A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah serangkainan kejadian
patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit
kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Mendis
,RS DR Sardjito)
Cendera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian
besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)
B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas
2 Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda
5. Luka tembak
C. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala
bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi
yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek
,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi
yaitu berdasarkan
- Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan
cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan
mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan
oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah
suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
- Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara
kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi
beratnya penderita cedera kepala
a.
Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan
kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde.
Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma
b.
Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau
amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8,
kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat
mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.
Skala Koma Glasgow
No
|
RESPON
|
NILAI
|
1
|
Membuka Mata :
·
Spontan
·
Terhadap rangsangan suara
·
Terhadap nyeri
·
Tidak ada
|
4
3
2
1
|
2
|
Verbal :
·
Orientasi baik
·
Orientasi terganggu
·
Kata-kata tidak jelas
·
Suara tidak jelas
·
Tidak ada respon
|
5
4
3
2
1
|
3
|
Motorik :
·
Mampu bergerak
·
Melokalisasi nyeri
·
Fleksi menarik
·
Fleksi abnormal
·
Ekstensi
·
Tidak ada respon
|
6
5
4
3
2
1
|
Total
|
3-15
|
3. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala
dibagi atas :
a.
Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat
terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur
dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis
frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan
petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
*
Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
*
Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
*
Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
*
Parese nervus facialis ( N
VII )
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang
menekan ke dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan
tindakan pembedahan.
b.
Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua
jenis lesi sering terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
·
Perdarahan Epidural
·
Perdarahan Subdural
·
Kontusio (perdarahan intra cerebral)
Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun
keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan
koma. Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus
dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus
( CAD).
1) Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan
calvaria. Umumnya terjadi pada regon
temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media (
Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan
dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh
gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian
gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese,
papil edema dan gejala herniasi transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan
perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan
gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi
kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa
cembung
2)
Perdarahan
subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural(
kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat
robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus
venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi
pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi
seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan
prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.
3)
Kontusio dan
perdarahan intracerebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal,
walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan
cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau
jam mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral. Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan
neurologist lebih lanjut
4) Cedera
Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi
dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera
kepala.
Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak
terganggu, namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam
berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali
tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan
bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan
amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera klasik adalah
cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini
selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan
ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu
lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik penderita ini akan sadar kembali
dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan komosio cerebri klasik
pulih kembali tanpa cacat neurologist, namun pada beberapa penderita dapat
timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu misalnya
: kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala lainnya.
Gejala-gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup
berat. Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana
penderita mengalami coma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak
diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemi. Biasanya penderita dalam
keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu, penderita sering
menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi dan bila pulih sering tetap
dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering
menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan
hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer.
D.
PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA
Akibat dari trauma/ cedera kepala akan mengakibatkan
fragmentasi jaringan dan kontusio atau akan mengakibatkan cedera jaringan
otak sehingga menyebabkan sawar darah
otak (SDO) rusak yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan eksudasi cairan
sehingga timbul edema. Edema menyebabkan peningkatan TIK ( Tekanan Intra Kranial
), yang pada gilirannya akan menurunkan aliran darah otak (ADO), iskemia, hipoksia, asidosis ( penurunan
PH dan peningkatan PCO2) dan kerusakan
sawar darah otak lebih lanjut. Siklus ini akan berlanjut hingga terjadi
kematian sel dan edema. Bila digambarkan adalah sebagai berikut :
D.
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya
cedera kepala. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling
sensitive yang dapat dilihat
dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale) dan adanya peningkatan
tekanan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan
dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan
pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
E.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Pemeriksaan laboratorium
2.
X-Ray, foto tengkorak 3 posisi
3.
CT scan
4.
Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervical
5.
Aeteriografi
F.
KOMPLIKASI
a.
Perdarahan intra cranial
-
Epidural
-
Subdural
-
Sub arachnoid
-
Intraventrikuler
Malformasi faskuler
-
Fstula karotiko-kavernosa
-
Fistula cairan cerebrospinal
-
Epilepsi
-
Parese saraf cranial
-
Meningitis atau abses otak
-
Sinrom pasca trauma
b.
Tindakan :
-
infeksi
-
Perdarahan ulang
-
Edema cerebri
-
Pembengkakan otak
G.
PENATALAKSANAAN
- Tindakan terhadap peningkatan TIK
a.
Pemantauan TIK
dengan ketat.
b.
Oksigenasi
adekuat
c.
Pemberian
manitol
d.
Penggunaan
steroid
e.
Peninggatan
tempat tidur pada bagian kepala
f.
Bedah neuro
- Tindakan pendukung lain
a.
Dukung ventilasi
b.
Pencegahan kejang
c.
Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan
nutrisi.
d.
Terapi antikonvulsan
e.
CPZ untuk menenangkan pasien
f.
NGT
I. PENATALAKSANAAN TRAUMA KEPALA YANG
MEMERLUKAN TINDAKAN BEDAH SARAF :
Penatalaksanaan trauma kepala yang memerlukan tindakan bedah saraf,
merupakan proses yang terdiri dari serangkaian tahapan yang saling berkaitan
satu sama lain dalam mengambil keputusan dalam melakukan tindakan pembedahan
antara lain adalah sebagai berkut :
1.
