ASUHAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA
KLIEN TN. S POST OP TREPANASI
ATAS
INDIKASI CIDERA OTAK BERAT
CIDERA KEPALA (TRAUMA
KAPITIS)
PENGERTIAN
Cidera kepala
adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.
PATOFISIOLOGI
Cidera kepala TIK - oedem
- hematom
Respon
biologi Hypoxemia
Kelainan
metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan
Sel otak
Gangguan autoregulasi rangsangan simpatis Stress
Aliran darah keotak ¯ tahanan vaskuler katekolamin
Sistemik
& TD sekresi asam lambung
O2 ¯ Ã ggan metabolisme ¯ tek. Pemb.darah Mual,
muntah
Pulmonal
Asam laktat tek. Hidrostatik
Asupan nutrisi kurang
Oedem otak kebocoran
cairan kapiler
Ggan perfusi jaringan oedema paru à cardiac out put ¯
Cerebral
Difusi O2
terhambat Gg perfusi jaringan
Gangguan pola napas Ã
hipoksemia, hiperkapnea
Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang
timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi:
memar otak, laserasi.
Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak
disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah
trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
-
Kejang-kejang
-
Gangguan saluran nafas
-
Tekanan intrakranial meningkat
yang dapat disebabkan oleh karena:
·
edema fokal atau difusi
·
hematoma epidural
·
hematoma subdural
·
hematoma intraserebral
·
over hidrasi
-
Sepsis/septik syok
-
Anemia
-
Shock
Proses
fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
Perdarahan yang sering ditemukan:
·
Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah
diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh
darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh
darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat
terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu
dilobus temporalis dan parietalis.
Tanda dan gejala:
§ Penurunan tingkat kesadaran
§ Nyeri kepala,
§ Muntah
§ Hemiparesa.
§ Dilatasi pupil ipsilateral
§ Pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan
nadi, peningkatan suhu.
·
Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara
duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat
pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara
duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2
hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
§
Nyeri kepala
§
Bingung
§
Mengantuk, menarik diri,
berfikir lambat, kejang dan
§
Edema pupil.
·
Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena
pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
§ Nyeri kepala
§ Penurunan kesadaran
§ Komplikasi pernapasan
§ Hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda
vital.
·
Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga
subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu
ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:
§ Nyeri kepala
§ Penurunan kesadaran
§ Hemiparese
§ Dilatasi pupil ipsilateral dan
§ Kaku kuduk.
Penatalaksanaan:
Konservatif
·
Bedrest total
·
Pemberian obat-obatan
·
Observasi tanda-tanda vital dan
tingkat kesadaran.
Pengkajian
BREATHING
Kompresi
pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi
perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa
Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum
pada jalan napas.
BLOOD:
Efek
peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan
pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke
jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan
kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat
cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila
perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
- Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
- Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
- Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
- Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
- Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
- Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera
kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi
penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia)
dan terganggunya proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien
cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang
lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi
spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena
rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada
spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
Pemeriksaan Diagnostik:
·
CT Scan: tanpa/dengan kontras)
mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran
jaringan otak.
·
Angiografi serebral:
menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak
akibat edema, perdarahan, trauma.
·
X-Ray: mendeteksi perubahan
struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema),
fragmen tulang.
·
Analisa Gas Darah: medeteksi
ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial.
·
Elektrolit: untuk mengkoreksi
keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Prioritas perawatan:
- Memaksimalkan perfusi/fungsi otak
- Mencegah komplikasi
- Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
- Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
- Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1.
Perubahan perfusi jaringan
serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral;
penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2.
Resiko tinggi pola napas tidak
efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).
Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3.
Perubahan persepsi sensori b. d
perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
4.
Perubahan proses pikir b. d
perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5.
Kerusakan mobilitas fisik b. d
kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan
/kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
6.
Resiko tinggi terhadap infeksi
b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia,
stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan
steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7.
Resiko tinggi terhadap
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan kemampuan untuk
mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan
untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8.
Perubahan proses keluarga b. d
transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
9.
Kurang pengetahuan mengenai
kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang pemajanan, tidak mengenal
informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1.
Perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma);
edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:
- Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
- Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi
|
Rasional
|
Tentukan faktor-faktor yg
menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial
peningkatan TIK.
Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan
dengan nilai standar GCS.
Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan,
reaksi terhadap cahaya.
Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti
lingkungan yang tenang.
Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat
ditoleransi.
Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid,
antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik.
|
Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam
pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan perlunya pasien dirawat di
perawatan intensif.
Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna
untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan
oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap
cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II)
dan okulomotor (III).
Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik
(nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti
oleh penurunan kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan
kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada
hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi
(terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan
TIK.
Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang
terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat
mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah
hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh
negatif terhadap tekanan serebral.
Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan
meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.
Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan
intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan
mengurangi kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral,
meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi
dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel
otak, menurunkan edema otak dan TIK,. Steroid menurunkan inflamasi, yang
selanjutnya menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan
mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri .
Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi. Antipiretik
menurunkan atau mengendalikan demam yang mempunyai pengaruh meningkatkan
metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.
|
2.
Resiko tinggi pola napas tidak
efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:
- mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria
evaluasi:
- bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat
ketidakteraturan pernapasan.
Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan
pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai
indikasi.
Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai
indikasi.
Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila
pasien sadar.
Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari
10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya
suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
Lakukan ronsen thoraks ulang.
Berikan oksigen.
Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.
|
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau
menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea
dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk
pemeliharaan jalan napas. Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan
perlunaya jalan napas buatan atau intubasi.
Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan
adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.
Mencegah/menurunkan atelektasis.
Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam
keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri.
Penghisapan pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra
hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia
yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup
besar pada perfusi jaringan.
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis,
kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral
dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.
Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan
kebutuhan akan terapi.
Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi yang
berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni.
Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam
pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan
ventilasi mekanik.
Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan
TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut
rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan
resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
|
3.
Resiko tinggi terhadap infeksi
b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia,
stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan
steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
§ Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria
evaluasi:
§ Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
|
Rasional
|
Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang
terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya
inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil,
diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).
Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret
paru secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum.
Berikan antibiotik sesuai indikasi
|
Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan
tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya
memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.
Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk
menurunkan resiko terjadinya pneumonia, atelektasis.
Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami
trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan
resiko terjadinya infeksi nosokomial.
|
Daftar pustaka
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera
Otak. PKB Ilmu Bedah XI – Traumatologi , Surabaya.
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 .
EGC. Jakarta.
Hudak & Gallo (1996), Keperawatan Kritis
Pendekatan Holistik. Edisi VI. Volume II. EGC , Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar