Sindroma Nefrotik
adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran
glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan urinarius yang massif
(Whaley & Wong, 2003).
Menurut Behrman
dalam bukunya yang berjudul Ilmu Kesehatan Anak (2001) bahwa “pada anak
karena mempunyai kelainan pembentukan glomerulus”. Menurut tinjauan dari Robson, dari 1400
kasus, beberapa jenis glomerulonefritis merupakan penyebab dari 78% sindrom
nefrotik pada orang dewasa dan 93% pada anak-anak (Price, 1995).
Sampai pertengahan
abad ke-20 morbiditas sindrom nefrotik pada anak masih tinggi yaitu melebihi
50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%. Menurut Raja Sheh angka kejadian
kasus sindrom nefrotik di asia tercatat sebanyak 2 kasus tiap 10.000 penduduk
(Republika, 2005). Sedangkan angka kejadian di Indonesia pada sindrom nefrotik
mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun
(Alatas, 2002). Sindrom nefrotik pada kasus anak-anak tercatat sebanyak 4 kasus
yang mendapatkan perawatan di ruang anak C1 lantai 2 RSUP Dr. Kariadi Semarang
terhitung mulai tahun 2006 maret 7 anak .
Mortalitas dan
prognosis anak dengan sindroma nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat,
luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan responnya terhadap
pengobatan (Betz & Sowden, 2002).
Pada An. P,
keluarga mempunyai status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah
sehingga resiko terjadi ketidakefektifan penatalaksanaan aturan pengobatan bisa
terjadi. Sehingga peran perawat di sini adalah memberikan informasi mengenai
segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit sindrom nefrotik.
Pada keadaan yang
lanjut, sindroma nefrotik yang tidak ditangani secara benar bisa mengarah pada
gagal ginjal kronik stadium akhir (Republika, 2005). Oleh karena itu peran
perawatlah untuk melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan sindrom nefrotik
secara benar dan tepat. Sebab kematian sindroma nefrotik berhubungan dengan
gagal ginjal kronik.
A.
Pengertian
Sindroma Nefrotik ditandai dengan
proteinuria, hipoproteinemia, edema, dan hiperlipidemia (Behrman, 2001).
Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan
urinarius yang massif (Whaley & Wong, 2003). Sindroma nefrotik adalah
kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena kerusakan
glomerulus yang difus (Luckman, 1996).
Sindroma nefrotik adalah suatu
keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan penyakit yang mendasari, dimana
menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus. Secara fungsional sindrom nefrotik
diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi dalam glomerulus yang
biasanya menimbulkan berbagai macam masalah yang membutuhkan perawatan yang
tepat, cepat, dan akurat. (Alatas, 2002)
Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe Syndrom
Nefrotik :
1. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik Sindroma)
Merupakan kondisi yang
tersering yang menyebabkan sindroma nefrotik pada anak usia sekolah.
2.
Sindroma Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler kolagen,
seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura anafilaktoid,
glomerulonefritis, infeksi sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
3.
Sindroma Nefirotik Kongenital
Faktor herediter sindroma
nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindroma
nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan
proteinuria. Penyakit ini
resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun
pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialisis.
B.
Etiologi
Penyebab sindroma nefrotik ini belum
diketahui, namun akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit autoimun, yaitu
reaksi antigen-antibodi. Dimana 80% anak dengan sindroma nefrotik yang
dilakukan biopsi ginjal menunjukkan hanya sedikit keabnormalannya, sementara
sisanya 20 % biopsi ginjal menunjukkan keabnormalan seperti glomerulonefritis
(Novak & Broom, 1999). Patogenesis mungkin karena gangguan metabolisme,
biokimia dan fisiokimia yang menyebabkan permeabilitas membran glomerulus
meningkat terhadap protein (Whalley and Wong, 1998). Sedangkan menurut Behrman
(2001), kebanyakan (90%) anak yang menderita nefrosis mempunyai beberapa bentuk
sindroma nefrotik idiopatik, penyakit lesi minimal ditemukan pada sekitar 85%.
Sindroma nefrotik sebagian besar diperantarai oleh beberapa bentuk
glomerulonefritis.
C.
Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindroma
nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap
sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan
permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang
terkait dengan hilangnya muatan negatif gliko protein dalam dinding kapiler.
Pada sindroma nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan
protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein di dalam tubulus terlalu
banyak akibat dari kebocoran glomerulus dan akhirnya dieskresikan dalam urin.
Pada sindroma nefrotik protein hilang
lebih dari 2 gram per-hari yang terutama terdiri dari albumin yang
mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin
serum turun di bawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi
yang memuaskan tetapi kemungkinannya adalah bahwa edema didahului oleh
timbulnya hipoalbumin akibat kehilangan protein urin. Hipoalbumin menyebabkan
penurunan tekanan osmotik plasma yang memungkinkan transudasi cairan dari
ekstravaskuler ke ruang interstisial. Penurunan volume ekstravaskuler menurunkan
tekanan perfusi ginjal, mengaktifkan system renin angiotensin aldosteron yang
merangsang reabsorbsi atrium di tubulus distal.
Penurunan
volume intravaskuler juga merangsang pelepasan hormon antidiuretik yang
mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan osmotik
plasma berkurang, natrium dan air yang telah diabsorbsi masuk ke ruang
interstisial, memperberat edema. Adanya faktor-faktor lain yang juga memainkan
peran pada pembentukan edema dapat ditunjukkan melalui observasi bahwa beberapa
penderita sindroma nefrotik mempunyai volume intravaskuler yang
normal/meningkat dan kadar renin serta aldosteron plasma normal/ meningkat dan
kadar renin serta aldosteron plasma normal atau menurun Penjelasan secara
hipotesis meliputi defek intrarenal dalam ekskresi natrium dan air atau adanya
agen dalam sirkulasi yang menaikkan permeabilitas dinding kapiler di seluruh tubuh
serta dalam ginjal.
Pada status
nefrosis hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan lipoprotein
serum meningkat. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam
hati, termasuk lipoprotein dan katabolisme lemak menurun, karena penurunan
kadar lipoprotein lipase plasma. Sistem enzim utama yang mengambil lemak dari
plasma. Apakah lipoprotein plasma keluar melalui urin belum jelas (Behrman,
2000).
DOWNLOAD FILE WORD LENGKAP KLIK DISINI !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar