Pengertian
Etiologi
Penyebab utama
infark adalah gangguan pada pembuluh darah koroner: CAD (coronary
atherosklerosis dissease). Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan
terjadinya infark antara lain :
- Hiperkolesterolemia
- Hipertensi
- Merokok
- Contributing faktor: umur, hereditas, aktifitas, obesitas, inoleransi glukosa, perilaku & stress.
Fisiologi
Sirkulasi Koroner
Arteri
koroner kiri memperdarahi sebagaian terbesar ventrikel kiri, septum dan atrium
kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri,
sedikit bagian posterior septum dan ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA
lebih sering diperdarahi oleh arteri koroner kanan daripada kiri. (cabang
sirkumfleks). Nodus AV 90% diperdarahi oleh arteri koroner kanan dan 10%
diperdarahi oleh arteri koroner kiri (cabang sirkumfleks). Dengan demikian,
obstruksi arteri koroner kiri sering menyebabkan infark anterior dan infark
inferior disebabkan oleh obstruksi arteri koroner kanan.
Patogenesis
Patofisiologi
Aritmia
merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau
jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan
masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan.
Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA
inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat
kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada
IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan
infark.
Gejala Klinis
Keluhan
yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan,
ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan
(umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri
berlangsung lebih lama dari angina pectoris dan tak responsif terhadap
nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien diabetes dan orang tua,
tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai perasaan mual, muntah,
sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar atau sinkope. Pasien sering
tampak ketakutan. Walaupun IMA dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung
koroner namun bila anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah
didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium.
Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik
dan dapat normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama
gallop. Adanya krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan paru-paru.
Takikardia, kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang
relatif lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak
atau berada di dinding dada pada IMA inferior.
Diagnosis Banding
Angina
Pectoris tidak stabil/insufisiensi koroner akut.
Diseksi
aorta (nyeri dada umumnya sangat hebat, dapat menjalar ke perut dan punggung).
Kelainan saluran cerna bagian
atas (hernia diafragmatika, esofagitis refluks)
BJ ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan
kontraktilitas atau komplian ventrikel
Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD,
pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.
Jenis Pemeriksaan
|
Interpretasi Hasil
|
EKG
Laboratorium:
Enzim/Isoenzim Jantung
Radiologi
Ekokardiografi
Radioisotop
|
Masa setelah serangan:
Beberapa jam: variasi
normal, perubahan tidak khas sampai adanya Q patologis dan elevasi segmen ST
Sehari/kurang seminggu:
inversi gelombang T dan elvasi ST berkurang
Seminggu/beberapa bulan: gelombang Q menetap
Setahun: pada 10% kasus dapat kembali normal.
Peningkatan kadar enzim (kreatin-fosfokinase atau aspartat amino
transferase/SGOT, laktat dehidrogenase/a-HBDH) atau isoenzim (CPK-MB)merupakan indikator spesifik IMA.
Tidak banyak membantu diagnosis IMA tetapi berguna untuk mendeteksi
adanya bendungan paru (gagal jantung), kadang dapat ditemukan kardiomegali.
Dapat tampak kontraksi asinergi di daerah yang rusak dan penebalan
sistolik dinding jantung yang menurun. Dapat mendeteksi daerah dan luasnya
kerusakan miokard, adanya penyulit seperti anerisma ventrikel, trombus,
ruptur muskulus papilaris atau korda tendinea, ruptur septum, tamponade
akibat ruptur jantung, pseudoaneurisma jantung.
Berguna bila hasil pemeriksaan lain masih meragukan adanya IMA.
|
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1. Pantau nyeri
(karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non
verbal, perubahan hemo-dinamik
2. Berikan lingkungan yang
tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.
3. Bantu melakukan teknik
relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi)
4. Kolaborasi pemberian obat
sesuai indikasi:
- Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
- Beta-Bloker seperti
atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)
- Analgetik seperti morfin,
meperidin (Demerol)
- Penyekat saluran kalsium
seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).
|
Nyeri adalah pengalaman
subyektif yang tampil dalam variasi respon verbal non verbal yang juga
bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara rinci untuk menetukan
intervensi yang tepat.
Menurunkan rangsang
eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
Membantu menurunkan
persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap
nyeri.
Nitrat mengontrol nyeri
melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan
perfusi miokard.
Agen yang dapat mengontrol
nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi
miokard yang buruk)
Morfin atau narkotik lain
dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang
yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.
Bekerja melalui efek
vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral,
menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di antaranya
bekerja sebagai antiaritmia.
|
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
Pantau HR, irama, dan
perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
Tingkatkan istirahat, batasi
aktivitas
Anjurkan klien untuk
menghindari peningkatan tekanan abdominal.
Batasi pengunjung sesuai
dengan keadaan klinis klien.
Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan
aktivitas bertahap.
Kolaborasi pelaksanaan
program rehabilitasi pasca serangan IMA.
|
Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan
dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian
disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.
Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi
kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.
Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.
Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.
|
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1. Pantau respon verbal dan
non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.
2. Dorong klien untuk mengekspresikan
perasaan marah, cemas/takut terhadap situasi krisis yang dialaminya.
3. Orientasikan klien dan
orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
4. Kolaborasi pemberian agen
terapeutik anti cemas/sedativa sesuai indikasi (Diazepam/Valium,
Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan).
|
Klien mungkin tidak
menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan dapat dinilai dari
perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya kegelisahan,
kemarahan, penolakan dan sebagainya.
Respon klien terhadap
situasi IMA bervariasi, dapat berupa cemas/takut terhadap ancaman kematian,
cemas terhadap ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan peran sosial dan
sebagainya.
Informasi yang tepat tentang
situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap
lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi
yang terjadi.
Meningkatkan relaksasi dan
menurunkan kecemasan.
|
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1. Pantau TD, HR dan DN,
periksa dalam keadaan baring, duduk dan berdiri (bila memungkinkan)
2. Auskultasi adanya S3, S4
dan adanya murmur.
3. Auskultasi bunyi napas.
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.
5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien
6. Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.
7. Bantu pemasangan/pertahankan paten-si pacu jantung bila digunakan.
|
Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel,
hipoperfusi miokard dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak
terjadi yang mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin
dan atau masalah vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan
komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut nadi yang
lemah dan HR yang meningkat.
S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja
ventrikel kiri yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan
iskemia miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan
gangguan aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup,
kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.
Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan
fungsi miokard.
Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu
rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.
Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan
iskemia.
Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi
disritmia atau nyeri dada berulang.
Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase
akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan
sistem konduksi.
|
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1. Pantau perubahan
kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba seperti bingung, letargi, gelisah,
syok.
2. Pantau tanda-tanda
sianosis, kulit dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
3. Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot aksesori,
bunyi napas)
4. Pantau fungsi
gastrointestinal (anorksia, penurunan bising usus, mual-muntah, distensi
abdomen dan konstipasi)
5. Pantau asupan caiaran dan
haluaran urine, catat berat jenis.
6. Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
7. Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
- Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din)
- Simetidin (Tagamet),
Ranitidin (Zantac), Antasida.
- Trombolitik (t-PA,
Streptokinase)
|
Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah jantung di samping kadar
elektrolit dan variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
Penurunan curah jantung menyebabkan vasokonstriksi sistemik yang
dibuktikan oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan denyut nadi.
Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan distres pernapasan. Di samping
itu dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan komplokasi tromboemboli
paru.
Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat menimbulkan disfungsi
gastrointestinal
Asupan cairan yang tidak adekuat dapat menurunkan volume sirkulasi yang
berdampak negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan organ lainnya. BJ
urine merupakan indikator status hidrsi dan fungsi ginjal.
Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.
Heparin dosis rendah mungkin diberikan mungkin diberikan secara
profilaksis pada klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi atrial,
kegemukan, anerisma ventrikel atau riwayat tromboplebitis. Coumadin merupakan
antikoagulan jangka panjang.
Menurunkan/menetralkan asam lambung, mencegah ketidaknyamanan akibat
iritasi gaster khususnya karena adanya penurunan sirkulasi mukosa.
Pada infark luas atau IM baru, trombolitik merupakan pilihan utama (dalam
6 jam pertama serangan IMA) untuk memecahkan bekuan dan memperbaiki perfusi
miokard.
|
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1. Auskultasi bunyi napas
terhadap adanya krekels.
2. Pantau adanya DVJ dan edema anasarka
3. Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap hari bila tidak
kontraindikasi.
4. Pertahankan asupan cairan
total 2000 ml/24 jam dalam batas toleransi kardiovaskuler.
5. Kolaborasi pemberian diet rendah natrium.
6. Kolaborasi pemberian diuretik sesuia indikasi (Furosemid/Lasix,
Hidralazin/ Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-ton/Aldactone)
7. Pantau kadar kalium sesuai indikasi.
|
Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume cairan (overhidrasi)
Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi
natrium/air dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan positif yang
ditunjang gejala lain (peningkatan BB yang tiba-tiba) menunjukkan kelebihan
volume cairan/gagal jantung.
Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi tetap disesuaikan
dengan adanya dekompensasi jantung.
Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga harus dibatasi.
Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi kelebihan volume cairan.
Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga meningkatkan
pengeluaran kalium.
|
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan
belajar klien.
2. Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran. (Tanya
jawab, leaflet instruksi ringkas, aktivitas kelompok)
3. Berikan penekanan penjelasan tentang faktor risiko, pembatasan
diet/aktivitas, obat dan gejala yang memerlukan perhatian cepat/darurat.
4. Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver Valsava dan
aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan di atas kepala.
5. Jelaskan program peningkatan aktivitas bertahap (Contoh: duduk,
berdiri, jalan, kerja ringan, kerja sedang)
|
Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental
klien.
Meningkatkan penyerapan materi pembelajaran.
Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat daripada
penjelasan ringkas dengan penekanan pada hal-hal penting yang signifikan bagi
kesehatan klien.
Aktivitas ini sangat meningkatkan beban kerja miokard dan meningkatkan
kebutuhan oksigen serta dapat merugikan kontraktilitas yang dapat memicu
serangan ulang.
Meningkatkan aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan mencegah
aktivitas yang berlebihan. Di samping itu juga dapat meningkatkan sirkulasi
kolateral dan memungkinkan kembalinya pola hidup normal.
|