BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Trauma adalah suatu keadaan ketika
seseorang mengalami cedera karena salah satu sebab. Penyebab utama trauma
adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga dan rumah tangga. Di
Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas ± 12.000 orang per tahun
(Chairuddin Rasjad,1998). Trauma musculoskeletal biasanya menyebabkan disfungsi
struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau
disangganya. Gangguan yang paling sering terjadi akibat trauma muskuloskeletal
adalah kontusi, strain,sprain, dislokasi dan sublukasi serta fraktur. Trauma
yang dialami seseorang akan menyebabkan berbagai masalah.
Di masyarakat, seorang perawat/Ners
perlu mengetahui perawatan klien trauma musculoskeletal yang mungkin dijumpai, baik
di jalan maupun selama melakukan asuhan keperawatan di rumah sakit. Selain itu,
ia perlu mengetahui dasar-dasar penanggulangan suatu trauma yang menimbulkan
masalah pada sistem musculoskeletal dengan melakukan penanggulangan awal dan
merujuk ke rumah sakit terdekat agar mengurangi resiko yang lebih besar. Resiko
yang lebih fatal perlu diketahui Ners adalah kematian.
Banyak tindakan yang umum/lazim
dilakukan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien gangguan
musculoskeletal. Tindakan yang umum tersebut meliputi proses keperawatan
peri-operatif, pemberian alat bantu, proses keperawatan klien dengan pemasangan
gips, peralatan luka dan pemasangan traksi. Semua tindakan tersebut perlu
diketahui perawat yang melaksanakan asuhan keperwatan di bangsal bedah pada
klien gangguan sistem musculoskeletal. Sebelum melakukan tindakan, perawat
sangat perlu mengetahui prinsip dasarnya. Prinsip dasar pelaksanaan tersebut meliputi :
1. Pelaksanaan
tindakan didasarkan padaa masalah yang dikeluhkan klien. Pelaksanaan tindakan
yang akan dilakukan hanya dapat dicapai bila sebelumnya dapat ditegakkan
diagnosis keperawatan yang tepat.
2. Tujuan
ditetapkan dengan criteria waktu dan hasil yang dapat dicapai. Kriteria waktu
yang rasional untuk mencapai tujuan tindakan akan memberi arah perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan
3. Jangan
membuat masalah baru bagi klien.
4. Lakukan
pelaksanaan tindakan dengan pendekatan secara individu. Manusia akan
menunjukkan aneka ragam respons terhadap berbagai keluhan yang sama.
5. Lakukan
tindakan sesuai prisedur/standar yang berlaku. Tujuan utama tindakan yang
dilaksanakan adalah mengurangi, membantu dan meningkatkan secara optimal
kemampuan klien.
6. Ciptakan
kerjasama yang baik.
7. Pilih
tindakan sesuai prioritas masalah.
Dengan demikian
maka dianggap penting bagi kita untuk mengetahui pelaksanaan tindakan yang
dapat dilakukan pada klien trauma yang akan dibahas pada makalah ini yaitu
pemasangan gips dan pemasangan traksi serta asuhan keperawatan yang bisa
dilakukan untuk mengurangi terjadinya resiko serta komplikasi terburuk.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian dari gips dan traksi?
2. Apa
saja bahan-bahan dari gips?
3. Apa
saja jenis dari gips dan traksi?
4. Apakah
tujuan dari pemasangan gips dan traksi?
5. Apa
saja prinsip dari pemasangan gips dan traksi?
6. Apa
saja indikasi dan kontraindikasi dari pemasangan gips dan traksi?
7. Bagaimana
cara pemasangan gips dan traksi?
8. Apa
saja komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan pemasangan gips atau
traksi?
9. Bagaimana
tindakan yang dapat dilakukan pada klien dengan gips dan traksi serta asuhan
keperawatannya?
C.
Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut maka tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui pengertian dari gips dan traksi
2. Untuk
mengetahui apa saja bahan-bahan dari gips
3. Untuk
mengetahui apa saja jenis dari gips dan traksi
4. Untuk
mengetahui tujuan dari pemasangan gips dan traksi
5. Untuk
mengetahui apa saja prinsip dari pemasangan gips dan traksi
6. Untuk
mengetahui apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemasangan gips dan traksi
7. Untuk
mengetahui bagaimana cara pemasangan gips dan traksi
8. Untuk
mengetahui apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan pemasangan
gips atau traksi ?
9. Untuk
mengetahui bagaimana tindakan yang dapat dilakukan pada klien dengan gips dan
traksi serta asuhan keperawatannya ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. GIPS
1. Pengertian Gips
Gips dalam bahasa latin disebut kalkulus, dalam bahasa ingris
disebut plaster of paris, dan dalam
bahasa belanda disebut gips powder. Gips merupakan mineral yang terdapat
di alam berupa batu putih yang mengandung unsur kalsium sulfat dan air. Gips
adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan
kontur tubuh tempat gips di pasang
(Brunner&Sunder, 2000). Gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk
imobilisasi bagian tubuh dengan mengunakan bahan gips tipe plester atau
fiberglass (Barbara Engram, 1999). Jadi gips adalah alat imobilisasi eksternal
yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus
dengan tipe plester atau fiberglass.
Gips
sebagai alat penolong bedah tulang dan penyembuhan tulang, dikenal di banyak
tempat dunia. Pemasangan gips merupakan salah satu pengobatan konservatif
pilihan terutama pada fraktur dan dapat digunakan pada daerah terpencil dengan
hasil yang cukup baik jika cara pemasangan, indikasi, kontraindikasi, serta
perawatan setelah pemasangan diketahui dengan baik.
Gips merupakan alat fiksasi untuk
penyembuhan patah tulang. Gips memiliki sifat menyerap air dan bila itu terjadi
akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan menjadi keras. Sebelum menjadi keras,
gips yang lembek dapat dibalutkan melingkari sepanjang ekstremitas dan dibentuk
sesuai dengan bentuk ekstremitas. Gips yang dipasang melingkari ekstremitas
disebut gipas sirkuler sedangkan jika gips dipasang pada salah satu sisi
ekstremitas disebut gips bidai.
Gips umumnya dipasang untuk mengimobilisasikan
suatu bagian tubuh sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung tanpa cedera
lebih lanjut. Derajat imobilisasi setiap orang berbeda-beda sesuai dengan jenis
gips yang terpasang. Beberapa orang menjalani tirah baring selama beberapa
minggu atau bahkan beberapa bulan, sedangkan yang lain mampu melakukan sebagian
besar aktivitas harian dengan hanya merasakan sedikit ketidaknyamanan karena
gips.
Gips
dapat digunakan untuk mengimobilisasi fraktur yang telah direduksi, mengoreksi
deformitas, memberikan tekanan merata pada jaringan lunak dibawahnya, atau
memberikan dukungan dan stabilisasi bagi sendi yang mengalami kelemahan. Secara
umum, gips memungkinkan mobilisasi klien dan membatasi gerakan pada bagian
tubuh tertentu.
2. Bahan-Bahan
Gips
a. Gips plaster
Merupakan
pembalut yang dapat mengikuti kontur tubuh secara halus yang terbuat dari
kristal gipsum. Bila basah, terjadi reaksi kristalisasi dan mengeluarkan panas maka
air yang digunakan harus dingin. Pasien harus diingatkan bahwa plaster akan
terasa hangat ketika pertama kali dipasang dan diberi tahu bahwa plaster akan
terasa dingin selama proses pengeringan. Pasien dilarang menutupi gips untuk
memungkinkan evaporasi air.
b.
Gips Nonplaster
Merupakan gips
fiberglas yang mempunyai kelebihan yaitu lebih ringan dan lebih kuat, tahan air
dan tidak mudah pecah, dan hanya dapat mengering dalam beberapa menit. Gips
nonplaster berpori-pori sehingga masalah kulit dapat dihindari.Tidak menjadi
lunak bila terkena air. Bila basah, dapat dikeringkan dengan pengering rambut
yang disetel dingin. Pengeringan yang merata sangat penting agar tidak melukai
kulit.
Selain memakai bahan gips yang
biasa yaitu plaster of paris, beberapa
bahan sintetis sekarang ini telah tersedia : polyester dan katun, fiberglas,
bebas fiberglas/bebas lateks, dan termoplastik. Bahan tersebut tersedia dalam
bentuk gulungan atau plester yang direndam dalam air untuk mengaktifkan serta
melembutkannya, dan kemudian dibungkuskan ke sekitar bagian tubuh yang akan di
gips sehingga membentuk bagian tubuh tersebut.
Jenis Bahan
|
Deskripsi
|
Aplikasi
|
Batasan waktu dan
beban
|
Plaster of paris
|
Gulungan atau strip benang rajutan yang terbuka
yang tersaturasi dengan bubuk kristal kalsium sulfat (gypsum)
|
Digunakan setelah direndam dalam air hangat selama
beberapa detik sampai gelembung berhenti
|
Kering dalam 48 jam, tidak boleh ada beban sampai
gips kering
|
Sintetis
Polyester dan katun (mis. Cutter Cast)
|
Plester polyester rajutan terbuka dan kapas yang
mengandung oleh resin poliuretan yang teraktifkan oleh air
|
Digunakan setelah direndam dalam air bersuhu 26°C;
digunakan setelah direndam selama 2-3 menit
|
Keras dalam 7 menit, beban bisa diterima
diletakkan setelah 15 menit.
|
Fiberglas; yang diaktifkan oleh air (mis.,
Scotchcast, Delta-lite) atau light
cured (mis., Lightcast II); bebas fiberglas/bebas lateks (mis.,
Delta-Cast, Flashcast)
|
Plester fiberglas serat terbuka yang mengandung
resin poliuretan (Scotchast) atau resin poliuretan fotosensitif (Lightcast
II)
|
Digunakan setelah dicelupkan ke dalam air hangat
selama 10-15 detik (Scotchcast); digunakan dengan krim tangan jenis silicon
untuk menjaga agar tidak lengket (Lightcast II)
|
Keras dalam 15 menit, beban bisa diberikan setelah
30 menit (Scotchcast); kering setelah terpajan lampu ultra violet khusus
selama 3 menit, beban dapat diberikan segera (Lightcast II)
|
Termoplastik
(mis. Hexcelite)
|
Krim poliester termoplastik yang dirajut dalam
gulungan yang kaku
|
Digunakan setelah dipanaskan pada air dengan suhu
76-82°C selama 3-4 menit untuk membuat gulungan menjadi lembut dan lentur.
Buang air yang berlebih dengan memerasnya di antara handuk sebelum dipasang
|
Keras dalam 5 menit, beban bisa diberikan setelah
20 menit.
|
Bahan Bantalan
Sebelum gips dipasang, area yang
akan digips harus diberi bantalan. Stockinette, suatu bahan kain yang lembut,
fleksibel, dan berbentuk pipa, diletakkan di atas bagian tubuh sebelum bahan
gips dipasangkan. Ujung distal stockinette
ditekuk untuk menutupi tepi gips sehingga memliki pinggieran yang halus. Gulungan kapas atau bantalan sering
dipasang langsung di atas stockinette
sebagai bantalan untuk penonjolan tulang atau di antara permukaan kulit.
gulungan kapas di gulung melekat dan membentuk kontur anggota badan.
Bantalan akan mungkin diperlukan di
atas penonjolan tulang atau sendi yang rentan terhadap kerusakan kulit. bila
gips sintetis akan terkena air saat mandi, stockinette
polipropilen dan bantalan polyester harus digunakan karena bahan-bahan tersebut
mudah mongering. Lapisan antiair telah digunakan pada beberapa kondisi yang
memungkinkan terjadinya kontak dengan urine.
3. Jenis-Jenis Gips
Kondisi yang ditangani menentukan
jenis dan ketebalan gips yang akan dipasang. Namun, pada beberapa bentuk
fraktur, konstruksi dan pencetakan gips dilakukan sedemikian rupa sehingga
sendi masih bisa digerakkan sementara garis fraktur diimobilisasi.
1)
Gips
lengan pendek- memanjang dari bawah siku sampai
lipatan telapak tangan, melingkar erat di dasar ibu jari. Gips ini
mengimobilisasi pergelangan tangan, radius dan ulna. Bila ibu jari dimasukkan,
dinamakan spika ibu jari atau gips gauntlet.
2)
Gips lengan panjang- Gips lengan panjang memanjang dari aksila sampai jari tangan, yang memungkinkan siku untuk fleksi. Gips ini mengimobilisasi pergelangan tangan, radius, ulna, dan humerus.
Gips lengan panjang- Gips lengan panjang memanjang dari aksila sampai jari tangan, yang memungkinkan siku untuk fleksi. Gips ini mengimobilisasi pergelangan tangan, radius, ulna, dan humerus.
3)
Gips tungkai pendek- memanjang dari bawah
lutut sampai dasar jari kaki. Kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral.
4)
Gips tungkai panjang- memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai dasar jari kaki. Lutut harus sedikit fleksi.
Gips tungkai panjang- memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai dasar jari kaki. Lutut harus sedikit fleksi.
5)
Gips tubuh- melingkar di batang tubuh.
Gips tubuh- melingkar di batang tubuh.
6)
Gips
spika- Gips spika, melibatkan sebagian batang
tubuh dan satu atau dua ekstremitas.
7)
Gips spika pinggul- melingkari batang tubuh dan satu ekstrimitas bawah, terdapat gips spika tunggal atau ganda. Gips spika pinggul dimulai dari ketinggian pingggang atau diatasnya. Gips ini mengimobilisasi sendi pinggul dan femur, memanjang ke bawah pada satu tungkai secara keseluruhan, dan dapat menutupi seluruh atau sebagian tungkai kedua. Spika tunggal hanya menutupi satu tungkai. Spika pinggul ganda menutupi kedua tungkai sampai jari kaki. Gips tubug memanjang dari aksila untuk menutupi seluruh tubuh. Gips ini sering digunakan untuk mengimobilisasi spinal.
Gips spika pinggul- melingkari batang tubuh dan satu ekstrimitas bawah, terdapat gips spika tunggal atau ganda. Gips spika pinggul dimulai dari ketinggian pingggang atau diatasnya. Gips ini mengimobilisasi sendi pinggul dan femur, memanjang ke bawah pada satu tungkai secara keseluruhan, dan dapat menutupi seluruh atau sebagian tungkai kedua. Spika tunggal hanya menutupi satu tungkai. Spika pinggul ganda menutupi kedua tungkai sampai jari kaki. Gips tubug memanjang dari aksila untuk menutupi seluruh tubuh. Gips ini sering digunakan untuk mengimobilisasi spinal.
8)
Gips
spika bahu- jaket tubuh yang melingkari batang
tubuh, bahu dan siku. Gips spica bahu memanjang mengelilingi dada dan seluruh
lengan sampai jari. Lengan biasanya diabduksi untuk mengimobilisasi tulang bahu
(mis., klavikula).
9)
Gips berjalan, gips
tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat. Dapat disertai telapak
untuk berjalan
4.
Tujuan dari Pemasangaan Gips
a.
Untuk pertolongan
pertama pada fraktur (berfungsi sebagai
bidai)
b.
Imobilisasi
sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri misalnya gips korset pada
tuberculosis tulang belakang atau pasca operasi seperti pada operasi pada
skoliosis tulang.
c.
Sebagai pengobatan
defintif untuk imobilisasi fraktur .
d.
Mengoreksi
deformitas pada kelainan bawaan, misalnya pada talipes ekuinovarus kongenital
atau pada deformitas sendi lutut.
e.
Imobilisasi untuk
mencegah fraktur patologis.
f.
Imobilisasi untuk
memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu pasca operasi.
g.
mengimobilisasi bagian
tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan yang merata pada jaringan lunak yang terletak di
dalamnya.
Kelebihan
pemakaian gips
a.
Mudah
dan murah sebagai alternative terapi konservatif pilihan untuk menghindari
operasi
b.
Dapat
diganti setiap saat, dipasang dan dibuat cetakan sesuai bentuk anggota gerak
c.
Dapat
dibuat jendela/ lubang pada gips untuk membuka jahitan atau perawatan luka
selama imobilisasi
d.
Koreksi secara bertahap jaringan lunak dapat
dilakukan dengan membuat sudut tertentu.
e.
Gips
bersifat radiolusen sehingga pemeriksaan foto
rontgen tetap dapat dilakukan walaupun gips terpasang
Kekurangan
pemakaian gips
a.
Pemsangan
gips yang ketat akan menimbulkan gangguan atau tekanan pada pembuluh darah,
saraf atau tulang itu sendiri
b.
Pemasanggan
yang lama dapat menyebabkan kekakuan pada sendi dan atrofi otot
c.
Alergi
dan gatal-gatal akibat gips
d.
Berat
dan tidak nyaman dipakai oleh klien
5.
Prinsip dari Pemasangan Gips
a. Prinsip Lingkungan
Lingkungan
yang diharapkan pada setiap pemasangan gips adalah adanya suatu ruang tindakan.
Dengan adanya ruangan tersebut, perawat yang bertugas di bangsal bedah ortopedi
dapat mempersiapkan pemasangan gips dengan optimal. Ruang tindakan yang ideal
hendaknya memiliki:
1)
Bak
cuci (wastafel) yang dilengkapi dengan saringan untuk mencagah tersumbatnya
pipa pembuangan oleh fragmen-fragmen gips
2)
Meja
pengering yang panjang dan licin berlapis logam, kaca
3)
Lanti
yang mudah dicuci; selokan yang mengalir lancer terutama untuk mencegah
penyumbatan gips di bwah bak cuci (wastafel)
4)
Meja
kursi, pennahan kaki, dan mungkin meja bedah tulang dan aparat penggantung.
b. Prinsip Alat
Perlengkapan dasar dapat dibagi dalam
dua golongan, yaitu alat-alat proteksi dan alat-alat untuk memasang dan membuka
balutan gips. Di bawah ini adalah contoh perlengkapan dasar yaitu:
1)
Selimut
penangkal debudan kain pelindung atau penutup lainnya adalah sangat penting dan
diperlukan
2)
Pelindung
dada (apron) dan sepatu bot yang harus dipakai oleh operator
3)
Karung
pasir dan banttal pengganjal. Bantal ini memerlukan sarung pelindung yang dapat
menyerap yang harus ditempatkan di antara bantal dan balutan gips. Ini
digunakan untuk menjamin kenyamanan klien dan menopang balutan gips.
4)
Pemotong
gelang (ring-cutters) harus selalu siap sehingga gelang yang terlalu ketat dan
berbahaya dapat dipotong kalau tidak berhasil melepaskannya dengan cara
sederhana, misalnya dengan sabun
5)
Kartu
yang berisi instruksi yang harus diberikan kepada klien apabila pulang dari
rumah sakit atau pengawasan rumah sakit
Alat-alat
yang diperlukan untuk pemasangan gips sebaiknya sudah lengkap disiapkan dan
sudah tertata di atas meja/troli tindakan yang berisi :
1)
Kain
pelindung, kaus pelindung, kain laken, kapas pembalut wol, balutan gips dengan
berbagai ukuran
2)
Lempengan
gips dengan berbagai ukuran
3)
Gunting
gips
4)
Pembengkok
gips
5)
Pisau
gips
6)
Kain
pembalut 2-3 inci
7)
Pemotong
listrik untuk balutan gips
8)
Plester
2,5 cm
9)
Dua
ember air
10) Kain segitiga dan kain penggendong
lainnya
11) Tumit untuk berjalan dari besi dan
dipasang pada tubuh bagian bawah
12) Pencuci dan kain pembalut krep untuk tambahan
Jumlah
personel yang dibutuhkan untuk membantu seorang operator bergantung pada tipe
balutan yang dipakai. Idealnya, seorang asisten harus selalu ada untuk
memberikan balutan yang masih basah kepada operator dan seorang asisten lagi
yang selalu siap menjaga posisi yang diinginkan pada bagian yang harus
diimobilisasi. Tim ini dapat dikurangi atau ditambah bergantung pada keadaan.
Sebelum prosedur dimulai operator harus memastikan bahwa setiap anggota tim
mengerti perananya masing-masing.
Sebuah
buku, kartu arsip, dan cara pencatatan harus selalu ada. Hal yang perlu dicatat
ialah nama, alamt, daan usia; diagnosis dan tipe balutan yang dipakai, anastesi
yang diberikan, manipulasi aplikasi sederhana; instruksi yang diberikan;
alat-alat bantu yang diberikan (mis: tongkat, kayu, kruk); hari kunjungan
berikutnya.
6.
Indikasi dan Kontraindikasi Pemasangan
Gips
a. Indikasi
1)
Untuk
pertolongan pertama pada fraktur (berfungsi sebagai bidai)
2)
Imobilisasi
sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri misalnya gips korset pada
tuberculosis tulang belakang atau pascaoperasi (operasi pada skoliosis tulang
belakang)
3)
Sebagai
pengobatan definitive untuk imobilisasi fraktur terutama pada anak-anak dan
fraktur tertentu pada orrang dewasa
4)
Imobilisasi
untuk mencegah fraktur patologis
5)
Imobilisasi
untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu setelah suatu operasi,
misalnya pada artrodesis
6)
Imobilisasi
setelah operasi pada tendo-tendo tertentu, misalnya setelah operasi tendo
Achilles
7)
Dapat
dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai atau prosthesis.
8) Pasien dislokasi sendi , fraktur, penyakit
tulang spondilitis TBC, pasca operasi, skliosis, spondilitis TBC, dll.
b. Kontraindikasi
7. Pemasangan Gips
a.
Persiapan alat –alat untuk pemasangan gips:
1)
Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang akan di
gips
2)
Baskom berisi air biasa (untuk merendam gips)
3)
Baskom berisi air hangat
4)
Gunting perban
5)
Bengkok
6)
Perlak dan alasnya
7)
Waslap
8)
Pemotong gips
9)
Kasa dalam tempatnya
10)
Alat cukur
11)
Sabun dalam tempatnya
12)
Handuk
13)
Krim kulit
14)
Spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap keringat)
15)
Padding (pembalut terbuat dari bahan kapas sintetis)
b.
Teknik Pemasangan Gips
1)
Siapkan pasien dan jelaskan pada prosedur yang akan dikerjakan.
2)
Siapkan alat-alat yang akandigunakan untuk pemasangan gips.
3)
Daerah yang akan di pasang gips dicukur, dibersihkan,dan di cuci
dengan sabun, kemudian dikeringkan dengan handuk dan di beri krim kulit
4)
Sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang akan di gips.
5)
Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi
yang di tentukan dokter selama prosedur.
6)
Pasang spongs rubs (bahan yang menyerap keringat) pada bagian
tubuh yang akan di pasang gips, pasang dengan cara yang halus dan tidak
mengikat. Tambahkan bantalan di daerah tonjolan tulang dan pada jalur saraf.
7)
Masukkan gips dalam baskom berisi air, rendam beberapa saat sampai
gelembung-gelembung udara dari gips habis keluar. Selanjutnya, diperas untuk
mengurangi air dalam gips.
8)
Pasang gips secara merata
pada bagian tubuh. Pembalutan gips secara melingkar mulai dari distal ke
proksimal tidak terlalu kendor atau ketat. Pada waktu membalut, lakukan dengan
gerakan bersinambungan agar terjaga ketumpangtidihan lapisan gips. Dianjurkan
dalam jarak yang tetap(kira-kira 50% dari lebar gips).Lakukan dengan gerakan yang bersinambungan agar terjaga kontak
yang konstan dengan bagian tubuh.
9)
Setelah pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan
pemotong gips
10)
Bersihkan Partikel bahan gips dari kulit yang terpasang gips.
11)
Sokong gips selama pergeseran dan pengeringan dengan telapak
tangan. Jangan diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan
hindari tekanan pada gips.
8.
Komplikasi dari Pemasangan Gips
Setiap perawat
perlu mengetahui komplikasi yang biasa terjadi pada setiap klien yang mengalami
masalah muskuloskeletal. Dengan mengetahui kemungkinan masalah yang dapat
dialami klien, perawat dapat mengantisipasi agar masalah tersebut tidak terjadi
atau mengurangi dampak resiko dengan mengoptimalkan pengetahuan yang mereka
miliki.
a.
Perubahan posisi (patah/retak tulang). Pembengkakan
adalah suatu cirri utama dari segala macam bentuk patah/retaak tulang. Bahaya
ini akan meningkat apabila pengempisan merupakan kondisi yang dibutuhkan.
Perawat harus mempergunakan gips yang berbantalan kuat dan menjaga agar anggota
badan tetap terangkat dan ekstremitas (anggota gerak) dilatih bergerak 24 jam
sesudahnya. Selain itu harus diingat bahwa gips dapat menjadi longgar dalam
waktu dua hari apabila pembengkakan berkurang atau mengempis. Hal ini
memerlukan pengecekan dengan sinar-X dan kemungkinan mengganti dengan gips
baru. Pemakaian papan imobilisasi (spalk) mulanya memang diperlukan, posisinya
dibetulkan lagi sesudah 24 jam. Cara ini pada mulanya dipergunakan untuk
menghindari berubahnya posisi yang disebabkan oleh mengempisnya pembengkakan,
tetapi cara ini pun tidak selalu dapat dipraktikan (dipergunakan) untuk segala
macam keretakan/patah tulang. Perubahan posisi ini sabagian disebabkan oleh
kelonggaran dan sebagian karena bergerak bebasnya otot yang tidak dikehendaki.
Penting untuk diingat hal yang terakhir tadi karena keretakan/patah tulang pada
tingkat-tingkat tertentu lebih peka terhadap tarikan otot (kseleo) daripada
yang lainnya. Keretakan/patah tulang yang tersebut terakhir ini harus diawasi
dengan ketat.
b.
Rasa
sakit yang ditimbulkan oleh gips. Rasa sakit ini sebetulnya tidak boleh
terjadi. Apabila rasa sakit ini timbul, dapat disebabkan oleh salah satu dari
empat sebab :
1)
Cara
pemasangan
Ini disebabkan
oleh kurangnya perhitugan atas tulang atau karena benjolan pada gips yang
dipasang, atau kesalahan dalam merapikan balutan gips pada alat-alat gerak.
2)
Kesalahan
instruksi
Kesalahan
pengertian klien tentang cara memperlakukan atau memelihara balutan gips
apabila terjadi keretakan, kebasahan, atau pergeseran dengan akibat luka pada
kulit.
3)
Pengawasan
Pengamatan akan
tanda-tanda ketat atau longgarnya gips harus tepat dan tindakan yang cepat
harus dilakukan bergantung pada keadaan.
4)
Benda-Benda
Asing
Pengawasan
langsung harus diperhatikan pada anak-anak yang di gips. Mainan kecil, uang
logam, dan gula-gula dapat masuk ke dalam sela-sela gips tanpa diketahui.
Benda-benda ini dapat masuk ke dalam bagian yang ketat dari gips, memberi
tekanan yang dapat mmengakibatkan timbulnya rasa sakit. Jepit rambut dapat
masuk terselip dengan mudah ke dalam balutan gips badan. Klien harus
diperingatkan agar tidak memakai jepit rambut kalau sedang tidur atau
berbaring. Hal ini terutama berlaku pada balutan gips badan (plaster bed).
Setiap klien harus diperingatkan tentang bahayanya menggaruk kulit di bawah
balutan gips dengan alat yang terbuat dari logam, seperti jarum rajut,
penggaruk punggung, dan lain sebagainya. Ini dapat menimbulkan luka infeksi
yang parah. Jangan biarkan ada bagian terbuka (jendela) pada balutan gips.
Kalau ini sampai terjadi, tekanan yang tidak sama pada daging akan
mengakibatkan timbulnya pada edema pada daerah terbuka (jendela) tersebut. Ini
juga selanjutnya mengakibatkan rasa sakit pada kulit di pinggiran jendela
tersebut. Pertimbangan khusus harus diberikan kepada klien yang memakai balutan
gips pada tubuh bagian bawah, yaitu tidak membiarkannya menanggung beban berat
apabila pada bagian tulang sendi harus diberi celah terbuka (jendela). Cara
yang lain ialah memasang pembalut gips berkelopak dua untuk memudahkan
pelaksanaan pemeriksaan. Apabila sudah
ada perubahan keadaan pada bagian yang dibalut ini, perlu menggantinya dengan
yang baru.
c.
Hilangnya
kekuatan. Ketidaksanggupan meluruskan jari-jari tangan dan kaki merupakan suatu
tanda hilangnya kekuatan. Ini dapat disebabkan oleh tekanan balutan gips pada
bagian saraf atas atau pemakaian torniket yang terlalu lama sesudah operasi.
Selain itu, ini merupakan salah satu ciri dari terhalangnya atau terganggunya
jalan darah pada pembuluh darah. Torniket pneumatic yang digelembungkan sampai
pada tekanan tertentu dan pemakain bantalan pada daerah-daerah yang mudah
terserang dapat mengurangi bahaya rusaknya saraf. Terganggunya jalan darah
(nadi) adalah suatu komplikasi dari cedera atau pembengkakan akibat patah
tulang itu sendiri. Perasaan dan tenaga alat-alat gerak harus diperiksa secara
teratur setelah balutan gips dipakai. Apabila kelihatan gejala terganggunya
jalan darah (nadi), harus segera diselidiki. Gips dapat dibelah untuk
mengurangi ketegangan, dan jari-jari tangan/kaki dapat disangga dengan menambah
gips di bagian telapak kaki (platform) untuk mencegah terlalu meregangnya
otot-otot yang lemah. Tindakan yang diambil bergantung pada keadaan, gerak
badan yang aktif, tetapi ringan dianjurkan, dan sebaliknya gerakan pasif harus
diberikan apabila gerakan aktif tidak dapat dilakukan.
d.
Gangguan
peredaran darah
1)
Gangguan
pembuluh darah balik
Adanya
tanda-tanda pembengkakan dan kebiruan pada anggota gerak menunjukkan bahwa
pembuluh darah balik terganggu karena terlalu ketatnya balutan gips. Birunya
warna kulit akibat tersumbatnya pembuluh darah harus dibedakan dengan memar
atau lebam pada jari-jari. Kalau keadaan tetap seperti itu dank lien kesakitan,
balutan gips dibuka, ditenangkan sebentar, dan diikat kuat lagi dengan balutan
kapas yang basah. Pengangkatan/penggantungan bagian tersebut dan latihan gerak
harus tetap dilanjutkan.
2)
Gangguan
pada jalan nadi
Komplikasi ini
dapat dihubungkan dengan luka yang memerlukan perhatian imobilisasi. Hal ini
memerlukan perhatian medis segera. Oleh karena itu, penting sekali mengetahui
tanda-tanda gangguan tersebut dengan segera. Ada 3 tanda yang harus dicari atau
diperhatikan, yaitu kepucatan, kesakitan dan hilangnya denyut nadi pada
jari-jari. Apabila denyut nadi pada pergelangan tangan tidak dapat diperiksa
karena tertutup balutan, tekanan pada kuku harus segera segera diikuti dengan
kembalinya peredaran darah. Kalau setelah tekanan dilepas, peredaran darah
tidak kembali berarti ada gangguan pada nadi. Temperatur jari-jari harus juga
diperhatikan. Apabila ada kemacetan pada pembuluh darah halus, temperature
menjadi naik atau hangat, sedangkan kalau ada gangguan, jari-jari tersebut
dingin. Tindakan yang harus diambil adalah segera mencari pertolongan medis
(dokter). Pembelaahan balutan mungkin dapat mengurangi tekanan hematoma pada
nadi, tetapi kalau nadi sudah mulai kejang, pembedahan mungkin harus dilakukan.
e.
Komplikasi
umum pada gerak badan. Pada waktu imobilisasi, anggota badan yang tidak dibalut
harus dilatih bergerak sehingga memberikan dampak pada :
1)
Tulang
sendi dapat bergerak terus dengan leluasa dan kekauan karena imobilisasi dapat
dicegah.
2)
Kerja
otot-otot terjaga dengan baik dan tidak mengangur dengan percuma. Penyembuhan
akan menjadi lebih mudah apabila otot-otot dapat mengontrol sendi secara
efisien
3)
Gerak
badan juga bermanfaat untuk menjaga lancarnya peredaran darah dan secara umum
juga diharapkan dapat menolong mengurangi kemungkinan timbulnya thrombosis
pembuluh darah.
9. Asuhan Keperawatan untuk Klien dengan
Pemasangan Gips
B. TRAKSI
1.
Pengertian Traksi
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke
bagian tubuh. Traksi merupakan alat imobilisasi yang menggunakan kekuatan
tarikan yang diterapkan pada suatu bagian tubuh sementara kekuatan yang kedua,
disebut kontertraksi, menarik ke arah yang berlawanan. Kekuatan tarikan di
dapat melalui suatu sistem katrol, tali dan pemberat yang dikaitkan ke klien.
Kontertraksi sering didapat dengan mengelevasi kaki atau kepala tempat tidur
dan kekuatannya berasal dari tubuh klien. Klien yang terpasang traksi berada di
tempat tidur berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan.
Efek traksi yang dipasang harus
dievaluasi dengan sinar-X dan mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan
jaringan lunak sudah sudah relaks, berat yang digunakan harus diganti untuk
memperoleh gaya tarikan yang diinginkan. Kadang, traksi harus dipasang dengan
arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan.
Dengan cara ini, bagian tarikan garis yang pertama berkontraksi terhadap garis
tarikan lainnya. Garis-garis tarikan tersebut dikenal sebagai vaktor gaya.
Resultan gaya tarikan yang sebenarnya terletak di antara kedua garis tarikan
tersebut. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk
mendapatkan efek terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu keefektifan tarikan
traksi harus dihilangkan.
2.
Jenis-Jenis Traksi
a.
Traksi kulit adalah
traksi yang dapat dilakukan pada kulit. Traksi kulit adalah alat yang memiliki
kekuatan tarikan yang diterapkan pada kulit dan jaringan lunak melalui
penggunaan pita atau sabuk traksi dan sebuah sistem tali, katrol dan pemberat.
Berat beban yang dipasang tidak boleh lebih dari 2-3 kg tetapi pada traksi
pelvis umumnya 4,5-9 kg bergantung pada berat badan paisen. Pita atau sabuk
traksi sering dibuat dari karet busa atau kain yang memiliki lubang aangin, dan
bagian belakangnya dapat berperekat atau tidak berperekat. Traksi kulit yang
berperekat digunakan untuk traksi kontinu. Sementara yang tidak berperekat
digunakan secara intermiten; traksi tersebut dapat dengan mudah dilepaskan atau
dipasang kembali.
Traksi
kulit, antara lain:
1) Ekstensi
Buck (unilateral atau bilateral) adalah bentuk traksi kulit yang tarikan
diberikan pada satu bidang jika hanya imobilisasi parsial atau temporer yang
diinginkan. Traksi ini digunakan untuk memberi rasa nyaman setelah cedera
pinggul sebelum dilakukan fiksasi bedah. Sebelum dipasang traksi, kulit
diinspeksi adanya abrasi dan gangguan peredaran darah. Kulit dan peredaran
darah harus dalam keadaan sehat agar dapat menoleransi traksi. Kulit harus
bersih dan kering sebelum boot spon atau pita traksi dipasang. Untuk
memasang traksi Buck dengan pita, dipasang dulu spon karet, bantalan strap
dengan permukaan spon menghadap ke kulit pada kedua sisi tungkai yang sakit.
Satu lengkungan pita sepanjang 10-15 cm disisakan dibawah telapak
kaki. Spreaderharus dipasang di ujung distal pita untuk mencegah
terjadinya tekanan sepanjang sisi kaki. Kedua maleolus dan fibula proksimal
dilindungi dengan bantalan gips untuk mencegah terbentuknya ulkus akibat
tekanan dan nekrosis tulang. Sementara salah satu orang meninggikan dan
menyangga ekstremitas di bawah tumit dan lutut pasien, orang lain melilitkan
balutan elastis dengan arah spiral di atas pita traksi, dimulai dari
pergelangan kaki dan berakhir di tuberoses tibia. Balutan elastis dapat
membantu pita melekat ke kulit dan mencegah meleset. Bantalan kulit domba dapat
diletakkan di bawah tungkai untuk mengurangi gesekan tumit terhadap tempat
tidur. Jika yang dipasang traksi Buck dengan boot spon, tumit pasien harus
diletakkan tepat di tumit boot. Strip Velcro dipasang melingkar di tungkai dan
tekanan yang berlebihan di atas maleolus dan fibula proksimal dapat dihindari.
Pemberat dihubungkan ke tali melalui Spreader atau lapisan telapak kaki dan
dilanjutkan melalui sebuah katrol yang dipasang di ujung tempat tidur. Pemberat
di gantungkan pada tali itu.
2) Traksi
runssel dapat digunakan untuk praktur pada plato tibia, menyokong lutut
yang fleksi pada pengganmtung dan member gaya tarikan horizontal melalui pita
traksi dan balutan elastic ke tungkai bawah. Jika perlu, tungkai dapat disangga
dengan bantal agar lutut benar-benar fleksi dan menghindari tekanan pada tumit.
3) Traksi
Dunlop adalah traksi pada ekstremitas atas. Traksi horizontal diberikan
pada humerus dalam posisi abduksi dan traksi vertical diberikan pada lengan
bawah dalam posisi fleksi.
b. Traksi
skelet adalah traksi yang dilakukan langsung pada skelet/ tulang tubuh.
Traksi skeletal diterapkan dengan cara memasukkan pin logam, kabel atau
penjepit secara langsung ke dalam atau melalui tulang. Alat logam tersebut
kemudian dikaitkan ke sebuah sistem tali, katrol, dan pemberat dengan
menggunakan rangka logam yang terhubung pada tempat tidur. Metoda traksi ini
digunakan paling sering untuk menangani praktur femur, tibia, humerus, dan
tulang leher. Traksi dipasang langsung ke tulang menggunakan pin logam atau
kawat (mis., tong Gadner, tong Wells) difiksasi di kepala untuk member traksi
yang mengimobilisasi fraktur leher.
Persiapan sangat berperan penting dalam
menjalin kerja sama dengan pasien. Pada pemasangan traksi dapat digunakan
anestesi, baik local maupun general.Traksi skelet dipasang secara asepsis
seperti pada pembedahan.Tempat penusukan dipersiapkan dengan penggosok bedah
seperti povidon-iodin. Anestesi local diberikan di tempat penusukan dan
periosteum. Dibuat insisi kecil di kulit dan pin atau kawat steril dibor
kedalam tulang. Pasien akan merasakan tekanan selama prosedur ini dan mungkin
ada rasa tidak nyaman ketika periosteum ditusuk.
Setelah
pemasangan pin atau kawat dihubungkan dengan lengkungan traksi atau kapiler,
ujung kawat dibungkus dengan gabus atau plester untuk mencegah cedera pada
pasien. Pemberat dihubungkan dengan lengkungan pin atau kawat dengan sistem
katrol tali yang dapat meneruskan arah dan tarikan yang sesuai agar traksi
efektif. Traksi skelet biasanya menggunakan beban 7-12 kg untuk mencapai efek
terapi.
Pemberat yang dipasang harus dapat
melawan daya pemendekan akibat spasme otot yang cedera.Ketika otot relaks
pemberat dapat dikurangi untuk mencegah dislokasi garis fraktur dan mencapai
penyenbuhan fraktur.
Bebat
Thomas dengan pengait Pearson sering digunakan bersma-sama traksi skelet pada
fraktur femur.
3.
Tujuan dari Pemasangaan
Traksi
a. Untuk
mengurangi dan/atau imobilisasi fraktur tulang agar terjadi pemulihan
b. Untuk
mempertahankan kesejajaran tulang yang tepat
c. Untuk
mencegah cedera pada jaringan lunak
d. Untuk
memperbaiki, mengurangi atau mencegah deformitas
e. Untuk
mengurangi spasme otot dan nyeri
f. Untuk
merawat kondisi inflamasi dengan imobilisasi sendi (mis. arthritis atau
tuberkolosis sendi)
4.
Prinsip dari Pemasangan
Traksi
a.
Pada
setiap pemasangaan traksi harus dipikirkan adanya kontraksi. Kontraksi adalah
gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanaan. (hokum Newton yang ketiga
mengenai gerak menyebutkan bahwa bila ada aksi, akan terjadi reaksi dengan
besar yang sama, namun arahnya berlawanan).
b.
Umumnya
berat badan klien dan pengaturan posisi tempat tidur dapat memberikan
kontraksi.
c.
Kontraksi
harus dipertahankan agar traksi tetap efektif.
d.
Traksi
harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur efektif.
e.
Traksi
kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot dan
biasanya diberikan sebagai traksi intermiten.
f.
Traksi
skelet tidak boleh terputus.
g.
Pemberat
tidak boleh diambil, kecuali bila traksi yang dimaksudkan intermiten.
h.
Setiap
factor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultan tarikan harus
dihilangkan.
i.
Tubuh
klien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi
dipasang.
j.
Tali
tidak boleh macet.
k.
Pemberat
harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai.
l.
Simpul
pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat
tidur.
5.
Indikasi dan
Kontraindikasi Pemasangan Traksi
a. Indikasi
b. Kontraindikasi
6.
Pemasangan Traksi
a.
Perlengkapan
Traksi
Perlengkapan
berikut ini digunakan untuk sebagian besar traksi kulit dan traksi tulang:
1) Rangka di atas kepala
(overhead frame): rangka ini terhubung dengan
tempat tidur rumah sakit dan terdapat alat untuk mengaitkan peralatan traksi.
Setiap rangka mempunyai minimal dua palang tegak (satu pada tiap ujung tempat
tidur) dan satu palang di atas kepala.
2)
Trapeze: Dipasang pada rangka di atas kepala, trapeze dapat digunakan oleh klien untuk
bergerak di tempat tidur, kecuali dikontraindikasikan untuk kesehatan klien.
3)
Kasur
yang keras: untuk mempertahankan kesejajaran tubuh
dan efisiensi traksi, kasur yang keras merupakan hal yang esensial. Beberapa
tempat tidur berisi benda padat bukan pegas, untuk memberikan sanggaan yang
keras. Jika tempat tidur yang keras tidak tersedia, sebuah papan tempat tidur dapat
digunakan untuk memberikan sanggaan yang diperlukan.
4)
Tali,
katrol, gantungan pemberat, dan pemberat.
b. Metode
Traksi
1) Traksi
kulit
Pemasangan
traksi sebagian besar area kulit yang diteruskan melalui jaringan lunak ke
tulang.Traksi kulit terjadi akibat beban menarik tali, spon karet, atau bahan
kanvas yang dilekatkan ke kulit.Berat beban yang dipasang pada traksi kulit
tidak lebih dari 2-3 kg.Traksi kulit digunakan untuk mengontrol spasme kulit
dan memberikan imobilisasi.
2) Traksi
skelet
Traksi skelet
dipasang langsung pada tulang menggunakan pin metal atau kawat ke dalam tulang
di sebelah distal garis fraktur menghindari saraf, pembuluh darah, otot, tendon
dan sendi. Dua jenis pin yang digunakan yaitu:
a)
Pin Steinmann yang
memiliki titik trokar dan sisi yang halus.
b)
Pin berulir, seperti
pin Denham yang memiliki ulir sedikit menonjol keluar dari batang pin.
Metode traksi
ini paling sering digunakan untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus, dan
tulang leher.Traksi skelet dipasang secara asepsis seperti pada pembedahan.
Pasien akan merasakan tekanan selama prosedur ini dan mungkin ketika rasa tidak
nyaman ketika periosteum ditusuk. Kadang-kadang traksi skelet bersifat
seimbang, yang menyongkong ekstrimitas yang terkena memungkinkan gerakan pasien
sampai batas-batas tertentu dan memungkinkan kemandirian pasien dan askep
sementara traksi yang efektif tetap dipertahankan.
7.
Komplikasi dari
Pemasangan Traksi
Potensial komplikasi yang bisa terjadi
meliputi :
a. Dekubitus
b. Kongesti
paru dan pneumonia
c. Konstipasi
d. Anoreksia
e. Statis
dan infeksi kemih
f. Trambosis
vena dalam
8.
Asuhan Keperawatan untuk
Klien dengan Pemasangan Traksi
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gips dan traksi merupakan alat imobilisasi yang
dapat digunakan setelah terjadinya
trauma maupun sebagai pengobatan pascaoperasi. Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari
bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus dengan tipe plester
atau fiberglass. Sedangkan traksi merupakan alat imobilisasi yang
menggunakan kekuatan tarikan yang diterapkan pada suatu bagian tubuh sementara
kekuatan yang kedua, disebut kontertraksi, menarik ke arah yang berlawanan.
B. Saran
Penanggulangan klien
trauma memerlukan peralatan serta keterampilan khusus yang tidak semuanya dapat
dilakukan oleh perawat, berhubung keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki
setiap Ners bervariasi, serta peralatan yang tersedia kurang memadai. Maka dari
itu kita hendaklah mengetahui prinsip dasar serta tata laksana pemasangan gips
dan pemasangan traksi agar nantinya dapat melakukan tindakan dengan tepat serta
dapat mengurangi komplikasi dari trauma maupun pemasangan alat ini.
Daftar Pustaka
Berman,
Audrey Dkk. 2009. Buku Ajar Praktik
Keperawatan Klinis.Jakarta: EGC
Kneale,
Julia D., Davis, Peter S. 2011. Keperawatan
Ortopedik & Trauma. Jakarta: EGC
Muttaqin,
Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC
Purwadianto,
Agus., Sampurna, Budi.2000.Kedaruratan
Medik. Jakarta: Binarupa Aksara.
Suzanne,
C. Smeltzer dan Brenda, G. Bare.2001.Buku
Ajar Keperawatan Medikal-Bedah volume 3.Jakara: EGC
Suzanne,
C. Smeltzer dan Brenda, G. Bare.2002.Buku
Ajar Keperawatan Medikal-Bedah volume 3.Jakara: EGC
Suzanne,
C. Smeltzer dan Brenda, G. Bare.2008.Buku
Ajar Keperawatan Medikal-Bedah volume 3.Jakara: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar