ANALISIS MODEL ADAPTASI ROY DENGAN PENDEKATAN PROSES KEPERAWATAN



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Model Adaptasi Roy diturunkan dari berbagai teori sebelumnya, di antaranya teori Harry Helson mengenai psikofisika yang diperluas menjadi ilmu sosial dan perilaku. Pada teori adaptasi Helson, proses adaptasi merupakan fungsi dari stimulus yang datang dan tingkat adaptif. Stimulus merupakan semua faktor yang bisa menimbulkan respon. Stimulus dapat muncul dari lingkungan internal maupun eksternal (Roy, 1984 dalam Alligood 2014). Tingkat adaptasi merupakan efek gabungan dari tiga kelas stimulus berikut : Stimulus fokal (stimulus yang memicu individu dengan segera); Stimulus kontekstual (stimulus lain yang menambah dampak stimulus fokal); dan Stimulus residual (faktor lingkungan yang dampaknya tidak jelas dalam situasi tertentu).

Roy (Roy & Roberts, 1981) mengombinasikan teori Helson dengan definisi Rapoport tentang sistem untuk memandang manusia sebagai suatu sistem adaptif. Berdasarkan teori adaptasi Helson, Roy (1970) mengembangkan dan memperhalus model adaptasinya dengan konsep clan teori dari Dohrenwencl, Lazarus, Mechanic, dan Selye (Alligood, 2014).

Roy dalam teorinya menjelaskan 4 macam elemen essensial dalam adaptasi keperawatan yaitu manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan. Model adaptasi Roy menjelaskan bagaimana individu mampu meningkatkan kesehatannya dalam mempertahankan perilaku secara adaptif karena manusia adalah makhluk holistik yang memiliki sistem adaptif yang selalu beradaptasi.

Perawat perlu memahami konsep ini sebagai kerangka konsep dalam memberikan asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Berdasarkan hal tersebut, maka teori dan model konsep keperawatan Sister Callista Roy perlu dipelajari sebagai salah satu cara dalam mengembangkan ilmu dan praktek khususnya terkait pemberian asuhan  keperawatan terhadap pasien dengan berbagai kasus.

1.2  Tujuan
1.2.1.      Tujuan Umum
Mampu mengidentifikasi dan menganalisis model konseptual keperawatan Sister Callista Roy dengan pendekatan proses keperawatan
1.2.2.      Tujuan Khusus
1.        Mengidentifikasi definisi konsep, asumsi dan cakupan Teori Keperawatan Sister Callista Roy
2.        Menganalisis model konseptual keperawatan Sister Callista Roy dengan pendekatan proses keperawatan

1.3  Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 4 bab yaitu bab 1 menjelaskan tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan makalah. Bab 2 menjelaskan tinjauan teori mengenai Model Konseptual Roy. Bab 3 adalah pembahasan, menjelaskan tentang analisa Model Adaptasi Roy dengan pendekatan proses keperawatan, dan bab 4 adalah bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.



BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Definisi Konsep
2.1.1 Sistem Adaptasi Manusia Menurut Roy
Model adaptasi Roy dikembangkan pertama kali pada tahun 1964 – 1966 oleh Sister Calista Roy yang baru dioperasionalkan pada tahun 1968. Christensen dan Kenney (2009), menjelaskan tentang konsep dalam model konseptual Sister Calista Roy yang meliputi manusia sebagai sistem adaptif, lingkungan, kesehatan dan keperawatan. Model adaptasi Roy ini berdasarkan asumsi yang ada bahwa ada empat faktor yang akan menjelaskan adaptasi antara lain:
Bab II Roy [Compatibility Mode] - Word
Gambar 2.1 Skema Sistem Adaptasi Manusia Menurut Roy
1.    Input
Sebagai sistem hidup yang terbuka, manusia menerima masukan (stimulus) dari lingkungan. Stimulus didefinisikan sebagai segala sesuatuyang dapat menimbulkan respon, point interaksi dari sistem manusia dan lingkungan. Stimulus dapat berasal dari lingkungan eksternal ataupun lingkungan internal. Tiga kelas stimulus yang dibentuk dari lingkungan yaitu stimulus fokal, kontekstual dan residual. Stimulus fokal merupakan stimulus internal atau eksternal yang paling segera menimbulkan kewaspadaan dan dihadapi sistem manusia, sebagai penyebab yang mempengaruhi sistem manusia. Stimulus kontekstual merupakan semua stimulus yang muncul pada situasi yang berkontribusi mempengaruhi stimulus fokal, stimulus terhadap sistem manusia tapi bukan merupakan fokus perhatian dan energi individu, sebagai faktor predisposisi. Stimulus residual merupakan faktor lingkungan didalam atau diluar sistem manusia yang pengaruhnya tidak disadari atau tidak jelas terhadap situasi saat ini.
2.    Proses kontrol
Merupakan mekanisme koping manusia sebagai sistem adaptif. Mekanisme koping merupakan cara alami (genetis) atau didapat (dipelajari) yang saling berinteraksi (mempengaruhi dan berespon terhadap) dengan perubahan lingkungan, yang dikategorikan menjadi subsistem regulator dan kognator. Subsitem regulator merupakan tipe dasar dari proses adaptasi melalui sistem saraf, kimia dan endokrin. Subsistem kognator merupakan proses adaptasi melalui empat sistem kognitif-emosi yaitu persepsi dan pemprosesan informasi, belajar, keputusan dan emosi.

Dari penjelasan diatas dapat diartikan bahwa sistem adaptasi masnusia dikelola oleh dua sub sistem yaitu reguator yang merupakan adaptasi dari proses fisiologi tubuh dan kognator yang merupakan adaptasi dari proses kognitif setiap individu.

3.    Efektor
Merupakan perilaku yang dapat diamati sebagai hasil dari aktivitas mekanisme koping, cara adaptasi, wujud dari respon sistem manusia terhadap stimulus yang ditampilkan melalui empat mode adaptif yaitu mode fisiologis-fisik, mode konsep diri-identitas kelompok, mode fungsi peran dan mode interdependensi.

4.    Output
Menunjukkan seberapa baik sistem beradaptasi dalam interaksinya dengan lingkungan, yang ditampilkan dalam bentuk respon perilaku. Perilaku didefiniskan sebagai aksi dan reaksi internal atau eksternal dalam keadaan tertentu. Perilaku meliputi semua respon dari sistem adaptif manusia, tidak hanya terbatas pada masalah, kebutuhan dan defisiensi, tapi juga termasuk kapasitas, aset, pengetahuan, kemampuan dan komitmen. Melalui proses umpan balik respon-respon memberikan input lebih lanjut pada sistem manusia. Perilaku dibedakan menjadi dua yaitu respon adaptif dan respon tidak efektif. Respon adaptif merupakan perilaku yang meningkatkan integritas sistem manusia dalam hal tujuan adaptasi yaitu untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, reproduksi, penguasaan dan transformasi manusia dan lingkungan. Sementara itu respon yang tidak efektif tidak mendukung tujuan ini.

Berdasarkan skema model adaptasi Roy dapat disimpulkan bahwa dalam rentang kehidupannya, manusia akan selalu mengalami berbagai macam perubahan yang menuntutnya untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan tersebut. Proses adaptasi ini dimulai ketika ada stimulus. Dalam menghadapi stimulus inilah diperlukan mekanisme koping, dimana mekanisme koping yang digunakan oleh manusia sebagai individu yang holistik akan mempengaruhi efek dari stimulus yang terjadi tadi pada fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi. Proses inilah yang berkontribusi terhadap kondisi kesehatan individu.

2.1.2        Paradigma Keperawatan Menurut Model Adptasi Roy
2.1.2.1  Manusia
Menurut Roy, manusia merupakan sistem holistik (bio-psikososial) dan merupakan sistem adaptif. Sebagai sistem adaptif, manusia dan lingkungan secara konstan saling mempengaruhi. Sistem manusia terdiri dari individu, kelompok, keluarga, organisasi atau masyarakat. Manusia merupakan fokus utama keperawatan, sebagai penerima asuhan keperawatan. Lebih spesifik manusia didefinisikan sebagai sebuah sistem adaptif  yang berespon terhadap stimulus lingkungan internal dan eksternal dalam empat model adaptif yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi. (Alligood, 2014)

Tingkat adaptasi individu ditentukan oleh intensitas dan keberagaman stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Sebagai suatu sistem, manusia mempunyai proses internal yang berperan untuk mempertahankan kesatuan individu. Proses internal ini dikategorikan sebagai subsistem regulator dan kognator. Subsistem regulator melibatkan proses fisiologi seperti respon kimia, sistem saraf dan endokrin yang memungkinkan tubuh untuk mengatasi perubahan lingkungan. Subsistem kognator melibatkan proses kognitif dan emosional untuk berinteraksi dengan lingkungan. Kedua aktivitas subsistem tersebut dimanifestasikan dalam empat cara pada setiap individu pada perilaku diindikasikan dalam fungsi fisiologi-fisik, konsep diri dan identitas kelompok, fungsi peran dan interdependensi (Roy, 2009 dalam Tommey & Aligood, 2014).

Manusia mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan baik eksternal maupun internal. Di mana individu akan mendapatkan stimulus dari lingkungan dan kemudian berespon terhadap stimulus dan beradaptasi (Alligood & Tomey, 2010).

2.1.2.2  Keperawatan
Roy mendefinisikan keperawatan sebagai suatu profesi pelayanan kesehatan yang berfokus pada proses dan pola hidup manusia serta menekankan terhadap promosi kesehatan untuk individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sebagai suatu kesatuan. Roy mengidentifikasikan aktifitas keperawatan sebagai suatu pengkajian terhadap perilaku dan stimulus yang mempengaruhi adaptasi. Keputusan dalam perawatan berdasarkan pada pengkajian dan perencanaan yang disusun untuk mengatur stimulus yang masuk. Pada akhirnya, tujuan Roy dalam keperawatan adalah promosi adaptasi individu dan kelompok pada setiap mode (physiological-physical mode, self concept-group identity mode, role function mode and interdependence mode) yang berkontribusi terhadap kondisi sehat, kualitas hidup dan meninggal dengan tenang.

Keperawatan mempunyai peran yang unik yaitu sebagai fasilitator untuk beradaptasi dengan mengkaji perilaku pada tiap mode dan faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi dengan cara ikut andil untuk mengembangkan kemampuan beradaptasi dan meningkatkan interaksi lingkungan. Tujuan utama dari keperawatan tersebut adalah untuk meningkatkan adaptasi pasien dalam empat mode adaptif Roy meliputi mode fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi (Alligood, 2014).

2.1.2.3  Lingkungan
Roy mendefinisikan lingkungan sebagai segala kondisi, keadaan yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu maupun kelompok. Interaksi lingkungan adalah input untuk individu atau kelompok yang disebut sebagai sistem adaptif yang melibatkan faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor ini dapat bersifat negatif ataupun positif.  Faktor ini dikategorikan sebagai stimulus fokal, konstektual dan residual (Alligood, 2014).


2.1.2.4  Kesehatan
Kesehatan adalah suatu kondisi dan proses untuk menjadi manusia yang utuh dan terintegrasi. Sehat merupakan suatu refleksi dari adaptasi, yaitu interaksi antara individu dan lingkungan. Roy mengemukakan definisi ini dari pemikiran bahwa adaptasi adalah suatu proses dukungan fisik, psikologis dan integritas tersebut menyiratkan adanya kondisi yang tidak menguntungkan  yang mengarah pada suatu kesatuan dan keutuhan. Pada awalnya, Roy melihat kesehatan sebagai suatu kondisi yang berkelanjutan dari kondisi rendahnya status kesehatan menuju kondisi yang lebih baik dan sejahtera, untuk selanjutnya Roy berfokus pada kesehatan sebagai suatu proses dimana kondisi sehat dan sakit terjadi secara beriringan.
Roy menyatakan bahwa sehat bukanlah bebas dari penyakit, kesedihan dan stress, tetapi lebih pada kemampuan untuk mengatasi semua hal tersebut dengan cara yang kompeten. Sehat dan sakit adalah suatu kondisi yang tidak dapat dihindari dan akan tetap ada sepanjang kehidupan seseorang.  Keperawatan berkaitan dengan kondisi ini. Ketika mekanisme koping seseorang tidak efektif, maka individu akan mengalami kondisi sakit. Kesehatan dapat dicapai apabila individu dapat beradaptasi secara terus-menerus. Sebagai individu yang beradaptasi terhadap stimulus yang ada, individu mempunyai kebebasan untuk merespon terhadap stimulus lainnya (Alligood, 2014).

Jika dilihat dari empat konsep dalam paradigma keperawatan, model adaptasi Roy  lebih menekankan pada konsep manusia dan lingkungan. Dalam konsep ini disebutkan bahwa manusia merupakan sistem holistik (bio-psikososial) yang adaptif, dimana manusia dan lingkungan secara konstan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Lingkungan dalam model adaptasi Roy dapat berupa lingkungan internal dan eksternal yang dikategorikan menjadi stimulus fokal, konstektual dan residual. Dalam model ini disebutkan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan, baik yang bersifat internal maupun eksernal.





2.2    Asumsi Teori
Asumsi tentang teori sistem dan adaptasi dikombinasikan sebagai asumsi ilmiah. Berdasarkan teori sistem, sistem adaptif manusia dipandang sebagai bagian interaktif yang bekerja dalam satu kesatuan untuk tujuan tertentu. Sistem adaptif manusia bersifat kompleks, beranekaragam dan memberikan respon terhadap berbagai stimulus lingkungan demi tercapainya adaptasi. Kemampuan sistem manusia untuk beradaptasi terhadap lingkungan membuat manusia mampu menciptakan perubahan pada lingkungannya (Roy & Andrews, 1999 dalam Alligood, 2014). Roy menarik benang merah dari karakteristik penciptaan spiritualitas (Swimme 8: Berry, 1992) dan mengombinasikannya dengan asumsi humanisme dan veritivitas menjadi seperangkat asumsi filosofis. Humanisme menegaskan bahwa manusia dan pengalarnan manusia adalah penting untuk dapat mengetahui dan menghargai. Humanisme juga menyatakan bahwa manusia dan pengalamannya sama-sarna memiliki kekuatan kreatif. Sedangkan veritivitas menegaskan tentang keyakinan tentang tujuan, nilai, dan makna seluruh hidup manusia (Alligood, 2014).

Gafar (1999) menjelaskan tentang asumsi dasar model konseptual dari Sister Calista Roy meliputi:
a.    Setiap orang selalu menggunakan koping, baik bersifat positif maupun negative untuk dapat beradaptasi. Kemampuan beradaptasi seseorang dipengaruhi oleh 3 komponen yaitu penyebab utama terjadinya perubahan, kondisi dan situasi yang ada serta keyakinan dan pengalaman dalam beradaptasi.
b.    Setiap individu berespon terhadap kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan konsep diri yang positif, kemampuan untuk hidup mandiri atau kemandirian serta  kebutuhan akan kemampuan melakukan peran dan fungsi secara optimal untuk memelihara integritas diri.
c.    Individu selalu berada pada rentang sehat sakit, yang berhubungan erat dengan keefektifan koping yang dilakukan untuk memelihara kemampuan beradaptasi.

Secara umum teori ini mengasumsikan bahwa manusia mampu beradaptasi terhadap segala perubahan yang terjadi. proses adaptasi ini dipengaruhi oleh stressor  dimana dalam proses adaptasi ini melibatkan mekanisme koping yang dimiliki oleh masing-masing individu.
2.3      Cakupan Teori
Model konseptual didefinisikan sebagai kumpulan konsep yang relatif abstrak dan umum yang membahas fenomena yang menjadi perhatian utama sebuah disiplin, proposisi yang secara luas menggambarkan konsep-konsep tersebut, dan proposisi yang  relatif abstrak dan hubungan umum antara dua atau lebih konsepnya.

Istilah model konseptual identik dengan istilah kerangka konseptual, sistem konseptual, dan paradigma.. Model konseptual ada di semua bidang kehidupan dan di semua disiplin ilmu.  Konsep model konseptual sangat abstrak dan umum sehingga tidak bisa langsung diamati secara nyata juga tidak terbatas pada individu tertentu, kelompok, situasi, atau peristiwa. Sistem adaptif manusia adalah sebuah contoh dari model konseptual (Roy & Andrews, 1999). Ini bisa merujuk pada beberapa jenis sistem manusia, termasuk individu, keluarga, kelompok, masyarakat, dan seluruh masyarakat.

Proposisi model konseptual juga sangat abstrak dan umum, tidak bisa menerima secara langsung observasi empiris atau tes. Proposisi nonrelasional yang ditemukan dalam model konseptual adalah deskripsi umum atau definisi konstitutif  yang masih luas.  Tingkat Adaptasi , misalnya, didefinisikan sebagai "titik perubahan yang dipengaruhi oleh tuntutan situasi, sumber daya (sistem adaptif manusia) kemampuan, harapan, impian, aspirasi, motivasi, dan sebagainya yang membuat manusia terus bergerak menuju penguasaan "(Roy & Andrews, 1999, hal. 33).

Karena konsepnya sangat abstrak, proposisi nonrelasional sebagai definisi operasional  yaitu proposisi yang menyatakan bagaimana caranya suatu konsep diobservasi secara empiris atau diukur,  tidak ditemukan dalam model konseptual. Proposisi relasional dari model konseptual menyatakan hubungan antara konsep konseptual yang  relatif abstrak dan umum. Dalam model adaptasi Roy hal ini didapatkan melalui pernyataan berikut: "Tingkat adaptasi mempengaruhi kemampuan sistem adaptif manusia untuk merespon situasi secara positif"(Roy & Andrews, 1999, hal 36).
 
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa model adaptasi Roy termasuk ke dalam model konseptual karena konsep yang dikemukakan dalam model adapatsi ini masih bersifat umum dan abstrak. Selain itu model adaptasi Roy juga memiliki deskripsi umum yang cakupannya masih sangat luas. 



BAB 3
ANALISIS

1.1  Analisa Model Adaptasi Roy dengan Pendekatan Proses Keperawatan
PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian
Mode Adaptasi
Berfikir Kritis
Assesment
Perilaku
Stimulus
Fisiologis

Berfokus pada integritas fisiologis mengacu pada cara seseorang sebagai makhluk fisik berespon terhadap lingkungan internal dan eksternal,  meliputi;
1.      Oksigenasi
2.      Nutrisi
3.      Eliminasi
4.      Aktivitas dan Istirahat
5.      Proteksi
6.      Sensasi
7.      Cairan dan elektrolit
8.      Fungsi neurologi
9.      Fungsi endokrin
1.    Pengkajian perilaku menurut Roy dilakukan secara observasi dan non observasi. Contoh observasi perilaku adalah nadi, sedangkan non observasi adalah bagaimana pasien mengungkapkan perasaannya terhadap penyakit, misalnya riwayat dan keluhan.
2.    Mengkaji bagaimana individu berespon dan berinteraksi terhadap lingkungan eksternal dan internal

3.    Mengkaji proses fisik dan kimia yang terlibat dalam fungsi dan akitivitas pasien. Proses fisik berhubungan dengan kebutuhan dasar integritas fisiologis yaitu oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas istirahat, proteksi, sensasi, cairan elektrolit, keseimbangan asam basa, fungsi neurologi, dan fungsi endokrin.
Pada pengkajian stimulus, perawat menganalisis perilaku subjektif dan objektif serta melihat lebih dalam kemungkinan penyebab dari perilaku. Stimulus muncul dari lingkungan internal dan eksternal yang dapat diklasifikasikan menjadi fokal, kontekstual, dan residual.
1.      Stimulus fokal
Mengkaji penyebab munculnya keluhan utama.
2.      Stimulus kontekstual
Mengkaji faktor pendukung yang menyebabkan penyebab munculnya keluhan
3.      Stimulus residual
Mengkaji faktor lain yang dapat memperberat keluhan seperti lingkungan, riwayat kesehatan, usia, jenis kelamin,dan penggunaan obat-obatan.
Konsep diri
Berfokus pada aspek psikososial dan spiritual, mencakup ;
1.   Fisik diri
a.       Sensasi tubuh
b.      Citra tubuh
2.   Personal diri
a.       Konsistensi diri
b.      Ideal diri
c.       Moral, etik, spiritual diri
a.    Sensasi tubuh: mengkaji perasaan positif/negatif tentang keberadaan fisik seseorang misalnya fungsi fisik, seksualitas, ataupun kesehatan.
b.    Citra tubuh: mengkaji pandangan positif/negatif terhadap penampilan fisik dan tubuh seseorang.
c.    Konsistensi diri: mengkaji tentang manajemen diri yang konsisten
d.   Ideal diri: mengkaji pandangan atau harapan terhadap bagaimana seseorang, harapan tentang menjadi orang yang seperti apa, dan melakukan apa
e.    Moral, etik, spiritual diri mengkaji evaluasi terhadap identitas seseorang, mengkaji hubungan yang erat dan saling menjaga untuk memberi dan menerima cinta, rasa hormat, dan nilai, serta mengetahui bagaimana harapan seseorang dan masyarakat sehingga dapat berbuat sesuai harapan
a.       Stimulus fokal
Mengkaji stressor sebagai pemicu perubahan konsep diri
b.      Stimulus kontekstual
Mengkaji pengalaman sebelumnya terhadap stressor yang serupa atau adanya stressor lain dalam waktu yang bersamaan
c.       Stimulus residual
Mengkaji pandangan tentang penyakit, harapan individu, nilai, dan sosial budaya yang mempengaruhi perubahan konsep diri
Fungsi peran
Kebutuhan yang didasari oleh integritas sosial. Peran-peran ini dilaksanakan dengan perilaku yang bersifat:
a.       Instrumental (penampilan fisik)
b.      Ekspresif (Perasaaan, sikap, kesukaan atau ketidak sukaan).
a.       Peran Primer; mengkaji perilaku utama yang dimiliki seseorang dalam waktu tertentu, peran ini bergantung pada umur, jenis kelamin, tahap perkembangan.
b.      Peran Sekunder; mengkaji peran yang perlu dilakukan untuk melengkapi tugas tahap perkembangan serta tugas dari peran primer.
c.       Peran Tersiar ; mengkaji cara seseorang untuk mengetahui kewajiban yang berhubungan dengan perannya, dapat mencakup aktivitas seperti hobi atau klub.
a.       Stimulus fokal
Mengkaji penyebab terjadinya perubahan peran primer yang berefek terhadap perubahan peran sekunder, dan tersier
b.      Stimulus kontekstual
Mengkaji faktor pemicu terhadapa perubahan fungsi peran

c.       Stimulus residual
Mengkaji faktor sosial dan lingkungan yang memperberat kehilangan peran.
Interdependensi
Berfokus pada integritas hubungan yang spesifik mencakup significant other  (orang yang berarti) dan support system.
Mengkaji perilaku menerima dan memberikan cinta, rasa hormat, dan nilai dalam hubungan saling ketergantungan 
a.       Stimulus fokal
Mengkaji penyebab terjadinya seseorang merasa tidak berarti dan kehilangan sistem pendukung.
b.      Stimulus kontekstual
Mengkaji faktor apa yang menjadi penyebab kehilangan
c.       Stimulus residual
Mengkaji faktor sosial lingkungan yang memperberat kehilangan orang berarti dan sistem pendukung.
Diagnosa
Membuat pernyataan atau diagnosis keperawatan dari status adaptif pasien. masalah yang sering terjadi adalah berhubungan dengan empat mode adaptif yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi.
Menetapkan Tujuan
Menetapkan tujuan untuk meningkatkan adaptasi perilaku, perubahan harapan, dan kerangka waktu.
Intervensi
Mengelola stimulus untuk meningkatkan adaptasi. Perawat memberikan intervensi yang mengubah, menaikkan, menurunkan, menghilangkan, atau merpertahankan stimulus.
Evaluasi
Mengevaluasi apakah tujuan adaptif telah terpenuhi.
Sumber : (Raile Alligood Martha, 2013)

Kasus
Ny. H usia 47 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dan luka pada jari kaki 1 dan 2 kaki kanan sejak 1 bulan yang lalu dengan dasar luka berwarna kehitaman. Selama di rumah Ny H mengobati lukanya menggunakan kompres betadin dan herbal. Ia mengatakan tidak tahu perawatan luka dengan benar.  Setelah dilakukan pemeriksaan Ny H didiagnosa dengan DM tipe 2 dan direncanakan operasi amputasi digiti  1 dan 2. Direncanakan Setelah tiga hari perawatan  akan diberikan obat suntik insulin di rumah yang akan diberikan sendiri dengan pendidikan kesehatan sebelum pulang dan pengawasan ketika kontrol. Namun Ny H khawatir tidak bisa melakukannya.
Berpikir Kritis dalam Praktik Keperawatan berdasarkan  Model Adaptasi Roy
Proses keperawatan merupakan pendekatan pemecahan masalah yang berorientasi pada tujuan untuk memandu pelaksanaan asuhan keperawatan yang komprehensif dan kompeten kepada seseorang atau kelompok orang. Roy mengungkapkan bahwa proses keperawatan "berhubungan langsung dengan pandangan orang tersebut sebagai sistem adaptif". Roy telah mengkonseptualisasikan proses keperawatan yang terdiri dari enam langkah simultan, berkelanjutan, dan dinamis berikut:
1.      Pengkajian perilaku
2.      Pengkajian stimulus
3.      Diagnosis keperawatan
4.      Penentuan tujuan
5.      Intervensi
6.      Evaluasi
Proses Keperawatan berdasarkan Adaptasi Model Roy

Langkah-langkah

Analisa
Pengkajian perilaku
Perawat mengkaji apakah perilaku pasien termasuk dalam perilaku adaptif atau mal-adaptif (Phillips, 2010).
Pada pengkajian perilaku kepada Ny H, perawat semestinya menggunakan keterampilan observasional, intuisi, pengukuran, dan keterampilan wawancara untuk mengumpulkan data. Dan perawat melibatkan Ny H. dalam pengkajian untuk memverifikasi persepsi perawatan diri.
Di kasus ini, dia menyatakan bahwa jari kakinya terasa nyeri di rumah dan mengobati lukanya menggunakan kompres betadin dan herbal. Hal ini sangat beresiko bagi lukanya yang akan bertambah infeksi jika tidak tahu cara perawatan dan bagaimana mengontrol kadar gula darah.

Pengkajian stimulus
Pada pengkajian stimulus, perawat menganalisis perilaku subjektif dan objektif serta melihat lebih dalam kemungkinan penyebab dari perilaku. Stimulus muncul dari lingkungan internal dan eksternal yang dapat diklasifikasikan menjadi fokal, kontekstual, dan residual.
1.      Stimulus fokal
Mengkaji penyebab munculnya keluhan utama.
2.      Stimulus kontekstual
Mengkaji faktor pendukung yang menyebabkan penyebab munculnya keluhan
3.      Stimulus residual
Mengkaji faktor lain yang dapat memperberat keluhan seperti lingkungan, riwayat kesehatan, usia, jenis kelamin,dan penggunaan obat-obatan.
Stimulus fokalpada kasus Ny Hadalah proses penyakit. Stimulus kontekstual meliputi trauma jaringan akibat luka dan setelah operasi amputasi. Ny H menunjukan kekhawatirannya sebagai stimulus residul jika ia tidak dapat menyuntikan insulin sendiri.
Infeksi luka merupakan masalah potensial. Stimulus fokal adalah kebutuhan untuk perawatan luka dan pemberian insulin. Rangsangan kontekstual meliputi integritas kulit yang berubah terkait dengan insisi bedah.
Diagnosa keperawatan
Dari pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus, diagnosis keperawatanyang didapat diantaranya:
a.       Kerusakan integritas jaringan
b.      Resiko infeksi
c.       Resiko ketidak stabilan kadar glukosa darah
Tujuan keperawatan
Selanjutnya, perawatdanNy H. menetapkan tujuan agar dapat berperilaku adaptif. Penetapan tujuan untukNy H. dalam kerangka kerja ini melibatkan pernyataan hasil perilaku terukur dari asuhan keperawatan yang akan mempromosikan adaptasi yang terkait dengan citra tubuh dalam mode adaptif dan konsep diri.
Intervensi Keperawatan
Perawat bekerja sama dengan Ny H memilih intervensi berdasarkan praktik terbaik untuk beradaptasi denga kondisinya.
Intervensi keperawatan yang disarankan untuk menyelesaikan masalah keperawatan kerusakan integritas jaringan
1.      Perawatan luka
2.      Perlindungan infeksi
3.      Manajemen nutrisi
4.      Pengecekan kulit
5.      Manajemen pengobatan
Intervensi keperawatan yang disarankan untuk menyelesaikan masalah keperawatan Resiko infeksi:
  1. Perawatan luka amputasi
  2. Kontrol infeksi
  3. Manajemen pengobatan
  4. Manajemen nutrisi
  5. Manajemen lingkungan
  6. Pengajaran : proses penyakit
  7. Monitor tanda-tanda vital
Intervensi keperawatan yang disarankan untuk menyelesaikan masalah keperawatan Resiko ketidak stabilan glukosa darah:
  1. Pengajaran proses penyakit, diet.
  2. Peningkatan efikasi diri
  3. Manajemen pengobatan
  4. Pendidikan kesehatan
  5. Peningkatan keterlibatan keluarga
  6. Modifikasi perilaku
Evaluasi
Evaluasi berfokus pada menilai efektivitas intervensi keperawatan sehubungan dengan perilakuNy H. Selain itu, jika ada masalah keperawatan lainnya yang ditemukanselamapenilaian, perawat menangani masalah tersebut secara bersamaan dengan menggunakan proses yang dijelaskan dan memasukkan praktik terbaik untuk memberikan asuhankeperawatan yang sesuai.

Pada kasus ini Ny H harus mampu melakukan perawatan diri, pengontrolan gula darah. Dia dapat menyatakan pentingnya melakukan pencegahan infeksi dan mengontrol kestabilan gula darah. Dia melakukan demonstrasi kembali perawatan diri sebelum keluar, dan dia mampu mematuhi prinsip aseptic secara memadai selama prosedur berlangsung.


3.2  Analisis Teori Berdasarkan Pendekatan Proses Keperawatan
Sesuai kasus yang diambil yaitu diabetes melitus tipe dua dimana pengertiannya suatu penyakit yang ditandai dengan adanya intoleransi glucose. Penyakit ini terjadi akibat ketidakseimbangan antara supply insulin dan kebutuhan insulin. DM dapat terjadi akibat tidak terpenuhinya insulin sesuai kebutuhan atau insulin yang diproduksi tidak efektif sehingga terjadi tingginya kadar glucosa darah. DM juga menyebabkan gangguan metabolisme protein dan lemak. Pada kasus bahwa pasien akan direncanakan untuk di amputasi yang tentu saja hal ini akan membuat pasien cemas, khawatir tidak dapat beradaptasi dengan keadaan baru yang akan dihadapinya. Sesuai teori Roy yaitu teori adaptasai kelompok memaparkan bahwa analisis yang digunakan untuk membantu pasien beradaptasi yaitu dalam hal kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan (pengaruh lingkungan jika benar ia mengambil keputusan untuk diamputasi kakinya), teori roy membuat manusia mampu menciptakan perubahan pada lingkungannya (Roy & Andrews, 1999).

a.       Didalam teorinya roy memaparkan karakteristik penciptaan spiritualitas dan mengkombinasikannya dengan asumsi humanisme dan verivitas menjadi sperangkat filosofis.
b.      Dalam prinsip Humanisme menegaskan bahwa manusia dengan pengalamannya adalah penting untuk dapat saling mengetahui dan menghargai. Seperti pada kasus tampak bahwa pasien dan perawat harus dapat saling menghargai agar terdapat kesepakatan terhadap cara apa yang akan dipakai dalam perawatan pasien sehingga perawat dapat menerapkan asuhan keperawatannya secara paripurna. Kemudian  dari teori adaptasi roy ini memberikan suatu landasan teoritis kepada perawat bahwa perangkat apa saja yang dapat digunakan dalam menangani pasien ini. Kelompok mencoba membuat asumsi berdasarkan kasus bahwa pada nyonya H dapat diterapkan teori roy yaitu dengan menurunkan berat badan pasien Ny.H, model teori ini ditujukan untuk memperlihatkan fenomena dalam kontrol berat badan, karena DM tipe 2 sebagaimana kita ketahui ada tiga ciri utama DM yaitu poli fagi, poli dipsi dan poli uri, teori dimaksudakan untuk mengontrol ketiga ciri khas ini yang dikenal dengan trias DM. Berdasarkan teori kontrol urine, stimulus fokal untuk kontrol urine adalah distensi kandung kemih, stimulus kontekstual mencakup fasilitas yang mudah dijangkau dan mobilitas. Bagaimana pasien beradaptasi dengan fasilitas yang ada dilingkungannya saat berkemih, bagaimana pasien memanfaatkan modifikasi lingkungan dalam mobilisasinya karena seperti yang kita ketahui ada luka digiti 1 dan 2 dekstra pada kaki pasien.
c.       Stimulus residual yaitu sosialisasi intensif kebiasaan berkemih, kebiasaan untuk mengudap makanan (ngemil) karena pasien DM dibatasi dalam makan makanan, pasien DM harus melakukan diet agar kadar gula darah terkontrol yang bila tidak terkontrol akan meningkatkan kondisi luka yang ada menjadi semakin luas dan memburuk disebabkan kadar glukosa yang tinggi sesuai dengan diagnosa 3 yang diambil. Pada diagnosa ke dua kelompok mengambil resiko infeksi ini bisa terjadi karena faktor pasien yang tidak memiliki pengetahuan dalam merawat luka. Hal ini bisa terjadi diakibatkan karena pasien belum beradaptasi dengan keadaan dan lingkungannya , ia dan keluarga tidak mengetahui sehingga salah dalam mengambil keputusan dalam perawatan luka , pada kasus pasien menggunakan betadin dan herbal, tentu saja ini sangat potensial untuk terjadi resiko infeksi (faktor residual).
d.      Pada diagnosa ke tiga yaitu Kerusakan integritas jaringan kulit maka perawat akan memberikan asuhan sesuai standar keperawatan yang sebelumnya dijelaskan terlebih dahulu kepada pasien, jika ada jaringan mati maka perawat akan melakukan perawatan luka yang mungkin akan ada tindakan seperti nekrotomi , perawatan wound care yang mungkin akan sedikit nyeri, disinilah perawat menggunakan instrumen nyeri, menghitung skala nyeri pasien (1-10), pada tahap ini subsistem regulator diperlukan , dan pasien juga dapat menggunakan kognator yaitu bagaimana ia mempersepsikan luka DM yang dia derita, pembelajaran bahwa luka DM tidak dapat dirawat seperti yang biasa dia lakukan yaitu menggunakan betadin dan herbal. Dengan nyeri yang dialaminya ny. H belajar bagaimana beradaptasi dengan nyeri, bagaimana menggunakan teknik manajemen nyeri dan merawat lukanya. Pasien disini diharapkan dapat mengambil keputusan tepat dalam merawat luka, karena ia tidak mampu melakukan perawatan luka sendiri disinilah pasien membutuhkan pertolongan tenaga perawat dalam perawatan luka diabetes.

Dalam hal proses koping kelompok juga memberikan asumsi bahwateori ini layak diterapkan karena seperti kita ketahui dikasus bahwa ny.H akan diamputasi tentu saja perawat harus dapat memberikan edukasi yang baik agar pola koping yang akan diadaptasi adalah benar dan berguna bagi dirinya dan lingkungan dapat menerima (Roy & Andrew 1999).

     Perawat  Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka akanmemberikan   intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan pada ny.H . perawata akan menetapkan  rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan bersama pasien. Implementasi ini dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi  yang tepat dengan  selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien. Kemudian saat pada tahap Evaluasi yang  merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Perawata akan membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1.      Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2.      Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3.      Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.

 Dan kelompok berpendapat bahwa pada tahap ini juga dapat dikaji ulang pada stimulus fokal, residual dan kontekstualnya yang melibatkan berbagai subsistem didalamnya. Dengan harapan akan ada perbaikan dalam asuhan keperawatan antara perawat pasien.
Kelompok mendapatkan data bahwa teori roy ini lebih menekannkan pada pendekaetan keperawatan dengan menggunakan ilmu psikososial yaitu konsep diri, fungsi peran dan interpendensi yang kesemuanya ternyata dapat diterapkan pada berbagai kasus penyakit yang dihadapi pasien. (Aligood,2017)

Tipologi diagnosis keperawtan yang didefinisikan secara menyeluruh dan pengorganisasian kategori intervensi keperawtan sangat membantu dalam penggunaan model adaptasi roy. Kelompok pada kasus ini menggunakan diagnosa nanda nic noc dimana sangat diperinci mengenai tiga diagnosa potensial yang akan terjadi pada pasien. Dari pemaparan diatas tampak bahwa secara empiris teori roy ini sangat lekat dengan keadaa pasien baik yang dirawat dirumah sakit, layanan dassar atau saat ia berada dikomunitas bahwa ia harus dapat beradaptasi dengan penyakitnya dan belajar untuk dapat hidup dengannya sehingga didapatkan kualitas hidup yang baik dan derajat kesehatan dirinya semakin meningkat.

Begitu juga dengan proses koping semua terangkum dalam teori roy yang diaplikasi pada  kasus Ny. H ini. Terakhir kelompok berpendapat bahwa pada teori Roy ini bertujuan pada respon adaptif yang dimulai dari individu pasien selanjutnya berpengaruh pada lingkungan (keluarga) dan sekitar.

BAB 4
PENUTUP

4.1.       Kesimpulan
Model adaptasi Roy mengambarkan manusia sebagai sistem adaptif yang akan membarikan respon terhadap kejadian-kejadian atau perubahan yang terjadi pada lingkungan baik internal maupun eksternal. Asuhan keperawatan diarahkan pada penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya penyembuhan dan pemulihan kesehatan. Model Roy mengemukakan secara umum bahwa tujuan dari intervensi keperawatan adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan perilaku adaptif serta mengubah perilaku inefektif menjadi perilaku adaptif.

Model adaptasi Roy memungkinkan proses keperawatan dilakukan secara komprehensif sehingga dapat diterapkan dalam berbagai kasus. Pendekatan yang digunakan pada teori adaptasi Roy ini membuat perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat lebih memahami tentang proses adaptasi yang terjadi pada individu, yang dimulai dari adanya stimulus, proses mekanisme koping (kognator dan regulator) serta efektor sebagai upaya individu mengatasi stimulus dan terakhir timbulnya respon perilaku individu terhadap stimulus yang dihadapinya.

4.2.       Saran
Praktik keperawatan profesional hendaknya dapat diaplikasikan oleh semua profesional keperawatan salah satunya dengan menerapkan  model adaptasi Roy dalam pemberian asuhan keperawatan. Dengan model ini asuhan yang diberikan dapat meningkatkan respon adaptif pasien, baik dalam kondisi sehat dan sakit. Selain itu, perawat juga bisa menggunakan atau mengkombinasikan model teori lain yang bisa diaplikasikan sesuai dengan kebutuhan pasien.




DAFTAR PUSTAKA

Aligood, M. R. (2014). Nursing Theorists: and Their Work  (8th Ed). Missouri: Elsevier.
Alligood & Tomey. (2010). Nursing Theory Utilization and Application Third Edition. United States of America: Mosby.
Fawcett, J. (2006). Contemporary Nursing Knowledge Analysis and Evaluation of Nursing Models and Theories. (2nd ed.). Philadelphia: F. A. Davis Company. https://doi.org/0803613636
Phillips, K. . (2010). Roy Adaptation Model: Sister Callista Roy. Nursing Theorists and Their Work, 129–140.
Raile Alligood Martha. (2013). Nursing Theory Utilization and Application. Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53). https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Roy, S. C, & Andrews, H. A. (2009). The Roy Adaption Model. Connecticut: Appleton & Lange.

Tidak ada komentar: