanker. Selain
takut, keyakinan bahwa pemeriksaan yang teratur dan kebiasaan hidup yang sehat
merupakan cara-cara yang efektif untuk mengurangi ketentuan terhadap berbagai
penyakit juga merupakan kekuatan pendorong yang ampuh. Penyakit hati, kanker
dan stroke merupakan 2/3 dari semua penyebab kematian antara usia 46 – 64
tahun, dan berbagai kematian urutan keempat (Pusat Statistik Kesehatan
Nasional, 1989).
Tugas
perkembangan yang kedua berkaitan dengan upaya melestarikan hubungan yang penuh
arti dan memuaskan antara orang tua yang lanjut usia dengan anak-anak. Dengan
menerima dan menyambut cucu mereka ke dalam keluarga dan meningkatkan hubungan
antar generasi, tugas perkembangan ini dapat mendatangkan penghargaa yang
tinggi Duvall (1977). Tugas perkembangan ini memungkinkan pasangan usia
perpidahan terus merasa seperti sebuah keluarga dan mendatangkan kebahagian
yang berasal dari posisi sebagai kakek – nenek tanpa tanggungjawab sebagai
orangtua selama 24 jam. Karena umum harapan hidup meningkat, menjadi seorang
kakek nenek secara khusus terjadi pada tahap siklus kehidupan ini (Spray dan
Mattews, 1982). Kakek nenek memberikan dukungan besar kepada anak dan cucu
mereka pada saat-saat kritis dan membantu anak-anak mereka melalui pemberian
dorongan dan dukungan Bengstone dan Robertson, 1985).
Peran
yang lebih problematik adalah yang berhubungan dengan dan membantu orang tua
lansia dan kadang-kadang anggota keluarga besar yang lebih yang tua. 86 persen
pasangan usia pertengahan minimal memiliki satu orangtua yang masih hidup (Ages stade, 1988). Jadi,
tanggungjawab memberikan perawatan bagi orangtua lansia yang lemah dan
sakit-sakitan merupakan pengalaman yang tidak asyik. Banyak wanita yang merasa
berada dalam “himpitan generasi” dalam upaya mereka mengimbangi
kebutuhan-kebutuhan orangtua mereka yang berusia lanjut, anak-anak, dan
cucu-cucu mereka. Berbagai peran antar generasi kelihatannya lebih bersifat
ekslusif dikalangan minoritas seperti keluarga-keluarga Asia dan Amerika Latin.
Tugas
perkembangan ketiga yang hendak dibahas disini adalah tugas perkembangan untuk
memperkokoh hubungan perkawinan. Sekarang pasangan tersebut benar-benar
sendirian setelah bertahun-tahun dikelilingi oleh anggota keluarga dan hubungan-hubungan. Meskipun
muncul sebagai sambutan kelegahan, bagi kebanyakan pasangan merupakan
pengalaman yang menyulitkan untuk berhubungan satu sama lain sebagai pasangan
menikah dari pada sebagai orangtua. Wright dan Leahey, (1984) melukiskan tugas
perkembangan ini sebagai “reinvestasi identitas pasangan dengan perkembangan
keinginan independen yang terjadi secara bersamaan” (hal. 49). Keseimbangan
tendensi-independency antara pasangan perlu di uji kembali, seperti keinginan
independent yang lebih besar dan juga perhatian satu sama lain yang penuh arti.
Bagi pasangan yang mengalami masalah, tekanan hidup yang menurun dalam
tahun-tahun Postparental tidak mendatangkan kebahagiaan perkawinan, melainkan
menimbulkan “kebohongan”. Menurut Kerrckhoff, (1976) para konseler perkawinan
telah lama mengamati bahwa ketika timbul perselisihan dalam perkawinan selama
tahun-tahun pertengahan, serikali berkaitan dengan jemunya ikatan, bukan karena
kualitas traumatiknya. Karakteristik umum dari masa ini, berkaitan dengan
kepuasan diri sendiri dan berada dalam kebahagiaan yang membosankan.
b.
Masalah kesehatan
Masalah kesehatan yang disebut dalam seluruh
deskripsi tahap siklus kehidupan ini meliputi :
1)
Kebutuhan promosi kesehatan, istirahat yang cukup, kegiatan waktu luang
dan tidur, nutrisi yang baik, program olahraga yang teratur, pengurangan berat
badan hingga berat badan yang optimum, berhenti merokok, berhenti atau
mengurangi penggunaan alkohol, pemeriksaan skrining kesehatan preventif.
2)
Masalah-masalah hubungan perkawinan.
3)
Komunikasi dan hubungan dengan anak-anak, ipar, dan cucu, dan orangtua
yang berusia lanjut.
4)
Masalah yang berhubungan dengan perawatan ; membantu perawatan orangtua
yang berusia atau tidak mampu merawat diri.
8. Keluarga dalam Masa
Pensiun dan Lansia
Tahap terakhir siklus
kehidupan keluarga dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa
pensiun, terus berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal, dan berakhir
dengan pasangan lain meninggal (Duvall dan Miller, 1985). Jumlah lansia-berusia
65 tahun atau lebih di negara kami meningkat dengan pesat dalam dua dekade
terakhir ini, dua kali lipat dari sisa populasi. Pada tahun 1970, terdapat 19,9
juta orang berusia 65 tahun, jumlah ini merupakan 9,8 persen dari seluruh
populasi. Menjelang tahun 1990, menurut
angka-angka sensus, populasi lansia berkembangan hingga angka 31,7 juta (12,7
persen dari total populasi).
Menjelang tahun 2020,
17,2 persen penduduk negara ini berusia 65 tahun atau lebih (gambar 1).
Informasi tentang usia populasi menyatakan “penduduk yang lebih tua” populasi
85 tahun ke atas secara khusus tumbuh dengan cepat.
Persepsi tahap siklus
kehidupan ini sangat berbeda dikalangan keluarga lanjut usia. Beberapa orang
merasa menyedihkan, sementara yang lain merasa hal ini merupakan tahun-tahun
terbaik dalam hidup mereka. Banyak dari mereka tergantung pada sumber-sumber
finansial yang adekuat, kemampuan memelihara rumah yang memuaskan, dan status
kesehatan individu. Mereka yang tidak lagi mandiri karena sakit, umumnya
memiliki moral yang rendah dan keadaan fisik yang buruk sering merupakan
anteseden penyakit mental dikalangan lansia (Lowenthal, 1972). Sebaliknya
lansia yang menjaga kesehatan mereka, tetap aktif dan memiliki sumber-sumber
ekonomi yang memadai menggambarkan proporsi orang-orang yang lebih tua dan
substansial dan senantiasa berpikir positif terhadap kehidupan ini.
a.
Sikap masyarakat terhadap lansia
Masyarakat kami
menekankan prestasi-prestasi mereka di masa muda mereka, yaitu masa jaya kaum
muda. Oleh karena itu, kaum dewasa, dengan berdandan, berpakaian, dan bergaya,
mencoba mempertahankan penampilan muda mereka selama mungkin. Penuaan sering
diartikan sebagai hilangnya rambut, teman-teman, aspirasi dan kekuatan. Bagi
komunitas dengan keluarga individu dan keluarga besar, menangani lansia
mempunyai konotasi negatif, seseorang dibebani dengan perasaan yang menyusahkan
dengan masalah-masalah yang menekan. Disamping itu, masyarakat juga tidak
membiarkan kebanyakan lansia tetap produktif. Oleh karena itu, penilaian masyarakat
yang negatif terhadap lansia mempengaruhi citra diri mereka.
Namun sekarang banyak
asosiasi dan banyak literatur menyokong dan melukiskan kekuatan, sumber-sumber
dan aspek-aspek positif dari penuaan. Hal ini sering mengurangi pemikiran
negativisme dan stereotipe tentang lansia dan membantu kita mengenali asset
lansia dan keanekaragama gaya hidup yang menyolok dikalangan kelompok lansia
ini.
Sikap kita terhadap
penuaan dan lansia, meskipun masih negatif, tampaknya muluai berubah.
Studi-studi belakangan ini yang dilakukan untuk meneliti sikap masyarakat
terhadap lansia telah mengakui bahwa lansia dipandang secara positif (Austin,
1985 ; Schonfield, 1982). McCubbin dan Dahl (1985) melaporkan bahwa “banyak
pengamat percaya bahwa lansia telah memperoleh kembali kehormatan di Amerika
Serikat. Generasi baru lansia berpendidikan lebih baik, lebih makmur, lebih
sehat, dan lebih aktif daripada generasi lansia sebelumnya mendefinisikan
kembali pemikiran tentang “menjadi tua” . Perubahan dalam sikap
ini sebaliknya akan memperkokoh citra kaum lansia terhadap diri mereka sendiri.
b.
Kehilangan-kehilangan yang lazim bagi lansia dan
keluarga
Karena proses menua berlangsung dan masa pensiun menjadi
suatu kenyataan, maka ada berbagai macam stressor atau kehilangan-kehilangan
yang dialami oleh mayoritas lansia dan pasangan-pasangan yang mengacaukan
transisi peran mereka. Hal ini meliputi :
1)
Ekonomi ; menyesuaikan terhadap pendapatan yang turun secara
substansial, mungkin kemudian menyesuaikan terhadap ketergantungan ekonomi
(ketergantungan pada keluarga atau subsidi pemerintah).
2)
Perumahan ; sering pindah ke tempat tinggal yang
lebih kecil dan kemudian dipaksa pindah ke tatanan institusi.
3)
Sosial ; kehilangan (kematian) saudara, teman-teman
dan pasangan.
4)
Pekerjaan ; keharusan pensiun dan hilangnya peran dalam pekerjaan dan
perasaan produktifitas.
5)
Kesehatan ; menurunnya fungsi fisik, mental dan
kognitif ; memberikan perawatan bagi pasangan yang kurang sehat
c.
Pensiun
Dengan hilangnya peran
sebagai orangtua dan kerja, maka perlu ada suatu reorientasi dikalangan
individu dan pasangan lansia. Pensiun membutuhkan resosialisasi terhadap
peran-peran baru dan gaya hidup baru. Akan tetapi, perubahan macam apa yang
dikehendaki, benar-benar tidak jelas, karena peran dan norma-norma bagi lansia
adalah ambigu. Wanita yang benar-benar terpikat dengan peran sebagai ibu dan
suami dan atau istri yang terlibat penuh dalam pekerjaan mereka diprediksi
memiliki derajat kesulitan penyesuaian yang paling tinggi. Untuk mengisi
pekerjaan yang kosong, kini semakin banyak pria yang mengambil bagian dalam
pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, menerima peran-peran yang lebih ekspresif, suatu
perubahan yang menuntut pertukaran peranan pada sisi wanita.
Penyesuaian suami yang
pensiun terhadap tugas-tugas ibu rumah tangga yang dikerjakan sama-sama
tergantung pada sistem nilai suami. Jika suami memandang jenis pekerjaan
tersebut sebagai “pekerjaan wanita” dan menganggap pekerjaan-pekerjaan tersebut
kurang memiliki arti baginya, maka ia merasa harkatnya turun dalam pekerjaan
semacam itu. Troll (1971) menemukan sikap ini benar-benar terjadi pada pria
dari golongan pekerja, yang lebih menghargai peran tradisional sebagai pencari
nafkah dari pada pria dari golongan pekerja, yang lebih menghargai peran
tradisional sebagai pencari nafkah dari pada pria kelas menengah. Pensiun bagi
kaum wanita cenderung tidak terlalu sulit untuk beradaptasi karena mereka masih
punya peran-peran domestik. Selanjutnya, wanita kemungkinan besar pensiun atas
permintaan.
Dalam kasus apa saja,
pensiun menuntut modifikasi peran dan merupakan saat terjadinya penurunan harga
diri, pendapatan, status dan kesehatan, paling tidak untuk sementara. Tapi
meskipun timbul tuntutan-tuntuta dan kehilangan-kehilangan yang baru ini,
kebanyakan lansia melaporkan sikap positif terhadap pensiun (Kell dan Patton,
1978).
d.
Tugas-tugas perkembangan keluarga
Memelihara pengaturan kehidupan yang memuaskan merupakan
tugas paling penting dari keluarga-keluarga lansia (tabel 11). Perumahan
setelah pensiun seringkali menjadi
masalah. Dalam tahun-tahun segera setelah pensiun, pasangan tetap tinggal di
rumah hingga pajak harta benda, kondisi tetangga, ukuran dan kondisi rumah
atau kesehatan memaksa mereka mencari
akomodasi yang lebih sederhana. Meskipun mayoritas lansia memiliki rumah sendiri, namun sebagian besar dari
rumah-rumah tersebut telah tua dan rusak dan banyak yang terletak di daerah-daerah tingkat
kejahatan yang tinggi dimana lansia kemungkinan besar menjadi korban kejahatan.
Seringkali, lansia tinggal di rumah ini karena tidak ada pilihan yang cocok
(Kalish, 1975). Namun demikian, lansia yang tinggal di rumah mereka sendiri, umumnya menyesuaikan diri
lebih baik dari pada yang tinggal di rumah anak-anak mereka. Orangtua biasanya
pindah ke salah satu anak mereka karena penurunan kesehatan dan status ekonomi,
mereka tidak punya pilihan lain, dan ini terbukti merupakan suatu pengaturan yang tidak memuaskan bagi
lansia (Lopata, 1973).
Tabel 11. Tahap VIII
Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan keluarga dalam masa pensiun dan lansia,
dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga |
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
|
Keluarga Lansia
|
1.
Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
2.
Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun.
3.
Mempertahankan hubungan perkawinan.
4.
Menyesuaikan diri terhadap
kehilangan pasangan.
5.
Mempertahankan ikatan keluarga
antar generasi.
6.
Meneruskan untuk memahami
eksistensi mereka (penelaahan dan integrasi hidup).
|
Diadaptasi dari Carter
dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Pengaturan hidup seseorang merupakan suatu prediktor
kesejahteraan yang ampuh dikalangan
lansia (Berresi et al, 1984). Relokasi merupakan pengalaman traumatik bagi
lansia, apakah itu perpindahan sukarela atau tidak. Itu berarti meninggalkan
pertalian tetangga dan persahabatan yang telah memberikan lansia rasa aman dan
stabilitas. Relokasi berarti berpisah dari warisan seseorang dan isyarat yang
mendukung kenangan lama (Lawton, 1980). Relokasi tidak mempengaruhi semua
lansia dengan cara yang sama. Dengan persiapan yang memadai dan perencanaan
perubahan yang hati-hati, lingkungan baru dapat berpengaruh positif terhadap
lansia. Namun demikian, sejumlah temuan menyatakan bahwa ketika orang-orang
lansia pindah, sering mengakibatkan kemerosotan kesehatan (Lawton, 1985).
Hanya sekitar 5 persen lansia yang tinggal dalam
institusi. Kelemahan memaksa lansia masuk panti perawatan dan rumah pensiun
karena kurangnya bantuan di rumah. Penyediaan bantuan secara penuh di rumah
atau, yang lebih mungkin, pelayanan kesehatan paruh waktu dan pelayanan rumah
tangga lewat lembaga kesehatan rumah dan lembaga pelayanan rumah tangga, dirasa
lebih manusiawi dan bersifat protektif terhadap kebutuhan-kebutuhan lansia
untuk tetap berada di rumah sendiri dan tetap mempertahankan kemadiriannya
selama mungkin, dan juga jauh lebih murah dari pada dimasukkan ke dalam
institusi. Meskipun sulit, seringkali salah satu pasangan dan/atau anak-anak
yang sudah dewasa dari pasangan tersebut (atau orangtua yang masih hidup) harus
memutuskan cara terbaik yang ditempuh – pelayanan kesehatan di rumah, panti
pensiunan, panti perawatan, atau tinggal dengan anak-anak yang telah dewasa.
Tugas perkembangan yang kedua bagi keluarga lansia adalah
penyesuaian terhadap pendapatan yang
menurun. Ketika pensiun, terjadi penurunan pendapatan secara tajam dan seiring
dengan berlalunya tahun, pendapatanpun semakin menurun dan semakin tidak
memadai karena terus naiknya biaya hidup dan terkurasnya tabungan. Pada tahun
1989, seperlima dari populasi Amerika Serikat tergolong miskin atau hampir
miskin (AARP, 1990).
Secara substansial, lansia kurang memiliki pendapatan
dalam bentuk uang kontan dibandingkan dengan mereka yang berumur 65 tahun. Kaum lansia amat sangat
tergantung pada keuntungan dan asset pendapatan Jaminan Sosial (Social
security). Lebih banyak lansia wanita yang cenderung miskin ; hampir 71,8
persen dari seluruh populasi lansia adalah wanita. Kaum lansia dari kalangan
kulit hitam dan hispanik cenderung memiliki pendapatan dan pendapatan rata-rata
jauh lebih sedikit dari rekan mereka
dari golongan kulit putih (U.S Senate Special Committee on Aging, 1987-1988).
Karena sering munculnya masalah-masalah kesehatan jangka
panjang, pengeluaran kesehatan merupakan masalah finansial yang utama. Kaum
lansia lebih banyak menghabiskan uang untuk perawatan kesehatan – baik dalam
nilai riil dollar maupun dalam bentuk persentase total pengeluaran bila
dibandingkan dengan yang bukan lansia. Medicare tentu saja mengurangi
sebagian dari masalah ini, tapi masih belum bisa diprediksi dan masih banyak pengeluaran
dengan uang sendiri yang harus dibayar. Misalnya bagian B dari Medicare
meliputi hanya 80 persen dari biaya “yang layak” untuk pelayanan medis. Karena
tipe dari sistem pembayaran biaya atas pelayanan (fee for service),
banyak dokter akan menyuruh pasiennya untuk kembali beberapa kali dari pada
yang dibutuhkan untuk memberikan perawatan medis yang efektif dan aman. Medicaid
juga disediakan untuk mereka yang tergolong fakir miskin dan memenuhi
kualifikasi Supplementary Security Income (SSI). Program asuransi
kesehatan ini melengkapi cakupan Medicare.
Karena umur harapan hidup meningkat, lebih banyak lagi
lansia yang hidup bertahun-tahun dengan masalah kesehatan. Meskipun wanita
hidup lebih lama dari pada pria, dan kesenjangan umur harapan hidup antara pria
dan wanita meningkat, banyak pula pasangan menikah yang dapat bertahan hidup lebih lama.
Masalah-masalah perawatan bagi pasangan lansia lebih sulit dari pada pensiunan
janda. Sedikit pertimbangan diberikan bagi unit keluarga dalam tahap siklus kehidupan
ini, selama orang tersebut memiliki kemungkinan dalam kemiskinan sebagai akibat
dari biaya kesehatan yang meninggi dan masalah-masalah sosial.
Mempertahankan hubungan perkawinan yang merupakan tugas
perkembangan yang ketiga, menjadi penting dalam kebahagiaan keluarga.
Perkawinan yang dirasakan memuaskan dalam tahun-tahun berikutnya biasanya
mempunyai sejarah positif yang panjang, dan sebaliknya. Riset membuktikan bahwa
perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan aktifitas yang
berlangsung dari kedua pasangan lansia (Lee, 1978).
Salah satu mitos tentang lansia adalah bahwa dorongan
seks dan aktivitas seksual mungkin tidak ada lagi (atau tidak boleh ada). Akan
tetapi, sebuah riset memperlihatkan kebalikannya. Studi-studi semacam ini
menemukan bahwa meskipun terjadi penurunan kapasitas seksual secara
perlahan-lahan, namun keinginan dalam kegiatan seksual terus ada bahkan
meningkat (Lobsenz, 1975). Sehat sakit kadang-kadang menurunkan dorongan
seksual, tapi biasanya, menurunnya aktifitas seksual disebabkan oleh
masalah-masalah sosio emosional.
Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan, yang
merupakan tugas perkembangan yang keempat, secara umum merupakan perkembangan
yang paling traumatis. Sebagaimana ditunjukkan pada data statistik di bawah
ini, wanita lansia lebih menderita karena kematian pasangannya dari pada pria.
Menurut angka statistik tahun 1986, tiga perempat dari seluruh lansia hidup
bersama pasangan mereka, sementara hanya 38 persen wanita lansia yang hidup
dengan pasangan mereka, 51 persen adalah janda (U.S Senate Special Committee
on Aging, 1987-1988).
Dibandingkan dengan kelompok muda, lansia menyadari
kematian sebagai bagian dari proses kehidupan yang normal. Sebuah studi
menyatakan bahwa hanya 3 dari 80 persen
lansia yang merasa sulit untuk membicarakan kematian (Duval, 1977). Akan
tetapi, kesadaran akan kematian tersebut tidak berarti bahwa pasangan yang
ditinggalkan akan menemukan penyesuaian terhadap kematian dengan mudah.
Kehilangan pasangan pasti membawa pengaruh, janda-janda yang ditinggal mati
suami lebih awal, dan yang masih hidup kemungkinan besar akan mengalami masalah
kesehatan yang serius (isolasi sosial, mau bunuh diri atau sakit jiwa). Selain
itu, hilangnya seorang pasangan menuntut reorganiasi fungsi keluarga secara
total.
Ini khususnya sulit dicapai secara memuaskan, karena
kehilangan mengurangi sumber-sumber emosional dan ekonomi yang diperlukan untuk
menghadapi perubahan tersebut. Bagi wanita, ini berarti perubahan dari saing
ketergantungan dan membagi kegiatan-kegiatan kehidupan bersama-sama menjadi
sendiri atau bergabung dengan kelompok wanita lansia yang tidak punya ikatan.
Bagi pria, kehilangan pasangan hidup berarti kehilangan teman-teman serta
hubungan sanak famili, keluarga, dan dunia sosial secara umum. Duda lansia
tidak punya minat yang sama atau tidak punya kemampuan melaksanakan peran-peran
ibu rumah tangga, dan seringkali membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan, menjalankan tugas rumah tangga dan perawatan umum.
Besarnya penyesuaian diri yang sulit dapat dilihat dari
meningkatnya kasus bunuh diri dalam kelompok individu diatas 65 tahun. Meskipun
terjadi peningkatan kasus bunuh diri dikalangan wanita diatas 65 tahun, namun
jumlah terbesar kasus bunuh diri ditemukan dikalangan populasi pria lansia.
Sebuah tinjauan beberapa studi kasus tentang bunuh diri dikalangan kelompok ini
menunjukkan bahwa usaha untuk bunuh diri dan bunuh diri yang telah terjadi
sering terjadi setelah kematian pasangan hidup (Rushing, 1968).
Tugas perkembangan yang kelima menyangkut pemeliharaan
ikatan keluarga antargenerasi. Meskipun ada suatu kecenderungan bagi lansia
untuk menjauhkan diri dari hubungan
sosial, keluarga tetap menjadi fokus interaksi-interaksi sosial lansia dan
sumber utama dukungan sosial. Karena lansia menarik diri dari
aktifitas-aktifitas dunia sekitarnya, hubungan-hubungan dengan pasangan,
anak-anak dan cucu-cucu dan saudara-saudaranya menjadi lebih penting. Mayoritas
lansia di Amerika hidup dekat dengan anggota keluarga besar dan sering
melakukan kontak dengan mereka (Harris et al, 1975 ; Shanas, 1968, 1980). Oleh
karena itu, anggota keluarga merupakan sumber utama bantuan dan interaksi
sosial. Keluarga lansia biasanya saling memberikan bantuan satu sama lain
sejauh mereka mampu.
Karena menjadi orangtua, mereka harus memahami keberadaan
mereka. Berbicara tentang kehidupan masa lalu seseorang yang disebut penelaahan
hidup (life review) merupakan aktifitas yang vital dan umum, karena
aktifitas ini menggambarkan suatu penelaahan terhadap arti sentral dari kehidupan. Aktivitas ini
dipandang sebagai tugas perkembangan “tipe kognitif” yang keenam. Hal penting
dari aktifitas ini terletak pada fakta bahwa
penelaahan kehidupan memudahkan penyesuaian terhadap situasi-situasi
yang sulit dan memberikan pandangan terhadap kejadian-kejadian masa lalu.
Lansia sangat peduli dengan kualitas hidup mereka dan berharap agar dapat hidup
terhormat dengan kemegahan dan penuh arti (Duvall, 1977).
e.
Masalah-masalah kesehatan
Berdasarkan laporan
tahun 1987-1988 yang dikeluarkan oleh US. Senate Special Committee on Aging,
lansia merupakan pemakai pelayanan kesehatan paling menonjol. Lebih dari 4 dari
5 lansia memiliki minimal satu kondisi kronis dan kondisi multipel yang lazim
diderita oleh lansia. Lansia merupakan 12 persen dari total populasi, tapi
mereka menggunakan 33 persen dari pembelajaan perawatan kesehatan di Amerika
Serikat.
Faktor-faktor seperti
menurunnya fungsi dan kekuatan fisik, sumber-sumber finansial yang tidak
memadai, isolasi sosial, kesepian dan banyak kehilangan lainnya yang dialami
oleh lansia menunjukkan adanya kerentanan psikofisiologi dari lansia (Kelley et
al, 1977). Oleh karena itu, terdapat masalah-masalah kesehatan yang multipel.
Pasangan atau individu lansia dalam semua fase sakit kronis mulai dari fase
akut hingga fase rehabilitasi sangat membutuhkan bantuan. Baik fungsi-fungsi
yang terkait secara medis (pengkajian fisik, reaksi-reaksi yang buruk) dan
fungsi-fungsi keperawatan (mengkaji respons klien terhadap sakit dan pengobatan
serta kemampuan koping) adalah relevan disini. Promosi kesehatan tetap menjadi
hal yang sangat penting, khususnya dalam bidang nutrisi, latihan, pecegahan cidera,
penggunaan obat yang aman, pemakaian pelayanan preventif dan berhenti merokok.
Isolasi sosial, depresi,
gangguan kognitif (yang mungkin berkaitan dengan sejumlah masalah termasuk
penyakit (Alzheimer), dan masalah-masalah psikologis adalah masalah kesehatan
yang serius, khususnya bila bersama-sama dengan sakit fisik. Pengkajian dan
penggunaan sistem dukungan sosial keluarga atau individu harus menjadi bagian
integral dari perawatan kesehatan keluarga.
Proses menua dan
menurunnya kesehatan menyebabkan betapa pentingnya pasangan menikah saling
menolong satu sama lain. Karena wanita hidup lebih lama dari pada pria, dan
biasanya mereka orang yang membantu suami yang sakit atau yang tidak berdaya.
Dalam kebanyakan kasus, penyakit bersifat kronis dan berkembang menjadi tak
berdaya, sehingga perlu waktu untuk menyesuaikan terhadap situasi terakhir. Suami menemukan tugas
merawat istri sebagai suatu tugas yang lebih sulit, karena peran merawat,
memelihara dan menjadi ibu rumah tangga semata-mata masih sebagai peran wanita.
Definisi nutrisi
dikalangan lansia terjadi secara luas dan menimbulkan banyak masalah yang
berkaitan dengan penuaan (lemah, bingung, depresi, konstipasi, dan ada beberapa
lagi). Masalah yang berkaitan dengan perumahan, penghasilan yang cocok,
rekreasi dan fasilitas perawatan kesehatan yang adekuat secara merugikan
mempengaruhi status kesehatan lansia. Kejadian seperti jatuh dan kecelakaan
lain di rumah sangat banyak, sehingga alat-alat dalam lingkungan yang aman
merupakan kebutuhan yang penting. Program-program pemerintah tidak secara
adekuat menyediakan pensiun yang aman, seperti terlihat pada masalah-masalah
yang menyangkut penggunaan panti
perawatan, fasilitas-fasilitas board-on-care jangka panjang dan rumah
sakit jiwa laksana gudang di bawah tanah.
DAFTAR
PUSTAKA
Friedman. M, Bowden. V, Jones. E (2003). Family Nursing: Research, Theory, And
Practice. New Jersey: Pearson Education.
Friedman, M. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan
Praktek.(Family nursing teori and practice). Edisi 3. Alih bahasa Ina debora R. L. Jakarta: EGC
Ali, H. Zaidin (2010). Pengantar
keperawatan keluarga. Jakarta : EGC
Murwani,
Arita. 2008. Asuhan Keperawatan Keluarga : Konsep dan Aplikasi Kasus. Jogjakarta : Mitra Cendikia
Allender, JA & Spradley, B. W. 2001. Community as Partner, Theory and Practice
Nursing. Philadelpia : Lippincott
Tidak ada komentar:
Posting Komentar