Tahap I :
a.
Penilaian awal pertolongan pertama, dengan
memprioritaskan penilaian yaitu :
Ø
Airway :
Jalan Nafas
-
Membebaskan jalan dari sumbatan lendir, muntahan, benda
asing
-
Bila perlu dipasang endotrakeal
Ø
Breathing
: Pernafasan
- Bila pola pernafasan terganggu dilakukan nafas
buatan atau ventilasi dengan respirator.
Ø
Cirkulation : Peredaran darah
-
Mengalami hipovolemik syok
-
Infus dengan cairan kristaloid
-
Ringer lactat, Nacl 0,9%, D5% ,),45 salin
Ø
Periksa adanya kemungkinan adanya perdarahan
Ø
Tentukan hal berikut : lamanya tak sadar,
lamanya amnesia post trauma, sebab cedera, nyeri kepala, muntah.
Ø
Pemeriksaan fisik umum dan neurologist.
Ø
Monitor EKG.
b.
Diagnosis dari pemeriksaan laborat dan foto penunjang
telah dijelaskan didepan.
c.
Indikasi konsul bedah saraf :
§
Coma berlangsung > 6 jam.
§
Penurunan kesadaran ( gg neurologos progresif)
§
Adanya tanda-tanda neurologist fokal, sudah ada
sejak terjadi cedera kepala.
§
Kejang lokal atau umum post trauma.
§
Perdarahan intra cranial.
2.
Tahap II : Observasi perjalanan klinis dan perawatan
suportif.
3.
Tahap III :
a.
Indikasi pembedahan
§
Perlukaan pada kulit kepala.
§
Fraktur tulang kepala
§
Hematoma intracranial.
§
Kontusio jaringan otak yang mempunyai diameter
> 1 cm dan atau laserasi otak
§
Subdural higroma
§
Kebocoran cairan serebrospinal.
b.
Kontra indikasi
§
Adanya tanda renjatan / shock, bukan karena
trauma tapi karena sebab lain missal : rupture alat viscera ( rupture hepar,
lien, ginjal), fraktur berat pada ekstremitas.
§
Trauma kepala dengan pupil sudah dilatasi
maksimal dan reaksi cahaya negative, denyut nadi dan respirasi irregular.
c.
Tujuan pembedahan
§
Mengeluarkan bekuan darah dan jaringan otak yang
nekrose
§
Mengangkat tulang yang menekan jaringan otak
§
Mengurangi tekanan intracranial
§
Mengontrol perdarahan
§
Menutup / memperbaiki durameter yang rusak
§
Menutup defek pada kulit kepala untuk mencegah
infeksi atau kepentingan kosmetik.
d.
Pesiapan pembedahan
§
Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas
§
Pasang infuse
§
Observasi tanda-tanda vital
§
Pemeriksaan laboratorium
§
Pemberian antibiotic profilaksi
§
Pasang NGT,
DC
§
Therapy untuk menurunkan TIK, dan anti konvulsan
4.
Tahap IV :
a.
Pembedahan spesifik
§
Debridemen
§
Kraniotomi yang cukup luas
-
EDH bila CT Scan menunjukkan lesi yang jelas, bila <
1,5 – 1 cm belum perlu operasi
-
SDH akut diperlukan craniotomy luas.
-
Hematom intra serebral dan kontusio serebri dengan efek
massa yang
jelas.
-
Intra ventrikuler hematoma 9 kraniotomi – aspirasi
hematoma, bila timbul tanda-tanda hidrosepalus dilakukan vpshunt)
-
Pada laserasi otak
-
Pada fraktur kepala terbuka dan fraktur yang menekan
tertutup
b. Evaluasi komplikasi yang perlu
diperhatikan
§
Perdarahan ulang
§
Kebocoran cairan otak
§
Infekso pada luka atau sepsis
§
Timbulnya edea cerebri
§
Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat
peningkatan TIK
§
Nyeri kepala setelah penderita sadar
§
Konvulsi
J. DIAGNOSA
KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :
1.
Nyeri akut b. d agen injuri fisik
2.
Resiko infeksi b.d trauma, tindakan invasife,
immunosupresif, kerusakan jaringan
3.
Ketidak seimbangan nutrisi kurang kebutuhan tubuh b. d
ketidakmampuan pemasukan makanan atau mencerna makanan dan atau mengabsorbsi
zat-zat gizi karena faktor biologis.
4.
PK : Peningkatan TIK
5.
Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan
perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi, keterbatasan kognitif
6.
Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya
RENPRA TRAUMA KEPALA
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
1
|
Nyeri akut b/d agen injuri
fisik
|
Setelah
dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:
·
Klien
melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3
·
Ekspresi wajah tenang
·
klien
dapat istirahat dan tidur
·
v/s dbn
|
Manajemen nyeri :
·
Kaji nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
·
Observasi
reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.
·
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
·
Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
·
Kurangi faktor presipitasi nyeri.
·
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
·
Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
·
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
·
Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
·
Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
Administrasi analgetik :.
·
Cek program pemberian analgetik; jenis, dosis,
dan frekuensi.
·
Cek riwayat alergi.
·
Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan
dosis optimal.
·
Monitor TV
·
Berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri muncul.
·
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda gejala dan
efek samping.
|
2
|
Risiko infeksi b/d imunitas
tubuh primer menurun, prosedur invasive, adanya luka
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan … jam tidak terdapat
faktor risiko infeksi dg KH:
·
Tdk ada tanda-tanda infeksi
·
AL
normal
·
V/S dbn
|
Konrol infeksi :
·
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
lain.
·
Batasi pengunjung bila perlu.
·
Intruksikan kepada pengunjung untuk mencuci
tangan saat berkunjung dan sesudahnya.
·
Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci
tangan.
·
Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
·
Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat
pelindung.
·
Pertahankan lingkungan yang aseptik selama
pemasangan alat.
·
Lakukan perawatan luka, dainage, dresing infus
dan dan kateter setiap hari.
·
Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
·
berikan antibiotik sesuai program.
Proteksi terhadap infeksi
·
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal.
·
Monitor hitung granulosit dan WBC.
·
Monitor kerentanan terhadap infeksi.
·
Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
·
Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase.
·
Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
·
Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip
jika perlu
·
Dorong masukan nutrisi dan cairan yang
adekuat.
·
Anjurkan istirahat yang cukup.
·
Anjurkan dan ajarkan mobilitas dan latihan.
·
Instruksikan klien untuk minum antibiotik
sesuai program.
·
Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan
gejala infeksi.
·
Laporkan kecurigaan infeksi.
|
3
|
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekuat k/ faktor biologis
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan … jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:
·
BB stabil,
·
nilai laboratorium terkait normal,
·
tingkat energi adekuat,
·
masukan nutrisi adekuat
|
Manajemen Nutrisi
·
Kaji adanya alergi makanan.
·
Kaji makanan yang disukai oleh klien.
·
Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi
terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
·
Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan
nutrisinya.
·
Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup
serat untuk mencegah konstipasi.
·
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
·
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
Monitor Nutrisi
·
Monitor BB jika memungkinkan
·
Monitor respon klien terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
·
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
bersamaan dengan waktu klien makan.
·
Monitor adanya mual muntah.
·
Monitor adanya gangguan dalam input makanan
misalnya perdarahan, bengkak dsb.
·
Monitor intake nutrisi dan kalori.
·
Monitor kadar energi, kelemahan dan kelelahan.
|
4
|
PK: PeningkatanTIK
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan … jam perawat akan mengatasi dan mengurangi episode dari
peningkatan TIK
|
·
Pantau tanda gejala peningkatan TIK ( kaji
GCS, TV, respon pupil,, muntah, sakit kepala, letargi, gelisah, nafas keras,
gerakan tak bertujuan, perubahan mental)
·
Atur posisi tidur klien dengan tempat tidur
bagian kepala lebuh tinggi (30-40 derajat) kecuali dikontraindikasikan.
·
Hindari massage, fleksi / rotasi leher
berlebihan, stimulasi anal dengan jari, mengejan, perubahan posisi yang cepat
·
Ajarkan klien untuk ekspirasi selama perubahan
posisi.
·
berika lingkungan yang tenang dan tingkatkan
istirahat
·
Pantau V/S
·
Pantau
AGD
·
Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya
·
pantau status hidrasi
|
5
|
Kurang pengetahuan tentang
penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi, keterbatan
kognitif
|
Setelah dilakukan askep …. Jam
pengetahuan klien meningkat dg KH:
·
Klien dapat mengungkapkan kembali yg
dijelaskan.
·
Klien kooperatif saat dilakukan tindakan
|
Pendidikan kesehatan : proses penyakit
·
Kaji pengetahuan klien.
·
Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda
gejala serta komplikasi yang mungkin terjadi
·
Berikan informasi pada keluarga tentang
perkembangan klien.
·
Berikan informasi pada klien dan keluarga
tentang tindakan yang akan dilakukan.
·
diskusikan pilihan terapi
·
Berikan penjelasan tentang pentingnya tirah
baring
·
jelaskan komplikasi kronik yang mungkin akan
muncul bila klien tidak patuh
|
6
|
Sindrom defisit self care b/d
kelemahan, penyakitnya
|
Setelah dilakukan askep … jam
klien dan keluarga dapat merawat diri
: dengan kritria :
·
kebutuhan klien sehari-hari terpenuhi (makan,
berpakaian, toileting, berhias, hygiene, oral higiene)
·
klien bersih dan tidak bau.
|
Bantuan perawatan diri
·
Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan
diri yang mandiri
·
Monitor kebutuhan akan personal hygiene,
berpakaian, toileting dan makan, berhias
·
Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan
untuk merawat diri
·
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya
sehari-hari.
·
Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai kemampuannya
·
Pertahankan aktivitas perawatan diri secara
rutin
·
dorong untuk melakukan secara mandiri tapi
beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
·
Berikan reinforcement positif atas usaha yang
dilakukan.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar