I. Pengertian
Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring
yang berasal dari epitel mukosa
nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.
Carsinoma
Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian besar kien
datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.
II. Anatomi Nasofaring.
Nasofaring
letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di
sebelah dorsal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane.
Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut
menentukan kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan
rongga yang mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Atas : Basis kranii.
Bawah : Palatum mole
Belakang : Vertebra servikalis
Depan : Koane
Lateral : Ostium tubae
Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus faringeus).
Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila
faringika.
III. Epidemiologi
Di Asia Tenggara lebih dari 10%, di Cina Selatan
mencapai 50%. Daerah Eropa dan Amerika Serikat jarang. Banyak terdapat pada
etnis Cina, juga terdapat dalam frekuensi tinggi pada etnis Cina yang tinggal
di Eropa dan Amerika Serikat. Jadi ada sensitivitas yang terikat pada golongan
etnik untuk mendapatkan penyakit ini.
Di Indonesia, berdasarkan “pathology based”
mendapatkan angka 4,7 per 1000 penduduk pertahun. Di RSCM keturunan Cina
prevalensinya 4,1-0,8 per 1000 penderita baru, sedangkan Indonesia asli 0,7-2,3.
Laki-laki ditemukan lebih banyak dari wanita yaitu 2-3
: 1, usia 40-50 tahun
IV. Etiologi
Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan
sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam
tubuh danb tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka
waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini
dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus
menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat
mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan Ca Nasofaring. Mediator yang
berpengaruh untuk timbulnya Ca Nasofaring :
1.
Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
2.
Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan
kebiasaan hidup.
3.
Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen,
benzoantrance, gas kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
4.
Ras dan keturunan (Malaysia,
Indonesia)
5.
Radang kronis nasofaring
6.
Profil HLA
V. Tanda dan Gejala
Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomic nasofaring terhadap
hidung, tuba Eustachii dan dasar tengkorak
§
Gejala Hidung :
Ò
Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga
mudah terjadi perdarahan.
Ò
Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena
pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya :
pilek kronis, ingus kental, gangguan penciuman.
§
Gejala telinga
Ò
Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor
mula-mula dofosa Rosen Muler, pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan
muara tuba ( berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran)
Ò
Otitis Media Serosa sampai perforasi dan
gangguan pendengaran
§
Gejala lanjut
Ò
Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe,
sel-sel kanker dapat mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam
kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak
benjolan dileher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar
akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.
VI. Pembagian Karsinoma Nasofaring
Menurut Histopatologi :
§ Well
differentiated epidermoid carcinoma.
-
Keratinizing
-
Non Keratinizing.
§ Undiffeentiated
epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma
-
Transitional
-
Lymphoepithelioma.
§ Adenocystic
carcinoma
Menurut bentuk dan cara tumbuh
§ Ulseratif
§ Eksofilik : Tumbuh keluar seperti polip.
§
Endofilik : Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit
lebih tinggi dari jaringan sekitar (creeping tumor)
VII. Klasifikasi
Histopatologi menurut WHO (1982)
Tipe WHO 1
- Karsinoma
sel skuamosa (KSS)
- Deferensiasi
baik sampai sedang.
- Sering
eksofilik (tumbuh dipermukaan).
Tipe WHO 2
- Karsinoma
non keratinisasi (KNK).
- Paling
banyak pariasinya.
- Menyerupai
karsinoma transisional
Tipe WHO 3
- Karsinoma
tanpa diferensiasi (KTD).
- Seperti antara lain limfoepitelioma,
Karsinoma anaplastik, “Clear Cell
Carsinoma”, varian sel spindel.
- Lebih
radiosensitif, prognosis lebih baik.
Indonesia Cina
Tipe WHO 1 29% 35%
2 14% 23%
3 57% 42%
VIII. Perluasan Tumor ke Jaringan Sekitar
1.
Perluasan ke atas : ke N.II dan N. VI, keluhan
diplopia, hipestesi pipi
2.
Sindrom petrosfenoid terjadi jika semua saraf grup
anterior terkena dengan gejala khas :
§
Neuralgia trigeminal unilateral
§
Oftalmoplegia unilateral
§
Amaurosis
§
Gejala nyeri kepala hebat akibat penekanan tumor
pada duramater
3.
Perluasan ke belakang : N.VII-N.XII, trismus, sulit
menelan, hiper/hipo/anestesi palatum,faring dan laring,gangguan respirasi dan
salvias, kelumpuhan otot trapezius, stenokleidomastoideus, hemiparalisis dan
atrofi sebelah lidah.
4.
Manifestasi kelumpuhan :
·
N IX: kesulitan
menelan akibat hemiparese otot konstriktor superior serta gangguan pengecap
pada sepertiga belakang lidah.
·
N X :
Hiper / hipo / anestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai
gangguan respirasi dan salvias.
·
N XI : kelumpuhan atau atropi otot-otot
trapezius, sterno – kleido mastoideus, serta hemiparese palatum mole.
·
N XII :
hemiparese dan atropi sebelah lidah.
IX. PENENTUAN STADIUM :
TUMOR
SIZE (T)
|
|
T
|
Tumor primer
|
T0
|
Tidak tampak
tumor
|
T1
|
Tumor terbatas
pada satu lokasi saja
|
T2
|
Tumor
dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas pada rongga
nasofaring
|
T3
|
Tumor telah
keluar dari rongga nasofaring
|
T4
|
Tumor teah
keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang tengkorak atau saraf-saraf
otak
|
Tx
|
Tumor tidak
jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
|
REGIONAL
LIMFE NODES (N)
|
|
N0
|
Tidak ada
pembesaran
|
N1
|
Terdapat
pembesarantetapi homolateral dan masih
bisa digerakkan
|
N2
|
Terdapat
pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat digerakkan
|
N3
|
Terdapat
pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun bilateral yang sudah
melekat pada jaringan sekitar
|
METASTASE
JAUH (M)
|
|
M0
|
Tidak ada
metastase jauh
|
M1
|
Metastase jauh
|
Ø
Stadium I
: T1 No dan Mo
Ø
Stadium
II : T2 No dan Mo
Ø
Stadium
III : T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo
Ø
Stadium
IV : T4 dan No/N1 dan Mo atau
T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Mo atau
T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1
X. Pemeriksaan Penunjang
Nasofaringoskopi
1.
Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter
2.
Biopsi multiple
3.
Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT
Scan, Bone scantigraphy (bila dicurigai metastase tulang)
4.
Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui
perluasan tumor kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi
kesaraf otak, manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai.
XI. Penatalaksanaan
1.
Radioterapi : hal yang perlu dipersiapkan adalah KU
pasien baik, hygiene mulut, bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu.
2.
Kemoterapi
3.
Pembedahan
IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN
MUNCUL
- Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan
- Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan nutrisi..
- Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun
- Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d misintepretasi informasi, ketidak familiernya sumber informasi.
- Resiko Aspirasi b/d inefektif reflek menelan
- Harga diri Rendah b/d perubahan perkembangan penyakit, pengobatan penyakit.
RENPRA NPC
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
1
|
Bersihan jalan nafas tidak
efektif b.d sekresi berlebihan
|
Setelah dilakukan askep .... jam status
respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas dengan Kriteria :
· Tidak ada panas
· Cemas tidak ada
· Obstruksi tidak ada
· Respirasi dalam batas normal 16-20x/mnt
· Pengeluaran sputum dari jalan nafas
· paru bersih
|
Airway Management/Manajemen jalan nafas
· Bebaskan jalan nafas.
· Posisikan klien untuk memaksimalkan
ventilasi
· Identifikasi apakah klien membutuhkan insertion airway
· Jika perlu, lakukan terapi fisik (dada)
· Auskultasi suara nafas, catat daerah
yang terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi
· Berikan bronkhodilator, jika perlu
· Atur pemberian O2, jika perlu
· Atur intake cairan agar seimbang
· Atur posisi untuk mengurangi dyspnea
· Monitor status pernafasan dan oksigenasi
Airway Suctioning/Suction jalan nafas
· Keluarkan sekret dengan dorongan batuk/suctioning
· Lakukan suction pada
endotrakhel/nasotrakhel, jika perlu
|
2
|
Nyeri akut b/d agen injuri
fisik
|
Setelah dilakukan askep ….. jam
klien menunjukkan tingkat kenyamanan
dan level nyeri: klien terkontrol dg KH:
·
Klien melaporkan nyeri berkurang skala nyeri
2-3
·
Ekspresi wajah tenang, klien mampu istirahat
dan tidur
·
V/S dbn (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR:
16-20x/mnt)
|
Manajemen nyeri :
·
Kaji tingkat nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi.
·
Observasi
reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
·
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
·
Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
·
Kurangi faktor presipitasi nyeri.
·
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis)..
·
Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
·
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
·
Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
·
Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
·
Monitor penerimaan klien tentang manajemen
nyeri.
Administrasi analgetik :
·
Cek program pemberian analogetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
·
Cek riwayat alergi..
·
Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan
dosis optimal.
·
Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
analgetik.
·
Berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri muncul.
·
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
|
3
|
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutisi in adekuat, faktor biologis
|
Setelah dilakukan askep …. jam
klien menunjukan status nutrisi
adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat
energi adekuat, masukan nutrisi adekuat
|
Manajemen Nutrisi
·
kaji pola makan klien
·
Kaji adanya alergi makanan.
·
Kaji makanan yang disukai oleh klien.
·
Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan
nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
·
Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan
nutrisinya.
·
Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup
serat untuk mencegah konstipasi.
·
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
dan pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
·
Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
·
Monitor respon klien terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
·
Monitor lingkungan selama makan.
·
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
bersamaan dengan waktu klien makan.
·
Monitor adanya mual muntah.
·
Monitor adanya gangguan dalam proses
mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
·
Monitor intake nutrisi dan kalori.
|
4
|
Risiko infeksi b/d imunitas
tubuh primer menurun, prosedur invasive
|
Setelah dilakukan askep …… jam
tidak terdapat faktor risiko infeksi pada
klien dibuktikan dengan status imune klien adekuat: bebas dari gejala
infeksi, angka lekosit normal (4-11.000),
|
Konrol infeksi :
·
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
lain.
·
Batasi pengunjung bila perlu.
·
Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci
tangan saat kontak dan sesudahnya.
·
Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci
tangan.
·
Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
·
Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat
pelindung.
·
Pertahankan lingkungan yang aseptik selama
pemasangan alat.
·
Lakukan perawatan luka dan dresing infus
setiap hari.
·
Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
·
berikan antibiotik sesuai program.
Proteksi terhadap infeksi
·
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal.
·
Monitor hitung granulosit dan WBC.
·
Monitor kerentanan terhadap infeksi..
·
Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
·
Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase.
·
Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
·
Ambil kultur jika perlu
·
Dorong istirahat yang cukup.
·
Monitor perubahan tingkat energi.
·
Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
·
Instruksikan klien untuk minum antibiotik
sesuai program.
·
Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan
gejala infeksi.
·
Laporkan kecurigaan infeksi.
·
Laporkan jika kultur positif.
|
5
|
Kurang pengetahuan tentang
penyakit dan perawatan nya b/d kurang terpapar dg informasi, terbatasnya
kognitif
|
Setelah
dilakukan askep ........ jam, pengetahuan
klien meningkat. Dg KH:
·
Klien / keluarga mampu menjelaskan kembali
penjelasan yang telah dijelaskan
·
Klien / keluarga kooperatif saat dilakukan
tindakan.
|
Teaching : Dissease
Process
· Kaji
tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit
· Jelaskan tentang patofisiologi penyakit,
tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin
· Sediakan informasi tentang kondisi klien
· Siapkan keluarga atau orang-orang yang
berarti dengan informasi tentang perkembangan klien
· Sediakan informasi tentang diagnosa
klien
· Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan
atau kontrol proses penyakit
· Diskusikan tentang pilihan tentang
terapi atau pengobatan
· Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan
atau terapi
· Dorong klien untuk menggali
pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan
· Gambarkan komplikasi yang mungkin
terjadi
· Anjurkan klien untuk mencegah efek
samping dari penyakit
· Gali sumber-sumber atau dukungan yang
ada
· Anjurkan klien untuk melaporkan tanda
dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan
·
kolaborasi
dg tim yang lain.
|
6
|
Risiko aspirasi b/d
inefektifnya reflek menelan
|
Setelah dilakukan askep …. jam tidak
terjadi aspirasi / Aspiration
tercontrol
Kriteria Hasil :
·
Dapat bernafas dengan mudah dan frekuensi
normal (16-20x/mnt).
·
Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi
aspirasi, dan mampu melakukan oral hygien, serta posisi tegak selama M/M
·
Menghindari factor risiko
·
Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak
merasa tercekik dan tidak ada suara nafas abnormal
|
Aspiration precaution
·
Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan
kemampuan menelan
·
Monitor status paru
·
Pelihara jalan nafas
·
Monitor v/s
·
Lakukan suction jika diperlukan
·
Cek nasogastrik sebelum makan
·
Hindari makan kalau residu masih banyak
·
Potong makanan kecil kecil
·
Haluskan obat sebelum pemberian
·
Naikkan kepala 30-45 derajat pada saat dan
setelah makan
·
Jika pasien menunjukkan gejala mual muntah,
posisikan klien miring.
·
Jika perlu suapi klien perlahan dan berikan
waktu cukup untuk mengunyah / menelan
|
7
|
Defisit self care b/d kelemahan
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu Perawatan diri
Self care
:Activity Daly Living (ADL) dengan indicator :
·
Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
(makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)
·
Kebersihan diri pasien terpenuhi
|
Bantuan perawatan diri
·
Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan
diri
·
Monitor kebutuhan akan personal hygiene,
berpakaian, toileting dan makan
·
Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan
untuk merawat diri
·
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
·
Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai kemampuannya
·
Pertahankan aktivitas perawatan diri secara
rutin
·
Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
·
Berikan reinforcement atas usaha yang
dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.
|
8
|
Harga diri rendah b/d perubahan
gaya hidup
|
Setelah dilakukan askep …. jam klien menerima keadaan dirinya Dg KH:
·
Mengatakan penerimaan diri & keterbatasan
diri
·
Menjaga postur yang terbuka
·
Menjaga kontak mata
·
Komunikasi terbuka
·
Secara seimbang dapat berpartisipasi dan
mendengarkan dalam kelompok
·
Menerima kritik yang konstruktif
·
Menggambarkan kebanggaan terhadap diri
|
Peningkatan
harga diri
·
Monitor pernyataan pasien tentang harga diri
·
Anjurkan pasien utuk mengidentifikasi kekuatan
·
Anjurkan kontak mata jika berkomunikasi dengan
orang lain
·
Bantu pasien mengidentifikasi respon positif
dari orang lain.
·
Berikan pengalaman yang meningkatkan otonomi
pasien.
·
Fasilitasi lingkungan dan aktivitas
meningkatkan harga diri.
·
Monitor frekuensi pasien mengucapkan negatif
pada diri sendiri.
·
Yakinkan pasien percaya diri dalam
menyampaikan pendapatnya
·
Anjurkan pasien untuk tidak mengkritik
negatif terhadap dirinya
·
Sampaikan percaya diri terhadap kemampuan
pasien mengatasi situasi
·
Bantu pasien menetapkan tujuan yang realistik
dalam mencapai peningkatan harga diri.
·
Bantu pasien menilai kembali persepsi negatif
terhadap dirinya.
·
Anjurkan pasien untuk meningkatkan tanggung
jawab terhadap dirinya.
·
Gali alasan pasien mengkritik diri sendiri
·
Anjurkan pasien mengevaluasi perilakunya.
·
Berikan reward kepada pasien terhadap
perkembangan dalam pencapaian tujuan
·
Monitor tingkat harga diri
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar