1. Pengertian Pemanasan Global (Global Warming)
Secara umum pemanasan global (global warming) dapat dikatakan bahwa
pemanasan global merupakan peristiwa meningkatnya suhu rata-rata bumi yang
diakibatkan oleh meningkatnya penggunaan teknologi dan aktivitas manusia
sehingga menyebabkan meningkatnya gas-gas rumah kaca (Notoatmodjo, 2007 : 350).
Menurut (Utami, 2003)
dikutip dari Notoatmodjo. pemanasan global adalah sebuah fenomena ketika energy
yang berasal dari radiasi matahari diserap oleh permukaan bumi dan dilepas
kembali sebagai energi infra merah yang tidak dapat menembus keluar angkasa
karena terhambat atau terperangkap oleh berbagai macam gas rumah kaca yang ada
di atmosfer. (Notoatmodjo,2007 : 350).
Pemanasan
global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut
dan daratan bumi (Syahid, 2010).
2. Penyebab Pemanasan Global (Global Warming)
Penyebab Pemanasan Global (Global Warming) adalah sebagai berikut :
a.
Efek rumah kaca
Segala
sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar
energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari
cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap
sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini
berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar.
Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya
jumlah gas rumah kaca. Gas rumah kaca ini diantaranya
adalah :
1) Uap air
Gas
rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat
penguapan air dari laut, danau dan sungai. Uap air adalah gas rumah kaca yang
timbul secara alami dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek
rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktifitas
manusia tidak secara langsung mempengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada
skala lokal.
Karbon dioksida
adalah gas terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti:
letusan gunung berapi, hasil pernafasan hewan dan manusia yang menghirup
oksigen dan menghembuskan karbon dioksida dan pembakaran material organik
seperti tumbuhan. Manusia telah meningkatkan jumlah karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar
bahan baker fosil, limbah padat, dan kayu untuk menggerakkan kendaraan dan
menghasilkan listrik. Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap
karbon dioksida semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya
maupun untuk perluasan lahan pertanian. Karbon
dioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman
untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis adalah proses memecah karbon dioksida dan melepaskan oksigen
ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya. Walaupun lautan dan proses alam
lainnya mampu mengurangi karbon dioksida di atmosfer, aktifitas manusia yang
melepaskan karbon dioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk
menguranginya.
3) Nitrous Dioksida (N2O)
Nitrous dioksida
adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari
pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Nitrous dioksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari
karbondioksida. HFCs (Hydrofluorocarbons),
PFCs (Perfluorocarbons) dan SF6
(Sulphur hexafluoride). Gas rumah
kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran berflourinasi
dihasilan dari peleburan aluminium. HFCs (Hydrofluorocarbons)
terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi,
perabotan (furniture), dan tempat duduk di kendaraan.
4) Metana
Metana
yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk gas rumah kaca. Ia
merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak
bila dibandingkan karbon dioksida. Metana dilepaskan ke atmosfir selama
produksi dan transportasi batu bara, gas alam dan minyak bumi. Metana juga
dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan oleh
hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan.
5) Cholorofluorocarbon
(CFC)
Chlorofluorocarbon
adalah sekelompok gas buatan yang mempunyai sifat-sifat, misalnya tidak
beracun, tidak mudah terbakar, dan amat stabil sehingga dapat digunakan dalam
berbagai peralatan dan mulai digunakan secara luas setelah Perang Dunia II. Chlorofluorocarbon yang paling banyak
digunakan mempunyai nama dagang ‘Freon’.
Zat-zat tersebut digunakan dalam proses mengembangkan busa, didalam peralatan
pendingin ruangan dan lemari es selain juga sebagai pelarut untuk membersihkan
microchip
(jurnalingkungan. 2011)
(jurnalingkungan. 2011)
Gas-gas
ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi
dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini
terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
b.
Efek umpan balik
Ada
beberapa efek umpan balik yang dapat menyebabkan pemanasan global diantaranya
yaitu :
1) Efek umpan
balik karena penguapan
air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah
kaca seperti CO2 (Karbon dioksida), pemanasan pada awalnya akan
menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri
merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah
uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air.
Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat
gas CO2 sendiri. Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air
absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan
agak menurun karena udara menjadi menghangat. Umpan balik ini hanya berdampak
secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di
atmosfer.
2) Efek umpan balik karena pengaruh awan. Bila dilihat dari bawah, awan akan
memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan
meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut
akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga
meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek langsungnya menghasilkan pemanasan
atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe
dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam
model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan
jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim sekitar 125 hingga
500 km untuk model yang digunakan dalam laporan IPCC. Walaupun demikian,
umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik
uap air dan dianggap turut berperan dalam menambah pemanasan menurut Laporan
Pandangan IPCC.
3) Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya
kemampuan memantulkan cahaya (albedo)
oleh es, Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub
mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es
tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air
memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan
es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan
menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi
suatu siklus yang berkelanjutan.
c. Variasi matahari
Terdapat
hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan
diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan
saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah
kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan
mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak
telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari
menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi
penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an. Fenomena variasi Matahari
dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek
pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan
sejak tahun 1950. Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa
kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan
dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah
berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama
periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan
rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat
estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan
pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu
vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh, Walaupun demikian,
mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim
terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi
pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca. (wikipedia, 2011)
Menurut
(Sutjahjo 2009:6) penyebab utama pemanasan bumi adalah aktivitas manusia
walaupun ada penyebab lain yang bersifat alami. Penyebab pemanasan bumi yang
disebabkan oleh aktivitas manusia antara lain :
1). Pembakaran bahan bakar batu bara, misalnya
untuk pembangkit listrik
2). Pembakaran minyak bumi, misalnya untuk kendaraan
bermotor
3). Pembakaran gas alam, misalnya untuk keperluan memasak
Akibat dari proses pembakaran itu, karbon
dioksida dan gas-gas lainnya terlepas ke atmosfer. Gas-gas tersebut disebut
dengan gas rumah kaca yang memenuhi atmosfer semakin banyak maka akan semakin
kuat juga menjadi insulator yang menyekat panas dari sinar matahari yang
dipancarkan ke permukaan bumi. Diperkirakan proses menghangat dan mendinginnya
bumi ini telah saling berganti-ganti dan kurang lebih terjadi selama 4 milyar
tahun.
3. Tanda-Tanda pemanasan Global (Global Warming)
Diantara tanda-tanda
pemanasan global (Global Warming)
adalah :
a.
Kenaikan suhu permukaan bumi dan
berubahnya pola cuaca, yang dapat menimbulkan peningkatan curah hujan yang
tidak biasa, semakin ganasnya angin dan badai, bahkan terjadinya bencana alam.
(Notoatmodjo,2007 : 350).
(Notoatmodjo,2007 : 350).
b. Kebakaran hutan besar-besaran
Bukan hanya di Indonesia, sejumlah
hutan di Amerika Serikat juga ikut terbakar ludes. Dalam beberapa dekade ini,
kebakaran hutan meluluhlantakan lebih banyak area dalam tempo yang lebih lama
juga. Ilmuwan mengaitkan kebakaran yang
merajalela ini dengan temperatur yang kian panas dan salju yang meleleh lebih
cepat. Musim semi datang lebih awal sehingga salju meleleh lebih awal
juga. Area hutan lebih kering dari biasanya dan lebih mudah terbakar.
c. Situs
purbakala cepat rusak
Akibat alam yang tak bersahabat,
sejumlah kuil, situs bersejarah, candi dan artefak lain lebih cepat rusak
dibandingkan beberapa waktu silam. banjir, suhu yang ekstrim dan pasang laut
menyebabkan itu semua. Situs bersejarah berusia 600 tahun di Thailand,
Sukhotai, sudah rusak akibat banjir besar.
d. Ketinggian gunung
berkurang
Tanpa disadari banyak orang,
pegunungan Alpen mengalami penyusutan ketinggian. Ini diakibatkan melelehnya es
di puncaknya. Selama ratusan tahun, bobot lapisan es telah mendorong permukaan
bumi akibat tekanannya. Saat lapisan es meleleh, bobot ini terangkat dan
permukaan perlahan terangkat kembali.
e. Satelit bergerak lebih cepat
Emisi karbondioksida membuat planet
lebih cepat panas, bahkan berimbas ke ruang angkasa. Udara di bagian terluar
atmosfer sangat tipis, tapi dengan jumlah karbondioksida yang bertambah, maka
molekul di atmosfer bagian atas menyatu lebih lambat dan cenderung memancarkan
energi, dan mendinginkan udara sekitarnya.
Makin banyak karbondioksida di atas sana, maka atmosfer menciptakan
lebih banyak dorongan, dan satelit bergerak lebih cepat.
f. Hanya
yang Terkuat yang Bertahan
Akibat musim yang kian tak menentu,
maka hanya mahluk hidup yang kuatlah yang bisa bertahan hidup. Misalnya,
tanaman berbunga lebih cepat tahun ini, maka migrasi sejumlah hewan lebih cepat
terjadi. Mereka yang bergerak lambat akan kehilangan makanan, sementar mereka
yang lebih tangkas, bisa bertahan hidup. Hal serupa berlaku bagi semua
mahluk hidup termasuk manusia.
g. Pelelehan Besar-besaran
Bukan hanya temperatur planet yang
memicu pelelehan gunung es, tapi juga semua lapisan tanah yang selama ini
membeku. Pelelehan ini memicu dasar tanah mengkerut tak menentu sehingga
menimbulkan lubang-lubang dan merusak struktur seperti jalur kereta api, jalan
raya, dan rumah-rumah. Imbas dari ketidakstabilan ini pada dataran tinggi
seperti pegunungan bahkan bisa menyebabkan keruntuhan batuan.
h. Keganjilan di
Daerah Kutub
Hilangnya 125 danau di Kutub Utara
beberapa dekade silam memunculkan ide bahwa pemanasan global terjadi lebih
parah di daerah kutub. Riset di sekitar sumber air yang hilang tersebut
memperlihatkan kemungkinan mencairnya bagian beku dasar bumi.
i. Mekarnya Tumbuhan di Kutub Utara
Saat pelelehan Kutub Utara memicu
masalah pada tanaman dan hewan didataran yang lebih rendah, tercipta pula
situasi yang sama dengan saat matahari terbenam pada biota Kutub Utara. Tanaman di situ yang dulu terperangkap dalam
es kini tidak lagi dan mulai tumbuh. Ilmuwan menemukan terjadinya peningkatan
pembentukan fotosintesis di sejumlah tanah sekitar dibanding dengan tanah di
era purba.
j. Habitat
Makhluk Hidup Pindah ke Dataran Lebih Tinggi
Sejak awal dekade 1900-an, manusia
harus mendaki lebih tinggi demi menemukan tupai, berang-berang atau tikus
hutan. Ilmuwan menemukan bahwa hewan-hewan ini telah pindah ke dataran lebih
tinggi akibat pemanasan global. Perpindahan habitat ini mengancam habitat
beruang kutub juga, sebab es tempat dimana mereka tinggal juga mencair.
k. Peningkatan Kasus
Alergi
Beberapa dekade terakhir kasus
alergi dan asma di kalangan orang Amerika mengalami peningkatan. Pola hidup dan
polusi dianggap pemicunya. Studi para ilmuwan memperlihatkan bahwa tingginya
level karbondioksida dan temperatur belakangan inilah pemicunya. Kondisi
tersebut juga membuat tanaman mekar lebih awal dan memproduksi lebih banyak
serbuk sari yang bisa memicu alergi (Antonius, 2009).
Menurut Sutjahjo (Sutjahjo, 2009 : 6) Tanda pemanasan global
dapat diamati dan dirasakan dengan adanya :
1).
Pergantian musim yang tidak bisa diprediksi
2).
Hujan badai sering terjadi dimana-mana
3).
Sering terjadi angin puting beliung
4).
Banjir dan kekeringan terjadi pada waktu yang bersamaan
5).
Penyakit mewabah dibanyak tempat
6).
Terumbu karang memutih
4. Dampak Pemanasan Global (Global Warming)
Pemanasan global, yang diperkirakan telah dimulai puluhan
tahun yang lalu mempunyai berbagai dampak terhadap bumi kita, di antaranya
sebagai berikut :
a. Iklim mulai
tidak stabil
Pemanasan global dapat menyababkan kenaikan
permukaan air laut akibat pencairan es di kutub, perubahan pola angin,
meningkatnya badai atmosfer, bertambahnya populasi dan jenis organisme penyebab
penyakit yang berdampak pada kesehatan masyarakat. Disamping itu, pemanasan
global dapat menyebabkan perubahan pola curah hujan dan siklus hidrologi.
Disamping itu dengan tidak stabilnya
musim ini juga berdampak kepada penyebaran penyakit seperti demam berdarah.
b.
Peningkatan Permukaan air laut
Berbagai studi tentang perubahan iklim
memperlihatkan telah terjadi kenaikan permukaan air laut sebesar 1 - 2 meter
dalam 100 tahun terakhir ini. Menurut IPCC ( intergovernmental climate change ) pada tahun 2010 permukaan air
laut akan bertambah 8 – 29 cm.
c. Dampak sosial
ekonomi dan politik
Tahun 2000, Indonesia telah mengalami 33 kejadian
banjir, kebakaran hutan, dan 6 bencana angin topan. Hal ini semua membawa
kerugian sebesar lebih $150 miliar dan 690 nyawa hilang. Bencana ini
menimbulkan dampak sosial seperti perubahan mata pencaharian penduduk, terutama
di daerah pertanian akibat perubahan iklim yang menyebabkan kurangnya masa
panen.sehingga menyebabkan para petani mencari mata pencaharian lain yang tidak
tergantung pada iklim, sehingga terjadi urbanisasi besar-besaran. Sedangkan
dampak politik yang terjadi berupa hilangnya batas-batas negara atau
berkurangnya pulau-pulau kecil akibat kenaikan permukaan air laut. Dengan
naiknya permukaan air laut juga menyebabkan mundurnya garis pantai di sebagian
besar wilayah Indonesia. Akibatnya bila ditarik garis batas 12 mil laut dari
garis pantai maka sudah barang tentu wilayah Indonesia akan berkurang.
d. Sumber daya air
Perubahan suhu akibat perubahan iklim menyebabkan
perubahan curah hujan serta menyebabkan pergeseran vegetasi di daerah hulu
sungai, sehingga akan mempengaruhi ketersediaan air dan permukaan tanah. Secara
umum di Indonesia, diperkirakan pada tahun 2080 akan terdapat 2 – 3,5 miliar
penduduk yang akan mengalami kekurangan air, akibat menurunnya persediaan air
tanah.
e. Topan siklon tropis
Koordinator bantuan PBB Jan Egeland mengatakan
bahwa topan yang merusak kehidupan orang Amerika dan telah terjadi sejak tahun
1960-an adalah akibat pemanasan global. Pernyataan ini diperkuat oleh sejumlah
ilmuan lainnya yang menyatakan bahwa topan siklon tropis terbentuk akibat
gejolak di atas laut diakibatkan oleh kenaikan temperatur akibat pemanasan
global. Dari Geneva dikabarkan, setelah topan Katrina dan Rita akan muncul pula
topan stan di Samudra Atlantik. Untuk wilayah Atlantik, Karibia dan Teluk
Meksiko nama-nama topan sepanjang tahun 2005 sudah disusun berdasarkan abjad,
mulai dari Arlene hingga Wilma. Ditengahnya ada topan Katrina, Lee, Nate, Ophelia, Philipe, Rita,
Stan serta Tammy.
f. Kesehatan Masyarakat
Transmisi beberapa penyakit menular sangat dipengaruhi oleh faktor
iklim dan suhu. Parasit dan vektor penyakit sangat peka terhadap faktor-faktor
iklim khususnya suhu dan kelembaban udara. Penyakit-penyakit tropis yang
ditularkan melalui vektor seperti malaria, demam berdarah, filariasis (kaki
gajah) akan makin meningkat, bukan hanya di negara yang beriklim tropis, tetapi
juga di negara-negara sub-tropis, bahkan di negara yang bermusim dingin. Di
Indonesia penyakit-penyakit tersebut yang semula terjadi di daerah dataran
rendah, mungkin pada waktu yang akan datang akan menyebar di daerah pegunungan
yang berhawa dingin, namun karena pemanasan global berubah menjadi bersuhu
panas (Notoatmodjo, 2007 : 353).
Sementara
itu menurut (Thompson 2009 : 136) dampak lain dari pemanasan global adalah :
pembajiran daerah pesisir karena naiknya tingkat permukaan laut, kekacauan
curah hujan yang mempengaruhi pola pemakaian air, dampak terhadap pertanian
karena tekanan panas (kemarau), penyebaran penyakit, dan kerusakan ekosistem
seperti hancurnya terumbu karang karena air laut yang panas sehingga
menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati. Naiknya permukaan laut dapat
mengakibatkan bencana besar pada mereka yang tinggal di pesisir bahkan bisa
menenggelamkan beberapa Negara kepulauan seperti Maladewa.
5. Cara Mencegah
Pemanasan Global (Global Warming)
Banyak hal yang bisa
kita lakukan sebagai warga Bumi untuk turut berperan serta mengatasi peristiwa
Pemanasan Global (Global Warming) dan Perubahan
Iklim (Climate
Change) yang sedang dialami
Bumi, dimulai dari hal-hal kecil yang dapat dilakukan oleh semua orang dari
rumah tempat kita tinggal, diantaranya seperti hal-hal berikut ini:
a.
Konservasi dan efisiensi energi
Penghematan energi, bukan semata-mata untuk alasan
ekonomi seperti Kepres No. 10/2005, tetapi juga untuk alasan konservasi energi.
Potensi terbesar untuk penghematan energi adalah di dunia industry, dimana
sebagian besar energi yang lain adalah sektor transportasi dan rumah tangga,
baik dalam penggunaan listrik maupun bahan bakar lainnya.
b. Eliminasi CFC
Eliminasi CFC sangat diperlukan karena gas-gas
tersebut dapat menyumbangkan 20% dari efek rumah kaca pada tahun 2030. Oleh
karena itu, harus segera diambil tindakan guna penghapusan penggunaan CFC
secara menyeluruh. Penggantian Freon
atau CFC dengan gas lain dalam system atau peralatan pendingin udara perlu
segera dilakukan.
c. Menukar bahan
bakar
Emisi gas rumah kaca dari penggunaan bahan bakar
fosil (minyak bumi) yang bervariasi atau menggantinya dengan bahan bakar dari
bahan baku tumbuh-tumbuhan atau biogas. Untuk produksi jumlah panas atau
listrik yang sama, gas alam menghasilkan CO2 40% lebih rendah
dibandingkan dengan batu bara, dan sekitar 25% lebih rendah daripada minyak.
Sehingga dengan menukar sumber bahan bakar dari minyak bumi ke gas alam dan
biogas dapat mengurangi emisi CO2.
d. Teknologi energy yang dapat diperbaharui (renewable)
Upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dapat
dilakukan dengan mengembangkan suatu teknologi yang dapat menekan emisi
penyebab efek rumah kaca, seperti PLTA, pemanas air dengan tenaga matahari,
penggunaan tenaga angin dikonversi menjadi listrik maupun penangkapan metana
dari tempat sampah dan kotoran manusia atau hewan menjadi energy atau listrik.
e. Reboisasi kehutanan
Untuk menyerap 10% emisi CO2 yang ada di
atmosfer saat ini dapat dilakukan dengan tanaman areal seluas Zambia atau
Turki, sedangkan untuk menyerap semua emisi tahunan diperlukan menanam seluas
Australia (Notoatmodjo, 2007 : 356).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar