A.
Pengertian.
Penyakit
jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit jantung artherostrofik)
merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner.
Plaque terbentuk pada percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri
koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah ke distal
dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di sebabkan
oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di
sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke
miokardium.
Kegagalan
sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang
berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena
obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi
permanen (miocard infarct) Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993.
B.
Resiko dan insidensi
Penyakit arteri
koronaria merupakan masalah kesehatan yang paling lazim dan merupakan penyebab
utama kematian di USA. Walaupun data epidemiologi menunjukan perubahan resiko
dan angka kematian penyakit ini tetap merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan
untuk mengadakan upaya pencegahan dan penanganan. Penyakit jantung iskemik
banyak di alami oleh individu berusia yang berusia 40-70 tahun dengan angka
kematian 20 %. (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).
Faktor resiko
yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner dapat di golongkan secara logis
sebagai berikut:
1.
Sifat pribadi Aterogenik.
Sifat aterogenik
mencakup lipid darah, tekanan darah dan diabetes melitus. Faktor ini
bersama-sama berperan besar dalam menentuak kecepatan artero- genensis (Kaplan
& Stamler, 1991).
2.
Kebiasaan hidup atau faktor lingkungan yang tak di
tentukan semaunya.
Gaya hidup yang
mempredisposisi individu ke penyakit jantung koroner adalah diet yang terlalu
kaya dengan kalori, lemak jenuh, kolesterol, garam serta oleh kelambanan fisik,
penambahan berat badan yang tak terkendalikan, merokok sigaret dan penyalah
gunaan alkohol (Kaplan & Stamler, 1991).
3.
Faktor resiko kecil dan lainnya.
Karena
faktor resiko yang di tetapkan akhir-akhir ini tidak tampak menjelaskan
keseluruhan perbedaan dalam kematian karena penyakit jantung koroner, maka ada
kecurigaan ada faktor resiko utama yang tak diketahui bernar-benar ada.
Berbagai
faktor resiko yang ada antara lain kontrasepsi oral, kerentanan hospes, umur
dan jenis kelamin (Kaplan & Stamler, 1991).
C.
Patofisiologi
Penyakit
jantung koroner dan micardiail infark merupakan respons iskemik dari miokardium
yang di sebabkan oleh penyempitan arteri koronaria secara permanen atau tidak
permanen. Oksigen di perlukan oleh sel-sel miokardial, untuk metabolisme aerob
di mana Adenosine Triphospate di bebaskan untuk energi jantung pada saat
istirahat membutuhakn 70 % oksigen. Banyaknya oksigen yang di perlukan untuk
kerja jantung di sebut sebagai Myocardial Oxygen Cunsumption (MVO2),
yang dinyatakan oleh percepatan jantung, kontraksi miocardial dan tekanan pada
dinding jantung.
Jantung yang
normal dapat dengan mudah menyesuaikan terhadap peningkatan tuntutan tekanan
oksigen dangan menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan volume darah ke
sekat-sekat jantung. Pada jantung yang mengalami obstruksi aliran darah
miocardial, suplai darah tidak dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi.
Keadaan adanya obstruksi letal maupun sebagian dapat menyebabkan anoksia dan
suatu kondisi menyerupai glikolisis aerobic berupaya memenuhi kebutuhan
oksigen.
Penimbunan asam
laktat merupakan akibat dari glikolisis aerobik yang dapat sebagai predisposisi
terjadinya disritmia dan kegagalan jantung. Hipokromia dan asidosis laktat
mengganggu fungsi ventrikel. Kekuatan kontraksi menurun, gerakan dinding segmen
iskemik menjadi hipokinetik.
Kegagalan
ventrikel kiri menyebabkan penurunan stroke volume, pengurangan cardiac out
put, peningkatan ventrikel kiri pada saat tekanan akhir diastole dan tekanan
desakan pada arteri pulmonalis serta tanda-tanda kegagalan jantung.
Kelanjutan dan
iskemia tergantung pada obstruksi pada arteri koronaria (permanen atau
semntara), lokasi serta ukurannya. Tiga menifestasi dari iskemi miocardial
adalah angina pectoris, penyempitan arteri koronarius sementara, preinfarksi
angina, dan miocardial infark atau obstruksi permanen pada arteri koronari
(Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).
D.
Mekanisme hipertensi meningkatkan resiko
Bila kebanyakan
pembacaan tekanan diastole tetap pada atau di atas 90 mmHg setelah 6-12 bulan
tanpa terapi obat, maka orang itu di anggap hipertensi dan resiko tambahan bagi
penyakit jantung koroner.
Secara
sederhana di katakan peningkatan tekanan darh mempercepat arterosklerosis dan
arteriosklerosis sehinggan ruptur dan oklusi vaskuler terjadi sekitar 20 tahu
lebih cepat daripada orang dengan normotensi. Sebagian mekanisme terlibat dalam
proses peningkatan tekanan darah yang mengkibatkan perubahan struktur di dalam
pembuluh darah, tetapi tekaan dalam beberpa cara terlibat langusng. Akibatnya,
lebih tinggi tekanan darah, lebih besar jumlah kerusakan vaskular.
E.
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit
Jantung Koroner
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, kelelahan,
ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di dapatkan Tachycardia dan dispnea pada
saat beristirahat atau pada saat beraktivitas).
b.
Sirkulasi
Mempunyai
riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes
melitus.
Tekanan darah
mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary
refill time, disritmia.
Suara jantung,
suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan
terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.
Murmur jika
ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak
berfungsi.
Heart rate mungkin
meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).
Irama jnatung
mungkin ireguler atau juga normal.
Edema: Jugular
vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal
jantung.
Warna kulit
mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.
c.
Eliminasi
Bising usus mungkin
meningkat atau juga normal.
d.
Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu
makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat
badan.
e.
Hygiene perseorangan
Dispnea atau nyeri dada
atau dada berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas.
f.
Neoru sensori
Nyeri kepala
yang hebat, Changes mentation.
g.
Kenyamanan
Timbulnya
nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan
nitrogliserin.
Lokasi nyeri
dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang
dan wajah.
Karakteristik
nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami.
Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai,
perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama
jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.
h.
Respirasi
Dispnea dengan
atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit
pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi,
pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga vesikuler.
Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.
i.
Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam
beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.
j.
Pengetahuan
Riwayat di dalam keluarga
ada yang menderita penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok.
k.
Studi diagnostik
ECG
menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi, gelombang T
inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang
mencerminkan adanya nekrosis.
Enzym dan
isoenzym pada jantung: CPK-MB
meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam
6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.
Elektrolit:
ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung dan
kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.
Whole blood
cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan.
Analisa gas
darah: Menunjukan terjadinya
hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis ata akut.
Kolesterol
atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan
terjadinya arteriosklerosis.
Chest X
ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma
ventrikiler.
Echocardiogram:
Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing
ruang pada jantung.
Exercise
stress test: Menunjukan kemampuan
jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas.
2.
Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan
a.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia
jaringan jantung atau sumbatan pada arteri koronaria.
Tujuan:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya
penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara
berelaksasi.
Rencana:
1.
Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
2.
Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
respirasi, kesadaran).
3.
Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila
terjadi nyeri dada.
4.
Ciptakn suasana lingkungan yangtenang dan nyaman.
5.
Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik
relaksasi.
6.
Kolaborasi dalam : Pemberian oksigen dan Obat-obatan
(beta blocker, anti angina, analgesic)
7.
Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan
pengobatan dengan narkosa.
b.
Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi
pada miokard.
Tujuan:
setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan kemampuan
dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak
adanya angina.
Rencana:
1.
Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum,
selama dan sesudah melakukan aktivitas.
2.
Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat
terlebih dahulu.
3.
Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.
4.
Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas
yang boleh dilakukan oleh pasien.
5.
Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa
aktivitas melebihi batas.
c.
Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan
dengan perubahan dalam rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload atau
peningkatan SVR, miocardial infark.
Tujuan: tidak
terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan keperawatan.
Rencana:
1.
Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua
lengan pada posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan).
2.
Kaji kualitas nadi.
3.
Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.
4.
Auskultasi suara nafas.
5.
Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.
6.
Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi
konsumsi kafeine.
7.
Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax,
pemberian obat-obatan anti disritmia.
d.
Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan tekanan darah, hipovolemia.
Tujuan: selama
dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.
Rencana:
1.
Kaji adanya perubahan kesadaran.
2.
Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan
penurunan kualitas nadi perifer.
3.
Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on
dorsoflextion), erythema, edema.
4.
Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).
5.
Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal
distensi, constipasi).
6.
Monitor intake dan out put.
7.
Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum
ceratinin dan elektrolit.
e.
Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess
berhubungan dengan penurunan perfusi organ (renal), peningkatan retensi
natrium, penurunan plasma protein.
Tujuan: tidak
terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam perawatan.
Rencana:
1.
Auskultasi suar nafas (kaji adanya crackless).
2.
Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan
terjadinya edema.
3.
Ukur intake dan output (balance cairan).
4.
Kaji berat badan setiap hari.
5.
Najurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan
maksimal 2000 cc/24 jam.
6.
Sajikan makan dengan diet rendah garam.
7.
Kolaborasi dalam pemberian deuritika.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C long. (1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran
Bandung.
Carpenito J.L. (1997). Nursing
Diagnosis. J.B Lippincott. Philadelpia.
Carpenito J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8
EGC. Jakarta.
Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi
Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
Hudack & Galo. (1996). Perawatan Kritis. Pendekatan
Holistik. Edisi VI, volume I EGC. Jakarta.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media
aesculapius Universitas Indonesia. Jakarta.
Kaplan, Norman M. (1991). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner.
EGC Jakarta.
Lewis T. (1993). Disease of The Heart. Macmillan. New York.
Marini L. Paul. (1991). ICU
Book. Lea & Febriger. Philadelpia.
Morris D. C. et.al, The Recognation and treatment of Myocardial
Infarction and It’sComplication.
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. (1993). Proses Keperawatan Pada
Pasien Dengan Gangguan Sistem Krdiovaskuler. Departemen Kesehatan. Jakarta.
Tabrani. (1998). Agenda Gawat
Darurat. Pembina Ilmu. Bandung.
(1994).
Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Penyakit Jantung. Fakultas Kedokteran
Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar