BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
BPH
adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang
ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat
menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi
sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau
hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami
hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri
akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur
di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi
prostat sudah umum dipakai.
Penyebab
yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun
yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain
yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan
B. TUJUAN
PENULISAN
1.
Tujuan
Umum
Untuk mendapat gambaran umum tentang asuhan keperawatan
dengan BPH .
2.
Tujuan
Khusus.
Dengan pembuatan
makalah mahasiswa mampu :
v Mengerti dan memahami konsep dasar BPH.
v Melakukan pengkajian pada pasien dengan BPH.
v Menentukan diagnosa keperawatan dan merumuskan diagnosa
prioritas BPH.
v Menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan BPH
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
KONSEP DASAR
1. Defenisi
Benigna
Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah
pembesaran jinak kelenjar
prostat, disebabkan oleh
karena hiperplasi beberapa
atau semua komponen
prostat meliputi jaringan
kelenjar / jaringan fibromuskuler yang
menyebabkan penyumbatan uretra
pars prostatika ( Lab / UPF
Ilmu Bedah RSUD
dr. Sutomo, 1994
: 193 ).
BPH adalah
pembesaran progresif dari
kelenjar prostat ( secara
umum pada pria
lebih tua dari
50 tahun )
menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius
( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
2.
Etiologi
Penyebab
terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat
merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap
undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena
tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De
Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah:
·
Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan
karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen.o Ketidakseimbangan
endokrin.
·
Faktor umur / usia lanjut.
·
Unknown / tidak diketahui secara pasti.
3. Anatomi fisiologi
Kelenjar prostate
adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian
proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram
dengan ukuran rata-rata:- Panjang 3.4 cm- Lebar 4.4 cm- Tebal 2.6 cm. Secara
embriologis terdiro dari 5 lobur:- Lobus medius 1 buah- Lobus anterior 1 buah-
Lobus posterior 1 buah- Lobus lateral 2 buahSelama perkembangannya lobus
medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus
medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu
kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi
cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan
melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:
·
Kapsul anatomis
·
Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan
fibrosa dan jaringan muskuler- Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok
bagian:
o Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya
o Bagian tengah disebut kelenjar sub
mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone
o Di sekitar uretra disebut periuretral
gland
Saluran keluar
dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis
bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra.
Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada
oran dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.Sedangkan
pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih
baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan,
konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak
berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar
cairan seperti susu.Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan
berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak
jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra
menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra,
tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan
kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.
4. Patofisiologi
Menurut
syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi
setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat
membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma
progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati
yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma
cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin.
Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih.
Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan
trabekulasi di dalam kandung kemih.Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar
terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid,
berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin,
maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan
balik dapat menyebabkan hidronefrosis.
Retensi
progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini
berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi
pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan
obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya
meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa
merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan
natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan
hipovelemia.Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara
perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan.
Pada
tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis
yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian
detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.Sebagai akibatnya serat detrusor
akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa
buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika
dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos
keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila
kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan
detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi
lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas
5. Manifestasi
klinis
Walaupun
Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu
disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:1.
Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih2. Retensi urin dalam
kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan
cystitis.Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat
Hipertrofi:a. Retensi urinb. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencingc. Miksi
yang tidak puasd. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e.
Pada
malam hari miksi harus mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi
(disuria)g. Massa pada abdomen bagian bawahh. Hematuriai. Urgency (dorongan
yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)j. Kesulitan mengawali dan
mengakhiri miksik. Kolik renall. Berat badan turunm. AnemiaKadang-kadang tanpa
sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus
dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka
mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.
6.
Pemeriksaan diagnostik
Pada pasien Benigna
Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:
1. LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes
sensitivitas dan biakan urin
2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd,
USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras
dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara
trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain
untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan
volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti
difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen
bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous
prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar
prostat dibuang melalui perineum.
7. Penatalaksanaan
Modalitas terapi BPH
adalah :
1).
Observasi
Yaitu pengawasan
berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan
klien
2).
Medikamentosa
Terapi ini
diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai
penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis
rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor
androgen.
3).
Pembedahan
Indikasi pembedahan
pada BPH adalah :
a).
Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
b).
Klien dengan residual urin > 100 ml.
c).
Klien dengan penyulit.
d).
Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e).
Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan
dapat dilakukan dengan :
a).
TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat ® 90 - 95 % )
b).
Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
c).
Perianal Prostatectomy
d).
Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
4).
Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi
Ultrasonik .
8. Komplikasi
Komplikasi yang
dapat terjadi pada hipertropi prostat adalaha. Retensi kronik dapat menyebabkan
refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses
kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia /
hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya
batue. Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis
B.
Asuhan keperawatan penyakit jantung
kongenital
1. Data dasar
pengkajian pasien:
Dari data yang telah dikumpulkan
pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi:
a)
Data subyektif :
·
Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
·
Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan
seksual.
·
Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan
·
Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
b)
Data Obyektif:
·
Terdapat luka insisi
·
Takikardi
·
Gelisah
·
Tekanan darah meningkat
·
Ekspresi w ajah ketakutan
·
Terpasang kateter
2.
Diagnosa Keperawatan
1)
Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme
otot spincter
2)
Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan
dengan obstruksi sekunder
3)
Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi
tubuh
4)
Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de
entrée mikroorganisme melalui kateterisasi
5)
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
tentang penyakit, perawatannya.
3. Rencana
Keperawatan
1)
Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan
spasme otot spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu
mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil:
a. Secara verbal pasien mengungkapkan
nyeri berkurang atau hilang
b. Pasien dapat beristirahat dengan
tenang.
Intervensi:
c. Monitor dan catat adanya rasa nyeri,
lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri
(gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
e. Beri ompres hangat pada abdomen
terutama perut bagian bawah
f. Anjurkan pasien untuk menghindari
stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
g. Atur posisi pasien senyaman mungkin,
ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada
dokter jika nyeri meningkat
2)
Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin
berhubungan dengan obstruksi sekunder.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak
mengalami retensi urin
Kriteria :
Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi
kandung kemih.
Intervensi :
a. Lakukan irigasi kateter secara berkala
atau terus- menerus dengan teknik steril
b. Atur posisi selang kateter dan urin
bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
c. Observasi adanya tanda-tanda
shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem
drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran
urin serta adanya bekuan darah atau jaringan
e. Monitor urine setiap jam (hari pertama
operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi)
f. Ukur intake output cairang. Beri
tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra
indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3
minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.
3)
Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan
dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu
mempertahankan fungsi seksualnya
Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi
seksual dan aktivitas secara optimal.
Intervensi :
a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya
yang berhubungan dengan perubahannya
b. Jawablah setiap pertanyaan pasien
dengan tepat
c. Beri kesempatan pada pasien untuk
mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual
d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan
pmecahan masalah fungsi seksual
e. Beri penjelasan penting tentang:
f. Impoten terjadi pada prosedur radikal
g. Adanya kemungkinan fungsi seksual
kembali normal
h. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan
pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah
operasi.
4)
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan
port de entrée ikroorganisme melalui kateterisasi
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas
dari infeksi
Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik
Intervensi:
a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan
larutan steril.
b. Observasi insisi (adanya indurasi
drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran)
c. Lakukan perawatan luka insisi secara
aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage
d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat
bentuk T perineal untuk menjamin dressing
e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi
lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)
5)
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi tentang penyakit, perawatannya
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari
Kriteria :
Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan
mendemonstrasikan perawatan
Intervensi :
a. Motivasi pasien/ keluarga untuk
mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, perawat
b. Berikan pendidikan pada
pasien/keluarga tentang:
o Perawatan luka, pemberian nutrisi,
cairan irigasi, kateter
o Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda
hemoragi
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
BPH
adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang
ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat
menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi
sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau
hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami
hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri
akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur
di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi
prostat sudah umum dipakai.
Penyebab
yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun
yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain
yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor
kemungkinan penyebab antara lain : Dihydrotestosteron (Peningkatan 5 alfa
reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar
prostat mengalami hiperplasi) , Perubahan keseimbangan hormon estrogen –
testoteron (Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen
dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.), Interaksi
stroma - epitel(Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth
factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi
stroma dan epitel.) (
Roger Kirby,)
DAFTAR
PUSTAKA ( REFERENSI )
Ø
Carpenito
J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 EGC. Jakarta
Ø
Doengoes,
Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3 EGC.
Jakarta.
Ø
Hudack
& Galo. (1996). Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I
EGC. Jakarta.
MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III
Tentang
HIPERPLASIA PROSTATIKA BENIGNA
OLEH
KELOMPOK 1
ETTRI
SUPRIYATNO
NURULITA
FITRIANTI
BRAHMANA
ZALINA
M RUSADI
HERI SETIAWAN
Dosen
pembimbing :
Ns. Elmukhsinnur, S. Kep
AKADEMI
KESEHATAN DINAS KESEHATAN
PROPINSI
RIAU
di RENGAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar