A. Definisi
Gagal nafas adalah ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan
tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah. (Merenstein,
1995)
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan
oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan
tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. (Staf pengajar ilmu kesehatan anak,
1985)
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Terjadinya
gagal nafas pada bayi dan anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda
dengan orang dewasa, yaitu :
1.
Struktur anatomi
a.
Dinding dada
Dinding dada pada bayi dan anak masih lunak disertai insersi tulang iga
yang kurang kokoh, letak iga lebih horisontal dan pertumbahan otot interkostal
yang belum sempurna, menyebabkan pergerakan dinding dada terbatas.
b.
Saluran pernafasan
Pada bayi dan anak relatif lebih besar dibandingkan dengan dewasa. Besar
trakea neonatus 1/3 dewasa dan diameter bronkiolus ½ dewasa, sedangkan ukuran
tubuh dewasa 20 kali neonatus. Akan tetapi bila terjadi sumbatan atau
pembengkakan 1 mm saja, pada bayi akan menurunkan luas saluran pernafasan 75
%.
c.
Alveoli
Jaringan elastis pada septum alveoli merupakan ‘ elastic recoil ’ untuk
mempertahankan alveoli tetap terbuka. Pada neonatus alveoli relatif lebih besar
dan mudah kolaps. Dengan makin besarnya bayi, jumlah alveoli akan bertambah
sehingga akan menambah ‘ elastic recoil’.
2.
Kerentangan terhadap infeksi
Bayi kecil mudah terkena infeksi berat seperti pneumonia, pada anak
kerentangan terhadap infeksi traktus respiratorius merupakan faktor predisposisi
gagal nafas.
3.
Kelainan konginetal
Kelainan ini dapat mengenai semua bagian sistem pernafasan atau organ
lain yang berhubungan dengan alat pernafasan.
4.
Faktor fisiologis dan metabolik
Kebutuhan oksigen dan tahanan jalan nafas pada bayi lebih besar daripada
dewasa. Bila terjadi infeksi, metabolisme akan meningkat mengakibatkan
kebutuhan oksigen meningkat. Kebutuhan oksigen tersebut di capai dengan
menaikkan usaha pernafasan, dengan akibat pertama adalah kehilangan kalori dan
air; Kedua dibutuhkan kontraksi otot pernafasan yang sempurna. Karena pada bayi
dan anak kadar glikogen rendah, maka dengan cepat akan terjadi penimbunan asam
organik sebagai hasil metabolisme anaerib akibatnya terjadi asidosis.
2. Sebab gagal nafas
Jenis penyakit penyebab gagal nafas pada bayi / anak
penyebab
|
Bayi / Anak
|
Jalan nafas bagian atas :
Faring
Laring
Trakea
Jalan nafas bagian bawah
Bronkus/bronkiolus
Alveoli
Kompresi pulmonal
Susunan saraf
|
Makroglosis
Hipertropi tonsil
Laringotrakeobronkitis
Epiglotis akut
Laringitis difterika
Edema/stenosis pasca intubasi
Benda asing
Bronkiolitis
Status asmatikus
Pneumonia
Kelainan jantung bawaan
Trauma
Luka bakar
Pneumonia
Trauma dada
Trauma
Ensefalitis
Takaran obat berlebihan
Status epileptikus
Sindrom Guillain-Barre
|
Dikutip dari Brown dan Fisk, Anesthesia for Children,
Intensive Care
aspeect, Blackwell Scientific Publ (1979)
C. Patofisiologi dan Pathway
Terdapat 2 mekanisme dasar yang mengakibatkan kegagalan pernafasan yaitu
obstruksi saluran nafas dan konsolidasi atau kolaps alveolus. Apabila seorang
anak menderita infeksi saluran nafas maka akan terjadi :
1.
Sekresi trakeobronkial bertambah
2.
Proses peradangan dan sumbatan jalan nafas
3.
aliran darah pulmonal bertambah
4.
‘metabolic rate’
bertambah
Akibat edema mukosa, lendir yang tebal dan spasme otot polos maka lumen
saluran nafas berkurang dengan hebat. Hal ini mengakibatkan terperangkapnya
udara dibagian distal sumbatan yang akan menyebabkan gangguan oksigenasi dan
ventilasi. Gangguan difusi dan retensi CO2 menimbulkan hipoksemia dan
hipercapnea, kedua hal ini disertai kerja pernafasan yang bertambah sehingga
menimbulkan kelelahan dan timbulnya asidosis. Hipoksia dan hipercapnea akan
menyebabkan ventilasi alveolus terganggu sehingga terjadi depresi pernafasan,
bila berlanjut akan menyebabkan kegagalan pernafasan dan akirnya kematian.
Hipoksemia akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah pulmonal yang
menyebabkan tahanan alveolus bertambah, akibatnya jantung akan bekerja lebih
berat, beban jantung bertambah dan akirnya menyebabkan gagal jantung.
Akibat bertambahnya aliran darah paru, hipoksemia yang mengakibatkan permiabilitas
kapiler bertambah, retensi CO2 yang mengakibatkan bronkokontriksi dan
‘metabolic rate’ yang bertambah, terjadinya edema paru. Dengan terjadinya edema
paru juga terjadinya gangguan ventilasi dan oksigenisasi yang akhirnya dapat
menimbulkan gagal nafas.
Pathway
Etiologi (bronkiolitis, status asmatikus, pneumonia)
Penurunan respon pernafasan
Kegagalan pernafasan ventilasi
Ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi
Hipoventilasi
alveoli
Gangguan
difusi dan retensi CO2
Hipoksia
jaringan
Otak kardiovaskuler paru-paru
Sel
otak mati mekanisme
kompensasi (peningkatan
Heart rate
dan tekanan darah) kerja
pernafasan meningkat sekret, edema, wheezing PCO2
Tekanan intrakranial kelemahan otot jantung ( TD dan CO, bradikardi) kelelahan
, diaporosis, sianosis Gangguan
pertukaran gas Depresi
Pusat pernafasan
Kejang,
pusing, gelisah, penurunan curah
jantung intoleransi
aktivitas
kesadaran hipoventilasi (tachipnea)
gagal
jantung
Bradipnea
Kardio
Respirasi Arrest
Gangguan
proses keluarga resti terjadi
kematian
D. Manifestasi klinik
Umum : kelelahan,
berkeringat
Respirasi :
wheezing, merintih, menurun/menghilangnya suara nafas,
cuping Hidung retraksi, takipnea, bradipnea atau
apnea,
sianosis.
Kardiovaskuler :
bradikardia atau takikardia hebat, hipotensi/hipertensi,
pulsus Paroksus 12 mmHg, henti jantung.
Serebral : gelisah, iritabilitas, sakit
kepala, kekacauan mental,
kesadaran Menurun, kejang, koma.
E. Pemeriksaan penunjang
Pengenalan dini gagal nafas sulit diketahui secara klinis, pemeriksaan
laboratorium yang terpenting untuk membantu diagnosa gagal nafas ialah
pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui keadaan oksigenasi, ventilasi
dan keseimbangan asam basa, saturasi O2 dan pH darah.
Pada pemeriksaan BGA pada gagal nafas akan didapat Hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis (respiratorik atau metabolik).
F. Pengkajian keperawatan.
a.
Riwayat keluarga
·
Riwayat keluarga tentang alergi dan penyakit
keturunan
·
Riwayat pasien tentang gangguan petnafasan yang
baru diderita, terkena infeksi, adanya alergi/iritasi, trauma.
b. Kaji
keadaan dada
·
Kaji suara nafas dan suara nafas tambahan
·
Kaji adanya pembesaran anterior / posterior
ukuran dada
·
Kaji peningkatan dan penurunan taktil fremitus
·
Kaji adanya retraksi otot supraklafikula,
interkosta / subkostal
·
Kaji adanya hyperesonan (adanya distensi
alveoli)
·
Kaji adanya ekspirasi yang memanjang.
c.
Observasi pernafasan :
·
Frekuensi
Kaji adanya takipnue, normal, bradipnue
·
Kedalaman
Normal,
terlalu lambat (hypopnea), terlalu dalam (hyperpnea)
·
Kelancaran
Kurang usaha, dypnea, ortopnea berhubungan dengan adanya retraksi
interkostal / substernal, adanya wheezing, pulsus paradoxus (tekanan darah
turun saat inspirasi dan tekanan darah naik dengan ekspirasi)
·
Labored breating
Terus menerus, intermitten, secara tiba – tiba, kelelahan dalam usaha
pernafasan.
·
Tanda – tanda infeksi
Peningkatan suhu tubuh, pembesaran nodus limfa, inflamasi membran mukus,
keluarnya cairan purulen dari hidung dan kuping, adanya sputum yang purulen.
·
Batuk
Kaji karakteristik batuk (produktif/kering) kapan waktu terjadinya batuk
(hanya malam hari/setiap waktu), frekuensi batuk yang berkaitan dengan
aktivitas dan suhu.
·
Wheezing
Kapan terjadinya wheezing; saat inspirasi / ekspirasi, apakah memanjang,
terjadi secara tiba-tiba/berlahan-lahan.
·
Sianosis
Catat distribusi sianosis (periperal, daerah bibir, wajah), derajat,
durasi, keterkaitan dengan aktivitas.
·
Nyeri dada
Terjadi pada anak – anak catat lokasi, penyebaran ke leher/abdomen,
dalam/dangkal.
·
Sputum
Pasien anak – anak dapat mengeluarkan sputum pada bayi diperlukan section
untuk mendapatka sempel, catat volume, warna, bau, viskositas.
·
Adanya pernafasan yang buruk
Berhubungan dengan infeksi pernafasan.
d.
Kaji tanda terjadinya hipoxia
o
Hypotensi/hypertensi
o
Dyspnea
o
Bradikardi
o
Sianosis : perifer / sentral
o
Somnolen
o
Stupor
o
Coma
H. Diagnosa keperawatan dan Intervensi
keperawatan
1.
Gangguan pertukaran gas b/d perubahan suplay oksigen,
perubahan aliran darah ke pulmonal.
Kriteria hasil :
Anak
menunjukkan peningkatan kapasitas ventilasi dan pertukaran gas.
Intervensi :
o
Beri posisi yang dapat memaksimalkan ekspansi
paru; tinggikan kepala selama tidak ada kontraindikasi, cek secara teratur
posisi klien.
o
Pertahankan jalan nafas tetap terbuka, hindari
hyperektensi leher gunakan ‘sniffing’
posisi, anjurkan anak untuk mengeluarkan sputum.
o
Beri bantuan oksigen
o
Jika perlu pertahankan anak tetap puasa
o
Kaji warna kulit
o
Observasi usaha nafas : Observasi pergerakan
dada, kembang kempis dada dan penggunaan otot bantu pernafasan
o
Monitor BGA
2.
Resiko tinggi terjadi kematian b/d obstruksi jalan
nafas.
Kriteria hasil :
Anak
dapat bernafas, jalan nafas terbuka.
Intervensi :
o
Singkirkan penghalang (sekret) yang dapat
menghalangi pertukaran udara (jika mungkin)
o
Hindari situasi yang dapat menyebabkan obstruksi
jalan nafas atau aktivitas yang memerlukan kebutuhan oksigen yang berlebihan.
o
Siapkan peralatan emergensi
o
Lakukan managemen emergensi jalan nafas (RJP) sesuai
prosedur
3.
Gangguan proses keluarga b/d krisis situasi (penyakit
serius pada anak)
Kriteria hasil :
Keluarga
menunjukkan paham tentang penyakit anak dan dapat menggunakan koping yang
efektif.
Intervensi :
o
Beri informasi kepada keluarga tentang proses
penyakit pada anaknya
o
Terangkan tentang prosedur dan terapi yang
diberikan
o
Beri informasi tentang kondisi anak
o
Anjurkan untuk mengekpresikan perasaan keluarga
khususnya tentang kondisi dan prognosis anak.
o
Susun suport sistem keluarga.
4.
Intoleransi aktivitas b/d distress pernafasan
Kriteria
hasil : anak mampu melakukan
aktivitas tanpa merasa kelelahan.
Intervensi :
o
Kaji tingkat kemampuan aktivitas anak
o
Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
o
Atur posisi anak seseuai kebutuhan
o
Berikan periode istirahat dan hindari hal – hal
yang melelahkan anak.
LAMPIRAN
BANTUAN HIDUP DASAR PEDIATRIK
Langkah –
langkah tindakan resusitasi dapat dibagi menjadi tiga tahap :
Tahap I : Bantuan hidup dasar (BHD), terdiri atas :
A
(Airway) : menguasai jalan nafas
B
(Breathing): membuat nafas buatan
C (Circulation) : membuat aliran darah buatan
Tahap II :
Bantuan hidup lanjutan (BHL), terdiri dari :
D (Drug) : pengobatan dengan cairan dan obat
E
(EKG) : melakukan pemantauan dengan
alat
elektrokardiografi
F
(Fibrilasi) : menilai pengobatan dengan
defibrilator (untuk
fibrilasi
ventrikel)
Tahap III :
Bantuan hidup jangka panjang (BHJP), terdiri dari :
G (Gauging) :
menilai keadaan korban masih dapat diselamatkan
atau tidak
H (Human mentatiaon) : melakukan resusitasi
lanjutan dengan
orientasi Otak
I (Intensive care) : mengelola korban
secara intensif
PENGKAJIAN
1.
Jika curiga trauma kepala, jangan pindahkan atau
gerakkan kepala/leher anak.
Hindari
memindahkannya kalau anak tidak dalam bahaya injuri lebih lanjut, jika anda akan
membalikkan anak gulingkan kepala dan torso sebagai satu unit, dukung kepala
dan leher untuk mencegah pergerakan yang dapat menyebabkan injuri lebih lanjut.
2.
Coba untuk membangunkan anak.
Tepuk
anak dan panggil namanya dengan keras atau kibaskan ujung kakinya dan lihat
adanya respon / pergerakan.
3.
Segera cari bantuan.
4.
Jika anak tetap tidak berespon, mulai lakukan CPR
segera dengan membuka jalan nafas anak.
5.
Jika ada orang lain bersama anda, minta untuk menelpon
118 (gawat darurat) untuk minta bantuan.
Jika
anda sendirian tetaplah memulai RJP secepatnya, tidak usah berhenti untuk
menelpon 118, lakukan RJP selama 1 menit, lalu telepon 118 gawat darurat
secepatnya.
A = AIRWAY
(JALAN NAFAS)
1. Tempatkan anak dengan posisi telentang
(dengan punggung) pada permukaan yang keras dan rata.
2. Posisi kepala dengan tepat dan buka jalan
nafas dengan meletakkan tangan penolong pada dahi dan letakkan jari (bukan ibu
jari) dari tangan yang lain dibawah tulang rahang bawah dekat pertengahan dagu.
Hati – hati, jangan terlalu mendorong dahi
terlalu jauh kebelakang atau memberikan
tekanan terlalu kuat pada rahang bagian bawah.
Pastikan bibir anak terbuka, kemudian
angkat dan miringkan sedikit kepala
kebelakang untuk menposisikan titik langit – langit hidung agar memudahkan
pemberian O2. Posisi ini
penting untuk mengalirkan udara masuk batang tenggorokan kemudian menuju ke
paru-paru.
3. Jika terdapat muntahan, bersihkan mulut
anak sebelum memberikan bantuan pernafasan.
4. Bersihkan sekret atau muntahan dengan jari
atau spuit balon setelah memiringkan kepala anak.
Jika menggunakan spuit balon, peras dulu
sebelum meletakkannya kedalam mulut, kemudian lepaskan tekanan balon untuk
memindahkan meterial.
a. Jika
penolong melihat objek (sekret atau muntahan), masukkan tangan lain ke dalam mulut.
b.Gerakkan / pindahkan jari ke arah
anda ke dalam bagian belakang tenggorokan. Tindakan ini akan membantu membuang
benda asing.
B = BREATING (PERNAFASAN)
5.
Jika mulut sudah bersih, kembalikan posisi kepala dan
obserfasi dada untuk mengetahui apakah anak mulai bernafas. Tempatkan telinga
penolong dekat dengan mulut anak dan lihat, dengarkan, rasakan nafas anak
selama 3 – 5 detik.
6.
Jika anak tidak mulai bernafas, penolong harus
memberikan bantuan nafas pada anak.
a. Buka lebar mulut anak, tutup hidung dengan
jari dan tutup mulut anak dengan mulut anda.
b. Beri 2 tiupan pelan sekitar 1- 1 ½ detik
lamanya, berhenti sebentar untuk menarik nafas.
Setiap tiupan nafas harus
cukup untuk mengangkat atau mengembangkan dada.
7. Jika penolong tidak melihat pengembangan
dada, kembalikan posisi kepala dan coba lagi.
Setelah reposisi kepala, jika anda tetap
tidak melihat pengembangan dada, ikuti untuk perawatan anak tersedak.
8. Jika anak muntah, miringkan kepala dan
bersihkan mulut dengan jari atau dengan spuit balon.
C = CIRCULATION (SIRKULASI)
9.
Setelah memberikan 2 tiupan nafas dan melihat
pengembangan dada, jika anak belum bernafas periksa nadi anak.
10. Tempatkan
jari telunjuk dan jari tengah anda dengan ringan pada lengan bagian dalam
dekat tubuh anak. Rasakan selama 5 detik. Lakukan ini sebelum kasus
menjadi lebih gawat.
11. Jika terdapat nadi tetapi tidak ada pernafasan,
teruskan berikan nafas bantuan sampai anak mulai bernafas.
Pada
banyi, anak 1 – 8 tahun, kecepatan
kira-kira 1 kali nafas setiap 3 detik atau 20 kali per menit.
Bantuan
pernafasan merupakan hal yang diperlukan agar dapat mulai bernafas kembali.
Jika
sudah dapat bernafas, lihat langkah nomor 18.
12. Lakukan
RJP (kompresi jantung) jika tidak ada nadi.
13. Berikan posisi yang tepat untuk melakukan
kompresi jantung.
Gunakan satu tangan untuk memegang kepala
anak pada posisi yang benar. Gunakan
tangan lain, tarik garis imajinsi yang menghubungkan putting anak dan
letakkan 2 jari pada titik di bawah garis imajiner pada tulang rusuk.
14. Gunakan jari tengah dan kelingking, tekan
pada tulang rusuk dengan jarak ½ - 1 inci ulangi tekan 5 kali. Setiap setelah 5
kali kompresi berhenti dan beri anak 1 kali bantuan nafas.
15. Tekan dada kurang lebih 100 kali per
menit.
Untuk menghindari tidak terlalu cepat
hitung 1, 2, 3, 4, 5 dikepala anda.
16. Setelah sekitar 1 menit, berhenti dan
periksa anak untuk melihat apakah anak mulai bernafas atau nadi muncul.
Panggil nomor darurat 118 jika anda
sendiri.
Jika anda akan memindahkan anak untuk
mendapatkan bantuan/menghindari bahaya, usahakan untuk tidak menghentikan RJP
lebih dari 5 detik.
17. RJP dapat dihentikan jika setelah satu ini
muncul :
a.
Anak mulai bernafas dan detak jantung mulai kembali
normal.
b.
Anda digantikan oleh orang lain yang dapat melakukan
CPR.
c. Anda memperoleh bantuan medis dan sudah
dimulai tindakan lain.
d.
Anda kelelahan.
18. Posisi
pemulihan (Recovery Position).
Jika
anak mulai bernafas sendiri dan tidak dicurigai adanya injuri, letakkan anak
dengan posisi miring dengan kepala direbahkan pada lengan dan dengan tungkai
sebelah atas ditekuk lututnya dan istirahatkan pada permukaan yang kuat dan
rata.
Catat
gambaran yang terlihat dan segera telepon 118.
BAB 1V
PEMBAHASAN
Penyebab gagal nafas pada An A adalah kejang yang dialami selama + 5-10 menit yang disebabkan oleh panas tinggi
yang tidak tertangani secara tepat sehingga menyebabkan spasme otot pernafasan
yang menyebabkan kebutuhan oksigen tidak
dapat terpenuhi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan penyebab dari
gagal nafas antara lain: gangguan jalan nafas bagian atas, gangguan jalan nafas
bagian bawah serta gangguan susunan saraf.
Proses
terjadinya gagal nafas pada kejang adalah pada keadaan demam kenaikan suhu
tubuh 1° C akan menyebabkan kenaikan kebutuhan oksigen 20 – 60 %. Pada kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat dapat
terjadi difusi ion kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut sehingga
dapat mengakibatkan lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini
sedemikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel tetangganya dengan bantuan
neurotransmiter sehingga menyebabkan kejang. Kejang yang lama (>10 menit)
dapat menyebabkan spasme otot pernafasan sehingga menimbulkan apnue dan gagal
nafas.
Masalah
keperawatan yang utama pada gagal nafas adalah gangguan pertukaran gas, dimana
proses terjadinya adalah sebagai berikut Gagal nafas dapat menyebabkan
kegagalan ventilasi sehingga menyebbakan gangguan difusi dan retensi CO2 yang
menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnea yang menyebabkan gangguan ventilasi
alveolus, hipoventilasi alveoli sehingga pertukaran gas (oksigen) dalam tubuh
terganggu.
Masalah
keperawatan yang kedua adalah peningkatan suhu tubuh, peningkatan suhu tubuh
ini yang menyebabkan terjadinya kejang pada anak A. menurut teori proses
terjadinya kejang yang disebabkan oleh peningkatan suhu tubuh adalah sebagai
berikut kenaikan suhu tubuh 1° C akan menyebabkan kenaikan kebutuhan oksigen 20
– 60 %. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak
yang menderita kejang pada suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu tubuh 38°C sedangkan pada anak
dengan ambang kejang yang tinggi, kejang dapat terjadi pada suhu tubuh 40 °C
atau lebih. Pada An A saat sebelum kejang suhu tubuh 39,4°C. berdasarkan hal
tersebut prioritas penatalaksanaan berikutnya adalah menurunkan suhu tubuh
untuk mencegah terjadinya kejang ulang.
Masalah
keperawatan yang ketiga adalah perubahan proses keluarga b.d krisis situasi
yang disebabkan karena penyakit yang serius pada anak. Kecemasan yang dialami
oleh keluarga dapat disebabkan karena ketidaktahuan tentang kondisi yang
dialami oleh pasien sehingga Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah
memberikan penjelasan tentang keadaan yang dialami oleh klien, menjelaskan
tentang tujuan prosedur yang akan dilakukan, sehingga didiharapkan dengan
menurunkan kecemasan yang dialami oleh keluarga.
BAB V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Gagal
nafas merupakan suatu kegawatan yang memerlukan penanganan secara cepat, tepat
dan komprehensif dengan prioroitas ABC sebagai pedoman penanganan. Penyebab
dari gagal nafas juga harus dikelola secara tepat sehingga gagal nafas dapat
dicegah.
Masalah keperawatan pada gagal
nafas yang ditemukan pada anak A adalah gangguan pertukaran gas, peningkatan
suhu tubuh dan perubahan proses keluarga. Peningkatan suhu tubuh pada anak A
merupakan penyebab terjadinya kejang yang menyebabkan terjadinya gagal nafas,
berdasarkan hal tersebut tindakan keperawatan untuk menurunkan suhu tubuh
sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kejang berulang yang dapat
menyebabkan kejang.
B. Saran
Dalam melakukan penanganan
gagal nafas, terutama dalam penanganan A
(mempertahankan jalan nafas) harus
diperhatikan posisi tidur pasien, yaitu dalam posisi sniffing position, dengan cara posisi terlentang dengan meletakkan
ganjalan dibawah bahu. Posisi yang tepat dapat dapat mencegah jatuhnya lidah
kebelakang sehingga dapat menekan dinding farink bagian belakang yang akan
menutupi jalan nafas..
Dalam penanganan B (pemberian bantuan pernafasan) harus diperhatikan cara memberikan VTP secara
tepat, yaitu tekanan positif diberikan sesuai dengan irama pernafasan
penderita, yaitu saat terjadinya inspirasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar