ASUHAN KEPERAWATAN KONJUNGTIVITIS


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer sedang yang lain, sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain. kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal, dapat dikontrol dan penglihatan dapat dipertahankan. (Brunner dan Suddarth, 2001)
Infeksi adalah invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yan menyebabkan cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intraselular/respon antigen antibodi (dr. Difa Danis, kamus istilah kedokteran , 2002).
Inflamasi dan inefksi dapat terjadi pada beberapa struktur mata dan terhitung lebih dari setengah kelainan mata. kelainan-kelainan yang umum terjadi pada mata oarng dewasa meliputi sebagai berikut :
1.      Radang/inflamasi pada kelopak mata, konjungtira, kornea, koroid badan ciriary dan iris
2.      Katarak, kekeruhan lensa
3.      Glaukoma, peningkatan tekanan dalam bola mata (IOP)
4.      Retina robek/lepas
Tetapi sebagian orang mengira penyakit radang mata/mata merah hanya penyakit biasa cukup diberi tetes mata biasa sudah cukup. padahal bila penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi seperti Glaukoma, katarak maupun ablasi retina. untuk itu kali ini penulis memusatkan pada pencegahan dan penata laksanaan infeksi/radang mata terdiri dari konjungtivitis, kerositis dan uveitis (Barbara C.Long, 1996).

B.  Tujuan penulisan
1.   Tujuan Umum
Untuk mendapat gambaran umum tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Konjungtivitis.
      2.   Tujuan Khusus
Dengan pembuatan makalah mahasiswa mampu :
a.   Mengerti dan memahami konsep dasar Konjungtivitis
b.   Melakukan pengkajian pada pasien dengan Konjungtivitis
c.   Menentukan diagnosa keperawatan dan merumuskan diagnosa prioritas Konjungtivitis
d.   Menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan Konjungtivitis
e.   Mengaplikasikan kedalam tindakan nyata apa yang telah di intervensikan pada ps dengan Konjungtivitis
f.    Melakukan evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan.




BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR
1.   Defenisi
Infeksi system penglihatan merupakan kelainan gangguan system penglihatan, terutama konjungtivitis. Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan pembengkakan dan eksudat. Pada konjungtivitis mata tampak merah, sehingga sering disebut mata merah. Konjungtivitis dapat menyerang pada semua tingkat usia.
2.   Etiologi
Pembagian konjungtivitis berdasarkan penyebabnya :
Konjungtivitis akut bacterial, mis: konjungtivitis blenore, konjungtivitis gonore, konjungtivitis difteri, konjungtivitis folikuler, konjungtivitis kataral.
Konjungtivitis akut viral, mis: keratokonjungtivitis epidemik, demam faringokonjungtiva, keratokonjungtivitis herpetic.
Konjungtivitis akut jamur
Konjungtivitis akut alergik
Konjungtivitis kronis, mis: trakoma.
Personal hygiene dan kesehatan lingkungan yang kurang, alergi, nutrisi kurang vitamin A, iritatif (bahan kimia, suhu, listrik, radiasi ultraviolet), juga merupakan etiologi dari konjungtivitis.
3.   Pembagian / Klasifikasi Menurut Gambaran Klinik.
  
1). Konjungtivitis Katarak.
 - Konjungtivitis Katarak Akut.
Disebut juga konjungtivitis mukopurulenta, konjungtivitis akut simplek, “pink eyes”.
Penyebab:
Koch Weeks, stafilokok aureus, streptokok viridan, pneukok, dan lain-lain.

Tanda klinik:
Pada palpebra edema, konjungtiva palpebra merah kasar, seperti beledru karena ada edema dan infiltrasi. Konjungtiva bulbi injeksi konjungtival banyak, kemosis dapat ditemukan pseudomembran pada infeksi pneumokok.
 - Konjungtivitis Katarak Sub Akut.
Penyebab:
Sebagai lanjutan konjungtivitis akut atau oleh virus hemofilus influenza.

Tanda klinik:

Palpebra edema. Konjungtiva palpebra hiperemi tak begitu infiltratif. Konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva positif, tak ada blefarospasme dan secret cair.
 - Konjungtivitis Katarak Kronik.
Sebagai lanjutan konjungtivitis kataral akut atau disebabkan kuman koch weeks, stafilokok aureus, morax axenfeld, E. Colli atau disebabkan juga obstruksi duktus naso lakrimal.

Tanda klinik:

Palpebra tak bengkak, margo palpebra bleparitis dengan segala akibatnya. Konjungtiva palpebra sedikit merah, licin, kadang-kadang hypertropis seperti beledru. Konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva ringan.
  2). Konjungtivitis Purulen.
Dapat Disebabkan :
Gonorrhoe dan Nongonorrhoe akibat pneumokok, streptokok, meningokok, stafilokok, dsb.

Tanda Klinik :

Konjungtivitis akut, disertai dengan sekret yang purulen.
Pengertian :
Konjungtivitis yang hiperakut dengan sekret purulen yang disebabkan oleh Neisseria Gonorrhoika.

Patofisiologi :

Proses peradangan hiperakut konjungtiva dapat disebabkan oleh Neisseria Gonorrhoika, yaitu kuman bukan yang berbentuk kokkus, gram ngatif yang sering menjadi penyebab uretritis, pada pria dan vaginitis atau bartolinitis pada wanita. Infeksi ini dapat terjadi karena adanya kontak langsung antara Neisseria Gonorrhoika dengan konjungtiva.
Dibedakan Atas 3 Stadium, Yaitu :
 (1) Stadium Infiltrat.
Berlangsung selama 1-3 hari. Dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang, bleparospasme. Konjungtiva palpebra hiperemi, bengkak, infiltrat mungkin terdapat pseudomembran diatasnya. Pada Konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva yang hebat, kemotik, sekret sereus kadang-kadang beradarah.
 (2) Stadium Supuratif atau Purulenta.
Berlangsung selama 2-3 minggu. Gejala-gejala tak begitu hebat lagi. Palpebra masih bengkak, hiperemis, tetapi tak begitu tegang. Bleparospasme masih ada. Sekret campur darah, keluar terus menerus apabila palpebra dibuka yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak (memancar muncrat) oleh karena itu harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai mengenai mata pemeriksa.
 (3) Stadium Konvalesen (Penyembuhan) Hypertropi Papil.
Berlangsung 2-3 minggu. Gejala tak begitu hebat lagi. Palpebra sedikit bengkak, konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltrat. Injeksi konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva masih nyata, tidak kemotik, sekret jauh berkurang.
Gejala / Gambaran Klinis :
Penyakit gonoblenore dapat terjadi secara mendadak. Masa inkubasi dapat terjadi beberapa jam sampai 3 hari.
Keluhan utama : mata merah, bengkak dengan sekret seperti nanah yang kadang-kadang bercampur darah.
Pemeriksaan Laboratorium :
Kerokan konjungtiva atau getah mata yang purulen dicat dengan pengecatan gram dan diperiksa dibawah mikroskop. Didapatkan sel-sel polimorfonuklear dalam jumlah banyak sekali. Kokus gram negatif yang berpasang-pasangan seperti biji kopi yang tersebar diluar dan didalam sel.
Diagnosis :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan klinik.
Pengobatan :  Gonoblenore Tanpa Penyulit Pada Kornea.
Topikal :
Salep mata Tetrasiklin HCl 1 % atau Basitrasin yang diberikan minimal 4 kali sehari pada neonatus dan diberikan sedikitnya tiap 2 jam pada penderita dewasa, dilanjutkan sampai 5 kali sehari sampai terjadinya resolusi. Sebelum memberikan salep mata, mata harus dibersihkan terlebih dahulu.
Sistemik :
Pada orang dewasa diberikan Penisillin G 4,8 juta IU intra muskuler dalam dosis tunggal ditambah dengan Probenesid 1 gram per-oral, atau Ampisillin dalam dosis tunggal 3,5 gram per-oral. Pada neonatus dan anak-anak diberikan injeksi Penisillin dengan dosis 50.0000 – 100.0000 IU/Kg BB.
 Gonoblenore Dengan Penyulit Pada Kornea.
Topikal :
Dapat dimulai dengan salep mata Basitrasin setiap jam atau Sulbenisillin tetes mata, disamping itu diberikan juga Penisillin konjungtiva.
Sistemik :
Pengobatan sistemik diberikan seperti pada gonoblenore tanpa ulkus kornea.

  3). Konjungtivitis Flikten.
Merupakan peradangan terbatas dari konjungtiva dengan pembentukan satu atau lebih dari satu tonjolan kecil, berwarna kemerahan yang disebut flikten.
Penyebab : alergi terhadap
o Tuberkulo protein, pada penyakit TBC.
o Infeksi bakteri : koch weeks, pneumokok, stafilokok, streptokok.
o Virus : herpes simpleks.
o Toksin dari moluskum kontagiosum yang terdapat pada margo palpebra.
o Jamur pada kandida albikans.
o Cacing : ascaris, tripanosomiasis.
o Infeksi fokal : gigi, hidung, telinga, tenggorokan dan traktus urogenital.
Konjungtivitis 2 macam :  1). Konjungtivitis Flikten.
Tanda radang tak jelas, hanya terbatas pada tempat flikten, sekret hampir tak ada
 2). Konjungtivitis Kum Flikten.
Tanda radang jelas, sekret mukos, mukopurulen, biasanya karena infeksi sekunder pada konjungtivitis flikten.
Keluhan :
Lakrimasi, fotofobia, bleparospasme. Oleh karena dasarnya alergi, maka cepat sembuh tetapi cepat kambuh kembali, selama penyebabnya masih ada di dalam tubuh.
  4). Konjungtivitis Membran / Pseudo Membrane.
Ditandai dengan adanya masa putih atau kekuning-kuningan, yang menutupi konjungtiva palpebra bahkan konjungtiva bulbi.
Didapat pada :
• Difteri primer atau sekunder dari nasopharynx.
• Streptokokus beta hemolitik eksogen maupun endogen.
• Steven Johnson Syndrome.

Gejala klinik :

Palpebra bengkak. Konjungtiva palpebra : hiperemi dengan membrane diatasnya. Konjungtiva bulbi : injeksi konjungtiva (+), mungkin ada membrane. Kadang-kadang ada ulkus kornea. Konjungtivitis pseudomembrane umumnya terdapat pada semua konjungtivitis yang bersifat hiperakut atau purulen seperti konjungtivitis gonore, akibat gonokok, epidemik keratokonjungtivitis, inclusion konjungtivitis.
  5). Konjungtivitis Vernal.
Dinamakan psring catarh karena banyak ditemukan pada musim bunga di daerah yang mempunyai empat musim.
Keluhannya mata sangat gatal, terutama berada pada lapangan terbuka yang panas terik. Sering menunjukkan alergi terhadap tepung sari dan rumput-rumputan.
 
6). Konjungtivitis Folikularis Nontrakoma.
Dibagi lagi menjadi :
 Konjungtivitis folikularis akut, yang disebabkan oleh virus termasuk golongan ini adalah :
o Inclusion konjungtivitis.
o Keratokonjungtivitis epidemika.
o Demam faringokonjungtiva.
o Keratokonjungtivitis herpetika.
o Konjungtivitis new castle.
o Konjungtivits hemoragik akut.
 Konjungtiva folikularis kronika.  Konjungtiva folikularis toksika / alergika.  Folikulosis.
  7). Konjungtivitis Folikularis Trakoma.
Penyebab virus dari golongan P.L.T (Psittacosis Lympogranuloma Tracoma)

4.   Pemeriksaan Laboratorium.

Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil.
5.   Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksasan klinik di dapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah mata dan edema konjungtiva.
6.   Pengobatan
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Konjungtivitis karena bakteri dapat diobati dengan sulfonamide (sulfacetamide 15 %) atau antibiotika (Gentamycine 0,3 %; chlorampenicol 0,5 %). Konjungtivitis karena jamur sangat jarang sedangkan konjungtivitis karena virus pengobatan terutama ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, konjungtivitis karena alergi di obati dengan antihistamin (antazidine 0,5 %, rapazoline 0,05 %) atau kortikosteroid (misalnya dexametazone 0,1 %).
7.   Penatalaksanaan
Konjungtivitis biasanya hilang sendiri. Tapi tergantung pada penyebabnya, terapi dapat meliputi antibiotika sistemik atau topical, bahan antiinflamasi, irigasi mata, pembersihan kelopak mata, atau kompres hangat.Bila konjugtivits disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan instruksipada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit kemudian menyentuh mata yangs ehat, untuk mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah









B. AUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KONJUNGTIVITIS

1.   Biodata
Tanggal wawancara, tanggal MRS, No. RMK. Nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinana, alamat, penanggung jawab.

2.
   Riwayat Kesehatan
1.      Riwayat Kesehatan Sekarang.
Keluhan Utama : Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), gatal, panas dan kemerahan disekitar mata, epipora mata dan sekret, banyak keluar terutama pada konjungtiva, purulen / Gonoblenorroe. Sifat Keluhan :Keluhan terus menerus; hal yang dapat memperberat keluhan, nyeri daerah meradang menjalar ke daerah mana, waktu keluhan timbul pada siang malam, tidur tentu keluhan timbul.Keluhan Yang Menyertai :
Apakah pandangan menjadi kabur terutama pada kasus Gonoblenorroe.

2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu.
Klien pernah menderita penyakit yang sama, trauma mata, alergi obat, riwayat   operasi mata.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga.
       Dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular (konjungtivitis).

3.
   Pemeriksaan Fisik
Data Fokus :
Objektif : VOS dan VOD kurang dari 6/6. Mata merah, edema konjungtiva, epipora, sekret banyak keluar terutama pada konjungtivitis purulen (Gonoblenorroe).
Subjektif : Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata) gatal, panas.

4.   Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan kenyamanan (nyeri) berhubungan dengan peradangan konjungtiva, ditandai dengan :
- Klien mengatakan ketidaknyamanan (nyeri) yang dirasakan.
- Raut muka /wajah klien terlihat kesakitan (ekspresi nyeri).
Kriteria hasil :
Nyeri berkurang atau terkontrol.
Intervensi :
Ø  Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien.
Ø  Ajarkan kepada klien metode distraksi selama nyeri, seperti nafas dalam dan teratur.
Ø  Berikan kompres hangat pada mata yang nyeri.
Ø  Ciptakan lingkungan tidur yang nyaman,Ä aman dan tenang.
Ø  Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic.
Rasionalisasi :
o Dengan penjelasan maka klien diharapkan akan mengerti.
o     Berguna dalam intervensi selanjutnya.
o   Merupakan suatu cara pemenuhan rasa nyaman kepada klien dengan mengurangi stressor yang berupa kebisingan.
 o  Menghilangkan nyeri, karena memblokir syaraf penghantar nyeri.
Evaluasi :
Ø   Mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri.
Ø   Mengalami dan mendemonstrasikan periode tidur yang tidak terganggu.
Ø     Menunjukkan perasaan rileks.

2. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya, ditandai dengan :
- Klien mengatakan tentang kecemasannya.
- Klien terlihat cemas dan gelisah.
Kriteria hasil :
Klien mengatakan pemahaman tentang proses penyakitnya dan tenang.
         Intervensi :
Ø  Kaji tingkat ansietas / kecemasan.
Ø  Beri penjelasan tentang proses penyakitnya.
Ø  Beri dukungan moril berupa do’a untuk klien.
Rasionalisasi :
O   Bermanfaat dalam penentuan intervensi.
o Meningkatkan pemahaman klien tentang proses penyakitnya
o    Memberikan perasaan tenang kepada klien.

Evaluasi :
Ø  Mendemonstrasikan penilaian penanganan adaptif untuk mengurangi ansietas.
Ø  Mendemonstrasikan pemahamaan proses penyakit.

3.   Resiko terjadi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses  peradangan.
         Kriteria hasil :
Penyebaran infeksi tidak terjadi.
Intervensi :
Ø  Bersihkan kelopak mata dari dalam ke arah luar (k/p lakukan irigasi).
Ø  Berikan antibiotika sesuai dosis dan umur.
Ø  Pertahankan tindakan septik dan aseptik.
Rasionalisasi :
o Dengan membersihkan mata dan irigasi mata, maka mata menjadi
bersih.                      o Pemberian antibiotik diharapkan penyebaran infeksi tidak terjadi.                      o  Diharapkan tidak terjadi penularan baik dari pasien ke perawat atau
 perawat ke pasien.
Evaluasi :
Tidak terdapat tanda-tanda dini dari penyebaran penyakit.

4.         Gangguan konsep diri (body image menurun) berhubungan dengan adanya perubahan pada kelopak mata (bengkak / edema).


Intervensi :
Ø  Kaji tingkat penerimaan klien.
Ø  Ajak klien mendiskusikan keadaan.
Ø  Catat jika ada tingkah laku yang menyimpang.
Ø  Jelaskan perubahan yang terjadi.
Ø  Berikan kesempatan klien untuk menentukan keputusan tindakan yang dilakukan.
Evaluasi :
- Mendemonstrasikan respon adaptif perubahan konsep diri.
- Mengekspresikan kesadaran tentang perubahan dan perkembangan ke arah penerimaan.

5.   Resiko tinggi cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.
Kriteria hasil :
Cedera tidak terjadi.
Intervensi :
Ø  Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membungkuk.
Ø  Orientasikan pasien terhadap lingkungan, dekatkan alat yang dibutuhkan pasien ke tubuhnya.
Ø  Atur lingkungan sekitar pasien, jauhkan benda-benda yang dapat menimbulkan kecelakaan.
Ø  Awasi / temani pasien saat melakukan aktivitas.
Rasionalisasi :
o Menurunkan resiko jatuh (cedera).
o Mencegah cedera, meningkatkan kemandirian.
o Meminimalkan resiko cedera, memberikan perasaan aman bagi pasien.
o Mengontrol kegiatan pasien dan menurunkan bahaya keamanan.

Evaluasi :
- Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
- Menunjukkan perubahan prilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.
- Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.



BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
 Mata merupakan bagian yang sangat peka. mata dapat terjadi infeksi mata/radang mata yang disebabkan oleh virus, bakteri, trauma, penyakit sistemik, ataupun sensitivitas terhadap suatu zat. seperti halnya konjungstivitis (peradangan pada konjungtiva), keratitis (peradangan pada kornea) dan uveitis (peradangan pada uvea yaitu iris, badan siliar, karoid). tanda dan gejala pada infeksi mata biasanya gatal-gatal, nyeri (ringan–berat) , lakrimasi dan fotofobia. Bila infeksi mata ini tidak segera diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata dan menimbulkan beberapa komplikasi, pada konjungstivitis komplikasinya dapat berupa ulkus kornea dan meninggalkan jaringan perut, komplikasi keratitis dapat berupa hipopion, perforasi kornea, prognosis sedangkan komplikasi pada uveitis dapat berupa katarak, ablasi retina maupun katarak. therapi medik untuk infeksi mata dapat diberikan antibiotik topikal, obat tetes steroid, sulfat atropin, douridin dan kompres basah kortikosteroid.

B.  Saran
1.      Untuk klien yang terkena penyakit infeksi mata, penulis berharap klien segera berobat atau infeksi tersebut segera diobati agar tidak terjadi kerusakan pada mata atau komplikasi-komplikasi yang lain
2.      Kita harus menjaga kebersihan mata dan menghindari kosmetik yang berlebihan, karena kosmetik yang berlebihan merupakan faktor pendukung terjadinya infeksi mata.
3.      Untuk klien yang terkena infeksi mata, disarankan untuk tidak menggosok mata.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wijana, Nana. 1990. Ilmu Penyakit mata. Cetakan V. Jakarta.

2. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab / UPF Ilmu Penyakit Mata. RSU Sutomo. 1994. Surabaya.

3. Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Penerbit: EGC, Jakarta.

Tidak ada komentar: