KEPEMIMPINAN GLOBAL DAN KOMUNITAS DALAM KEPERAWATAN


a.       Kepemimpinan global
Globalisasi adalah terjadinya perubahan tatanan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, baik ekonomi, politik dan pemerintahan, sosial dan budaya, hukum, dan lain-lain yang berdampak pada keadilan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, pemimpin dituntut dapat menjalan peran dan fungsinya dengan perilaku kepemimpinannya yang mampu memengaruhi dan menggerakkan bawahan dalam mengantisipasi dan menghadapi tantangan globalisasi (Jahidi, 2013). Kepemimpinan dapat didefenisikan sebagai proses yang memiliki pengaruh antara pemimpin dengan individu, kelompok, organisasi, dan komunitas dengan cara memberikan inspirasi, melibatkan, dan menarik orang lain untuk ikut berpartisipasi dalam pencapaian suatu tujuan. (Kelly and Tazbir, 2013).

Kepemimpinan memiliki banyak sekali pengertian. Kepemimpinan merupakan kegiatan mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan merupakan proses untuk mempengaruhi aktivitas kelompok, kepemimpinan merupakan kemampuan untuk memperoleh kesepakatan atau kepemimpinan merupakan suatu usaha untuk mengerahkan oranglain mencapai tujuan tertentu. Namun pada prinsipnya, kepemimpinan adalah berkenaan dengan seseorang memengaruhi prilaku orang lain untuk suatu tujuan, tetapi bukan berarti setiap orang yang memengaruhi orang lain disebut pemimpin (Yudiaatmaja, 2013). Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi dan memotivasi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan bersama yang lebih baik (Igiriza, 2017).
Kepemimpinan menurut Kadarusman, 2012, terbagi 3, yaitu :
1)      Self Leadership
Memimpin diri sendiri agar jangan gagal dalam menjalani hidup.
2)      Team Leadership
Merupakan memimpin orang lain, dan disini dikenal dengan yang namanya pemimpin kelompok yang memahami apa yang menjadi tanggung jawab dalam kepemimpinannya, menyelami kondisi bawahannya, memiliki kesediaan untuk meleburkan diri dengan tuntutan dan konsekuensi dari tanggung jawab yang dipikulnya, serta memiliki komitmen untuk membawa setiap bawahannya mengekspolrasi kapasitas dirinya sehingga menghasilkan prestasi tinggi.
3)      Organizational Leadership
Memiliki pemimpin organisasi yang mampu memahami bisnis perusahaan yang dipimpinnya, membangun visi misi pengembangannya bisnisnya, kesediaan untuk melebur dengan tuntutan dan konsekuensi tanggung jawab sosial, serta komitmen yang tinggi untuk menjadikan perusahaan yang dipimpinnya sebagai pembawa keuntungan bagi komunitas baik ditingkat lokal, nasional, maupun internasional.
Kepemimpinan dalam keperawatan ini mengacu kepada pengaruh atau peranan perawat atau usaha perawat dalam meningkatkan kesehatan klien, baik klien secara individu, keluarga, kelompok, atau komunitas. Kepemimpinan dalam keperawatan berfungsi dalam menentukan arah oleh karena itu seorang perawat untuk menjadi pemimpin harus memiliki kepemimpinan klinis yang kuat dan kemampuan management yang efektif meskipun tidak menempati posisi manajemen.

b.      Karakteristik
Menrut Levinson, 2006, karakteristik kepemimpinan;
1)      Kemampuan berpikit (thinking)
a)      Kemampuan berpikir abstrak, yaitu mampu membuat konsep, mengorganisasi dan menginterogasi data yang berbeda ke dalam kerangka referensi yang sama.
b)      Toleransi terhadap ambiguitas, yaitu dapat mengatasi kekacauan sampai mencapai kejelasan
c)      Cerdas, yaitu mempunyai kapasitas tidak hanya abstrak tapi juga kemampuan praktis
d)     Membuat keputusan, yang berarti mengetahui apa yang harus dilakukan
2)      Feeling and Interrelationship
a)      Memiliki otoritas, yaitu mempunyai perasaan bahwa dia memiliki peran sebagai pemimpin
b)      Aktif, yaitu memiliki semangat dalam mengatasi masalah dan kebutuhan organisasi
c)      Prestasi, yaitu orientasi ke arah keberhasilan organisasi dari pada kekuasaan pribadi
d)     Kepekaan
e)      Keterlibatan, yaitu melibatkan diri karena berpartisipasisebagai anggota organisasi
f)       Matang, yang berarti mempunyai hubungan yang baik.
g)      Kemampuan berartikulasi dalam membuat impresi atau kesan yang bagus
h)      Menyesuaikan diri dan mengelola stres dengan baik
i)        Memiliki rasa humor yang baik dan tidak terlalu serius
3)      Outward Behavior characteristic
a)      Visi, yaitu menjelaskan tentang kemajuan dalam kehidupan dan karirnya, sebaik organisasi dimana dia berada
b)      Tekun, yaitu mampu mengatasi tugas dan melepas dari kesulitan yang dihadapi
c)      Integritas, yaitu memiliki sistem nilai yang sudah terbentuk dengan baik, yang sudah diuji dalam berbagai cara di masa lalu
d)     Tanggung jawab sosial, yaitu menghargai perlunya untuk mengasumsikan kepemimpinan yang berkaitan dengan tanggung jawab itu

c.       Gaya kepemimpinan global
Secara terminologi gaya setara dengan perilaku pemimpin. Gaya adalah cara di mana pemimpin mempengaruhi bawahan (Luthans, 1977 dalam Saqib Khan et al., 2015). Chung-Hsiung Fang dkk (2009) dalam Nanjudeswaras & Swamy (2014) mengidentifikasi gaya kepemimpinan  dapat mempengaruhi komitmen organisasi dan kepuasan kerja  secara positif dan kepuasan kerja magang dapat mempengaruhi  komitmen organisasi dan kinerja kerja. Ada banyak cara untuk memimpin dan setiap pemimpin memiliki gaya tersendiri. Beberapa gaya umum termasuk otokratis, laissez-faire, demokratis, transformasional dan transaksional (Marquis & Huston, 2015 dalam Stanhope & Lancaster, 2016). Gaya yang berbeda diperlukan untuk situasi yang berbeda dan setiap pemimpin perlu tahu kapan harus memperlihatkan gaya pendekatan khusus.
1.    Gaya Kepemimpinan Otokratis
Gaya kepemimpinan ini sering dianggap sebagai pendekatan klasik, dimana manajer mempertahankan sebanyak mungkin kekuasaan dan  otoritas pengambilan keputusan (Saqib Khan et al., 2015). Manajer tidak berkonsultasi dengan karyawan dan karyawan tidak diizinkan memberi  masukan apa pun. Karyawan diharapkan mematuhi perintah tanpa menerima penjelasan apa pun. Motivasi  lingkungan dihasilkan dengan menciptakan serangkaian penghargaan dan hukuman terstruktur.  Gaya kepemimpinan ini telah banyak dikritik selama 30 tahun terakhir. Beberapa penelitian menunjukkan organisasi dengan banyak pemimpin otokratis memiliki perputaran dan absensi yang lebih tinggi daripada organisasi lain(Saqib Khan et al., 2015). Studi-studi ini menunjukkan bahwa pemimpin otokratis:
Mengandalkan ancaman dan hukuman untuk mempengaruhi karyawan
Tidak mempercayai karyawan
Tidak izinkan masukan karyawan
Kepemimpinan otokratis tidaklah buruk. Terkadang ini adalah gaya paling efektif untuk digunakan.
Karyawan baru yang tidak terlatih yang tidak tahu tugas yang harus dilakukan atau prosedur mana yang harus diikuti.
Pengawasan yang efektif hanya dapat diberikan melalui perintah dan instruksi terperinci.
Ada waktu terbatas untuk membuat keputusan
Gaya kepemimpinan otokratis tidak boleh digunakan saat:
Karyawan tegang, takut, atau kesal
Karyawan berharap agar pendapat mereka didengar
Karyawan mulai bergantung pada manajer mereka untuk membuat semua keputusan mereka
Terdapat moral karyawan yang rendah, perputaran dan absensi yang tinggi
Keuntungan Gaya Kepemimpinan Otokratis
Kontrol yang bagus
Program tidak terganggu
Hukum: Hukum perlindungan pemuda
Tidak ada diskusi panjang
Anggota kelompok tahu apa yang harus mereka lakukan
Aturan memberi keamanan
Disiplin
Kekurangan Gaya Kepemimpinan Otokratis
Tidak ada pengembangan kebebasan memilih
Kurang inisiatif sendiri (ketakutan, kebencian terhadap anggota lain)
Tidak ada kepercayaan
Kurang atau tidak percaya diri
Minat grup ditekan
Grup tidak santai
Persaingan di antara anggota kelompok
Kemampuan mengkritik ditekan
Independensi kelompok dilemahkan oleh otoritas pemimpin
Talenta tidak diakui dan karenanya tidak dipromosikan
2.      Gaya Kepemimpinan yang Otoriter
Pemimpin otoriter, juga dikenal sebagai pemimpin otokratis, memberikan harapan yang jelas untuk apa yang perlu dilakukan, kapan harus dilakukan, dan bagaimana itu harus dilakukan (Saqib Khan et al., 2015). Ada juga pembagian yang jelas antara pemimpin dan pengikut. Pemimpin otoriter membuat keputusan secara mandiri dengan sedikit atau tanpa masukan dari anggota kelompok lainnya. Para peneliti menemukan bahwa pengambilan keputusan kurang kreatif di bawah kepemimpinan otoriter. Penyalahgunaan gaya ini  biasanya dipandang sebagai pengendali, suka memerintah, dan diktator. Kepemimpinan otoriter paling baik diterapkan pada situasi di mana ada sedikit waktu untuk pengambilan keputusan kelompok.
3.      Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis juga disebut gaya partisipatif karena mendorong karyawan untuk menjadi bagian dari pengambilan keputusan (Saqib Khan et al., 2015). Manajer demokratis membuat karyawannya selalu mendapat informasi tentang semua hal yang memengaruhi pekerjaan mereka dan berbagi pengambilan keputusan dan tanggung jawab pemecahan masalah. Gaya ini menuntut pemimpin untuk menjadi seorang pelatih yang memiliki keputusan terakhir, tetapi mengumpulkan informasi dari anggota staf sebelum membuat keputusan. Kepemimpinan demokratis dapat menghasilkan karya berkualitas tinggi dan kuantitas tinggi untuk jangka waktu yang lama. Banyak karyawan menyukai kepercayaan yang mereka terima dan tanggapi dengan kerja sama, semangat tim, dan semangat kerja yang tinggi. Ciri pemimpin demokratis:
·         Mengembangkan rencana untuk membantu karyawan mengevaluasi kinerja mereka sendiri
·         Memungkinkan karyawan untuk menetapkan tujuan
·         Mendorong karyawan untuk tumbuh di pekerjaan dan dipromosikan
·         Mengakui dan mendorong pencapaian
·         Seperti gaya lain, gaya demokrasi tidak selalu tepat. Gaya ini paling berhasil bila digunakan dengan karyawan yang sangat terampil atau berpengalaman atau ketika menerapkan perubahan operasional atau menyelesaikan masalah individu atau kelompok.

Kepemimpinan demokratis tidak boleh digunakan ketika:
·      Tidak ada cukup waktu untuk memasukkan pendapat banyak orang
·      Lebih mudah dan lebih hemat biaya bagi manajer untuk membuat keputusan.
·      Manajer merasa terancam oleh jenis kepemimpinan ini.
·      Keselamatan karyawan merupakan masalah penting.
Keuntungan Gaya Kepemimpinan yang Demokratis
Cukup swadaya
Kompromi disepakati
Memotivasi
Berbagai gagasan
Memiliki kepercayaan diri dari anggota kelompok
Memperkuat kepentingan publik
Larangan dipahami
Pemahaman tentang sebagian besar masalah
Kemungkinan untuk tumbuh secara kreatif diberikan
Kebebasan beropini
Hak yang sama
Membuat integrasi orang luar mungkin
Kekurangan gaya kepemimpinan Demokrat
Menghabiskan banyak waktu untuk pemimpin
Sulit bagi pemimpin
Sangat bergantung pada usia
Tidak ada solusi optimal
Banyak diskusi dapat menjadi membosankan
4.      Gaya Kepemimpinan Laissez-Faire
Gaya kepemimpinan Laissez-Faire juga dikenal sebagai hands-off¨style di mana manajer menyediakan sedikit atau tidak ada arahan dan memberi karyawan kebebasan sebanyak mungkin (Saqib Khan et al., 2015). Semua otoritas atau kekuasaan diberikan kepada karyawan dan mereka harus menentukan tujuan, membuat keputusan, dan menyelesaikan masalah sendiri. Gaya kepemimpinan ini efektif digunakan saat:
Karyawan sangat terampil, berpengalaman, dan terdidik.
Ø Karyawan memiliki kebanggaan dalam pekerjaan mereka dan dorongan untuk melakukannya dengan sukses sendiri.
Ø Ahli luar, seperti staf spesialis atau konsultan digunakan
Ø Karyawan dapat dipercaya dan berpengalaman.
Gaya ini tidak boleh digunakan saat:
Ø Gaya ini membuat karyawan merasa tidak aman karena tidak adanya manajer.
Ø Manajer tidak dapat memberikan umpan balik secara teratur untuk memberi tahu karyawan seberapa baik kinerja mereka.
Ø Manajer tidak dapat berterima kasih kepada karyawan atas kerja bagus mereka.
Ø Manajer tidak memahami tanggung jawabnya dan berharap karyawan dapat melindunginya
Keuntungan Gaya Kepemimpinan Laissez-faire
Kebebasan memilih
Tidak ada beban pada anggota tim
Terkadang: independen
Pemimpin grup sangat membutuhkan waktu persiapan
Ada banyak kebebasan
Struktur sosial sendiri
Ø Kurangnya peluang pemimpin menjadi tidak populer
Kerugian Gaya Kepemimpinan Laissez-faire
Minoritas yang tidak puas
Toleransi antara anggota grup dihancurkan
Penyalahgunaan aturan
Anggota tim tidak lagi dianggap serius
Anggota yang lemah menahan diri
Pengunduran diri
Bahaya cedera yang tinggi terhadap hukum pengawasan.

5.      Gaya Kepemimpinan Birokratis
Kepemimpinan birokrasi adalah tempat manajer mengelola "dengan buku" segala sesuatu harus dilakukan sesuai prosedur atau kebijakan (Saqib Khan et al., 2015). Jika tidak dicakup oleh buku, manajer mengacu pada tingkat berikutnya di atas dia. Manajer benar-benar lebih dari seorang perwira polisi daripada seorang pemimpin. Dia menegakkan aturan. Gaya ini bisa efektif ketika:
Karyawan sedang melakukan tugas rutin berulang kali.
Karyawan perlu memahami standar atau prosedur tertentu.
Karyawan bekerja dengan peralatan yang berbahaya atau rumit yang membutuhkan serangkaian prosedur tertentu mengoperasikan.
Pelatihan keamanan atau keamanan sedang dilakukan.
Karyawan sedang melakukan tugas yang membutuhkan penanganan uang tunai.
Gaya ini tidak efektif ketika:
Bentuk kebiasaan kerja yang sulit dihilangkan, terutama jika tidak berguna lagi.
Karyawan kehilangan minat mereka dalam pekerjaan mereka dan rekan kerja mereka.
Karyawan hanya melakukan apa yang diharapkan dari mereka dan tidak lebih.
                               
6.      Gaya Kepemimpinan Transformasional
Bass & Avolio (1993) dalam  Nanjudeswaras & Swamy (2014) membagi gaya kepemimpinan menjadi kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transformasional dimaknai sebagai kepemimpinan yang melibatkan perubahan organisasi (Bass, 1985 dalam Hasanati, 2012). Gaya kepemimpinan transformasional menghargai nilai dan ideal karyawan,
memotivasi mereka untuk menempatkan kepentingan organisasi di tempat pertama, dan
mendorong mereka untuk mencapai keadaan diri terbaik (Burns, 1978 dalam
Xie et al., 2018). Gaya kepemimpinan transformasional membantu karyawan
mencapai tingkat permintaan yang lebih tinggi dan membangun suasana kepercayaan
antara pemimpin dan anggota tim.

Kepemimpinan transformasional terjadi ketika pemimpin menjadi lebih luas dan menjunjung tinggi kepentingan karyawan, setelah mereka menghasilkan kesadaran dan penerimaan untuk tujuan dan penugasan kelompok, jadi ketika mereka memadukan karyawan untuk tampil bukan untuk kepentingan diri mereka sendiri tetapi untuk kebaikan kelompok, pemimpin transformasional mendorong bawahan untuk melihat masalah dari perspektif baru, memberikan dukungan dan dorongan mengkomunikasikan suatu visi, menstimulasi emosi dan identifikasi (Nanjundeswaras & Swamy, 2014). Bruce dkk (1995) dalam Nanjudeswaras & Swamy (2014) mengatakan kepemimpinan transformasional dapat mendefinisikan dan mengartikulasikan visi untuk organisasi mereka dan gaya kepemimpinan mereka dapat mempengaruhi atau  "mengubah" variabel tingkat individu seperti meningkatkan motivasi dan variabel tingkat organisasi, seperti  menengahi konflik antar kelompok atau tim. Kepemimpinan transformasional yang diungkapkan telah aktif mempengaruhi hasil individu dan organisasi seperti itu sebagai kepuasan dan kinerja karyawan. Tingkat yang lebih tinggi kepemimpinan transformasional dikaitkan dengan lebih tinggi  tingkat potensi kelompok.

Menurut Bass dkk (1990) dalam Gopal, Rima, & Chowdhury (2014) seorang pemimpin dapat mentransformasikan bawahannya melalui empat cara:
1.    Idealized Influence (kharisma): mempunyai pengetahuan yang luas dibindangnya, membangkitkan kepercayaan dan memberi teladan dalam hal sikap, perilaku, prestasi maupun komitme kepada bawahannya. 
2.    Inspirational Motivation: menantang dan memberikan inspirasi pada bawahan dengan melatih kepekaan dan menciptakan kegembiraan dalam menyelesaikan pekerjaannya, membangkitkan semangat, optimisme
3.    Intellectual Stimulation: mendorong bahwan memunculkan ide-ide baru dan inovatif atas masalah yang dihadapi
4.    Individualized Consideration: memberikan perhatian sesuai dengan kebutuhan individu untuk berprestasi dan berkembang.

Pemimpin yang menerpakan gaya transformasional akan membawa dampak positif bak untuk organisasi maupun pengikutnya. Iklim dan akibat yang diperoleh bawahanadalah meningkat motivasi kerja, antusiasme, komitmen, kepuasan kerja, kesejahteraan, dan kesehatan.

7.      Gaya Kepemimpinan Transaksional
Berbeda dengan kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional melibatkan suatu proses pertukaran (exchange proccess) antara di mana para bawahan mendapatkan imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan perintah-perintah pemimpin (Bass, 1985 dalam Hasanati, 2012). Burn (1978) menerangkan keterkaitan antara konsep kepemimpinan transformasional-transaksional dengan teori tingkat kebutuhan dari Maslow, dijelaskan bahwa kebutuhan karyawan level rendah seperti kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, dan diterima oleh orang lain dipenuhi dengan kepemimpinan transaksional, sedang untuk memenuhi kebutuhan karyawan dengan level lebih tinggi yaitu harga diri dan aktualisasi diri hanya bisa dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan transformasional (Hasanati, 2012).

Pemimpin transaksional pertama akan memvalidasi hubungan antara kinerja dan hadiah dan kemudian menukarkannya dengan tanggapan yang tepat yang mendorong bawahan untuk meningkatkan kinerja (Nanjundeswaras & Swamy, 2014). Pemimpin transaksional cenderung fokus pada tugas penyelesaian dan kepatuhan karyawan dan para pemimpin ini sangat bergantung pada penghargaan organisasi dan  hukuman untuk mempengaruhi kinerja karyawan. Berbagai identifikasi jenis perilaku yang melekat pada kepemimpinan transaksional (Gopal et al., 2014; Xie et al., 2018) :
1)      Contingen Reward  : Bawahan menerima hadiah untuk kinerja yang baik.
2)      Management by Exception (Active) : Bawahan dimonitor dan kemudian dikoreksi jika perlu untuk mereka tampil efektif
3)      Management by Exception (Passive) : Bawahan menerima hukuman kontingen sebagai respons jika standar kinerja tidak tercapai

a.       Apa kepemimpinan komunitas
Robbins dan Coulter (2018) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi anggota kelompok untuk mencapai tujuan. Demikian pula, kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi antara pemimpin dan individu, kelompok, organisasi, komunitas, atau masyarakat dengan menginspirasi, mencerahkan, dan melibatkan orang lain untuk berpartisipasi dalam pencapaian tujuan (Stanhope & Lancaster, 2016). Pemimpin dalam masyarakat merupakan agen perubahan yang dapat menciptakan kohesi dan pengaruh positif terhadap budaya organisasi melalui perilaku dan praktik kepemimpinan yang dilakukan (Marcellino de Melo Lanzoni, Hörner Schlindwein Meirelles, & Cummings, 2016). (The University of Cambridge Insitute for Sustainability Leadership, 2017)

Sementara kepemimpinan di semua domain berbagi beberapa kesamaan, kepemimpinan komunitas adalah khas, karena kepemimpinan dalam domain komunitas beroperasi di bawah struktur atau tujuan yang berbeda dari organisasi atau individu tertentu. Apa yang membuat Kepemimpinan masyarakat yang khas adalah bahwa pemimpin komunitas tidak dapat hanya mengandalkan kekuasaan
dan otoritas formal untuk menyelesaikan sesuatu. Sebaliknya, seperti Pigg (1999) menyampaikan, komunitas pemimpin harus bergantung pada jaringan dan pengaruh, dan khususnya hubungan yang dikembangkan melalui interaksi ekstensif dalam komunitas. Ini diklasifikasikan oleh sosiolog sebagai pendekatan interaksional, dan secara khusus berfokus pada hubungan individu atau kelompok-kelompok yang terlibat dalam suatu urutan tindakan, seringkali dalam konteks tertentu (Fanelli, 1956).  Wilkinson (1986) mendefinisikan kepemimpinan
sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu yang membuat kontribusi khusus dan khusus untuk aksi komunitas. Bonjean (1963) menyamakan reputasi dengan kepemimpinan dan didefinisikan pemimpin sebagai anggota komunitas yang paling kuat dan berpengaruh. Angell (1951) struktur kepemimpinan bergambar dengan mengidentifikasi enam komponen yang berbeda dari interaksi dalam kepemimpinan masyarakat: karakteristik pemimpin pada saat induksi ke kepemimpinan, representasi kelompok dalam populasi, tingkat kepemimpinan kelompok di-tumbuh, hubungan dengan populasi umum, hubungan di antara para pemimpin, dan teknik kepemimpinan.

Salah satu definisi kepemimpinan komunitas saat ini berasal dari Goeppinger (2002) yang memandangnya sebagai proses interaktif antara individu dalam lokasi umum. Menurut Gibb (1948), tiga prinsip terpenting dalam mendefinisikan kepemimpinan
1. Relativitas terhadap situasi - bahwa ada masalah umum dan tujuan kelompok;
2. Termasuk bekerja menuju beberapa tujuan obyektif; dan
3. Menjadi proses rangsangan bersama - fenomena interaktif di mana
sikap, cita-cita, dan aspirasi para pengikut memainkan peran penting dalam
menentukan pemimpin.

Kepemimpinan masyarakat adalah strategi penting yang memungkinkan masyarakat untuk menanggapi proyek pengembangan masyarakat melalui partisipasi aktif dan mengambil tanggung jawab (Ricketts, 2005).

Kepemimpinan masyarakat berbeda dari gagasan klasik kepemimpinan adalah "tentang" pemimpin "yang meminta, membujuk, dan mempengaruhi 'pengikut'. Kepemimpinan masyarakat biasanya kurang hierarkis, pemimpin informal, non-terpilih dan sering didasarkan pada tindakan sukarela (serta bertindak sebagai simbol untuk perubahan. Kepemimpinan harus dilihat tidak hanya sebagai posisi dan otoritas tetapi juga sebagai yang muncul, interaktif dinamis (Martiskainen, 2017). Pemimpin dalam komunitas harus memiliki pemahaman yang jelas dalam menetapkan prioritas dan menjalin kerjasama yang baik di dalam maupun dil luar organisasi yang diinginkan dan memiliki dampak pada pra syarat untuk perawatan  (Bondas, 2006).

Kepemimpinan keperawatan komunitas diperlukan untuk memastikan keseimbangan antara perawatan akut jangka pendek di masyarakat dan penyediaan perawatan kesehatan primer yang holistik sehingga tercipta keseimbangan antara kepedulian pasien, ramah keluarga, dan ketertarikan masyarakat serta efektif secara ekonomis (Bondas, 2006; Kemp, Harris, & Comino, 2005). Kepemimpinan dalam masyarakat harus mampu untuk menilai kebutuhan dan tren dengan cepat, menggunakan semua data dan sumber informasi yang tersedia, kemudian dikembangkan tindakan inovatif, merencanakan dan mengevaluasi hasil menggunakan sistem pemantauan kualitas (Stanhope & Lancaster, 2016).

b.      Apa karakteristik dan alasan kepemimpinan di komunitas memerlukan karakteristik perilaku kepemimpinan
·         Karakteristik perilaku kepemimpinan di komunitas
Kepemimpinan dilihat sebagai kemampuan untuk memengaruhi, kualitas yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam keperawatan komunitas adalah integritas, keberanian, inisiatif, energi, optimisme, ketekunan, keseimbangan, kemampuan untuk menangani stres dan kesadaran diri. Pencapaian kualitas kepemimpinan yang efektif dalam keperawatan komunitas memerlukan perilaku kepemimpinan yang efektif. Berikut adalah beberapa karakteristik perilaku kepemimpinan perawat di komunitas (Whitebead, Weiss, & Tappen, 2010):
a.       Menetapkan prioritas.
Merencanakan perawatan untuk kelompok klien atau pengaturan rencana strategis organisasi. Pemimpin Anda perlu mengingat tiga hal dari prioritas yaitu mengevaluasi, mengeliminasi dan mengestimasi.
b.      Berpikir kritis.
Berpikir kritis adalah berpikir hati-hati, menganalisis segala sesuatu dalam mencapai keputusan tentang apa yang harus dipercaya atau apa yang harus dilakukan. Inti dari pemikiran kritis adalah menumbuhkan keinginan untuk bertanya dan menjadi terbuka terhadap ide-ide baru, serta cara-cara baru untuk melakukan sesuatu. Untuk menghindari asumsi dan bias dari pemimpin dan orang lain, tanyakan pada diri sendiri “Apakah saya memiliki informasi yang saya butuhkan? Apakah ini akurat? Apakah saya memprediksikan situasi?”.
c.       Menyelesaikan masalah.
Kepemimpinan yang efektif terjadi saat pemimpin membantu orang untuk mengidentifikasi masalah dan bekerja melalui proses pemecahan masalah dengan menemukan solusi yang masuk akal.
d.      Menghormati individu.
Masing-masing individu memiliki perbedaan keinginan dan kebutuhan. Misalnya, sebagian orang ingin nilai imbalan psikologis yang lebih dominan; orang lain lebih senang mendapatkan gaji yang layak. Tidak ada yang salah dengan salah satu dari sudut pandang ini. Pemimpin yang efektif menerima perbedaan-perbedaan ini pada orang dan membantu mereka temukan imbalan dalam pekerjaan mereka yang berarti untuk mereka.
e.       Terampil dalam komunikasi.
Terdiri dari mendengarkan orang lain, mendorong pertukaran informasi dan memberikan umpan balik.
f.       Mengomunikasikan visi untuk masa depan.
Pemimpin yang efektif memiliki visi untuk masa depan. Mengkomunikasikan visi ini kepada kelompok dan melibatkan semua orang dalam bekerja menuju visi dapat menciptakan inspirasi yang membuat orang terus melangkah maju ketika hal-hal menjadi sulit. Bahkan lebih baik, visi yang dirumuskan tidak hanya memuaskan bagi karyawan tetapi juga memiliki potensi yang kreatif dan inovatif. Visi ini adalah visi yang membantu membuat pekerjaan menjadi berarti.
g.      Mengembangkan diri sendiri dan orang lain.
Belajar tidak hanya berhenti di sekolah. PaPerawat berpengalaman mengatakan bahwa sekolah hanyalah permulaan, sekolah itu hanya mempersiapkan seseorang untuk terus belajar. Pemimpin yang efektif tidak hanya terus belajar tetapi juga mendorong yang lain melakukan hal yang sama. Terkadang, pemimpin berfungsi sebagai guru. Di sisi lain, peran mereka terutama untuk mendorong dan membimbing orang lain untuk mencari lebih banyak pengetahuan (Whitebead et al., 2010).

·         Alasan mengapa keperawatan komunitas memerlukan karakteristik perilaku kepemimpinan
Pemimpin keperawatan komunitas bekerja sama dengan sejawat ataupun tenaga kesehatan lain serta masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Perawat komunitas juga bertanggung jawab pada populasi rentan dan risiko tinggi yang memerlukan perhatian lebih banyak dalam hal pemeliharaan status kesehatan. Maka dari itu, pemimpin dalam keperawatan komunitas harus dapat berpartisipasi dalam menyusun peraturan publik dan organisasi, menyusun program promosi kesehatan serta lingkungan hidup dan mampu bekerja sama secara interprofesional  (Stanhope & Lancaster, 2016). Perilaku kepemimpinan yang efektif seperti yang telah dijelaskan di atas sangat diperlukan karena perawat yang memimpin di komunitas tidak hanya bekerja dengan tim perawat saja, tetapi juga dengan tenaga kesehatan lain, masyarakat serta pemangku kebijakan. Hal ini juga disebutkan oleh Cameron, Harbison, Lambert, & Dickson  (2012) bahwa keperawatan komunitas di Britania Raya (Inggris) telah pindah dari struktur datar praktisi spesialis ke multidisiplin yang lebih bervariasi berbagai tingkatan, baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar. Meningkatnya kompleksitas tim, struktur organisasi dan laju perubahan menimbulkan tantangan dalam membangun kepemimpinan perawatan yang efektif, dan kepemimpinan klinis dalam keperawatan komunitas. Selain itu, karakteristik kepemimpinan yang efektif juga berpengaruh pada kesehatan klien. Hal ini dijelaskan oleh Holm & Severinsson (2014) bahwa salah satu keunggulan dari perawatan berbasis komunitas untuk lansia adalah memungkinkan lansia untuk mendapatkan kembali atau mempertahankan tingkat kemandirian dan kesejahteraannya. Kepemimpinan dan manajemen keperawatan yang efektif dapat meningkatkan hasil perawatan lansia yang lebih baik di komunitas.
Karakteristik kepemimpinan yang baik sangat diperlukan oleh pemimpin keperawatan komunitas yang sesuai dengan definisi kepemimpinan keperawatan dengan tujuan untuk memengaruhi perawat dalam melaksanakan perannya dalam meningkatkan derajat kesehatan individu, keluarga, kelompok dan komunitas sehingga derajat kesehatan masyarakat optimal.
c.       Gaya kepemimpinan apa yang tepat dipilih di komunitas, jelaskan alasannya.
Setiap pemimpin di dalam keperawatan komunitas mengembangkan gaya kepemimpinan mereka sendiri. Gaya kepemimpinan yang diterapkan di keperawatan komunitas harus dapat diadaptasikan dan dapat digunakan dalam berbagai situasi untuk mencapai hasil yang maksimal. Gaya Kepemimpinan di dalam keperawatan cukup bervariasi, diantaranya yaitu otoriter, lasissez-faire, demokrasi, transformasi, dan transaksional (Marquis & Huston, 2015). Adams (2010) menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan dibagi berdasarkan tingkat yang berbeda sesuai dengan tanggung jawab perawat komunitas sebagai tenaga professional. Terdapat 3 struktur tanggung jawab perawat dalam kepemimpinan di komunitas, yaitu tanggung jawab kepada klien (sebagai klien yang bertemu dengan klinisian), tanggung jawab kepada klinisian spesialis, dan tanggung jawab kepada perawat komunitas spesialis (sebagai direktur kunjungan kesehatan).
1.      Perawat Bertanggung Jawab kepada Klien
Dalam peran ini, perawat menggunakan gaya kepemimpinan otoriter, demokrasi, dan transformasional. Melalui gaya kepemimpinan otoriter, perawat yang turun langsung ke klien memiliki otoritas dan otonomi untuk memimpin dan memberikan layanan atas nama klien dengan tetap memperhatikan kebutuhan masing-masing individu. Selain itu, perawat pada peran ini juga dapat menerapkan gaya kepemimpinan demokratis, seperti bekerja sama dengan spesialis klinis atau bidang keilmuan lain untuk membangun layanan inovatif baru, mengumpulkan data, dan menunjukkan hasil dari kegiatan yang telah dilakukan. Sedangkan gaya transformasional dilakukan jika perawat tersebut juga berperan sebagai pemimpin tim, perawat harus mampu memimpin tim secara bercampur, memastikan efektivitas, dan memberikan hasil sesuai dengan standar pelaporan yang ada (Adams, 2010; Saqib Khan et al., 2015).
2.      Perawat Bertanggung Jawab kepada Klinisian Spesialis

Dalam peran perawat bertanggung jawab kepada klinisian, perawat menggunakan gaya kepemimpinan otoriter, demokratis, dan transformasional. Masing-masing gaya kepemimpinan digunakan dalam tugas yang berbeda. Gaya kepemimpinan otoriter pada peran penanggung jawab kepada klinisian digambarkan bahwa perawat komunitas memiliki otoritas dan otonomi untuk memberikan dukungan profesional, pengawasan klinis, dan bimbingan kepada rekan-rekan perawat komunitas lain yang terjun langsung kepada masyarakat (Masterson & Gough, 2010; Adams, 2010; Saqib Khan et al., 2015).

Pada gaya kepemimpinan demokrratis, hal yang dilakukan oleh perawat komunitas berkaitan dengan peran penanggung jawab kepada klinisian spesialis diantaranya yaitu menentukan pendidikan dan pelatihan perawat komunitas yang turun ke masyarakat, mendukung pengembangan dan evaluasi layanan perawat komunitas, dan memastikan bahwa seluruh praktik yang dilakukan adalah berdasarkan pada evidence based practice (Adams, 2010). Selian itu, dengan gaya transformasional, perawat komunitas dapat terus mengupayakan layanan kesehatan terbaik, mengembangkan mekanisme untuk mensosialisasikan keberhasilan melalui publikasi maupun konferensi dengan dukungan penggunaan teknologi informasi. Gaya trasformasi juga memungkinkan perawat komunitas untuk merangkul kepemimpinan tim, baik di kementerian kesehatan atau organisasi-organisasi non pemerintah, misalnya dalam kasus perawat komunitas yang bekerja dengan staf NGO TB Care (Masterson & Gough, 2010; Adams, 2010).

3.      Perawat Bertanggung Jawab kepada Perawat Komunitas di Jenjang Direktur
Dalam peran penanggung jawab di jajaran direksi, perawat komunitas berperan sebagai pemimpin paling senior dari layanan keperawatan dan kunjungan kesehatan, posisi ini setara dengan direktur yang berada di dewan komisi konsorsium (The Prime Minister’s Commission on the Future Nursing and Midwifery, 2010). Sebagai bagian dari direksi, perawat komunitas memastikan bahwa layanan mencerminkan kebutuhan holistik, tidak hanya berfokus pada kondisi medis dan perawatan medis yang diberikan perawat. Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam peran ini adalah demokrasi, transformasional, dan laissez-faire.
Gaya kepemimpinan demokrasi di dalam peran ini ditunjukkan perawat komunitas dengan cara menjadi pemimpin yang inspiratif serta mendukung pengembangan keterampilan kepemimpinan untuk jajaran di bawahnya. Pada saat yang sama, perawat komunitas harus bertindak sebagai advokat di tingkat anggota dewan dengan membawa aspirasi dari para professional kesehatan dan klien di masyarakat serta bekerja bersama komisaris layanan dan prospek klinis (The Prime Minister’s Commission on the Future Nursing and Midwifery, 2010; Adams, 2010).
Gaya kepemimpinan transformasional di dalam peran penanggug jawab di jenjang direksi dilakukan dengan cara memastikan bahwa risiko masalah kesehatan telah dikelola dengan tepat, kualitas layanan kesehatan terjamin, dan hasil yang telah dicapai disampaikan dengan baik. Tujuan keseluruhan perawat komunitas pada bagian ini adalah membangun kapasitas kepemimpinan dan kemampuan tenaga kerja seluruh perawat di dalamnya.( The Prime Minister’s Commission on the Future Nursing and Midwifery, 2010) Kesuksesan dalam peran ini dapat terlihat pada perawat yang memiliki visi yang jelas, mampu mengelola kompleksitas, mengambil pendekatan dari bawah ke atas, mampu berkomunikasi, serta mampu mendengarkan perawat lain yang berada di garis depan (Adams, 2010). Setelah program pengembangan pelayanan tercapai, para direktur keperawatan harus memastikan mekanisme komunikasi diimplementasikan untuk dialog reguler dengan perawat yang memberikan layanan, serta memfasilitasi dan memotivasi perawat klinis spesialis untuk merangkul tanggung jawab kepemimpinan mereka sendiri (Masterson dan Gough, 2010).
Keberhasilan kepemimpinan pada tingkat ini terlihat pada kemampuan perawat yang berada di bawah kepemimpinannya untuk menerapkan gaya kepemimpinan laissez-faire. Pada tingkat apapun di masyarakat, perawat komunitas diharapkan mampu menggunakan kapasitas dan kemampuan profesional mereka untuk memberikan hasil yang efiesien biaya dan secara mandiri menentukan kegiatan mereka (Adams, 2010; Masterson dan Gough, 2010).

Daftar Pustaka
Adams, C (2010). What Leadership Skills Will Community Nurses Need to Improve Outcomes in the New NHS. Nursing Times, Vol 106 No. 48
Masterson, A. & Gough, P. (2010). Adaptable leaders are crucial to the new NHS. Nursing Times; 106: 34, 23
Saqib Khan, M., Khan, I., Afaq Qureshi, Q., Muhammad Ismail, H., Rauf, H., Latif, A., & Tahir, M. (2015). The Styles of Leadership: A Critical Review. Public Policy and Administration Research, 5(3), 2225–2972.
The Prime Minister’s Commission on the Future of Nursing and Midwifery. (2010). Front Line Care: the Future of Nursing and Midwifery in England. Report of the Prime Minister’s Commission on the Future of Nursing and Midwifery in England 2010. London: DH. http://tryurl.com/PM-commision
Bondas, T. (2006). Paths to nursing leadership. Journal of Nursing Management, 14(5), 332–339. https://doi.org/10.1111/j.1365-2934.2006.00620.x
Cameron, S., Harbison, J., Lambert, V., & Dickson, C. (2012). Exploring leadership in community nursing teams. Journal of Advanced Nursing, 68(7), 1469–1481. https://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2011.05869.x
Holm, A. L., & Severinsson, E. (2014). Effective nursing leadership of older persons in the community - A systematic review. Journal of Nursing Management, 22(2), 211–224. https://doi.org/10.1111/jonm.12076
Kemp, L. A., Harris, E., & Comino, E. J. (2005). Changes in community nursing in Australia: 1995-2000. Journal of Advanced Nursing, 49(3), 307–314. https://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2004.03289.x
Marcellino de Melo Lanzoni, G., Hörner Schlindwein Meirelles, B., & Cummings, G. (2016). Nurse Leadership Practices In Primary Health Care : A Grounded Theory, 25(4), 1–9. https://doi.org/10.1590/0104-07072016004190015
Martiskainen, M. (2017). The role of community leadership in the development of grassroots innovations. Environmental Innovation and Societal Transitions, 22, 78–89. https://doi.org/10.1016/j.eist.2016.05.002
Ricketts, K. G. (2005). The importance of community leadership to successful rural communities in Florida. Dissertation Abstracts International Section A: Humanities and Social Sciences, 66(6–A), 2070. Retrieved from http://ovidsp.ovid.com/ovidweb.cgi?T=JS&PAGE=reference&D=psyc4&NEWS=N&AN=2005-99023-020
The University of Cambridge Insitute for Sustainability Leadership. (2017). Global Definitions of Leadership and Theories of Leadership Developement: Literature Review. A Report Commissioned by the British Council. Retrieved from https://www.cisl.cam.ac.uk/publications/publication-pdfs/Global-Definitions-Leadership-Theories-Leadership-Development.pdf
Whitebead, D. K., Weiss, S. A., & Tappen, R. M. (2010). Essentials of nursing leadership and management (5th ed.). Philadelphia: F.A Davis Company.
Stanhope, M. & Lancaster, J. (2016). Public health nursing: Population centered health care in the community. St. Louis Missouri: Elsevier Inc.
Bondas, T. (2006). Paths to nursing leadership. Journal of Nursing Management, 14(5), 332–339. https://doi.org/10.1111/j.1365-2934.2006.00620.x
Cameron, S., Harbison, J., Lambert, V., & Dickson, C. (2012). Exploring leadership in community nursing teams. Journal of Advanced Nursing, 68(7), 1469–1481. https://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2011.05869.x
Holm, A. L., & Severinsson, E. (2014). Effective nursing leadership of older persons in the community - A systematic review. Journal of Nursing Management, 22(2), 211–224. https://doi.org/10.1111/jonm.12076
Kemp, L. A., Harris, E., & Comino, E. J. (2005). Changes in community nursing in Australia: 1995-2000. Journal of Advanced Nursing, 49(3), 307–314. https://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2004.03289.x
Marcellino de Melo Lanzoni, G., Hörner Schlindwein Meirelles, B., & Cummings, G. (2016). Nurse Leadership Practices In Primary Health Care : A Grounded Theory, 25(4), 1–9. https://doi.org/10.1590/0104-07072016004190015
Martiskainen, M. (2017). The role of community leadership in the development of grassroots innovations. Environmental Innovation and Societal Transitions, 22, 78–89. https://doi.org/10.1016/j.eist.2016.05.002
Ricketts, K. G. (2005). The importance of community leadership to successful rural communities in Florida. Dissertation Abstracts International Section A: Humanities and Social Sciences, 66(6–A), 2070. Retrieved from http://ovidsp.ovid.com/ovidweb.cgi?T=JS&PAGE=reference&D=psyc4&NEWS=N&AN=2005-99023-020
The University of Cambridge Insitute for Sustainability Leadership. (2017). Global Definitions of Leadership and Theories of Leadership Developement: Literature Review. A Report Commissioned by the British Council. Retrieved from https://www.cisl.cam.ac.uk/publications/publication-pdfs/Global-Definitions-Leadership-Theories-Leadership-Development.pdf
Whitebead, D. K., Weiss, S. A., & Tappen, R. M. (2010). Essentials of nursing leadership and management (5th ed.). Philadelphia: F.A Davis Company.

Tidak ada komentar: