BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Kesehatan jiwa
merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan sekedar
terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di butuhkan
oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu
mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta
mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005)
Menurut
Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii Ahmad,
kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap
negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada
masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk
menyusuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres
tersebut. ( Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik Dapertemen
Kesehatan, 2007)
Setiap saat dapat
terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, syaraf
maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat.
Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama(Hardian, 2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.
Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama(Hardian, 2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.
Dari 150 juta populasi orang dewasa
Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang
mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut
terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit
kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita
gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan
sekitar 50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti,
2008).
Berdasar kan data
dari medical record BPRS dari makasar provinsi sulawesi selatan menunjukan
pasien halusinasi yang dirawat pada tiga tahun terakhir sebagai berikut: pada
tahun 2006 jumlah pasien 8710 dengan halusinasi sebanyak 4340 orang (52%),
tahun 2007 jumlah pasien 9245 dengan halusinasi sebanyak 4430 orang (49%),
tahun 2008 ( januari-maret) jumlah pasien 2294 dengan halusinasi sebanyak 1162
orang. Agar perilaku kekerasan tidak terjadi pada klien halusinasi maka sangat
di butuh kan asuhan keperawatan yang berkesinambungan.
Akibat semakin kompleksnya persoalan hidup
yang muncul di tengah masyarakat, menyebabkan jumlah penderita gangguan jiwa di
Riau tiap tahunnya terus bertambah. Selama tahun 2007 ini saja di Riau telah
menerima sebanyak 8.870 pasien gangguan jiwa.
Berdasarkan dari
hasil anamnesa pada bulan november 2010 pada ruangan nuri yang mana jumlah
pasien halusinasi sekitar 32 orang (71,11%) dari 45 pasien yang ada diruangan,
di merpati 33 pasien halusinasi (75%) dari 44 pasien, di mawar ada 9 pasien
halusinasi (45%) dari 20 pasien, di hangtuah ada 2 pasien halusinasi (28,57%)
dari 7 pasien, di melati ada 22 pasien halusinasi (64,70%) dari 34 pasien.
Berdasarkan hal
diatas, kami kelompok tertarik untuk mencari serta membahas halusinasi dalam
seminar kelompok yang sebagai salah satu syarat tugas untuk menyelesaikan
praktek klinik di RSJ Tampan Pekanbaru.
- Tujuan.
- Tujuan Umum
Untuk
mengetahui gambaran nyata tentang asuhan keperawatn jiwa pada klien dengan
perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruang Nuri RSJ Tampan
Pekanbaru.
- Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan
perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
b. Membuat diagnosa keperawatan pada klien
perubahan persepsi sensori : halusinasi
c. Melakukan intervensi keperawatan kepada
klien perubahan persepsi sensori:halusinasi pendengaran
d. Melakukan tiundakan keperawatan pada klien
perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan
pada klien perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
f. Pendokumentasian asuhan keperawatan pada
klien dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
g. Dapat membandingkan kesenjangan antara
teori dengan kenyataan yang penulis dapatka
- Ruang Lingkup Masaalah
Ruang lingkup ini dilakukan di Rumah Sakit jiwa Tampan tahun 2010. Dimana pembuatan makalah ini yang akan dilihat sejauh mana
halusinasi akan mempengaruhi sifat yang mal adaktif dan cara penanggulangan
atau tindakan yang akan dilakukan untuk klien. Alasan pembuatan makalah ini karena halusinasi merupakan penyebab
terbanyak pada gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tampan. Dipilihnya halusinasi
ini karena di RSJ Tampan Pekanbaru Provinsi Riau salah satu tempat rujukan di
daerah Riau ini. Makalah ini dibuat berdasarkan hasil ovservasi terbanyak di
RSJ Tampan Pekanbaru.
- Metode Pengambilan Data
Dalam
penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriptif, dimana kelompok
hanya memaparkan data yang sesungguhnya pada kasus. Untuk menggali data, teknik
yang digunakan berbagai macam di antara nya adalah :
- Wawancara : penulis mengadakan wawancara pada klien di ruang nuri
- Observasi : kelompok melakukan pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung pada prilaku klien
- Studi kepustakaan : kelompok mempelajari sumber-sumber pemeriksaan fisik yang dilakukan secara bertahap
- Data sekunder : kelompok mengambil data dari status klien, catatan keperawatan untuk dianalisa sebagai data yang medukung masalah klien.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
- Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Halusinasi
pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara
sederhana sampai suara berbicara mengenai klien sehingga klien berespon
terhadap suara atau bunyi tersebut( kliat, 2006 )
Halusinasi
pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan, mesin, barang, kejadian
alamiah dan musik dalam keaadan sadar tanpa adanya rangsangan apapun (maramis,
2005).
Halusinasi
pendengaran adalah persepsi sensorik yang keliru melibatkan panca indra
pendengaran (isaac,2002).
2. Etiologi
Menurut stuart ( 2007) faktor
penyebab terjadinya halusinasi adalah:
- faktor predisposisi
1) biologis
abnormalitas perkambangan
syaraf berhubungan dengan respon neorologis yang maladaftif baru mulai
dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian sebagai berikut:
a) penelitian pencitraan otak sudah
menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofren
b) beberapa zat kimia diotak seperti dopamin
neorotransmiter yang berlebihan
c) pembesaran ventrikel dan penurunan massa
kortikal menunjukan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia.
2) Psikolagis
Keluarga,
pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau
keaadan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) sosial budaya
kondisi ini mempengaruhi
gangguan orientasi realita seperti :
kemiskinan, perang, kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi
- faktor presipitasi
secara fisik klien dengan
gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan,
tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian induvidu terhadap stressor dan maslah koping dapat mengindikasi kemungkinnan kekambuhan (kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya
gangguan halusinasi adalah :
1) biologis
ganngguan
dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Sterss lingkungan
Ambang
toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3) sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon
individu dalam menanggapi stressor.
3. Tanda dan gejala
Tanda
dan gejala yang ditimbulkan pada individu yang mengalami halusinasi dengar:
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara.
c. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata.
e. Tidak dapat mremusatkan konsentrasi / perhatian.
f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga dan bermusuhan.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Ketakutan.
k. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.
l. Menyalahkan diri sendiri / orang lain.
m. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian.
n. Muka merah kadang pucat.
o. Ekspresi wajah tegang
p. Tekanan sdarah meningkat.
q. Nadi cepat.
r. Banyak keringat.
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara.
c. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata.
e. Tidak dapat mremusatkan konsentrasi / perhatian.
f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga dan bermusuhan.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Ketakutan.
k. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.
l. Menyalahkan diri sendiri / orang lain.
m. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian.
n. Muka merah kadang pucat.
o. Ekspresi wajah tegang
p. Tekanan sdarah meningkat.
q. Nadi cepat.
r. Banyak keringat.
4.
Jenis halusinasi
menurut stuart (2007)
halusinasi terdiri dari dua jenis:
a. pendengaran
mendengar suara atau
kebisingan, paling sering mendengar suara orang. Suara berbentuk kebinsingan
yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan
sampai ada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi.
Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh
untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. penglihatan
stimulus visual dalam bentuk
kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau
kompleks. Bayangan biasa yang menyenangkan atau menakut ksn seperti melihat
monster.
- penghidu
membaui bau-bauan tertentu
seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenang kan.
Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang , atau dimensia.
- Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti
rasa darah, urin atau feses.
- perabaan
mengalami nyeri atau ketidak
nyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tesentrum listrik yang datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
- Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti
aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.
- Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara
berdiri tanpa bergerak.
5. Tahapan halusinasi
a. fase I : klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,
kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran
yang menyenang kan untuk meredakan ansietas. Disini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, diam dan asyik sendiri.
b. fase II : pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengendalikan jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernafasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. fase III : klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Disni klien sukar berhubungan
orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan
berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan
dengan orang lain.
d. fase IV : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri, tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.
6. Rentang respon
Halusinasi
merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada dalam rentang respon
neurobiologi.
a. pikiran
logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi
akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului
oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di
dalam maupun diluar dirinya.
c. Emosi
konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar di
sertai banyak banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
d. Perilaku
sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang belaku.
e. Hubungan
sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f. Proses
pikir kadang tergantung (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi implus
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area
tertentu diotak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
g. Emosi
berlebihan atau kurang : yaitu menisfatasi perasaan atau afek keluar berlebihan
atau kurang.
h. Perilaku
atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sesial atau
berbudaya umum yang berlaku.
i.
Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa
tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma
sosial atau budaya umum yang berlaku.
j.
Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
k. Isolasi
sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
Berdasarkan
rentang diatas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indra (pendengaran, penglihatan,penghidu,pengecapan, dan perabaan), sedangkan
klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulul panca indra walaupun sebenarnya
stimulas itu tidak ada.
7. pohon masalah
Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi defisit
perawatan diri
Isolasi sosial : menarik diri kurang motivasi
Gangguan konsep diri : HDR
B.Asuhan Keperawatan
a. faktor predisposisi
1) faktor
perkembangan telambat
a). Usia bayi tidak terpenuhi
kebutuhan makanan, minuman dan rasa aman
b.) usia
balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c.) usia sekolah
mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
2) faktor
komunikasi dalam keluarga
a.)
komunikasi peran ganda
b.) tidak ada
komunikasi
c.) tidak ada
kehangatan
d.)
komunikasi dengan emosi berlebihan
e.)
komunikasi tertutup
f.) orang tua yang membandingkan
anak-anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua.
3) Faktor
sosialisasi budaya
Isolasi
sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang
terlalu tinggi.
a. Faktor
psikologis
Mudah kecewa,
mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri
rendah, idintitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan
koping deskruptif.
b. Faktor biologis
Adanya
kegiatan terhadap fisik, berupa: atropi otak, pembesaran Vertikel, perubahan besar
dan bentuk sel bentuk sel korteks dan limbik.
c. Faktor Genetik
Telah
diketahui bahwa genetik schizofrenia di turunkan melalui kromosom tertentu.
Namun demikian kromosom yang berada yang menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizoprenia
adalah kromosom nomor enam, dan kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 5, dan
22. anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50%
jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizyote peluangnya
sebesar 15%, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya
skizofrenia maka perluangnya menjadi 35% .
b. faktor presipitasi
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur
kurang, ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan,
system syaraf pusat,kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar
yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup dalam
melaksanakan pola aktifitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang
lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja ( kurang tampil
dalam berkerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat tranportasi dan ketidakmampuan
mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak
mampu( harga diri rendah), putus asa ( tidak percaya diri), merasa gagal (
kehilangan motovasi menggunakan keterampilan diri ), kehilangan kendali diri (
demonstrasi), merasa punya kekuatan berkelebihan,, merasa malang ( tidak mampu
memenuhi kebutuhan spiritual ), bertindak tidak seperti orang lain dari segi
usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, prilaku asertif,
prilaku kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan
gejala
c. prilaku
respon prilaku
klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman,
gelisah, bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak dapat membedakan yang nyata
dengan yang tidak nyata.Prilaku klien yang mengalami halusinasi sangat
tergantung pada jenis halusinasinya, meliputi:
a. Isi
halusinasi
Ini dapat
ditanyakan , suara apa yang didengar, apa saja yang dikatakan suara itu, jjika halusinasi
auditorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual,
bau apa yang tercium, jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika
halusinasi pengecap, dan apa yang diraskan dipermukaan tubuh jika halusinasii
perabaan
b. Waktu
dan frekuensi
Ini dapat
ditanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari,
seminggu, sebulan pengalaman halusinasi itu muncul.
c. Pencetus
halusinasi
Perawat perlu
mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu
perawat perlu juga bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya
halusinasi untuk memvalidasikan pernyataan klien.
d. Respon
klien
Untuk
menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien, bisa dikaji dengan
apa yang dilakukan klien saat mengalami halusinasi.
d.Mekanisme koping
1) regresi:
menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2) proyeksi: menjelaskan
perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain
3) menarik diri: sulit mempercayai
orang lain dan asyik dengan stimulus internal
e.Masalah keperawatan
1). Perubahan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran
2).
Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3).
isolasi sosial: menarik diri
4).
Gangguan konsep diri: HDR
5).
Intoleransi aktivitas
6). Difisit perawatan diri
f.Diagnosa Keperawatan
1). perubahan persepsi sensori: halusinasi
2).
Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3).
isolasi sosial: menarik diri
4).
Gangguan konsep diri: HDR
5).
Defisit perawatan diri
g.Intervensi Keperawatan
diagnosa: perubahan
persepsi sensori halusinasi: pendengaran
Tujuan umum:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
minggu perubahan persepsi sensori: halusinasi teratasi.
Tujuan khusus:
intervensi
1). Bina hubungan saling percaya dengan
klien dengan menggunakan komunikasi teraupetik yaitu sapa klien dengan ramah,
baik secara verbal maupun non verabal. Perkenalkan nama perawat, tanyakan nama
lengkap dan nama panggilan yang disenangi klien, buat kontrak dengan jelas
tujukan sikap jujur dengan menepati janji setiap kali interaksi.
2).
Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
3). Observasi tingkah laku klien dan
halusinasinya( halusinasi pendengaran ),
4). Diskuaikan dengan klien apa yang
dirasakan jika terjadinya halusinasi
5). Diskusikan dengan klien apa yang
dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut
6). Diskusikan tentang dampak yang akan dialami bila klien menikmati
halusinasinya
7). Identifikas dengan klien cara atau
tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
-
klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi
Intervensi
1).
Diskusikan cara yang digunakan klien
-klien
dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasinya:
1).
Diskkusikan cara baru mengontrol halusinasi
-klien
melaksanakan cara yang telah dipilih
untuk mengendalikan halusinasinya
1). Bantu klien memilih cara yang sudah
dianjurkan dan dilatih untuk mencobanya
-klien
mengikuti terapi aktivitas kelompok
1).
Beri kesempatan klien untuk memilih cara mengontrol halusinasi
2).
Pantau pelaksanaan cara yang dipilih jika berhasil beri pujian
3).
Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok
4).
Buat kontrak yang jelas untuk pertamuan( waktu, tempat, dan topik)
-Keluarga dapat menyebutkan pengertian,
tanda gejala, prosos terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan
halusinasi
1).
Diskusikan dengan keluarga
2). Diskusikan klien tentang manfaat dan
erugian jika tidak minum obat , nama, warna, dosis, cara, efek, terapi dan efek
samping pengobatan
-klien
mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar
1).
Pantau kllien saat minum obat
-klien
dapat menyebutkan akibat berhenti minum
obat tanpa konsultasi dengan dokter
1).
Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar
2).
Diskusikan akibat berhenti minum obot tanpa konsultasi
3). Anjurkan klien untuk konsultasi dengan
dokter jika ingin berhenti minum obat
BAB III
TINJAUAN KASUS
- Pengkajian
pengkajian
dilakukan pada tanggal 8 November 2010 dengan nama klien Tn. Y berusia 40
tahun. Klien masuk pada tanggal 22 September 2010 No. RM 00.08.08 di ruang
nuri. Klien dibawa kerumah sakit dengan
alasan, klien selalu marah-marah tanpa sebab, bicara ngawur, gelisah, mengamuk,
dan hampir memukul keluarga. Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya, riwayat pengobatan
sebelumnya kurang berhasil dikarenakan klien putus obat lebih kurang 3 bulan.
Klien merupakn
anak ke- 6 dari 9 bersaudara. klien mengatakan bagian tubuh yang disukai adalah
kepala dan bagian yang tidak disukai adalah tangan kiri karena pernah patah dan
klien menyadari bahwa dia seorang laki-laki yang bekerja sebagai tukang
perabot. Orang yang paling berarti bagi klien adalah ibu, bapak dan keluarga.
Klien mengetahui agama yang dianut nya, dan selama dirumah sakit klien
melakukan kegiatan ibadah yaitu shalat.
Dari observasi
yang didapat kelompok, ditemikan data; penampilan rapi dan sesuai dengan cara
penggunaan nya. Saat diajak berkomunikasi atau wawancara, pembicaraan klien
selalu berpindah-pindah dari satu
kalimat ke kalimat lainnya. Klien tampak lesu, gelisah dan terkadang
bolak-balik, klien mengatakan sedih karena klien merasa terlalu lama di
RSJ.selama interaksi klien sangat kooperatif
, terkadang klien selalu memulai pembicaraan terlebih dahulu, kontak
mata (+), akan tetapi klien sering tidak nyambung antara pertanyaan dengan
jawaban. Klien mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk memukul
orang lain, suara itu sering terdengar saat klien sendirian dan pada sore hari
sangat sering, gejala yang tampak klien ingin marah-marah. Obsesi, klien
menyatakan ingin berjaya dalam hidup dan ingin mencari istri yang sakinah.
Orientasi orang, tempat dan waktu baik, karena klien mengetahui tempat ia
berada sekarang waktu dan orang-orang disekitarnya.
Klien tidak
mengalami gangguan daya ingat karena klien mampu mengingat masa lalu dan waktu
saat ini, klien mudah teralih saat diberi
pertanyaan, klien
mampu mengambil keputusan sederhana dengan bantuan orang lain dengan penjelasan
yang benar dan klien menyatakan bahwa ia masuk ke RSJ karena ada jin, jin yang
menggaunya sehiangga ia marah-marah.
Untuk memenuhi
kebutuhan klien, sudah mampu untuk memenuhinya seperti kebutuhan makan,
keaamanan, perawatan kesehatan, pakaian, dan tempat tinggal.
Didalam kehidupan
sehari-hari klien mampu untuk melakukan perawatan diri seperti mandi, makan,
BAB/BAK seta ganti pakaian. Klien mengatakan Selama di rumah sakit, nfsu makan
meningkay sehingga berat badan meningkat. Klien mengatakan tidak ada masalah
pada tidurnya. Klien menyatakan puas dengan pekerjaannya sebagai pembuat
alat-alat perabot karena termasuk hoby nya, klien mempunyai koping yang adaptif
yaitu jika ada masalah maka klien mengerjakan salat, terpi yang didapat adalah
stelazin 5 mg, THP/ TRihexypenidil, CPZ/Clorpromazine
- Data Fokus
Tn.Y (40tahun)
dirawat di rumah sakit jiwa Tampan Pekanbaru di ruang nuri dengan diagnosa
medis perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Klien mengatakan
mendengar suara yang menyuruh untuk memukul orang dengan palu, suara itu sering
pada sore hari dan saat sendirian, klien mengatakan marah saat mendengar
suara-suara, kien mengatakan pernah memukul orang dengan palu dan memukul orang
yang kerja ditempat nya, suara klien keras saat marah dan tatapan mata nya
tajam saat marah. Klien mengatakan bercerai dengan istrinya dan terlalu lama di
RSJ dan klien tampak sedih, klien tampak
marah tanpa sebab. Dari hasil observasi kelompok didapatkan klien
terlihat berbicara sendiri, mondar- mandir, dan tampak menutup telinga, klien
membanting kasur, klien tampak menyendiri. Sedangkan data tambahan dari catatan
keperawatan melalui status klien, klien pernah memukul orang dengan palu
No
|
Data Fokus
|
Diagnosa
|
1
|
DS:
-klien menatakan
mendengar suara yang menyuruh pukul orang dengan palu, suara itu muncul pada
sore hari dan saat sendirian dan marah saat mendengar suara itu
DO:
-klien tampak marah tanpa sebab
- klien terlihat berbicara sendiri
-pasien tampak mondar-mandir
-klien tampak menutup telinga
|
Gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran
|
2
|
Faktor risiko
DS:
-klien mengatakan pernah memukul orang dengan
palu
-klien mengatakan memukul orang yang kerja
ditempatnya
DO:
-dari status yang di lihat alasan masuk klien,
klien memukul orang dengan palu
-selama dinas di Nuri, kelompok tidak pernah
melihat pasien memukil temannya
-klien marah tanpa sebab
-klien tampak membanting kasur
|
Risiko menciderai diri sendiri,orang lain dan
lingkungan
|
3
4
|
DS:
-klien mengatakan sudah cerai dengan istrinya
karena ps masuk RSJ
-klien mengatakan terlalu lama di RSJ
DO:
-klien tampak sedih jika ditanya tentang rumah
tangganya
-klien tanpak menyendiri
-klien sudah tidak ada istri lagi
DS:
-pasien mengatakan teman-temannya gila sehingga
malas bergaul dengan mereka
- pasien mengatakan teman-temannya sering tidak
nyambung bila di ajak berbicara
DO:
-pasien terlihat sering duduk sendiri diatas
tempat tidurnya
-pasien terlihat memisahkan tempat tidurnya
-pasien terlihat sering makan sendiri
|
Gangguan konsep diri: HDR
Isolasi sosial : menarik diri
|
- Pohon Masalah
Risiko menciderai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
Isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : HDR
- Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas (Nanda)
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
pendengeran
Isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : HDR
Risiko menciderai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan
- Implementasi dan evaluasi
Implementassi
dilakukan dari tanggal 08 november s/d 16 november 2010.
Pada tanggal 8
november 2010 jam 09.00 WIB telah dilakukan SP1 halusinasi: dengan hasil SP1
belum tercapai. Pada tanggal, 09 November 2010 pada jam 15.00 WIB dilakukukan
SP 1 halusinasi yakni membina hubungan saling percaya, membantu mengenal
halusinasi, serta mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
suara, dengan hasil SP 1 tercapai. Adapun hal yang tercapai dalm SP1 meliputi
terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien, klien dapat
mengidentifikasi jenis halusinasi. Pada tanggal 10 November 2010 kelompok
kembali melakukan SP1 halusinasi pada jam 10.00 WIB yakni mengajarkan klien
untuk menghardik suara, adapun hasil dari SP1 tercapai ditandai dengan klien
dapat menghardik suara. Jadi, pelaksanaan SP1 halusinasi dapat tercapai dengan
tiga kali interaksi dengan klien.
Pada tanggal 11
November 2010 jam 09.45 WIB telah dilakukan SP 2 halusinasi dengan hasil SP 2
tercapai sebagian, yakni klien belum mau bercakap-cakap dengan orang. Pada
tanggal 12 november 2010 dilakukan lagi SP 2 halusinasi pada jam 10.30 WIB
dengan memodifikasi, mengajak klien untuk ngobrol dengan salah satu anggota
kelompok. Hasil yang diperoleh dari SP 2 yakni klien sudah mampu untuk
bercakap-cakap dengan perawat yang diruangan. Jadi sp2 halusinasi teratasi
dengan dua kali interaksi.
Pada tanggal 13
November 2010 telah dilakukan SP 3 halusinasi pada jam 09.00 WIB dengan hasil
SP 3 tercapai sebahagian, adapun hal yang tercapai adalah klien melaksanakan
kegiatan terjadwal yaitu sholat. Pada tanggal 15 November 2010 dilakukan lagi
SP 3 halusinasi pada jam 10.00 WIB dengan hasil SP 3 tercapai, adapun hal yang
tercapai adalah kegiatan terjadwal klien bertambah dari bangun sampai klien
tidur lagi seperti membersihkan tempat tidur, mandi, dan sholat, jadi SP 3
tercapai dengan dua kali interaksi. Pada tanggal 16 november 2010 telah
dilaksanakan SP 4 halusinasi dengan hasil tercapai. Adapun hal yang tercapai
yakni klien tahu jenis, fungsi, efek tidak minum obat serta penggunaan obat
yang benar, jadi SP 4 tercapai dengan satu kali interaksi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah kelompok
melakukan tindakan keperawatan terhadap klien dengan gangguan persepsi sensori
: halusinasi di Ruang Nuri RSJ Tampn Pekan Baru mulai dari tanggal 08 November
s/d 16 November 2010 kelompok menemukan kesenjangan-senjangan antara konsep
tioritis dengan stadi dilapangan yang dilakukan oleh kelompok maka dari itu
kelompok akan membahas kesenjangan tersebut. Adapun kesenjangan-senjangan
tersebut adalah sebagai berikut:
A.
Pengkajian
Pada pengkajian pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan pormat pengkajian perawatan jiwa yang telah di tetapkan. Data yang
dikumpulkan dengan wawancara langsung dengan klien, dari data catatan
keperawatan dan medis ditemukan kesenjangan antara data-data teorits dengan apa
yang didapat dengan kasus dilapangan. Pengumpulan data yang dilakukan hanya
melalui wawancara dengan klien, obsevasi dan dari pendokumentasian keperawatan
diruangan, sedangkan data dari keluarga tidak didapatkan hal tersebut
dikarenakan selama proses pengkajian keluarga klien belum ada menjunguk klien.
Menurut data teoritis secara umum dari faktor
predisposisi diterangkan bahwa halusinasi dapat terjadi dari berbagai faktor
berupa faktor pisikologis, biologis, dan faktor genetik.
Dari hasil observasi dan waawacara yang dilakukan
kelompok terhadap klien tidak ditemukan adanya faktor genetik yang dapat
mempengaruhi halusinasi karena anggota keluarga klien tidak ada mengalami
skizofrenia.
B.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan teoritis dengan diagnosa yang muncul
ditinjauan kasus terdapat perbadaan dan kesenjangan. Adapun masing-masing
diagnosa yang muncul sebagai berikut:
1.
Diagnosa teoritis
· Perubahan
persepsi sensori: halusinasi
· Risiko
menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
· Isolasi
sosial: menarik diri
· Gangguan
konsep diri: HDR
· Defisit perawatan diri
· Intoleran
aktifitas
2.
Diagnosa tinjauan kasus
·
Perubahan persepsi sensori: halusinasi
·
Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
·
Isolasi sosial: menarik diri
·
Gangguan konsep diri: HDR
Dalam tinjauan
kasus terdapat 2 diagnosa yang tidak muncul pada diagnosa teoritis. Hal ini
disebabkan pada tinjauan kasus ditemukan dari hasil observasi yakni klien dapat
memenuhi kebutuhan perawatan diri.
C.
Tindakan
Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilaksanakan sesuai dengan
rencana keperawatan yang ditetapkan dari empat diagnosa yang diangkat hanya
dilaksanakan satu diagnosa keperawatan, hal tersebut dikarenakan oleh
keterbatasan waktu dan klien pun pulang untuk melakukan askep. Adapun diagnosa
yang kelompok laksanakan adalah gangguan persepsi senaori ; halusinasi
pendengaran yang perencanaan tindakannya dilaksanakan mulai dari tanggal 08
november 2010 s/d 16 November 2010 dapat dilaksanakan dengan baik oleh
kelompok, dan klien saat diajarkan dihadapan perawat pada waktu interaksi.
Adapun tindakan keperawatan yang dilaksanakan melalui SP ddengan SP I dilaksanakan selama 3 kali
interaksi, SP II dilaksanakan selama 2 kali interaksi, SP III dilaksanakan
selama 2 kali interaksi, SP IV dilaksanakan selama 1 kali interaksi. Akan
tetapi dalam pelaksanaannya klien masih memnutuhkan bimbingan dari perawat.
D. Evaluasi
Evaluasi dilakukan
dari awal hingga akhir kegiatan yang setiap kali berinterksi menggunakan
analisis SOAP (Subjektif, Objaktif, Analisa, Planing ). Semua tindakan
keperawatan dengan diagnosa gangguan
persepsi sensori : halusinasi yang dibahas oleh kelompok melalui strategi
pelaksanaan dapat dilaksanakan. Hal ini didukung karena sudah terbinanya
hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.
BAB V
PENUTUP
- KESIMPULAN
Proses
keperawatan merupakan metode ilmiah dalam menjalankan proses keperawatan dan
menyelesaikan masalah secara sistematis yang digunakan oleh perawat dan peserta
didik keperawatan. Penerapan keperawatan dapat meningkatkan otonomi, percaya
diri, cara berfikir yang logis, ilmiah, sistematis dan memperlihatkan tanggung
jawab dan tanggung gugat serta pengembangan diri perawat. Disamping itu klien
dapat melaksanakan mutu pelayanan keperawatan yang baik khusus nya pada klien
halusinasi, maka dapatdi ambil ksimpulan sebagai berikut:
1.
Pengkajian yang
dilaksanakan tidak banyak berbeda dengan pngkajian teoritis maupun penulis
tidak mendapat kesulitan dalam pengkajian klien.
2.
Dalam usaha mengatasi masalah yang dihadapi klien penulis
menyusun tindakan keperawatan sesuai dengan teoritis begitu juga dengan SP.
3.
Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan
perencanaan dan dapat dilaksanakan walaupun belum optimal.
4.
Pada tahap evaluasi terhadap tindakan keperawatan masalah
yang dihadapi klien tidak teratasi semua sesuai dengan masalah klien.
- SARAN
1.
Mahasiswa.
Hendaknya
mahasiswa/i dapat melakukan askep sesuai dengan tahapan-tahapan dari protap
dengan baik dan benar yang diperoleh selama masa pendidikan baik diakademik
maupun dilapangan praktek.
2.keluarga.
Agar keluarga selalu memberikan motivasi
kepada klien dan juga perawatan gangguan persepsi sensori:halusinasi
pendengaran dirumah.
3.
ruang rawat inap
meningkatkan perlatan dan pelayanan serta
pemberian askep yang dapat meningkatkan proses penyembuhan kllien.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Bina pelayanan keperawatan dan pelayanan medik departemen
kesehatan, 2007 di kutip dari http://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-penglihatan-trisnawati.html
diambil tanggal 04 november 2010
Hawari,2001 dikutif dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi
diambil tanggal 04 november 2010
Isaacs,2002 dikutip dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi
diambil tanggal 04 november 2010
Keliat,2006 dikutip dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi
di ambil tanggal 04 november 2010
Keliat, budi anna.(2006) proses keperawatan kesehatan
jiwa.jakarta:penerbit buku kedokteran EGC
Maramis, 2005 dikutip dari http://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-penglihatan-trisnawati.html
diambil tanggal 04 november 2010
Menkes,2005 dikutip dari http://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-penglihatan-trisnawati.html
diambil tanggal 04 november 2010
Diktat Panduan Pengkajian Keperawatan dan Terapi
Aktivitas Kelompok Sosialisasi Praktek Keperawatan Jiwa Mahasiswa Program D III
di RSJ Tampan Propinsi Riau.
Marlyyn E. Doengos Rencana Asuhan Keperawatan
psikiatri editor bahasa indonesia, Monica ester. Jakarta: EGC 2006
3 komentar:
halo bro... mantap blogx ne
lengkap banget masbro penjelasannya...makasih dah sharing
pass bangeettt nihh mha tugass gua.... tks yaa gguys
Posting Komentar