BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang
tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi
karbon dioksida arteri), dan asidosis.
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran
oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju
komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga
menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan
tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner
&Sudarth,2001)
B.
Tujuan
1.
Tujuan
Umum
Untuk
mendapatkan gambaran umum tentang penerapan asuhan keperawatan Gawat
Darurat Pada Gagal Nafas
2.
Tujuan
Khusus
A. Mahasiswa
mampu melaksanakan pengkajian Keperawatan Gawat Darurat Pada Gagal Nafas
B. Mahasiswa
mampu menyusun rencana tindakan untuk memenuhi kebutuhan terhadap klien Gawat Darurat Pada Gagal Nafas
C. Mampu
menerapkan rencana tindakan keperawatan sesuai masalah yang telah
diprioritaskan
D. Mahasiswa
mampu menilai hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien Gawat
Darurat Pada Gagal Nafas
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Kegagalan pernafasan adalah pertukaran
gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan
konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis.
Ventilator
adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses
ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.
Gagal nafas adalah kegagalan system
pernafasan untuk mempertahankan pertukaran O2 dan CO2 dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan gangguan pada kehidupan (Heri Rokhaeni, dkk, 2001)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran
O2 terhadap CO2 dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi O2 dan
pembentukan CO2 dalam sel-sel tubuh sehingga menyebabkan PO2 <>2 > 45 mmHg (hiperkapnia)
(Smeltzer, C Susane, 2001).
B. ANATOMI SISTEM PERNAPASAN
A. Saluran Nafas Atas
1. Hidung
Terdiri atas bagian eksternal
dan internal Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang
hidung dan kartilago Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang
dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang
sempit, yang disebut septum Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang
sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung
Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru
Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan sertamenghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru• Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia
Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru
Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan sertamenghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru• Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia
2. Faring
Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring• Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring (laringofaring)• Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif
Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring• Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring (laringofaring)• Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif
3. Laring
Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
- Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
- Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
- Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (Adam's apple)
- Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid)
- Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid
- Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)
• Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
• Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batu
Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
- Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
- Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
- Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (Adam's apple)
- Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid)
- Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid
- Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)
• Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
• Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batu
4. Trakea
Disebut juga batang tenggorok. Ujung trakea
bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina
B. Saluran Nafas Bawah
1. Bronkus
1. Bronkus
Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri. Disebut bronkus
lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus). Bronkus lobaris
kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi
menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi
menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki
: arteri, limfatik dan saraf
2. Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang
menjadi bronkiolus. Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi
lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan
napas
3. Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)
4. Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori.
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas
konduksi dan jalan udara pertukaran gas
5. Duktus alveolar dan Sakus
alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian
mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar dan kemudian menjadi
alveoli
6. Alveoli
Merupakan tempat pertukaran O2 dan
CO2. Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan
seluas 70 m2
Terdiri atas 3 tipe :
- Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
- Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)- Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan
Terdiri atas 3 tipe :
- Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
- Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)- Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan
PARU Merupakan organ
yang elastis berbentuk kerucut. Terletak dalam rongga dada atau toraks. Kedua
paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa
pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks dan basis. Paru kanan lebih
besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris. Paru kiri lebih
kecil dan terbagi menjadi 2 lobus. Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi
beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya
PLEURA
• Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
• Terbagi mejadi 2 :
- Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
- Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
• Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru
• Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap paru-paru
• Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
• Terbagi mejadi 2 :
- Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
- Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
• Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru
• Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap paru-paru
IV. FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN
Bernafas / pernafasan merupkan proses pertukaran udara diantara individu dan lingkungannya dimana O2 yang dihirup (inspirasi) dan CO2 yang dibuang (ekspirasi).
Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru atau sebaliknya.
Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan antara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang, diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
a. Tekanan udara atmosfir
b. Jalan nafas yang bersih
c. Pengembangan paru yang adekuat
Bernafas / pernafasan merupkan proses pertukaran udara diantara individu dan lingkungannya dimana O2 yang dihirup (inspirasi) dan CO2 yang dibuang (ekspirasi).
Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru atau sebaliknya.
Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan antara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang, diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
a. Tekanan udara atmosfir
b. Jalan nafas yang bersih
c. Pengembangan paru yang adekuat
2. Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara
alveolus dan kapiler paru-paru.
Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :a. Luas permukaan parub. Tebal membran respiras c. Jumlah darah d. Keadaan/jumlah kapiler darah e. Afinitas f. Waktu adanya udara di alveoli
Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :a. Luas permukaan parub. Tebal membran respiras c. Jumlah darah d. Keadaan/jumlah kapiler darah e. Afinitas f. Waktu adanya udara di alveoli
3. Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel
jaringan tubuh dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke
kapiler.Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan
karbondioksida harus ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru.
Secara normal 97 % oksigen akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah
merah dan dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 %
ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel-sel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :a. Curah jantung (cardiac Output / CO)
b. Jumlah sel darah merah c. Hematokrit darah d. Latihan (exercise)
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :a. Curah jantung (cardiac Output / CO)
b. Jumlah sel darah merah c. Hematokrit darah d. Latihan (exercise)
V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERNAPASAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah :
1. Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola napas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah :
1. Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola napas.
2. Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat.
Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat.
Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.
3. Gaya Hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru.
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru.
4. Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel.
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel.
5. Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam pernapasan ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila memberikan obat-obat narkotik analgetik, perawat harus memantau laju dan kedalaman pernapasan.
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam pernapasan ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila memberikan obat-obat narkotik analgetik, perawat harus memantau laju dan kedalaman pernapasan.
6. Perubahan/gangguan pada fungsi
pernapasan
Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat mempengarhi pernapasan yaitu :a. Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru b. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paruc. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel jaringan.
Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan obstruksi sebagian jalan napas.
Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan oksigen di dalam tubuh yang diinspirasi sampai jaringan. Hal ini dapat berhubungan dengan ventilasi, difusi gas atau transpor gas oleh darah yang dapat disebabkan oleh kondisi yang dapat merubah satu atau lebih bagian-bagian dari proses respirasi. Penyebab lain hipoksia adalah hipoventilasi alveolar yang tidak adekuat sehubungan dengan menurunnya tidal volume, sehingga karbondioksida kadang berakumulasi didalam darah.
Sianosis dapat ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku dan membran mukosa yang disebabkan oleh kekurangan kadar oksigen dalam hemoglobin. Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk fungsi serebral. Korteks serebral dapat mentoleransi hipoksia hanya selama 3 - 5 menit sebelum terjadi kerusakan permanen. Wajah orang hipoksia akut biasanya terlihat cemas, lelah dan pucat.
Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat mempengarhi pernapasan yaitu :a. Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru b. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paruc. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel jaringan.
Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan obstruksi sebagian jalan napas.
Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan oksigen di dalam tubuh yang diinspirasi sampai jaringan. Hal ini dapat berhubungan dengan ventilasi, difusi gas atau transpor gas oleh darah yang dapat disebabkan oleh kondisi yang dapat merubah satu atau lebih bagian-bagian dari proses respirasi. Penyebab lain hipoksia adalah hipoventilasi alveolar yang tidak adekuat sehubungan dengan menurunnya tidal volume, sehingga karbondioksida kadang berakumulasi didalam darah.
Sianosis dapat ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku dan membran mukosa yang disebabkan oleh kekurangan kadar oksigen dalam hemoglobin. Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk fungsi serebral. Korteks serebral dapat mentoleransi hipoksia hanya selama 3 - 5 menit sebelum terjadi kerusakan permanen. Wajah orang hipoksia akut biasanya terlihat cemas, lelah dan pucat.
7. Perubahan pola nafas
Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk dan berdiri seperti pada penderita asma.
Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk dan berdiri seperti pada penderita asma.
8. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di sepanjang saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi jalan napas bagian atas meliputi : hidung, pharing, laring atau trakhea, dapat terjadi karena adanya benda asing seperti makanan, karena lidah yang jatuh kebelakang (otrhopharing) bila individu tidak sadar atau bila sekresi menumpuk disaluran napas.
Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian atau lengkap dari saluran napas ke bronkhus dan paru-paru. Mempertahankan jalan napas yang terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan yang tepat. Obstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara mengorok selama inhalasi (inspirasi).
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di sepanjang saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi jalan napas bagian atas meliputi : hidung, pharing, laring atau trakhea, dapat terjadi karena adanya benda asing seperti makanan, karena lidah yang jatuh kebelakang (otrhopharing) bila individu tidak sadar atau bila sekresi menumpuk disaluran napas.
Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian atau lengkap dari saluran napas ke bronkhus dan paru-paru. Mempertahankan jalan napas yang terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan yang tepat. Obstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara mengorok selama inhalasi (inspirasi).
C. Penyebab gagal nafas
- Penyebab sentral
- Trauma kepala : contusio cerebri
- Radang otak : encephalitis
- Gangguan vaskuler : perdarahan otak , infark otak
- Obat-obatan : narkotika, anestesi
- Penyebab perifer
- Kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle relaxans
- Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale
- Kelainan di paru : edema paru, atelektasis, ARDS
- Kelainan tulang iga/thoraks: fraktur costae, pneumo thorax, haematothoraks
- Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri
Kerusakan
atau depresi pada system saraf pengontrol pernafasan :
·
Luka di kepala
·
Perdarahan /
trombus di serebral
·
Obat yang menekan
pernafasan
·
Gangguan muskular
yang disebabkan
·
Tetanus
·
Obat-obatan
·
Kelainan neurologis
primer Penyakit pada saraf seperti medula spinalis, otot-otot pernafasan atau
pertemuan neuromuskular yang terjadi pada pernafasa sehingga mempengaruhi
ventilasi.
·
Efusi pleura,
hemathorak, pneumothorak Kondisi ini dapat mengganggu dalam ekspansi paru
·
Trauma Kecelakaan
yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan hidung, mulut
dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas dan depresi pernafasan
·
Penyakit akut
paruPneumonia yang disebabkan bakteri dan virus, asma bronchiale, atelektasis,
embolisme paru dan edema paru.
3. Faktor
predisposisi
Terjadinya
gagal nafas pada bayi dan anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda
dengan orang dewasa, yaitu :
1. Struktur
anatomi
a. Dinding
dada
Dinding
dada pada bayi dan anak masih lunak disertai insersi tulang iga yang kurang
kokoh, letak iga lebih horisontal dan pertumbahan otot interkostal yang belum
sempurna, menyebabkan pergerakan dinding dada terbatas.
b. Saluran
pernafasan
Pada
bayi dan anak relatif lebih besar dibandingkan dengan dewasa.Besar trakea
neonatus 1/3 dewasa dan diameter bronkiolus ½ dewasa, sedangkan ukuran tubuh
dewasa 20 kali neonatus. Akan tetapi bila terjadi sumbatan atau pembengkakan 1
mm saja, pada bayi akan menurunkan luas saluran pernafasan 75 %.
c. Alveoli
Jaringan
elastis pada septum alveoli merupakan ‘ elastic recoil ’ untuk mempertahankan
alveoli tetap terbuka. Pada neonatus alveoli relatif lebih besar dan mudah
kolaps. Dengan makin besarnya bayi, jumlah alveoli akan bertambah sehingga akan
menambah ‘ elastic recoil’.
2. Kerentangan
terhadap infeksi
Bayi
kecil mudah terkena infeksi berat seperti pneumonia, pada anak kerentangan
terhadap infeksi traktus respiratorius merupakan faktor predisposisi gagal
nafas.
3. Kelainan
konginetal
Kelainan
ini dapat mengenai semua bagian sistem pernafasan atau organ lain yang
berhubungan dengan alat pernafasan.
4. Faktor
fisiologis dan metabolik
Kebutuhan
oksigen dan tahanan jalan nafas pada bayi lebih besar daripada dewasa. Bila
terjadi infeksi, metabolisme akan meningkat mengakibatkan kebutuhan oksigen
meningkat. Kebutuhan oksigen tersebut di capai dengan menaikkan usaha
pernafasan, dengan akibat pertama adalah kehilangan kalori dan air; Kedua
dibutuhkan kontraksi otot pernafasan yang sempurna. Karena pada bayi dan anak
kadar glikogen rendah, maka dengan cepat akan terjadi penimbunan asam organik
sebagai hasil metabolisme anaerib akibatnya terjadi asidosis.
4. Sebab
gagal nafas
Jenis penyakit penyebab gagal nafas pada bayi / anak
penyebab
|
Bayi / Anak
|
Jalan nafas bagian atas :
Faring
Laring
Trakea
Jalan
nafas bagian bawah
Bronkus/bronkiolus
Alveoli
Kompresi pulmonal
Susunan
saraf
|
Makroglosis
Hipertropi tonsil
Laringotrakeobronkitis
Epiglotis akut
Laringitis difterika
Edema/stenosis pasca intubasi
Benda asing
Bronkiolitis
Status asmatikus
Pneumonia
Kelainan jantung bawaan
Trauma
Luka bakar
Pneumonia
Trauma dada
Trauma
Ensefalitis
Takaran obat berlebihan
Status epileptikus
Sindrom Guillain-Barre
|
Dikutip dari Brown dan Fisk, Anesthesia for
Children, Intensive Care
aspeect, Blackwell
Scientific Publ (1979)
D. TANDA DAN GEJALA
Tanda
a.Gagal
nafas total
1.
Aliran udara di mulut, hidung tidak terdengar / dirasakan
2.
Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta
tidak ada pengemabngan dada pada inspirasi
b.Gagal
nafas partial
1.
Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, growing dan wheezing
2.
Ada retraksi dada
Gejala
a)
Hiperkapnia yaitu
peningkatan kadar CO2 dalam tubuh lebih dari 45 mmHg
b)
Hipoksemia terjadi
takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis atau PO2 menurun
E. Patofisiologi
Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena
diafragma dan otot intercostalis berkontraksi, rongga dada mengembang dan
terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase
ekspirasi berjalan secara pasif. Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik,
ventilator mengirimkan udara dengan memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan
selama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal
meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thoraks paling positif.
Terdapat 2 mekanisme dasar yang mengakibatkan
kegagalan pernafasan yaitu obstruksi saluran nafas dan konsolidasi atau kolaps
alveolus. Apabila seorang anak menderita infeksi saluran nafas maka akan
terjadi :
1. Sekresi
trakeobronkial bertambah
2. Proses
peradangan dan sumbatan jalan nafas
3. aliran
darah pulmonal bertambah
4. ‘metabolic rate’
bertambah
Akibat edema mukosa, lendir yang
tebal dan spasme otot polos maka lumen saluran nafas berkurang dengan hebat.
Hal ini mengakibatkan terperangkapnya udara dibagian distal sumbatan yang akan
menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi. Gangguan difusi dan retensi CO2
menimbulkan hipoksemia dan hipercapnea, kedua hal ini disertai kerja pernafasan
yang bertambah sehingga menimbulkan kelelahan dan timbulnya asidosis. Hipoksia
dan hipercapnea akan menyebabkan ventilasi alveolus terganggu sehingga terjadi
depresi pernafasan, bila berlanjut akan menyebabkan kegagalan pernafasan dan
akirnya kematian.
Hipoksemia akan menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah pulmonal yang menyebabkan tahanan alveolus
bertambah, akibatnya jantung akan bekerja lebih berat, beban jantung bertambah
dan akirnya menyebabkan gagal jantung.
Akibat bertambahnya aliran darah
paru, hipoksemia yang mengakibatkan permiabilitas kapiler bertambah, retensi
CO2 yang mengakibatkan bronkokontriksi dan ‘metabolic rate’ yang bertambah,
terjadinya edema paru. Dengan terjadinya edema paru juga terjadinya gangguan
ventilasi dan oksigenisasi yang akhirnya dapat menimbulkan gagal nafas.
F. KOMPLIKASI
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1.
PENGKAJIAN
1.
Identitas
Identitas pasien, nama, umur
, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan.
2. Riwayat
kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah
klien dulu pernah mengalami penyakit yang menyangkut tentang system pernafasan
misalnya asma. Infeksi pada paru dll.
B.
Riwayat
Kesehatan Sekarang
Yaitu meliputi alasan klien masuk
kerumah sakit dan yang dialami klien saat ini misalnya aliran udara dimulut
klien tidak terdengar/diraakan, terdengar suara tambahan, adanta retraksi dada,
penurunan kesadaran,sianosis, takikardia, geliah dll.
C.
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat
keluarga yang pernah atau sedang menderita penyakit yang sama dengan klien atau
penyakitb yang menyangkut dengan system pernafasan.
3. pengkajian ABC
A.Airway
·
Terdapat secret di
jalan nafas (sumbatan jalan nafas)
·
Bunyi nafas
krekels, ronchi, dan wheezing
B.Breathing
·
Distress
pernafasan: pernafasan cuping hidung, takhipnea / bradipnea
·
Menggunakan otot
asesoris pernafasan
·
Kesulitan bernafas:
lapar udara, diaforesis, dan sianoasis
·
Pernafasan memakai
alat Bantu nafas
C.Circulation
·
Penurunan curah
jantung, gelisah, letargi, takikardi
·
Sakit kepala
·
Gangguan tingkat
kesadaran: gelisah, mengantuk, gangguan mental (ansietas, cemas)
4. Pemeriksaan Fisik
A
.Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah: Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
Nadi : Normal/meningkat ( 100-120x/menit)
RR: Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
Suhu : Normal/ meningkat
Tekanan darah: Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
Nadi : Normal/meningkat ( 100-120x/menit)
RR: Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
Suhu : Normal/ meningkat
Kesadaran : composmentis / kesadaran
menurun
Berat badan : menurun
Keadaan umum : lemah, pucat, bedrest
Berat badan : menurun
Keadaan umum : lemah, pucat, bedrest
AMata : konjungtiva pucat, pandangan
berkunang-kunang
BMulut : mukosa anemis
CLeher : normal
DThorak dan paru-paru : sesak nafas, nafas pendek, ada suara tambahan, ada retraksi dada
FKardiovaskular: TD turun, nadi cepat dan kecil, akral dingin dan pucat.
BMulut : mukosa anemis
CLeher : normal
DThorak dan paru-paru : sesak nafas, nafas pendek, ada suara tambahan, ada retraksi dada
FKardiovaskular: TD turun, nadi cepat dan kecil, akral dingin dan pucat.
GAbdomen : kandung kemih, konstipasi.
HGenitalia : sedikit miksi
IMuskuloskeletal
dan integument :Kelemahan tubuh, kulit pucat, dingin, berkeringat, kering
B. Pemeriksaan Khusus
1.
Sirkulasi
Tanda : Takikardia, irama ireguler
S3S4/Irama gallop
Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal
Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara di mediastinum)
TD : hipertensi/hipotensi
2. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis
3. Pernapasan
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan, “lapar udara”, batuk
Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak. Kulit : cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung, stupor
4. Keamanan
Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi
5. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor resiko keluarga dengan tuberkulosis, kanker
Tanda : Takikardia, irama ireguler
S3S4/Irama gallop
Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal
Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara di mediastinum)
TD : hipertensi/hipotensi
2. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis
3. Pernapasan
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan, “lapar udara”, batuk
Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak. Kulit : cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung, stupor
4. Keamanan
Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi
5. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor resiko keluarga dengan tuberkulosis, kanker
5. pemeriksaan penunjang
a.BGA
Hipopksemia
·
Ringan
: PaO2 <>
·
Sedang
: PaO2 <>
·
Berat
: paO2 <>
b.Pemeriksaan rontgen dada
Untuk melihat
keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui
c.Hemodinamik: tipe I terjadi peningkatan PCWP
d.EKG
·
Memperlihatkan
bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
·
Disritmia
·
6. Pemeriksaan Diagnostik
- Hb :
dibawah 12 gr %
- Analisa gas
darah :
Ø
pH
dibawah 7,35 atau di atas 7,45
Ø
paO2
di bawah 80 atau di atas 100 mmHg
Ø
pCO2
di bawah 35 atau di atas 45 mmHg
Ø
BE
di bawah -2 atau di atas +2
-
Saturasi O2 kurang dari 90 %
-
Ro” : terdapat gambaran akumulasi udara/cairan , dapat terlihat perpindahan
letak mediastinum
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
- Terapi oksigen: pemberian oksigen rendah nasal atau masker
- Ventilator mekanik dengan memberikan tekanan positif kontinu
- Inhalasi nebulizer
- Fisioterapi dada
- Pemantauan hemodinamik / jantung
- Pengobatan: bronkodilator, steroid
- Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
2.
KEMUNGKINAN
DIAGNOSA YANG AKAN MUNCUL
1. Pola nafas tidak efektif b.d.
penurunan ekspansi paru
2.
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder
terhadap hipoventilasi
3. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi secret
4. Gangguan perfusi jaringan b.d.
penurunan curah jantung
5.
Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan
• Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal
• Adanya penurunan dispneu
• Gas-gas darah dalam batas normal
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan
• Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal
• Adanya penurunan dispneu
• Gas-gas darah dalam batas normal
Intervensi :
• Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.
• Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn
• Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60 mmHg
• Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan
• Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2 atau kecendurungan penurunan PaO2
• Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam
• Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat untuk mengoptimalkan pernapasan
• Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat dada selama batuk
• Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir
• Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.
• Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.
• Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn
• Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60 mmHg
• Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan
• Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2 atau kecendurungan penurunan PaO2
• Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam
• Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat untuk mengoptimalkan pernapasan
• Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat dada selama batuk
• Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir
• Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas
ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
• Bunyi paru bersih
• Warna kulit normal
• Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
• Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
• Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.
• Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
• Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.
• Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
• Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan
• Pantau irama jantung
• Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
• Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
• Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
3. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan:
• TTV normal
• Balance cairan dalam batas normal
• Tidak terjadi edema
Intervensi :
• Timbang BB tiap hari
• Monitor input dan output pasien tiap 1 jam
• Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung
• Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP
• Monitor parameter hemodinamik
• Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit.
Pasien mampu menunjukkan :
• Bunyi paru bersih
• Warna kulit normal
• Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
• Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
• Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.
• Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
• Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.
• Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
• Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan
• Pantau irama jantung
• Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
• Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
• Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
3. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan:
• TTV normal
• Balance cairan dalam batas normal
• Tidak terjadi edema
Intervensi :
• Timbang BB tiap hari
• Monitor input dan output pasien tiap 1 jam
• Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung
• Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP
• Monitor parameter hemodinamik
• Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit.
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan setelah direncanakan guna memenuhi
bobot secara optimal, pelaksanaan ini dapat dilakukan secara langsung dalam
melakukan keperawatan dan mengawasi, mendiskusikan serta memberi tahu klien
tentang tindakan yang akan dilakkukan
5.
EVALUASI
Evaluasi
merupakan kegiatan akhir dari asuhan keperawatan dimana perawat melihat sejauh
mana ia mampu menerapkan asuhan keperawatan dan mencapai kriteria yang telah ditetapkan dalam tujuan
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes,
M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning
and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M, Jakarta: EGC; 1999
(Buku asli diterbitkan tahun 1993.
Suprihatin,
Titin (2000), Bahan Kuliah Keperawatan
Gawat Darurat PSIK Angkatan I, Universitas
Airlangga, Surabaya.
Corwin,
Elizabeth J, (2001), Buku saku
Patofisiologi, Edisi bahasa Indonesia, EGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar