ASUHAN KEPERAWATAN ALZHEIMER APLIKASI NANDA, NOC, NIC



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Demensia ( demensia senil, sindroma otak kronis ) lebih merupakan gejala dan bukanlah suatu kondisi penyakit yang jelas. Biasanya bersifat progesif dan ireversibel dan bukan merupakan bagian normal dari proses penuaan. Ditandai dengan penurunan umum umum fungsi intelektual yang bisa meliputi kehilangan ingatan, kemampuan penalaran abstrak, pertimbangan dan bahasa, terjadi perubahan keperibadian dan kemampuan menjalankan aktifitas hidup sehari-hari semakin memburuk.
Penyakit Alzheimer biasanya timbul pada usia setelah 65 tahun dan menimbulkan demensia senilis. Namun penyakit ini dapat muncul lebih dini dan me¬nyebabkan demensia prasenilis. Tampaknya terdapat predisposisi genetik untuk penyakit ini, terutama pada penyakit awitan dini. Pada 1% sampai 10% kasus, biasanya diderita 0 % bayi, angka prevalensi berhubungan erat dengan usia. Bagi individu diatas 65 tahun penderita dapat mencapai 10%, sedang usia 85 tahun angka ini meningkat mencapai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit Alzheimer menjadi penyakit yang bertambah banyak.
Penyakit Alzheimer kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer atau demensia senil jenis Alzheimer, dibandingkan mereka yang meninggal akibat sebab-sebab lain, pada otak pasien yang meninggal akibat penyakit Alzheimer terjadi penurunan sampai 90% kadar enzim yang berperan dalam pembentukan asetikolin, kolin asetiltransferase. Dengan demikian, dengan tidak adanya asetilkolin paling tidak ikut berperan menyebabkan penyakit Alzheimer seperti : mudah lupa dan mengalami penurunan fungsi kognitif. Pada para pengiap penyakit ini, neurotransmitter lain juga tampaknya berkurang.

B.   Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui tinjauan teoritis dari Alzheimer
2.      Mengetahui asuhan keperawatan dari Alzheimer.

E.     Manifestasi klinis
Manifestasi/ gejala klinis yang muncul pada pasien dengan penyakit Alzheimer diantaranya :
1. Kehilangan daya ingat/memori
2. Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa
3. Kesulitan berbahasa.
4. Kesulitan tidur
5. Disorientasi waktu dan tempat
6. Penurunan kemampuan dalam memutuskan sesuatu
7. Emosi labil
8. Apatis
9. Tonus otot / kekakuan otot
10. Ketidakmampuan mendeteksi bahaya

F.     Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada pasien dengan penyakit Alzheimer diantaranya :
1. Infeksi
2. Malnutrisi
3. Kematian

G.    Penatalaksanaan medis
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
Pengobatan simptomatik:
1.    Inhibitor kolinesterase
a.    Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral
b.    Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin (Razadyne), & rivastigmin
c.    Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung
d.   ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, ↑ HCl, dan ↓ nafsu makan.
2.    Thiamin
Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
Contoh: thiamin hydrochloride
Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral
Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3.    Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik
Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4.    Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal.
Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
Dosis : maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5.    Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi :
Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral Haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut
Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
6.    Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzyme ALC transferase.
Tujuan : meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan
Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif
(Yulfran, 2000).

H.    Pemeriksaan Diganostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut :
1.    Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan :
atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :
a.         Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
b.         Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amiloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
c.         Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam pengobatan penyakit Alzheimer.
d.        Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak
e.         Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.
2.    Pemeriksaan Neuropsikologik
a.          Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
b.         Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena :
1)   Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
2)   Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
3)   Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.
3.      CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.
a.         CT Scan :
Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
b.        MRI :
peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.
MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
c.         EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
d.        PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan :
1)      penurunan aliran darah
2)      metabolisme O2
3)      glukosa didaerah serebral
e.       SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
4.      Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skrining antibody yang dilakukan secara selektif. (Yulfran, 2009).


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
Adapun pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan penyakit Alzheimer diantaranya :
1.      Identitas klien
a.       Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, status perkawinan, golongan darah, dan hubungan pasien dengan penanggung jawab.
2.      Riwayat kesehatan
a.       Riwayat penyakit dahulu yaitu penyakit apa saja yang pernah diderita pasien, baik penyakit yang dapat menjadi faktor pendukung terjadinya penyakit Alzheimer, maupun yang tidak.
b.       Riwayat penyakit sekarang yaitu penyakit yang diderita pasien saat ini, dalam kasus ini penyakit Alzheimer
c.       Riwayat penyakit keluarga yaitu penyakit yang pernah diderita anggota keluarga yang lain, baik yang dapat menjadi faktor pendukung terjadinya penyakit Alzheimer maupun yang tidak.
3.      Pengkajian PsikoSosial Spiritual
Adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien menglami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan mudah marah, dan tidak kooperatif. Perubahan yang terpenting pada pasien dengan penyakit Alzheimer adalah penurunan kognitif dan memori (ingatan).
4.      Aktifitas istirahat
a.    Gejala: Merasa lelah
b.    Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
c.    Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi.
d.   Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
5.      Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli (merupakan factor predisposisi).
6.      Integritas ego
·         Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.
·         Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.
7.      Eliminasi
·         Gejala: Dorongan berkemih
·         Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
8.      Makanan/cairan
·         Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.
·         Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan (mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap lanjut).
9.      Hiygene
·         Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
·         Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan
10.  Neurosensori
·         Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif, dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodik ( sebagai faktor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ).
·         Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus ).
11.  Kenyamanan
·         Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi faktor predisposisi atau faktor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya).
·         Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain.
12.  Interaksi sosial
·         Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. faktor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
·         Tanda : Kehilangan kontrol sosial,perilaku tidak tepat
13.  Pemeriksaan Fisik
·      Keadaan umum:
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan.
·      Gangguan fungsi pernafasan :
Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
a.         Inspeksi: di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot Bantu nafas.
b.        Palpasi : Traktil premitus seimbang kanan dan kiri
c.         Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
d.        Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
·         Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.
·         Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya.
Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
·         Pada tahap lanjut, beberapa pasien sering mengalami inkontinensia urin biasanya dengan penurunan status kognitif dari pasien Alzeimer. Penurunan refleks kandung kemih yang bersifat progresif dan pasien mungkin mengalami inkontinensia urin, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
·         Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan aktivitas umum klien sering mengalami konstipasi.
·         Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam melakukan pergerakan karena perubahan pada gaya berjalan dan kaku pada seluruh gerakan memberikan resiko pada trauma fisik jika melakukan aktivitas.
·         Pengkajian Tingkat Kesadaran:
Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif klien.
·         Pengkajian fungsi serebral:
Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
·         Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII :
a.        Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi penciuman
b.      Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman penglihatan
c.       Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini
d.      Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
e.        Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
f.       Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta penurunan aliran darah regional
g.      Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif
h.      Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
i.        Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal

·         Pengkajian sistem Motorik
Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum.
Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.
·         Pengkajian Refleks
Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh.
·         Pengkajian Sistem sensorik
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.

B.     Diagnosa
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan diagnosa medis Alzheimer diantaranya :
1.     Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari
2.     Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi/neuron ireversibel
3.     Perubahan sensori-persepsi berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan integritas sensori
4.     Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori
5.     Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif keterbatasan fisik.
6.     Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan ketidakmampuan menentukan letak kamar mandi atau mengenali kebutuhan
7.     Koping keluarga tak efektif berhubungan dengan tingkah laku pasien yang tidak menentu.
C.    Intervensi
1.      Sindrom stress relokasi b/d perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari
a.       Tempatkan pada ruangan pribadi jika mungkin dan bergabung dengan orang terdekat dalam aktivitas perawatan, waktu makan dst.
Rasional: perawatan dirumah sakit mengubah aktivitas rutin pasien dapat menimbulkan peningkatan masalah tingkah laku bahkan pda orang dengan gangguan kognitif sekali pun.
b.      Tentukan jadwal aktivitas pasien yang wajar dan masukkan dalam kegiatan rutin rumah sakit sebisa mungkin.
Rasional: konsistensi memberikan jaminan dan mungkin mengurangi kebingungan dan meningkatkan rasa kebersamaan.
c.       Berikan penjelasan, informasi yang menyenangkan mengenai kegiatan/peristiwa.
Rasional: menurunkan “rasa terkejut”
d.      Pertahankan dalam keadaan tenang.
Rasional: Menenangkan situasi dan memberi pasien waktu untuk memperoleh kendali terhadap perilaku dan emosinya.
e.       Beri dorongan dengan penggunaan sentuhan jika pasien tidak mengalami paranoid atau sedang mengalami agitasi sesaat.
Rasional: Memberikan keyakinan, menurunkan stress, meningkatkan kualitas hidup.
2.      Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi atau neuron irreversibel
a.       Lakukan pendekatan dengan cara perlahan dan tenang.
Rasional: Pendekatan yang terburu-buru dapat mengancam pasien bingung yang mengalami kesalahan persepsi atau perasaan terancam oleh imajinasi orang dan/atau situasi tertentu.
b.      Tatap wajah ketika bercakap-cakap dengan pasien
Rasional: Menimbulkan perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguabn perceptual.
c.       Panggil pasien dengan namanya.
Rasional: Nama merupakan bentuk identitas diri dan menimbulkan pengenalan terhadap realita dan individu
d.      Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara dengan perlahan pada pasien.
Rasional: Meningkatkan kemungkinan pemahaman. Ucapan yang tingi dan suara yang keras menimbulkan stress/marah yang kemungkinan dapat mencetuskan memori konfrontasi sebelumnya dan menjadi provokasi respons marah.
3.     Perubahan sensori-persepsi b/d perubahan resepsi, transmisi dan/atau integritas sensori.
a.       Anjurkan untuk menggunakan kacamata, alat bantu pendengaran sesuai keperluan.
Rasional: Dapat meningkatkan masukan sensori, membatasi/menurunkan kesalahan interpretasi stimulasi.
b.      Berikan lingkungan yang tenang dan tidak kacau jika diperlukan seperti musik yang lembut, gambar/dinding cat sederhana.
Rasional: Membantu untuk menghindari masukan sensori penglihatan/pendengaran yang berlebihan dengan mengutamakan kualitas yang tenang, konsisten.
c.       Tingkatkan keseimbangan fungsi fisiologis dengan menggunakan bola lantai, tangan menari dengan disertai musik
Rasional: Menjaga mobilitas (yang dapat menurunkan risiko terjadinya atrofi atau osteoporosis pada tulang)dan memberikan kesempatan yang berguna untuk interksi dengan orang lain.
d.      Berikan sentuhan dalam cara perhatian
Rasional: Dapat meningkatkan persepsi terhadap diri sendiri.
4.      Perubahan pola tidur b/d perubahan pada sensori
a.       Hindari penggunaan “pengikatan” secara terus menerus
Resiko gangguan sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu istirahat.
b.       Evaluasi tingkat stress/orientasi sesuai perkembangan hari demi hari
R : Peningkatan kebingungan, disorientasi dan tingkah laku yang tidak kooperatif dapat melanggar pola tidur yang mencapai tidur pulas.
c.        Berikan makanan kecil sore harui, susu hangat, mandi dan masase punggung.
R : Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.
d.      Berikan kesempatan untuk beristirahat/tidur sejenak,anjurkan latihan saat siang hari, turunkan aktivitas mental/fisik pada sore hari.
R : Karena aktivitas fisik dan mentalyang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat meningkatkan kebingungan, aktivitas yang terprogram tanps stimulasi berl;ebihan yang meningkatkan waktu tidur.
5.    Kurang perawatan diri b/d penurunan kognitif/keterbatasan fisik.
a.       Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/perawatan diri, seperti keterbatasan gerak fisik, apatis/depresi; penurunan kognitif atau temperatur ruangan.
R : Memahami penyebab yang mempengaruhi pilihan intervensi/strategi
b.      Perhatikan adanya tanda-tanda non-verbal yang fisiologis.
R : Kehilangan sensori dan penurunan fungsi bahasa mungkin menyebabkan pasien mengungkapkan kebutuhan perawatan diri dengan cara nonverbal, seperti terengah-engah.
c.       Beri banyak waktu untuk melakukan tugas
R : Pekerjaan yang tadinya mudah (mis. Berpakaian, mandi) sekarang menjadi terhambat karena adanya penurunan keterampilan motorik dan perubahan kognitif dan perubahan fisik.
d.      Bantu untuk mengenakan pakaian yang rapi/berikan pakaian yang rapi dan indah
R : Meningkatkan kepercayaan, dapat menurunkan perasaan kehilangan dan meningkatkan kepercayaan untuk hidup
e.       Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan perawatan rambut/kuku/kulit bersihkan kacamata dan gosok gigi.
R : Sesuai dengan perkembangan penyakit, kebutuhan akan kebersihan dasar mungkin dilupakan.


D.    EVALUASI
1.      Mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan diri sendiri.
2.      Mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber-sumber pribadi/komunitas yang dapat memberikan bantuan.
3.      Mampu mengenali perubahan dalam berpikir/tingkah laku dan factor-faktor penyebab jika memungkinkan
4.      Mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman dan kebingungan
5.      Mampu mendemonstrasikan respons yang meningkat/sesuai dengan stimulasi
6.      Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun)
7.      Mampu menerima kondisi orang yang dicintai dan mendemonstrasikan tingkah laku koping yang positif dalam mengatasi keadaan
8.       Mampu menciptakan pola eliminasi yang adekuat/sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:EGC
Lumbantobing, Prof.DR.dr.SM. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta : FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006.  Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar